Anda di halaman 1dari 7

“ KETENTUAN SYARIAH PADA PRODUK PEMBIAYAAN BANK SYARIAH “

Tugas ini Disusun Untuk Memenuhi Mata kuliah

MANAJEMEN DANA DAN PEMBIAYAAN BANK SYARIAH

Dosen Pengampu :

Ainun Khabib., M.E.I

Disusun Oleh :

Rufiqotul Irfiani/ 2020230014

PRODI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS SAINS AL QUR’AN
TAHUN AJARAN 2021/2022

1
PENDAHULUAN

Pembiayaan syariah merupakan kegiatan penyediaan uang dan barang dari pihak bank pada
pihak nasabah atas dasar persetujuan dan kesepakatan antara pihak bank dan juga pihak yang
dibiayai agar dapat mengembalikan uang tersebut sesuai jangka waktu yang telah ditetapkan
dengan memberikan imbalan berupa bagi hasil. Bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas
adalah muslim, pembiayaan syariah memang sangat membantu. Pasalnya, pembiayaan semacam
ini dinilai sudah mengikuti syariat islam dalam praktiknya sehingga dapat mengurangi resiko
riba. Pembiayaan yang sifatnya syariah ini sendiri sering kali dimanfaatkan nasabah untuk
berbagai kebutuhan. Mulai dari membeli rumah, kendaraan, biaya sekolah dan lain sebagainya. 

Pembiayaan merupakan salah satu bentuk dari solidaritas sosial. Pemilik modal dan orang
yang membutuhkan modal untuk melakukan suatu kegiatan usaha atau untuk mengembangkan
suatu usaha yang telah berjalan. Menggerakan roda perekonomian agar lebih produktif untuk
menekan tingkat pendapatan masyarakat agar mengalami peningkatan. Terciptanya lapangan
pekerjaan baru dan berkurangnya angka pengangguran dengan luasnya lapangan pekerjaan yang
dibuka dengan adanya pembiayaan modal bagi para pebisnis.

Sejak terbentuknya undang-undang mengenai perbankan syariah yang bermuladari Undang-


undang No 7 Tahun 1992. Kemudian undang-undang perbankan syariahyang dipertegas kembali
pada Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. Undang-undangmengenai perbankan syariah lebih
memiliki titik terang ketika disahkannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008. Akhirnya banyak
dari sebagian perbankan membuka ataumelakukan peralihan dengan membentuk perbankan
syariah demi menjaga kondisikestabilan keuangan.

Dalam dunia perbankan dikenal dengan yang dinamakan dengan produk pembiayaan. Pada
dasarnya sepintas dari segi tujuan produk pembiayaan yangdilakukan pihak perbankan
konvensional dan perbankan syariah memiliki persamaanyaitu melakukan pembiayaan atas
barang atau jasa yang dikehendaki oleh nasabahdengan tujuan memperoleh keuntungan yang
hanya dikehendaki pihak perbankan. Namun pada prinsipnya produk pembiayaan perbankan
syariah lebih mengarah pada akhlak yaitu mengedepankan pemberian bantuan pembiayaan untuk
mensejahterakan masyarakat dengan produk pembiayaan perbankan syariah itu sendiri.

2
PENGERTIAN PEMBIAYAAN BANK SYARIAH

Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah pemberian dana untuk mendirikan,


menjalankan, atau melakukan sesuatu berdasarkan prinsip syariah. Dalam perbankan, terdapat
istilah prinsip syariah. Hal ini merujuk kepada produk perbankan yang cara kerjanya berdasarkan
prinsip syariah. Prinsip syariah ini merujuk kepada ketetapan hukum Islam dalam tata cara
pengelolaan bidang perbankan. Penerapan prinsip syariah pada perbankan diatur oleh Dewan
Syariah Nasional (DSN) lewat fatwa yang dikeluarkannya. Dalam prinsip syariah biasanya tidak
menerapkan bunga dalam segala transaksi agar tidak riba.

Dalam dunia perbankan, pembiayaan berdasarkan prinsip syariah ada 2 macam, yaitu
pembiayaan untuk modal usaha dan pembiayaan dengan skema jual beli.

 Pembiayaan Modal Kerja Syariah

Pembiayaan modal kerja syariah diperuntukan kepada pengusaha atau calon pengusaha yang
akan mengembangkan bisnisnya. Lembaga pembiayaan akan memberikan modal usaha berupa
dana segar kepada pengusaha. Modal kerja syariah diberikan kepada pengusaha dengan prospek
bisnis bagus dan tidak melanggar syariah. Maksudnya, usaha yang dilarang Islam tidak
diperbolehkan mendapatkan modal kerja syariah.

 Pembiayaan dengan Skema Jual Beli

Pembiayaan ini juga sama dengan pembiayaan modal kerja, bedanya hanya skemanya saja.
Dalam pembiayaan dengan skema jual beli, lembaga pembiayaan akan memberikan modal
berupa harga pokok ditambah margin keuntungan bank syariah. Jadi, dari awal bank sudah
ditentukan keuntungan bank dalam akad.

PEMBIAYAAN BERBASIS BAGI HASIL

Fasilitas pembiayaan yang disediakan di sini berupa uang tunai atau barang yang dinilai dengan
uang. Jika dilihat dari sisi jumlah, dapat menyediakan sampai 100% dari modal yang diperlukan,
ataupun dapat pula hanya sebagian saja berupa patungan antar bank dengan pengusaha
(customer). Jika dilihat dari sisi bagi hasilnya, ada dua jenis bagi hasil (tergantung kesepakatan),

3
yaitu revenue sharing atau profit sharing. Adapun dalam hal presentase bagi hasilnya dikenal
dengan nisbah, yang dapat disepakati dengan customer yang mendapat faslitas pembiayaan pada
saat akad pembiayaan.

Prinsip bagi hasil ini terdapat dalam produk-produk:

a. Mudaharabah, yaitu akad kerja sama uaha antara dua pihak di mana pihak pertama shahibul
maal menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.
Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam
kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan
akibat kelalaian pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau
kelalaian pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

b. Musyarakah, yaitu akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di
mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan
kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

c. Muzara’ah, yaitu akad kerja sama atau percampuran pengolahan pertanian antara pemilik
lahan dengan penggarap dengan sistem bagi hasil atas dasar hasil panen. Adapun jenis-jenis
muzara’ah adalah:muzara’ah, yaitu kerja sama pengolahan lahan di mana benih berasal dari
pemilik lahan; mukhabarah, yaitu kerja sama pengolahan lahan di mana benih berasal dari
penggarap.

PEMBIAYAAN BERBASIS JUAL BELI

Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, di mana bank akan
membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank
melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada
nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin/mark-up).20 Prinsip ini
dilaksanakan karena adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda. Tingkat keuntungan
bank ditetapkan di muka dan menjadi bagian antar harga barang yang diperjualbelikan. Prinsip
ini terdapat dalam produk:

4
a. Bai‘ al-Murabahah, yaitu akad jual beli barang tertentu. Dalam transaksi jual beli tersebut,
penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjualbelikan, termasuk harga pembelian dan
keuntungan yang diambil.

b. Bai‘ al-muqayyadah, yaitu jual beli di mana pertukaran terjadi antara barang dengan barang
(barter). Aplikasi jual beli semacam ini dapat dilakukan sebagai jalan keluar bagi transaksi
ekspor yang tidak dapat menghasilkan valuta asing (devisa).

c. Bai‘ al-mutlaqah, yaitu pertukaran antara barang atau jasa dengan uang. Uang berperan
sebagai alat tukar. Jual beli semacam ini menjiwai semua produk lembaga keuangan yang
didasarkan atas prinsip jual beli.

d. Bai‘ as-salam, yaitu akad jual beli di mana pembeli membayar uang (sebesar harga) atas
barang yang telah disebutkan spesifikasinya, sedangkan barang yang diperjualbelikan itu akan
diserahkan kemudian, yaitu pada tanggal yang disepakati.

e. Bai‘ al-istisna, yaitu kontrak jual beli di mana harga atas barang tersebut dibayar lebih dulu,
tetapi dapat diangsur sesuai dengan jadwal dan syarat-syarat yang disepakatibersama, sedangkan
barang yang dibeli diproduksi dan diserahkan kemudian.

PEMBIAYAAN BERBASIS SEWA-MENYEWA

Selain akad jual beli yang telah dijelaskan sebelumnya, ada pula akad sewa-menyewa yang
dilaksanakan dalam perbankan syari’ah. Prinsip ini terdiri atas dua jenis akad, yaitu: Akad ijarah,
yaitu akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa tanpa
diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyah) atas barang itu sendiri. Dan Akad
ijarah muntahiya bi at-tamlik, yaitu sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau
lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa. Sifat
pemindahan kepemilikan ini pula yang menandakan dengan ijarah biasa.Kesadaran bahwa bank
Islam adalah solusi masalah ekonomi untuk mencapai kesejahteraan sosial telah muncul, namun
upaya nyata yang memungkinkan implementasi praktis gagasan tersebut nyaris tenggelam dalam
lautan sistem ekonomi dunia yang tidak bisa melepaskan diri dari bunga. Walaupun demikian,
gagasan tersebut terus berkembang meski secara perlahan. Beberapa uji coba terus dilakukan

5
mulai dari bentuk proyek yang sederhana hingga kerjasama yang berskala besar. Dari upaya ini
para pemrakarsa bank Islam dapat memikirkan untuk membuat infrastrukstur sistem perbankan
yang bebas bunga.Meskipun perbankan syariah tersebut relatif baru di Indonesia, akan tetapi
pertumbuhannya dari tahun ke tahun-baik dari sisi jumlah banknya maupun ekspansi
penghimpunan dana dan pembiayaannyacukup signifikan dalam memberikan kontribusi pada
market share perbankan nasional. Hal ini menjadi fenomena yang terus dicermati kalangan bisnis
karena merupakan peluang yang sangat prospektif untuk terus dikembangkan, mengingat bahwa
penduduk di Indonesia yang mayoritas muslim merupakan pasar yang cukup potensial bagi
perkembangan perbankan syariah.

Untuk itulah peran serta para ahli dibidang perbankan syariah sangat dibutuhkan untuk terus
mengembangkan konsep-konsep perbankan yang berlandaskan prinsip-prinsip syariah ini, serta
dukungan pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan peraturan perundangan yang diharapkan
mampu memberikan ruang gerak bagi berkembangkan perbankan syariah di Indonesia.Islam
merumuskan suatu sistem ekonomi yang sama sekali berbeda dari sistem-sistem lainnya. Hal ini
karena ekonomi Islam memiliki akar dari syariah yang menjadi sumber dan panduan bagi setiap
muslim dalam melaksanakan aktivitasnya. Islam mempunyai tujuan-tujuan syariah (maqosid asy-
syari’ah) serta petunjuk operasional (strategi) untuk mencapai tujuan tersebut. Tujuan-tujuan itu
sendiri selain mengacu pada kepentingan manusia untuk mencapai kesejahteraan dan kehidupan
yang lebih baik, juga memiliki nilai yang sangat penting bagi persaudaraan dan keadilan sosial
ekonomi, serta menuntut tingkat kepuasan yang seimbang antara kepuasan materi dan ruhani.

PEMBIAYAAN BERBASIS PINJAMAN DAN KEBAJIKAN

Dana Kebajikan (Qard) Dana Kebajikan adalah dana yang di dapat dari dana sumbangan baik
dari internal maupun eksternal. Dana yang berasal dari internal berupa pengembalian dana
kebajikan produktif, denda dan pendapatan non-halal sedangkan dana yang bersal dari eksternal
berupa infaq, shadaqah, hasil pengelolaan wakaf. Dana kebajikan disalurkan dalam bentuk akad
qard dan qard al hasan dimana kedua akad ini disalurkan dengan tujuan sosial.

Qard secara bahasa, berarti al-qoth’u yang berarti pemotongan. Harta yang diberikan kepada
orang yang berhutang disebut qard, karena merupakan “potongan” dari harta orang yang

6
memberikan utang.Sedangkan pengertian qard al hasan adalah suatu pinjaman lunak yang
diberikan atas dasar kewajiban sosial semata, di mana peminjam tidak berkewajiban untuk
mengembalikan apapun kecuali modal pinjaman dan biaya administrasi.Dari beberapa pengertian
qard diatas, dapat disimpulkan bahwa qard adalah pemberian pinjaman kepada orang lain yang
membutuhkan dimana pinjaman qardh merupakan bentuk pinjaman berdasarkan ta’awun
(pertolongan). Membantu tanpa meminta keuntungan dan dikembalikan sesuai dengan jumlah
pokok yang dipinjam berdasarkan waktu yang telah disepakati bersama. Pihak yang
meminjamkan dapat menerima imbalan, namun tidak diperkenankan dipersyaratkan dalam
perjanjian.

TUJUAN PEMBIAYAAN SYARIAH

Pembiayaan merupakan sumber pendapatan bagi bank syariah. Tujuan pembiayaan yang
dilaksanakan perbankan syariah terkait dengan stake holder, yakni:

1. Pemilik: dari sumber pendapatan diatas, para pemilik mengharapkan akan memperoleh
penghasilan atas dana yang ditanamkan pada bank tersebut.
2. Pegawai: pada pegawai mengharapkan dapat memperoleh kesejahteraan dari bank yang
dikelolanya.
3. Masyarakat: Pemilik dana, sebagai pemilik mereka mengharapkan dari dana yang
diinvestasi akan diperoleh bagi hasil. Debitur yang bersangkutan, dengan menyediakan
dana baginya mereka membantu guna menjalankan usahanya (sektor produktif) atau
terbantu untuk pengadan barang yang diinginkannya (pembiayaan konsumtif).
Masyarakat umumnya-konsumen, mereka memperoleh barang-barang yang dibutuhkan.
4. Pemerintah: akibat penyediaan pembiayaan pemerintah terbantu dalam pembiayaan
pembangunan Negara, disamping akan diperoleh pajak (berupa pajak penghasilan atas
keuntungan yang diperoleh bank dan juga perusahaan-perusahaan.
5. Bank: bagi bank yang bersangkutan, hasil dari penyaluran pembiayaan, diharapkan bank
dapat meneruskan dan mengembangkan usahanya agar tetap survival dan meluas jaringan
usahanya, sehingga semakin banyak masyarakat yang dapat dilayaninya

Anda mungkin juga menyukai