Anda di halaman 1dari 73

MAKALAH

PRODUK PERBANKAN SYARIAH DI BIDANG PENYALURAN DANA

DOSEN PENGAMPU

Dr.EDI SUANDI,MM

OLEH :

MUHAMMAD RHAFICQ HARIRI

2310070530188

UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
TAHUN AJARAN 2022/2023

1
Kata Pengantar

Assalamualaikum w.w.

Alhamdulillah saya haturkan puja dan puji syukur kehadirat Allah Swt. atas karunia
dan segala rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penyusun akhirnya dapat
menyelesaikan modul yang dibuat ini.

Modul ini disusun untuk memenuhi kebutuhan peserta didik dan pelatihan dalam
rangka sertifikasi guru profesional mata pelajaran Biologi. Sesuai dengan segmentasi
peserta, modul ini disusun dengan kualifikasi yang tidak diragukan.

Teknik pembukaan yang diangkat secara terpadu dilakukan tanpa adanya pemilihan
jenjang pendidikan. Langkah ini diambil dengan harapan dapat meminimalisasi adanya
pengulangan topik dari sesuai jenjang pendidikan.

Pembahasan modul ini dimulai dengan memberi penjelasan terkait tujuan yang akan
dicapai, sementara kelebihan yang dimiliki oleh modul ini dapat dilihat dalam
keterpaduan dengan ilmu pengetahuan alam.

Pembahasan yang disampaikan juga disertai bentuk soal yang beragam, tujuannya
untuk mengukur tingkat yang dicapai dan kesuksesan dalam menjawab.

Penyusun menyadari jika pembuatan modul ini masih memiliki banyak kekurangan,
karena itu kritik dan saran sangat terbuka untuk diterima dengan sifat yang
membangun. Diharapkan semoga modul ini bisa memberi manfaat dengan baik.

2
DAFTAR PUSTAKA

1. LATAR BELAKANG.................................................................................................................4
2. Tujuan Produk Perbankan Syariah Penyaluran Dana...............................................19
3. Metode Produk Perbankan Syariah di Bidang Penyaluran Dana.............................21
4. Prinsip-Prinsip Dasar dalam Penyaluran Dana Syariah............................................22
5. Peluang dalam Pengembangan Produk Perbankan Syariah......................................24
6. Studi Kasus dan Contoh Praktis....................................................................................26
7. MANAJEMEN PENGHIMPUNAN DANA (FUNDING)...........................................28

3
A.Latar Belakang

Bank Syariah merupakan salah satu aplikasi ekonomi syariah Islam dalam
mewujudkan nilai-nilai dan ajaran Islam yang mengatur bidang perekonomin umat yang
tidak terpisahkan dari aspek-aspek ajaran Islam komprehensif dan universal.
Komprehensif berarti ajaran Islam merangkum seluruh aspek kehidupan sosial
kemasyarakatan termasuk bidang ekonomi, universal bermakna syariah islam dapat
diterapkan dalam setiap waktu dan tempat tanpa memandang perbedaan ras, suku,
golongan, dan agama sesuai prinsip Islam sebagai “rahmatan lil alamin”.

Bank Syariah yaitu bank yang beroperasi sesuai dengan prinsipprinsip syariah
Islam yang mengacu kepada ketentuan-ketentuan yang ada dalam Al-Qur‟an dan
Hadits.

Adapun pengertian dari prinsip syariah sebagaimana disebut dalam Pasal 1


angka 13 UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan menyebut sebagai berikut :

“Prinsip Syariah adalah aturan Hukum Islam antara Bank dengan Pihak lain
untuk penyimpanan dana dan atau kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan
dengan syariah, antara lain Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah),
Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli
barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal
berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan Pemindahan
Kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak Bank oleh pihak lain (ijarah wa
iqtina)”.

Sedangkan didalam UU Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah


menyatakan Prinsip Syariah adalah Prinsip Hukum Islam dalam kegiatan perbankan
berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam
penetapan fatwa di bidang Syariah. Secara umum konsep perbankan syariah
menawarkan sistem perekonomian khususnya kepada lembaga perbankan, yaitu suatu
sistem yang sesuai dengan syariat Islam/prinsip syariah, yang sangat berbeda dengan
prinsip perbankan konvensional yang memakai sistem bunga yang mengandung unsur
riba yang bertentangan dengan syariah Islam.

4
Pada permulaan perkembangan perbankan syariah menawarkan produk-produk
perbankan yang bebas bunga yaitu mudharabah dan musyarakah, dua produk yang
diasumsikan berdasarkan pada sistem bagi hasil, atau yang lebih dikenal sebagai Profit
and Loss Sharing (Untung dan Rugi) . Dengan dua produk itu bank tidak beroprasi
dengan bunga bank, tetapi berbagi hasil dengan nasabah.

Kinerja perbankan syariah yg meliputi perkembangan aset, penghimpunan dana,


dan pembiayaan dimana perkembangan kinerja bank syariah berada pada tahap
pertumbuhan yang semakin tinggi (increasing 3 growth) dan minat masyarakat untuk
terus dan mau memakai produk perbankan syariah. Perbankan Syariah dalam
melakukan penyaluran dana kepada masyarakat dapat melalui prinsip bagi hasil, yang
salah satunya adalah akad pembiayaan musyarakah. Dengan menggunakan prinsip bagi
hasil ini, baik bank syariah maupun nasabah secara bersama-sama menanggung resiko
usaha dan membagi hasil usaha berdasarkan metode bagi untung dan rugi (profit and
loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua belah pihak,
bank syariah dan nasabahnya berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelubnya.
Dalam melakukan transaksi investasi ini, nasabah perbankan syariah dapat difasilitasi
melalui akad pembiayaan musyarakah.

Menurut penjelasan Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007


“musyarakah” adalah : Transaksi penanaman dana dari pemilik dana dari dua atau lebih
dari pemilik dana/atau barang untuk menjalankan usaha tertentu sesuai syariah dengan
pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah
disepakati, sedangkan pembagian kerugian berdasarkan proporsi modal masing-masing.

Selanjutnya didalam Penjelasan atas Pasal 19 ayat 1 huruf c UU Nomor 21 tahun


2008 tentang Perbankan Syariah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “akad
musyarakah” adalah akad kerja sama di antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu yang masing-masing pihak memberikan porsi dana dalam ketentuan bahwa
keuntungan akan di bagi 4 sesuai kesepakatan, sedagkan kerugian ditanggung sesuai
porsi dana masingmasing.

Jadi pembiayaan musyarakah ini merupakan transaksi yang bersifat investasi


dalam rangka penyediaan modal (atau barang usaha) yang dilakukan secara bersama

5
(dua pihak memberikan kontribusi modal), dengan pembagian keuntungan berdasarkan
nisbah tertentu yang disesuaikan secara proporsi berdasarkan modal masing-masing
sebagaimana telah disepakati dalam kontrak/akad.

Perjanjian atau akad dalam pembiayaan musyarakah juga mirip dengan


perjanjian pengikatan pada pembiayaan kredit di bank konvensional namun pembiayaan
musyarakah mempunyai ciri khas tersendiri oleh karena konsepnya yang berdasarkan
prinsip-prinsip syariah Islam. Perbedaan yang Nampak dalam perjanjian (aqad)
pembiayaan yang terdapat pada bank syariah dengan perjanjian kredit di bank
konvensional dapat dilihat dalam klausulaklausula perjanjian (aqad) pembiayaan atau
kredit baik yg dibuat oleh perbankan syariah ataupun bank konvensional.

Pada perjanjian musyarakah diperbolehkan kepada bank syariah untuk meminta


jaminan (borg), hal ini diperbolehkan sesuai degan fatwa DSN Nomor
08/DSN-MUI/IV/2000 tentenag Pembiayaan Musyarakah yang tertuang dalam angka 3
rentang modal yakni : “Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada
jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta
jaminan. Di dalam prakteknya 5 pada bank syariah yang dijadikan jaminan adalah
barang yang pengadaannya dibiayai oleh bank itu sendiri.

Perjanjian pembiayaan musyarakah pada bank berprinsip syariah tentu tidak


semuanya berjalan dengan mulus, ada kalanya timbul resiko dalam akad pembiayaan
musyarakah. Yakni apabila terjadi kerugian, resiko kerugian akan ditanggung bersama
sesuai dengan kesepakatan, hal tersebut sesuai dengan prinsip musyarakah yang
memiliki keunggulan dalam kebersamaan dan keadilan, baik dalam berbagai
keuntungan maupun risiko kerugian.

Resiko utama dari produk pembiayaan musyarakah ini adalah resiko


pembiayaan yang terjadi jika debitur wanprestasi , selain itu resiko pasar juga dapat
terjadi jika pembiayaan musyarakah diberikan dalam Valuta Asing yaitu resiko dari
pergerakan nilai tukar. Selain pembiayaan musyarakah dalam hal bagi hasil masih ada
satu prodak bagi hasil dalam perbankan syariah yaitu yang kita kenal dengan pembiayan
mudharabah yang merupakan transaksi yang bersifat investasi dalam rangka penyediaan

6
modal usaha untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan bersama antara
bank dan nasabah.

Menurut penjelasan pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 :


Mudharabah adalah Transaksi penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal)
kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai
syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah
yang telah disepakati sebelumnya.

Penjelasan pasal 19 yat 1 huruf c Undang-undang nomor 21 thun 2008 tentang


UU Syariah bahwa yang dimaksud dengan akad mudharabah dalam pembiayaan
adalah : Akad kerja sama suatu usaha antara pihak pertama (malik, shahibul maal, atau
Bank Syariah) yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua (amil, mudharib, atau
nasabah) yang bertindak selaku pengelola dana dengan membagi keuntungan usaha
sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam akad, sedangkan kerugian
ditanggung sepenuhnya oleh Bank Syariah kecuali jika pihak kedua melakukan
kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi perjajian.

Perkembangan pesat di dunia bisnis dan keuangan juga telah mendorong


perkembangan inovasi transaksi-transaksi perbankan syariah yang memenuhi prinsip
syariah secara istiqomah sesuai fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia, yang kemudian di implementasikan secara lebih rinci aspek
teknis dalam ketentuan perbankan syariah sebagai mana termuat dalam Peraturan Bank
Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam kegiatan
penghimpunan dana dan Peyaluran Dan serta Pelayanan Jasa Bank Syariah sebagai
Pengganti Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 tentang Akad
Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi bank yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan Prinsip Syariah yang kemudian diperlengkapi dengan Surat Edaran bank
Indonesia nomor 10/14/DPbS tanggal 17 Maret 7 2008 .

Perihal Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam kegiatan dimaksud dalam


penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah yang
telah ditujukan kepada semua Bank Syariah di Indonesia. Sekarang aturan perbankan
syariah bukan hanya didasarkan pada peraturan Bank Indonesia, melainkan juga telah

7
mempuanyai dasar hukum yang kuat berupa aturan per Undang-undangan Perbankan
Syariah sebagaimana termuat dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah.

Didalam UU Nomor 21 tahun 2008 dalam pasal 1 ayat 1 yang dimaksud dengan
Perbankan Syariah adalah Segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan
Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan kegiatan usaha, serta cara dan proses
dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Perbankan Syariah di samping melakukan
penghimpunan dana dari masyarakat, perbankan syariah juga melakukan kegiatan usaha
penyaluran dana kepada masyarakat berdasarkan prinsip syariah baik Bank umum
Syariah maupun Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) dapat melakukan kegiatan
usaha penyaluran dana perbankan kepada masyarakat berdasarkan prinsip syariah.

Penyaluran dana kepada masyarakat tersebut dilakukan berupaya pembiayaan


dengan mempergunakan prinsip jual beli, bagi hasil, sewa menyewa dan pinjam
meminjam. Dengan demikian, produk pembiayaan syariah tersebut sesuai dengan
penggunaannya menurut undang-undang Perbankan Syariah UU Nomor 21 tahun 2008
pasal 1 ayat 25 dinyatakan: 8 Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berupa : a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk Mudharabah dan
Musyarakah; b. Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijrah atau sewa beli dalam
bentuk ijarah muntahiya bittamlik; c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang
Murabahah, Salam dam Istishna; d. Transaksi Pinjam meminjam dalam bentuk piutang
Qard;

Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi Multijasa
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan atau Unit-Unit
Syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan atau diberi fasilitas
dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan
Ujrah, tanpa imbalan atau bagi hasil. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu cara
perbankan syariah melakukan penyaluran dana kepada masyarakat adalah melalui
prinsip jual beli yang didasarkan pada akad atau fasilitas, antara lain, murabahah.
Dengan adanya jual beli, maka terjadi peralihan atau perpindahan kepemilikan hak atas
suatu barang atau benda dari penjual kepada pembelinya. Dalam melakukan transaksi

8
jual beli ini, nasabah perbankan syariah dapat difasilitasi melalui akad murabahah,
sehingga melahirkan penyaluran dana melalui pembiayaan murabahah.

Penjelasan pasal 19 ayat 1 huruf d, UU nomor 21 tahun 2008 tentang undang-


undang Perbankan Syariah bahwa “ Akad Murabahah adalah akad 9 pembiayaan suatu
barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya
dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati “. Pada pembiayaan
murabahah itu transaksi jual beli dimana bank menyebut jumlah keuntungannya, Bank
bertindak sebagai penjual sementara nasabah sebagai pembeli, harga jual adalah harga
beli bank dan pemasok di tambah keuntungan .

Pembiayaan murabahah ini merupakan alternatif pendanaan yang memberikan


keuntungan kepada nasabah dalam bentuk pembiayaan kebutuhan nasabah dalam hal
pengadaan barang, seperti pembelian dan renovasi bangunan, pembelian kendaraan,
pembelian barang produktif seperti mesin produksi dan pengadaan barang lainnya,
didalam kesepakatan murabahah ini nasabah mendapat peluang untuk mengangsur
pembayarannya dengan jumlah angsuran tidak akan berubah selama masa perjanjian.

Resiko utama dari pembiayaan murabahah ini adalah resiko pembiayaan (credit
risk) yang terjadi jika debitur wanprestasi atau default, resiko pasar apabila murabahah
diberikan dalam bentuk Valuta Asing yaitu resiko dari pergerakan nilai tukar.
Pembiayaan pada akad bagi hasil ini menempatkan bank sebagai pihak penyandang
dana.

Untuk itu bank berhak atas kontraprestasi berupa bagi hasil sebesar nisbah
terhadap pendapatan atau keuntungan yang diperoleh oleh pemilik usaha (mudharib)
sedangkan bank 10 hanya bertindak sebagai berhubungan antara pengusaha dan
nasabah, ia berhak atas kontraprestasi berupa fee. 2 Dasar penghitungan bagi hasil ada 3
(tiga) cara sebagai berikut :

1. Menggunakan metode Profit and Loss Sharing (Untung dan Rugi) , yaitu para pihak
akan memperoleh bagian hasil sebesar nisbah yang telah disepakati dikalikan besarnya
keuntungan (profit) yang diperoleh oleh pengusaha (mudharib), sedangkan apabila
terjadi kerugian, ditanggung bersama sebanding dengan kontribusi masimg-masing
pihak.

9
2. Menggunakan metode profit sharing, artinya para pihak mendapatkan bagian hasil
sebesar nisbah dikalikan dengan perolehan keuntungan yang didapatkan oleh pengusaha
(mudharib), sedangkan apabila terjadi kerugian, secara financial akan ditanggung oleh
pemilik dana (shahibul maal).

3. Menggunakan metode revenue sharing, yaitu para pihak mendapatkan bagian hasil
sebesar nisbah dikalikan dengan besarnya pendapatan yang dieroleh oleh pemilik usaha
(mudharib). Sehubungan dengan pembiayaan yang diberikan bank syariah kepada
nasabahnya, terjadi hubungan kontraktualnya dilakukan dengan akad pembiayaan yang
akadnya dapat dibuat secara dibawah tangan atau di buat secara autentik oleh Notaris.

Akad pembiayaan yang dilakukan oleh bank 2 Rachmadi Usman, Produk dan
Akad Perbankan Syariah di Indonesia Implementasi dan Aspek Hukum, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2009, Hal 2008. 11 dengan nasabahnya dibuat secara notariil,
sehingga akan mendapatkan kekuatan akad pembiayaan sebagai bukti formil yang
sangat kuat dan pasti, hal ini yang menarik untuk dilakukan pengkajian dan analisis
terhadap hal diats, karena masih banyak bank-bank yang berprinsip syariah dalam
pembuatan akad pembiayaannya masih dibuatkan akadnya secara dibawah tangan serta
apakah bank syariah sudah menerapkan prinsip syariah dalam pelaksanaan pembiayan
kepada masyarakat.

Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami kiranya perlu diadakan pengupulan


data untuk mengetahui sampai dimana penerapan terhadap perjanjian pembiayaan
dengan sistem perbankan syariah, apakah telah sesuai dengan prinsip syariah yang
sebenarnya atau sama dengan prinsip bank-bank konvensional lainnya, dimana
penerapan sebenarnya dalam hal perbankan syariah ialah prinsip bagi hasil / bagi
keuntungan.

1.2. Rumusan Masalah

1 Bagaimana Prinsip Syariah dalam memberikan pinjaman kepada nasabah menurut UU


No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah ?

2 Bagaimana sanksi terhadap nasabah bila melanggar akad pembiayaan ?

1.3. Tujuan penelitian

10
1 Untuk mengetahui prinsip prinsip syariah dalam memberikan pinjaman kepada
nasabah menurut UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

2 Untuk mengetahui sanksi terhadap nasabah bila melanggar akad pembiayaan

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penulisan ini dapat kita lihat dari 2 (dua) aspek, yaitu :

1. Aspek Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur


kepustakaan Tentang Perbankan Syariah, Tentang Hukum Perjanjian khususnya
terhadap penerapan prinsip-prinsip syariah yang ada dalam Perbankan Syariah.

2. Aspek Secara Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
kalangan praktisi hukum khususnya para Notarais dan kalangan Perbankan yang
berprinsip syariah.

1.5. Kerangka Konsepsional

Untuk penelitian hukum diperlukan kerangka teoritis yang dalam ilmu hukum,
agar permasalahan yang teliti menjadi jelas. “Perkembangan ilmu hukum, selain
bergantung kepada metodelpgi, aktifitas penelitian dan imajinasi sosial sangat
ditentukan oleh teori”.

Teori berfungsi untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesipik


atau proses tertentu 3 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press,
Jakarta 1986. terjadi dan harus di uji dengan menghadapkannya pada faktor-faktor yang
dapat menunjukan ketidak benaran.

Membahas mengenai perjanjian pemiayaan dengan system perbankan syariah


tidak dapat dilepaskan dari asas kebebasan berkontrak yang merupakan asas penting
dari hukum perjanjian. Untuk menganalisis dara mengenai hal tersebut di atas, maka
dalam hal ini digunakan dua teori yakni teori konsep hukum dan teori laisser faire (teori
ekonomi klasik).

Teori tentang konsep hukum yang menggambarkan fungsi dari hukum. Menurut
Gunartio Guhardi dari Antony Allot dalam The Limit of Law, menguraikan berbagai

11
arti fungsi dari hukum. Dikemukakan, pengertian hukum berupa norma-norma hukum
positif dan selanjutnya hukum sebagai proses atau akibat berlakunya hukum itu sendiri.
5 Batasan-batasan hukum adalah sebagai berikut : 1. Ada ketentuan-ketentuan sosial
yang dalam beberapa hal dirasakan sebagai suatu keharusan. Hal ini sesudah
membentuk hukum yang bersifat abstrak. 2. Hukum positif yang berupa struktur dn
aturan-aturan 3. Pengaruh dari hukum terhadap perilaku nyata. Adapun unsur-unsur
pembiyaan kredit adalah :

1.Adanya orang/badan yang memiliki uang, barng atau jasa dan bersedia untuk
meminjamkannya kepada pihak lain biasanya disebut kreditur. 2. Adanya orang/badan
sebagai pihak yang memerlukan / meminjamkan uang, barang atau jasa, biasanya
disebut debitur. 3. Adanya kepercayaan kreditur terhadap debitur. 4. Adanya janji dan
kesanggupan membayar dari debitur kepada kreditur. 5. Adanya perbedaan waktu yaitu
perbedaan antara saat penyerahan uang, barang dan jasa oleh kreditur dengan saat
pembayaran kembali oleh debitur. 6. Adanya resiko sebagai akibat dari adanya
perbedaan waktu.

Dalam akad pembiayaan pada bank berprinsip syariah akad merupakan ikatan
secara hukum yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang sama-sama berkeinginan
untuk mengikatkan diri. Kehendak atau keinginan pihak-pihak yang mengikatkan diri
itu sifatnya tersembunyi dalam hati. Oleh sebat itu untuk menyatakan kehendak masing-
masing harus di ungkapkan dalam suatu pernyataan, pertanyaan pihak-pihak yang
kerakad itu disebut ijab dan qabul. “Ijab adalah pernyataan pertama yang dikemukakan
oleh suatu pihak, yang mengndung keinginannya secara pasti untuk mengikatkan diri
sedangkan qabul adalah pernyataan pihak lain setalah ijab yang menunjukkan
persetujuan untuk mengikatkan diri.

Atas dasar menurut Mustafa Ahmad Azzaqa‟ setiap pernyataan pertama yang
dikemukakan oleh salah satu pihak yang ingin mengikatkan diri dalam suatu akad
disebut mujib (pelaku ijab) dan setiap pernyataan kedua yang diungkapkan oleh pihak
lain setelah ijab disebut dengan qabil (pelaku) antara pihak mana yang memulai
penyataan pertama itu.”

12
Ada beberapa syarat umum yang harus dipenuhi dalam suatu akad yakni : 1.
Pihak-pihak telah cakap melakukan perbuatan hukum (mukallaf). 2. Objek akad harus
diakui sah oleh syara‟. 3. Akad tidak dilarang oleh Al-Qur‟an dan Hadits. 4. Akad yang
dilakukan itu memenuhi syarat-syarat khusus suatu akad. 5. Akad itu bermanfaat. 6.
Pernyataan ijab tetap utuh dan syahih sampai terjadi Qabul. 7. Ijab dan Qabul dilakukan
dalam satu majlis yaitu suatu kedaan yang menggambarkan proses suatu transaksi. 8.
Tujun akad itu harus jelas dan diakui syara.

Para ulama fiqih bahwa akad yang memenuhi rukun dan syaratnya mempunyai
kekuatan mengikat terhadap pihak-pihak yang melakukan akad. 7 M. Hasballah Thaib,
Hukum Akad (Kontrak) dalam fiqih islam dan Praktek di Bank Sistem Syariah,
Universitas Sumatra Utara, Medan 2005 Hal 3 16 Setiap orang memiliki kebebasan
untuk mengikatkan diri pada suatu akad dan wajib dipenuhi segala akibat hukum yang
ditimbulkan dari akad itu.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membuat perjanjian berprinsip
syariah yang dikemukakan oleh Fathurrhman Djamil dalam tulisannya yang berjudul
Hukum Perikatn Syariah yakni sebagai berikut: 1. Dari segi subjek akad atau para
pihak. a. Para pihak harus cakap melakukan perbuatan hukum, artinya orang dewasa
dan bukan mereka yang secara hukum berada dibawah pengampuan atau perwalian,
apabila orang dibawah perwalian atau pengampuan maka didalam melakukan perjnjian
wajib diwakili oleh wali atau pengampunya. b. Identitas para pihak dan kedudukannya
masing-masing dalam perjanjian harus jelas, apakah bertindak untuk dirinya sendiri atau
mewakili sebuah Badan Hukum. c. Tempat dan saat perjanjian dibuat, untuk kebaikan
sebaiknya harus disebutkan dengan jelas didalam akad. .

Dari segi tujuan dan objek akad a. Disebutkan secara jelas tujuan dari dibuatnya
akad tersebut, misalnya jual beli, sewa menyewa, bagi hasil dan seterusnya, sesuai apa
yang diatur oleh Undang - Undang perbankan syariah. b. Sekalipun diberi kebebasan
dalam menentukan objek akad, namun jangan sampai menentukan suatu objek yang
dilarang 17 oleh ketentuan syariah Islam, dengan kata lain objek akad harus halal. 3.
Adanya kesepakatan, dalam hal yang berkaitan dengan:

13
a. Waktu perjanjian, baik bermula atau berakhirnya perjanjian, jangka waktu angsuran
dan berakhirnya, harus diketahui dan disepakati sejak awal akad oleh bank dan nasabah,
tidak boleh berubah ditengah atau diujung perjalanan pelaksanaan kesepakatan, kecuali
bila hal ini disepakati oleh dua belah pihak.

b. Jumlah dana, dana yang dibutuhkan, nisbah atau margin yang disepakati, biaya –
biaya yang diperlukan dan hal – hal lainnya.

c. Mekanisme kerja, disepakati sejauh mana kebolehan melakukan operasional,


pengawasan dan penilaian terhadap suatu usaha (khususnya mudharabah dan
musyarakah).

d. Jaminan, bagaimana kedudukan jaminan, seberapa besar dan kegunaan jaminan


tersebut serta hal–hal lain berkaitan dengannya.

e. Penyelesaian, bila terjadi perselisihan atau adanya ketidak sesuaian antara duak belah
pihak, bagaiamana cara penyelesaian yang disepakati, tahapan-tahapan apa yang harus
dilalui dan seterusnya.

f. Objek yang diperjanjikan dengan cara-cara pelaksanaanya,.

Adanya persamaan/kesetaraan/kesederajatan/keadilan a. Dalam hal ini


menentukan hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara bank dan nasabah. b. Dalam
penyelesaian ketika mengalami kegagalan usaha dan jaminan. Dalam akad-akad
dilingkungan Bank Syariah kesederajatan atau kesetaraan dan keadilan diantara bank
dan nasabah wajib senantiasa dipegang teguh, dan harus selalu tercermin, baik dalam
pasal-pasal yang memuat segi-segi hukum materialnya, maupun segi hukum formalnya.

Konsep merupakan alat yang dipakai oleh hukum disamping yang lainlain
seperti asas dan standar. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep
merupakan salah satu dari hal-hal yang disarankan pentingnya dalam hukum. Konsep
adalah konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan
dalam pikiran penelitian untuk keperluan analitis.8 Suatu kerangka konsepsionil,
merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus,
yang ingin akan diteliti.

14
Suatu konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan
suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala ini sendiri biasanya dinamakan fakta,
sedangkan konsep merupakan uraian mengenai hubungan dalam fakta tersebut. Dalam
rangka melakukan penelitian ini, perlu disusun serangkaian operasional dan beberapa
konsep yang dipergunakan dalam tulisan ini menghindarkan salah satu pengertian dan
untuk memberikan pegangan pada proses penelitian.

1. Perjanjian Suatu perjanjian adalah suatu perbuatn hukum dengan mana satu orang
atau lebih mengikatkn dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

2. Kesepakatan tertulis antara Bank Syariah atau Usaha Syariah dan pihak lain yang
memuat adanya hak dan kewajiban bagi masingmasing pihak sesuai dengan prinsip
syariah.

3. Prinsip Syariah Prinsip Hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa
yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa
dibidang syariah.

4. Perbankan Syariah Segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit
Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya.

5. Penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:

a. Transaksi bagi hasil dalam mudharabah dan musyarakah;


b. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah
muntahiya bittamlik;
c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabaha, salam dan istishna;
d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh;dan
e. Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk bertransaksi multi jasa
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan / Usaha Unit
Syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan / diberi fasilitas
dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.

15
Penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif
adalah pengumpulan data melalui buku , kepustakaan dan sumber data lainnya . 9Hal ini
dilakukan untuk memperoleh data sekunder yaitu data yang diperoleh berdasarkan
penilitian kepustakaan. Metode ini digunakan untuk memperoleh data ilmiah dan
informasi yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini, baik yang berupa literatur-
literatur seperti bukubuku, peraturan-peraturan perundang-undangan serta sumber-
sumber informasi lainnya dalam bentuk tertulis.

Spesifikasi Penelitian Spesifikasi Penelitian yang digunkan adalah penelitian


deskriptif analitis, karena hanya menggambarkan objek yang menjadi permasaalahan
yang kemudian menganalisa dan akhirnya ditarik kesimpulan dari hasil penelitian
tersebut. Dikatakan deskriptif karena dari penelitian ini diharapkan dapat memperoleh
gambaran yang jelas, rinci dan sistematis, sedangkan dikataka analisis karena data yang
diperoleh dari penelitian kepustakaan akan dianalisa untuk memecahkan terhadap
permasalahan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Pengumpulan Data Jenis penelitian ini dipilih karena sesuai dengan pokok
permasalahan yang hendak diteliti, dimana data yang diperlukan dapat diperoleh dan
bersumber dari : 1. Bahan hukum primer, yaitu mencakup peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan permasalahan di bidang hukum Perbankan Syariah
yang meliputi : a. Al qur‟an dan Hadits b. Fiqih Islam c. Fatwa-fatwa Dewan Syariah
Nasional d. KUHPerdata e. Peraturank Bank Indonesia.

Prinsip-prinsip Syariah dilengkapi surat edaran Bank Indonesia. 2. Bahan hukum


sekunder, yaitu meliputi buku-buku, artikel-artikel untuk memberi penjelasan dan
informasi terhadap bahan hukum primer, yang terdiri dari penjelasan Undang-Undang
dan literatur-literatur mengenai Hukum Perbankan Syariah. 3. Bahan hukum tersier,
yang merupakan bahan penunjang yang akan memberikan petunjuk terhadap bahan
hukum primer dan sekunder seperti ensiklopedi yang merupakan bahan-bahan rujukan
atau acuan yang memberikan keterangan dasar pokok dalam berbagai ilmu pengetahuan
atau dalam suatu bidang ilmu tertentu dan kamus hukum, sebagai bahan rujukan atau
acuan yang digunakan untuk mencari suatu kata atau istilah teknis di bidang-bidang
tertentu.

16
Metode Analisis Data Data yang terkumpul melalui kegiatan tersebut diproses
melalui pengolahan dan penyajian data dengan melakukan editing dimana data yang
diperoleh diperiksa dan ditelliti kembali tentang kelengkapan, kejelasan, dan
kebenarannya.

Dengan cara tersebut akan terhidar dari kekurangan dan kesalahan kemudian
dilakukan evaluasi dengan memeriksa ulang meneliti kembali data yang diperoleh, baik
mengenai kelengkapan maupun kejelasan atas jawaban permasalahan yang ada.
Selanjutnya diperoleh akan dianalisis secara kualitatif, yaitu suatu proses
pengorganisasian dan penyusunan data ke dalam pola, kategori dan satu uraian sehingga
ditemukan tema dan dapat ditarik suatu kesimpulan yang 23 kemudian dipaikai untuk
mengkaji.

Maka dari data yang telah dikumpulkan. Maka dari data yang telah dikumpulkan
secara lengkap dan telah dicek keabsahannya dan dinyatakan valid, lalu diproses
melalui langkah-langkah yang bersifat umum, yakni :11 a. Reduksi data adalah data
yang dieroleh dilapangan ditulis/diketik dalam bentuk uraian atau laporan yang terinci.
Laporan tersebut diredukasi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada
hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya b. Mengambil kesimpulan dan verifikasi,
yaitu data yang telah terkumpul telah direduksi, lalu berusaha untuk mencari maknanya,
kemudian mencari pola, hubungan, persamaan, hal-ha yang sering timbul dan kemudian
disimpulkan.

Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini terdiri dari 4 bab : Bab I
dengan Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang permasalahan, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka konsepsional, metode penelitian. Bab II
memaparkan pengertian Syariah antara lain sejarah Bank syariah, karakteristik bank
Syariah, perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional, tinjauan umum murabahah.

Membahas menngenai Prinsip-Prinsip Bank Syariah dan kendala maupun sanksi


sanksi dalam prinsip bank syariah yang berkaitan dalam UndangUndang Nomor 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Bab IV ini mencantumkan hasil akhir dari
kesimpulan pengumpulan data yang telah dilakukan serta beberapa saran

17
Latar belakang produk perbankan syariah di bidang penyaluran dana melibatkan
perkembangan sejarah dan aspek ekonomi, sosial, serta agama yang mempengaruhi
konsep dan praktik penyaluran dana syariah. Latar belakang ini menjelaskan mengapa
produk perbankan syariah dalam penyaluran dana menjadi penting dalam masyarakat
Islam dan bagaimana perkembangan ini terjadi seiring waktu. Berikut latar
belakangnya:

a) Dasar Agama: Penyaluran dana dalam perbankan syariah didasarkan pada ajaran
agama Islam. Praktik ini bersumber dari prinsip-prinsip syariah yang
memandang dana sebagai amanah dari Allah yang harus dikelola dengan
berpegang teguh pada prinsip keadilan, kepatuhan syariah, dan etika.
b) Pentingnya Kepatuhan Syariah: Kepatuhan syariah adalah aspek kunci dalam
penyaluran dana syariah. Dalam Islam, riba (bunga) dianggap sebagai dosa, dan
penghindarannya adalah suatu kewajiban. Produk perbankan syariah di bidang
penyaluran dana dikembangkan sebagai alternatif yang memungkinkan individu
dan perusahaan untuk berinvestasi dan memperoleh pembiayaan tanpa
melibatkan bunga.
c) Perkembangan Perbankan Syariah: Perbankan syariah telah berkembang pesat
sejak dasawarsa terakhir. Dalam beberapa dekade terakhir, banyak negara
dengan mayoritas Muslim dan sejumlah negara non-Muslim telah melihat
pertumbuhan perbankan syariah yang signifikan. Ini sebagian besar disebabkan
oleh permintaan konsumen yang semakin besar untuk produk dan layanan
keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah.
d) Pentingnya Distribusi Kekayaan yang Adil: Penyaluran dana syariah juga
didorong oleh keinginan untuk menciptakan distribusi kekayaan yang lebih adil
dalam masyarakat. Prinsip keadilan (adl) adalah salah satu prinsip dasar dalam
penyaluran dana syariah yang menekankan pentingnya pembagian kekayaan
yang lebih merata.
e) Relevansi di Era Modern: Produk perbankan syariah di bidang penyaluran dana
semakin relevan dalam era modern. Investasi yang berkelanjutan dan
berkelanjutan mendapatkan perhatian yang lebih besar, dan banyak produk
perbankan syariah dirancang untuk mendukung prinsip-prinsip ini.

18
f) Pendorong Pertumbuhan Ekonomi: Produk penyaluran dana syariah dapat
berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi dengan menyediakan pembiayaan
untuk proyek-proyek produktif yang sesuai dengan prinsip syariah. Ini
mendorong pembangunan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja.
g) Pendidikan dan Kesadaran Masyarakat: Kesadaran masyarakat tentang keuangan
syariah dan produk perbankan syariah semakin meningkat. Pendidikan dan
kesadaran ini telah menjadi pendorong utama permintaan untuk produk
penyaluran dana syariah.

Dalam kesimpulannya, produk perbankan syariah di bidang penyaluran dana


memiliki latar belakang yang kaya, yang mencakup dasar agama, prinsip-prinsip
keadilan, serta dorongan untuk menciptakan keuangan yang sesuai dengan syariah dan
mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Pertumbuhan dan
perkembangan produk ini mencerminkan evolusi perbankan syariah dalam merespons
kebutuhan masyarakat dan perekonomian yang semakin kompleks.

B.Tujuan Produk Perbankan Syariah Penyaluran Dana

Tujuan dari produk perbankan syariah di bidang penyaluran dana adalah


mencapai berbagai hasil positif yang konsisten dengan prinsip-prinsip syariah Islam.
Tujuan-tujuan tersebut mencakup aspek keuangan, ekonomi, sosial, dan etika. Berikut
adalah beberapa tujuan utama dari produk perbankan syariah dalam penyaluran dana:

a) Kepatuhan Syariah: Tujuan utama dari produk perbankan syariah adalah


memastikan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah Islam. Ini termasuk
penghindaran riba (bunga) dan aktivitas yang bertentangan dengan hukum
syariah. Tujuan ini mencerminkan esensi dari perbankan syariah.
b) Keadilan (Adl): Produk penyaluran dana syariah bertujuan untuk menciptakan
keadilan dalam distribusi kekayaan. Keadilan menjadi landasan penting dalam
penyaluran dana, sehingga dana diberikan dan diinvestasikan dengan cara yang
adil, sehingga memberikan manfaat yang merata bagi masyarakat.
c) Distribusi Kekayaan yang Adil: Salah satu tujuan penting adalah menciptakan
distribusi kekayaan yang lebih merata di masyarakat. Ini mencerminkan aspirasi
untuk mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi.

19
d) Keberkahan (Barakah): Produk perbankan syariah bertujuan menciptakan
keberkahan dalam transaksi dan investasi. Ini berarti bahwa dana yang
disalurkan dan diinvestasikan harus memberikan manfaat ekonomi dan sosial
yang berkelanjutan serta mendatangkan berkah bagi masyarakat.
e) Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan: Penyaluran dana syariah bertujuan
untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Investasi dalam
proyek-proyek produktif yang sesuai dengan prinsip syariah diharapkan
memberikan manfaat jangka panjang bagi perekonomian.
f) Kepuasan Nasabah: Produk perbankan syariah juga bertujuan untuk memberikan
kepuasan kepada nasabah yang mencari produk keuangan sesuai dengan prinsip
syariah. Pelayanan yang baik dan produk yang sesuai dengan kebutuhan nasabah
adalah tujuan utama.
g) Pemberdayaan Masyarakat: Melalui penyaluran dana syariah, tujuan adalah
memberdayakan masyarakat dengan memberikan akses keuangan yang lebih
baik dan kesempatan berinvestasi yang sesuai dengan nilai-nilai syariah. Ini
termasuk pembiayaan bagi usaha kecil dan menengah (UKM).
h) Pendidikan dan Kesadaran Masyarakat: Tujuan penting adalah meningkatkan
pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang perbankan syariah dan produk
penyaluran dana yang sesuai dengan prinsip syariah.
i) Pengembangan Produk Inovatif: Bank syariah juga memiliki tujuan untuk terus
mengembangkan produk dan layanan inovatif yang memenuhi kebutuhan
nasabah dan mendukung prinsip syariah.

Produk perbankan syariah di bidang penyaluran dana memiliki tujuan yang selaras
dengan nilai-nilai etika, ekonomi, dan keuangan Islam. Melalui pencapaian tujuan-
tujuan ini, perbankan syariah berupaya memberikan kontribusi positif bagi masyarakat
dan perekonomian secara keseluruhan.

C. Metode Produk Perbankan Syariah di Bidang Penyaluran Dana

Dalam penyaluran dana, produk perbankan syariah mengikuti metode dan prinsip-prinsip yang
sesuai dengan hukum syariah Islam. Metode ini mencakup berbagai teknik dan instrumen yang
memungkinkan perbankan syariah untuk menghimpun dana dari nasabah dan menyalurkannya

20
ke berbagai investasi yang sesuai dengan prinsip syariah. Berikut adalah beberapa metode
umum yang digunakan dalam produk perbankan syariah di bidang penyaluran dana:

1.Mudarabah:

a) Mudarabah adalah akad kerjasama antara pemilik dana (shahib al-mal) dan pengelola
dana (mudarib).
b) Pemilik dana menyediakan dana untuk diinvestasikan, sementara pengelola dana
bertanggung jawab atas pengelolaan investasi tersebut.
c) Keuntungan dan kerugian dibagi sesuai dengan kesepakatan awal, dengan pemilik dana
mendapatkan bagian tertentu dari keuntungan.

2.Musyarakah:

a) Musyarakah adalah bentuk kerjasama antara bank dan nasabah dalam berbagai proyek
atau investasi.
b) Kedua belah pihak berkontribusi dengan modal dan sumber daya dalam proyek
tersebut.
c) Keuntungan dan kerugian dibagi sesuai kesepakatan, biasanya berdasarkan proporsi
kontribusi modal.

3.Ijarah:

a) Produk ijarah melibatkan penyewaan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.


b) Bank membeli aset tertentu, seperti kendaraan atau properti, dan menyewakannya
kepada nasabah dengan pembayaran sewa periodik.
c) Setelah masa sewa berakhir, aset dapat dijual kepada nasabah dengan harga yang telah
ditentukan.

4.Murabahah:

a) Murabahah adalah produk penjualan dengan markup harga yang telah ditentukan.
b) Bank membeli barang atau komoditas atas permintaan nasabah dan kemudian
menjualkannya kepada nasabah dengan harga yang telah disepakati.
c) Nasabah dapat membayar secara cicilan, dan harga jual biasanya mencerminkan biaya
barang ditambah markup.

5.Wakalah:

21
a) Dalam produk wakalah, bank bertindak sebagai wakil atau agen yang mengelola dana
nasabah untuk berinvestasi sesuai prinsip syariah.
b) Bank akan menerima kompensasi untuk jasanya dalam mengelola dana tersebut.
c) Wakalah memungkinkan nasabah untuk mendiversifikasi portofolio investasinya.

6.Qardhul Hasan:

a) Qardhul hasan adalah bentuk pinjaman tanpa bunga yang diberikan oleh bank kepada
nasabah.
b) Nasabah mengembalikan jumlah pinjaman yang diberikan pada akhir periode tertentu.
c) Produk ini sering digunakan dalam kepentingan sosial atau kemanusiaan.

7.Tawarruq:

a) Tawarruq adalah teknik yang melibatkan tiga pihak, yaitu bank, nasabah, dan pihak
ketiga.
b) Nasabah membeli barang dari bank dengan harga yang lebih rendah dan kemudian
menjualnya kepada pihak ketiga dengan harga lebih tinggi untuk mendapatkan uang
tunai.

Metode-metode di atas mencerminkan prinsip-prinsip syariah yang melibatkan berbagi


risiko, keadilan, penghindaran riba, dan kepatuhan syariah dalam penyaluran dana. Bank syariah
menggunakan metode ini untuk memastikan bahwa dana nasabah disalurkan ke proyek-proyek
yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, sambil memberikan nasabah kesempatan untuk
berinvestasi sesuai dengan keyakinan mereka.

D. Prinsip-Prinsip Dasar dalam Penyaluran Dana Syariah:

Prinsip-prinsip dasar dalam penyaluran dana syariah adalah pedoman inti yang
harus diikuti oleh lembaga perbankan syariah dan nasabahnya dalam proses penyaluran
dana. Prinsip-prinsip ini mencerminkan nilai-nilai etika dan kepatuhan syariah Islam
yang membentuk dasar bagi operasi perbankan syariah. Berikut adalah prinsip-prinsip
dasar dalam penyaluran dana syariah:

a) Prinsip Keadilan (Adl): Keadilan adalah prinsip dasar dalam penyaluran dana
syariah. Penyaluran dana harus dilakukan dengan cara yang adil dan merata,
sehingga memberikan manfaat bagi seluruh anggota masyarakat. Hal ini berarti

22
bahwa dana tidak boleh digunakan untuk menguntungkan satu pihak secara
berlebihan, sementara merugikan pihak lain.
b) Prinsip Keberkahan (Barakah): Prinsip keberkahan menekankan pentingnya
menciptakan manfaat yang berkelanjutan dalam penyaluran dana. Dana yang
disalurkan harus menghasilkan manfaat ekonomi dan sosial yang baik serta
membawa berkah dalam kehidupan masyarakat. Ini mencakup penggunaan dana
untuk proyek yang produktif dan berkelanjutan.
c) Prinsip Kepatuhan Syariah (Shariah Compliance): Prinsip dasar ini
mengharuskan semua transaksi dan investasi dalam penyaluran dana untuk
mematuhi hukum syariah Islam. Ini mencakup larangan terhadap riba (bunga),
spekulasi berlebihan (gharar), dan larangan terhadap bisnis yang melanggar
prinsip-prinsip syariah.
d) Prinsip Pembagian Risiko (Mudarabah): Dalam beberapa produk penyaluran
dana syariah, seperti mudarabah, risiko dan keuntungan harus dibagi sesuai
dengan kesepakatan antara pemilik dana (shahib al-mal) dan pengelola dana
(mudarib). Ini menekankan adanya keterlibatan aktif dan saling berbagi risiko di
antara pihak-pihak yang terlibat dalam investasi.
e) Prinsip Transparansi (Al-Ishtirak): Transparansi adalah prinsip penting dalam
penyaluran dana syariah. Semua pihak yang terlibat dalam transaksi atau
investasi harus saling memberikan informasi yang jujur dan lengkap.
Transparansi membantu mencegah penipuan dan penyalahgunaan dalam
penyaluran dana.
f) Prinsip Kepentingan Bersama (Maslaha): Prinsip ini menekankan bahwa
penyaluran dana harus memberikan manfaat bagi masyarakat secara
keseluruhan. Keputusan penyaluran dana tidak hanya didasarkan pada
keuntungan pribadi, tetapi juga pada maslahat (kepentingan bersama)
masyarakat dan ekonomi yang lebih luas.
g) Prinsip Etika dan Tanggung Jawab Sosial (Ihsan): Penyaluran dana syariah
harus dilakukan dengan memperhatikan etika dan tanggung jawab sosial. Bank
syariah dan nasabahnya harus menjalankan peran sosial mereka dengan
integritas dan moralitas yang tinggi.

23
h) Prinsip Penghindaran Riba (Larangan Riba): Penyaluran dana syariah harus
benar-benar menghindari riba (bunga) dan bentuk-bentuk lainnya yang dilarang
oleh hukum syariah. Prinsip ini merupakan salah satu pilar utama dalam
perbankan syariah.

Prinsip-prinsip dasar dalam penyaluran dana syariah menciptakan kerangka kerja


yang mendorong praktik-praktik yang adil, etis, dan sesuai dengan nilai-nilai Islam. Ini
adalah panduan yang penting bagi perbankan syariah untuk memastikan bahwa
penyaluran dana dilakukan dengan cara yang mendukung kesejahteraan sosial dan
kepatuhan syariah.

E. Peluang dalam Pengembangan Produk Perbankan Syariah:

Pengembangan produk perbankan syariah menawarkan sejumlah peluang yang


signifikan dalam lingkungan ekonomi global yang terus berubah. Inilah beberapa
peluang dalam pengembangan produk perbankan syariah:

a) Pertumbuhan Pasar Perbankan Syariah: Pasar perbankan syariah terus


berkembang, baik di negara-negara mayoritas Muslim maupun di berbagai
negara non-Muslim. Hal ini menciptakan peluang besar bagi bank syariah untuk
memperluas cakupan dan meningkatkan pangsa pasar.
b) Permintaan yang Meningkat: Kesadaran masyarakat tentang keuangan syariah
dan minat untuk berinvestasi sesuai dengan prinsip syariah semakin meningkat.
Permintaan yang kuat untuk produk dan layanan perbankan syariah menciptakan
peluang pertumbuhan yang signifikan.
c) Inovasi Produk: Pengembangan produk perbankan syariah yang inovatif dan
sesuai dengan kebutuhan pasar adalah peluang besar. Produk seperti sukuk
(obligasi syariah), reksa dana syariah, dan solusi investasi berkelanjutan semakin
diminati.
d) Pendanaan Proyek Infrastruktur: Terdapat peluang dalam pembiayaan proyek-
proyek infrastruktur besar dengan menggunakan prinsip-prinsip perbankan
syariah. Proyek-proyek ini mencakup pembangunan jalan, jembatan, bandara,
dan proyek-proyek energi.

24
e) Pembiayaan Mikro dan UKM: Bank syariah dapat memainkan peran yang
penting dalam pembiayaan mikro, usaha kecil, dan menengah (UKM) dengan
menyediakan pembiayaan yang sesuai dengan prinsip syariah. Hal ini dapat
mendukung pertumbuhan sektor-sektor ini.
f) Kemitraan Bisnis: Kemitraan dengan lembaga-lembaga keuangan konvensional
dan perusahaan lain dapat membantu bank syariah memperluas jangkauan
produk dan layanannya. Kerja sama ini dapat mencakup pengembangan produk
bersama dan pertukaran sumber daya.
g) Dana Investasi Sosial dan Berkelanjutan: Perbankan syariah dapat berperan
dalam pengembangan produk yang mendukung investasi sosial dan
berkelanjutan. Investasi dalam sektor-sektor seperti energi terbarukan, pertanian
berkelanjutan, dan pendidikan dapat menguntungkan masyarakat dan
lingkungan.
h) Perbankan Digital: Digitalisasi perbankan syariah adalah peluang besar untuk
memberikan akses keuangan yang lebih luas dan efisien, terutama di wilayah
yang sulit dijangkau. Platform perbankan digital syariah dapat memberikan
kemudahan akses ke produk dan layanan perbankan.
i) Pengembangan Pasar Modal Syariah: Pasar modal syariah termasuk dalam
perkembangan perbankan syariah. Perkembangan pasar saham syariah, indeks
saham syariah, dan produk investasi syariah semakin banyak diminati oleh
investor.
j) Globalisasi Perbankan Syariah: Lebih banyak bank syariah berusaha untuk
memperluas operasi mereka ke tingkat internasional. Hal ini membuka peluang
untuk mendiversifikasi investasi dan pembiayaan melintasi batas negara.
k) Pendanaan Sosial dan Filantropi: Perbankan syariah dapat berperan dalam
mendukung pendanaan sosial dan filantropi melalui produk seperti waqf, zakat,
dan dana amal. Ini mencerminkan nilai-nilai sosial dan etika perbankan syariah.

Pengembangan produk perbankan syariah harus dilakukan dengan memperhatikan


prinsip-prinsip syariah dan nilai-nilai etika Islam. Dengan memanfaatkan peluang-
peluang ini, perbankan syariah dapat terus tumbuh dan memberikan kontribusi positif
bagi perekonomian dan masyarakat.

25
F. Studi Kasus dan Contoh Praktis

 Studi Kasus

1. Mudarabah dalam Pembiayaan Proyek Infrastruktur

Deskripsi: Sebuah bank syariah bekerja sama dengan pemerintah untuk membiayai
pembangunan jalan tol. Dalam kesepakatan Mudarabah, bank menyediakan dana
sebagai pemilik modal dan pemerintah bertindak sebagai pengelola proyek. Keuntungan
dari proyek tersebut dibagi berdasarkan proporsi yang disepakati.

Manfaat: Proyek jalan tol selesai dengan sukses, dan keuntungan dibagi sesuai
kesepakatan awal. Pemerintah mendapatkan infrastruktur yang diperlukan, dan bank
syariah mendapat keuntungan dari investasinya.

 Studi Kasus 2:

2.Pembiayaan Mikro dan UKM dengan Musyarakah

Deskripsi: Sebuah bank syariah bermitra dengan sebuah kelompok pengusaha mikro
dan UKM untuk mendukung bisnis mereka. Dalam kesepakatan musyarakah, bank
menyediakan modal dan pengusaha mengelola bisnisnya. Keuntungan dan kerugian
dibagi sesuai proporsi modal masing-masing pihak.

Manfaat: Pengusaha mikro dan UKM mendapatkan akses ke modal yang mereka
butuhkan untuk mengembangkan usaha mereka. Bank syariah berbagi risiko dengan
pengusaha, dan keuntungan bisnis dipertahankan.

 Studi Kasus

3.Wakalah dalam Investasi Properti

Deskripsi: Seorang individu ingin menginvestasikan dana mereka dalam properti


berdasarkan prinsip syariah. Mereka bermitra dengan bank syariah dalam perjanjian
wakalah. Bank bertindak sebagai agen dan mengelola dana untuk membeli properti
yang sesuai dengan prinsip syariah.

26
Manfaat: Individu dapat berinvestasi dalam properti dengan cara yang sesuai dengan
keyakinan syariah tanpa perlu terlibat secara aktif dalam pengelolaan properti. Bank
syariah memainkan peran penting dalam pemilihan dan pengelolaan properti yang
sesuai dengan syariah.

 Studi Kasus

4.Pembiayaan Pertanian dengan Murabahah

Deskripsi: Seorang petani ingin membeli peralatan pertanian baru untuk meningkatkan
hasil panen mereka. Mereka bermitra dengan bank syariah dalam perjanjian murabahah.
Bank membeli peralatan tersebut dan menjualkannya kepada petani dengan markup
harga yang telah ditentukan.

Manfaat: Petani dapat memperoleh peralatan pertanian yang mereka butuhkan tanpa
harus membayar bunga. Mereka membayar harga beli peralatan plus markup harga
dalam bentuk angsuran sesuai kesepakatan.

Contoh Praktis: Pendanaan Konservasi Energi

Deskripsi: Sebuah bank syariah menyediakan pendanaan konservasi energi kepada


perusahaan-perusahaan yang ingin mengurangi dampak lingkungan mereka. Bank
bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan untuk membiayai proyek-proyek energi
terbarukan dan efisiensi energi, yang sesuai dengan prinsip syariah.

Manfaat: Perusahaan-perusahaan mendapatkan akses ke dana untuk proyek konservasi


energi yang berkelanjutan. Bank syariah mendukung inisiatif berkelanjutan dan juga
mendapat manfaat dari keuntungan proyek tersebut.

Contoh Praktis: Dana Amal (Zakat dan Waqf)

Deskripsi: Bank syariah mendukung dana amal dan kegiatan filantropi melalui produk-
produk seperti zakat dan waqf. Bank mengelola dana amal yang dikumpulkan dari
nasabahnya dan mengalokasikannya untuk program-program sosial dan kemanusiaan
yang sesuai dengan prinsip syariah.

27
Manfaat: Dana amal digunakan untuk mendukung program-program yang memerlukan,
seperti pendidikan, kesehatan, dan bantuan sosial. Bank syariah memainkan peran
penting dalam mendukung masyarakat dan kegiatan filantropi yang sesuai dengan
prinsip syariah.

Studi kasus dan contoh praktis ini menggambarkan beragam cara produk perbankan
syariah digunakan dalam penyaluran dana untuk mendukung berbagai proyek dan
inisiatif. Mereka mencerminkan prinsip-prinsip syariah dan memberikan manfaat
ekonomi dan sosial yang positif sesuai dengan nilai-nilai etika Islam.

G.MANAJEMEN PENGHIMPUNAN DANA (FUNDING).

Bank Syariah merupakan lembaga keuangan yang memiliki fungsi


menghimpun dana masyarakat dan kemudian menyalurkan kembali kepada masyarakat
dengan beragam jenis pembiayaan. Kegiatan bank mengumpulkan dana inilah yang
dikenal dengan kegiatan funding, dan pengelolaan yang dilakukan oleh bank dikenal
dengan manajemen funding, sedangkan kegiatan menyalurkan dana kepada
masyarakat oleh bank disebut dengan kegiatan financing atau lending. Manajemen
dana bank syariah adalah upaya yang dilakukan oleh lembaga bank syariah dalam
mengelola atau mengatur posisi dana yang diterima dari aktivitas funding untuk
disalurkan kepada aktivitas financing, dengan harapan bank yang bersangkutan
tetap mampu memenuhi kriteria-kriteria likuiditas, rentabilitas dan solvabilitasnya
(Muhammad, 2005; Rivai, n.d.).

Dalam menjalankan dua akitivitas besar tersebut, bank syariah harus


menjalankan sesuai dengan kaidah-kaidah perbankan yang berlaku. Utamanya adalah
kaidah transaksi dalam pengumpulan dan penyaluran dana dilakukan sesuai dengan
syariah Islam. memperlihatkan fungsi bank sebagai lembaga intermediary di keuangan.
Jika dilihat dari sisi fungsi bank syariah dalam mengumpulkan dan dan menyalurkan
dana kembali kepada masyarakat, maka bank syari’ah berfungsi sebagai perantara
keuangan (financial intermediary) antara pihak surplus kepada pihak minus.

28
Sebagaimana halnya dengan dengan bank konvensional, bank syariah juga
mempunyai peran sebagai lembaga perantara antara satuan-satuan kelompok
masyarakat atau unit-unit ekonomi yang mengalami kelebihan dana (surplus unit)
dengan unit-unit lain yang mengalami kekurangan dana (deficit unit). Melalui bank
maka kelebihan dana-dana tersebut dapat disalurkan kepada pihak-pihak yang
memerlukan dan memberikan manfaat kepada kedua belah pihak. Pada prinsipnya
permasalahan dalam manajemen dana bank pada umumnya dan pada bank syari’ah
pada khususnya adalah bagaimanakah memperoleh dana dengan biaya yang relatif
murah.

|Materi disajikan dalam training ”Perbankan Syariah” yang diselenggarakan oleh


PT Gama Semesta Konsultindo, Payakumbuh Sumbar 9 Oktober 2022
Berbeda dengan bank konvensional, hubungan antara bank syariah dengan
nasabahnya bukan hubungan antara debitur dengan kreditur, melainkan hubungan
kemitraan antara penyandang dana (Shahibul maal) dengan pengelola dana
(mudharib).
Oleh karena itu tingkat laba bank syariah bukan saja berpengaruh terhadap
tingkat bagi hasil untuk para pemegang saham, tetapi juga berpengaruh terhadap tingkat
bagi hasil untuk para pemegang saham, tetapi juga berpengaruh terhadap bagi-hasil
yang dapat diberikan kepada nasabah menyimpan dana. Dengan demikian
kemampuan manajemen untuk melaksanakan fungsinya sebagai penyimpan harta,
pengusaha dan manajemen untuk melaksanakan fungsinya sebagai penyimpan
harta, pengusaha dan pengelola investasi yang baik (profesional invesment
manager) akan sangat menentukan kualitas usahanya sebagai lembaga intermediary
dan kemampuannya menghasilkan laba .

Bank Syariah Sebagai Financial Intermediary

Landasan Syariah Pelaksanaan Produk-Produk Penghimpunan Dana.


Beberapa pedoman umum dan mendasar dalam pelaksanaan produk-produk

29
penghimpunan dana pada bank syari’ah dapat dipedomani dari beberapa ayat Al-Quran
dan hadits, sebagai berikut:
1.“Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di
antaramu”(QS. al-Nisa’ :29)
2.“...Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya...” (QS. al-Baqarah:283)
3.“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu …”(QS. al-Ma’idah :1)
4. “dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan….”(QS. al-
Ma’idah:2)
5.“Abbas bin Abdul Muthallib jika menyerahkan harta sebagai Mudharabah, ia
mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak
menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar,
ia (mudharib) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan
Abbas itu didengar Rasulullah, beliau membenarkannya” (HR. Thabrani dari Ibnu
Abbas).
6.Nabi bersabda, ‘Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai,
muqaradhah (Mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk
keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.’” (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).
7.“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali perdamaian yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin.|
Materi disajikan dalam training ”Perbankan Syariah” yang diselenggarakan oleh PT
Gama Semesta Konsultindo, Payakumbuh Sumbar 9 Oktober 2022 terikat dengan
syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal
atau menghalalkan yang haram” (HR. Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf).
8.Ijma. Diriwayatkan, sejumlah sahabat menyerahkan (kepada orang, mudharib) harta
anak yatim sebagai Mudharabah dan tak ada seorang pun mengingkari mereka.
Karenanya, hal itu dipandang sebagai ijma’ (Wahbah Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa
Adillatuhu, 1989, 4/838).
9.Qiyas. Transaksi Mudharabah, yakni penyerahan sejumlah harta (dana, modal) dari
satu pihak (malik, shahib al-mal) kepada pihak lain (‘amil, mudharib) untuk

30
diperniagakan (diproduktifkan) dan keuntungan dibagi di antara mereka sesuai
kesepakatan, diqiyaskan kepada transaksi musaqah.
10.Konsep tabungan Wadiah: “Berikanlah itu karena sesungguhnya sebaik-baik kamu
adalah yang terbaik ketika membayar.”(HR. Muslim).
11.Para ulama menyatakan: “Dalam kenyataan banyak orang yang mempunyai harta
namun tidak mempunyai kepandaian dalam usaha memproduktifkannya, sementara
itu tidak sedikit pula orang yang tidak memiliki harta namun ia mempunyai
kemampuan dalam memproduktifkannya. Oleh karena itu, diperlukan adanya
kerjasama di antara kedua pihak tersebut”.
12.“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil
yang mengharamkannya.”(Kaidah Fiqh)

PRODUK TABUNGAN

Salah satu produk perbankan dibidang penghimpunan dana dari masyarakat


adalah tabungan, yaitu simpanan dana yang penarikannya hanya dapat dilakukan
menurut syarat-syarat tertentu yang telah disepakati, tetapi tidak dapat ditarik
dengan cek, bilyet giro,dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Berdasarkan Undang-undang No.10 tahun1998, tentang Perubahan Undang-undang
No.7 tahun 1992 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan tabungan adalah simpanan
yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati,
tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro dan atau alat lainnya yang
dipersamakan dengan itu. Adapun yang dimaksud dengan tabungan syariah adalah
tabungan yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

Dalam hal ini, Dewan Syariah Nasional telah mengeluarkan fatwa yang
menyatakan bahwa tabungan yang dibenarkan adalah tabungan berdasarkan prinsip
wadiah dan Mudharabah. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No:02/DSN-MUI/IV/2000
Tentang tabungan mendefenisikan tabungan sebagai simpanan dana yang
penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang telah
disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang
dipersamakan dengan itu;

31
Regulasi Produk Tabungan. Beberapa pedoman dalam pelaksanaan produk-
produk penghimpunan dana pada bank syari’ah dalam Al-Quran dan hadits, yang
kemudian juga secara khusus diperkuat dengan regulasi dari fatwa-fatwa DSN-
MUI, Peraturan Bank Indonesia (PBI), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK).
Ketentuan operasional tabungan syariah di perbankan syariah diatur dalam Fatwa
Dewan Syari’ah Nasional No: 02/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Tabungan , sebagai
berikut :
a. Tabungan yang dibenarkan, yaitu tabungan yang berdasarkan prinsip
Mudharabahdan Wadi’ah
b. Ketentuan Umum Tabungan berdasarkan Wadi’ah adalah:
1) Bersifat simpanan.
2) Simpanan bisa diambil kapan saja (on call) atau berdasarkan kesepakatan.
3) Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (‘athaya)
yang bersifat sukarela dari pihak bank.
c. Ketentuan Umum Tabungan berdasarkan Mudharabah, adalah sebagai berikut:
3

1) Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul mal atau pemilik dana,
dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
2) Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam
usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah dan mengembangkannya,
termasuk di dalamnya Mudharabah dengan pihak lain.
3) Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan
piutang.
4) Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan
dalam akad pembukaan rekening.
5) Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan
menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
6) Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa
persetujuan yang bersangkutan.

32
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 13 /POJK.03/2021
Tentang Penyelenggaraan Produk Bank Umum, menyatakan bahwa Produk Bank
Dasar yang merupakan Kegiatan Penghimpunan Dana di bank Syariah dapat dilakukan
dengan akad Wadi’ah dan Mudharabah Mutlaqah. Tabungan dengan akad Wadi’ah
menempatkan Bank sebagai penerima dana titipan dan nasabah bertindak sebagai
penitip dana, Bank dapat mengelola dana titipan nasabah, tidak diperkenankan
menjanjikan pemberian imbalan atau bonus kepada nasabah namun berdasarkan
kebijakan internal dan tanpa diperjanjikan dapat memberikan imbalan/bonus kepada
nasabah. Bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah dan Tabungan wadi’ah
dijamin oleh LPS. Implementasi tabungan dengan Mudharabah mutlaqah didasarkan
pada ketentuan bahwa Bank bertindak sebagai pengelola dana dan nasabah
bertindak sebagai pemilik dana, Bank tidak dibatasi untuk menggunakan dana nasabah
dalam aktivitas penyaluran dana selama tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah.
Bank dan nasabah melakukan pembagian keuntungan dalam bentuk nisbah yang
disepakati dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.

Tabungan Wadiah. Tabungan wadiah merupakan jenis simpanan yang


dijalankan berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang harus dijaga dan
dikembalikan setiap saat sesuai dengan kehendak pemiliknya. Berkaitan dengan produk
tabungan wadiah, bank syariah menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang
titipan dana atau barang tersebut. Sebagai konsekuensinya, bank bertanggung jwab
terhadap kebutuhan harta titipan tersebut serta mengembalikannya kapan saja
pemiliknya menghendaki. Di sisi lain bank juga berhak sepenuhnya atas keuntungan
dari hasil penggunaan atau pemanfaatan dana atau barang tersebut (Karim, 2011; Rivai
& Arifin, 2010).

Sesuai dengan konsep fiqih perbankan, terdapat dua akad Al-Wadi’ah yang dapat
digunakan dalam transaksi diperbankan yaitu yaitu al-wadi’ah yad al-amanah dan
alwadi’ah yad adh-dhamanah (Dusuki, 2015).
1. Al-wadiah yad amanah merupakan perjanjian dimana pihak yang menerima titipan
tidak boleh menggunakan dan memanfaatkan uang ataupun barang yang dititipkan,

33
tetapi harus benar-benar menjaganya sesuai kelaziman. Pihak penerima titipan dapat
membebankan biaya kepada penitip sebagai biaya penitipan. Produk yang dapat
ditawarkan dengan menggunakan al-wadiah yad al-amanah di bank Syariah adalah
save deposit box (Ascarya, 2013).
2. Al-Wadi’ah yad adh-dhamanah adalah perjanjian titipan dimana pihak yang
menerima titipan boleh menggunakan dan memanfaatkan barang titipan atau uang
yang dititipkan. Beberapa ketentuan yad adh-dhamanah antara lain adalah
penyimpan memiliki hak untuk menginvestasikan aset yang dititipkan, penitip
berhak mengetahui bagaimana assetnya diinvestasikan, penyimpan hanya menjamin
nilai pokok jika modal berkurang karena rugi, untung dapat dibagi sebagai hisbah
(hadiah).

Akad Al-Wadi’ah yad adh-dhamanah inilah yang sering digunakan oleh


perbankan syariah pada produk tabungan. Tentunya pihak bank dalam hal ini
mendapat bagi hasil dari pengguna dana. Mengingat wadiah yad dhamanah ini
mempunyai implikasi hukum yang sama dengan qardh, maka nasabah penitip dan
bank tidak boleh saling menjanjikan membagi hasilkan keuntungan harta tersebut.
Namun demikian, bank diperkenankan memberikan bonus kepada pemilik harta
titipan selama tidak disyaratkan di muka. Dengan kata lain, pemberian bonus
merupakan kebijakan bank syariah semata bersifat sukarela.

Pada dasarnya penerima simpanan adalah yad al-amanah (tangan amanah),


artinya tidak bertanggung jawab atas kehilangan atau kerusakaan yang terjadi pada aset
titipan selama hal ini bukan akibat dari kelalaian yang bersangkutan dalam memelihara
barang titipan.

“Jaminan pertanggungjawaban tidak diminta dari peminjam yang tidak


menyalahgunakan (pinjaman) dan penerima titipan yang tidak lalai terhadap titipan
tersebut”(HR: Muslim).

Skema Tabungan dengan Konsep Wadiah yad al-dhamanah

34
Dari mekanisme tabungan wadiah di Gambar 2, dapat disimpulkan beberapa
ketentuan umum tabungan wadiah sebagai berikut:
1.Tabungan wadiah merupakan tabungan yang bersifat titipan murni harus dijaga dan
dikembalikan setiap saat (on call) sesuai dengan kehendak pemilik harta.
2.Dalam konsep Al-Wadi’ah Yad Adh Dhamanah, pihak yang mnerima titipan
boleh
menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan.
3.Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana atau pemanfaatan barang menjadi
milik atau tanggungan bank, sedangkan nasabah penitip tidak dijanjikan imbalan dan
tidak menanggung kerugian.
4.Bank dibolehkan memberikan bonus kepada pemilik harta sebagai sebuah insentif
selama tidak diperjanjikan dalam akad pembukaan rekening.

Perhitungan Bonus Wadiah. Bonus wadiah adalah bonus yang diberikan pada
nasabah simpanan wadi’ah sebagai return berupa uang kepada nasabah tabungan
wadiah sebagai bentuk balas jasa telah menitipkan dana nya di bank tersebut yang tidak
diperjanjikan di awal. Dalam hal bank berkeinginan untuk memberikan bonus wadiah,
beberapa yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

Bonus wadiah atas dasar saldo terendah, yakni tarif bonus wadiah dikalikan
dengan saldo terendah bulan yang bersangkutan.
1. Bonus wadiah atas dasar saldo terendah.
Bonus Wadi’ah = Tarif bonus wadiah x Saldo terendah bulan ybs
2. Bonus wadiah atas dasar saldo rata-rata harian.
Bonus Wadi’ah = Tarif bonus wadiah x saldo rata-rata harian bulan ybs
3. Bonus wadiah atas dasar saldo harian.
Bonus Wadi’ah = Tarif bonus wadiah x saldo harian bulan ybs x hari efektif

Dalam memperhitungkan pemberian bonus wadiah tersebut, hal-hal yang


harus diperhatikan adalah sebagai berikut (Karim, 2011) :
1) Tarif bonus wadiah merupakan besarnya tarif yang diberikan bank sesuai ketentuan.
2) Saldo terendah adalah saldo terendah dalam satu bulan.

35
3) Saldo rata-rata harian adalah total saldo dalam satu bulan dibagi hari bagi
hasil sebenarnya menurut bulan kalender. Misalnya, bulan Januari 31 hari, bulan
Februari 28/29 hari, dengan catatan satu tahun 365 hari.
4) Saldo harian adalah saldo pada akhir hari.
5) Hari efektif adalah hari kalender tidak termasuk hari tanggal tutup buku.
6) Dana tabungan yang mengendap kurang dari satu bulan karena rekening baru dibuka
awal bulan atau tutup tidak pada akhir bulan tidak mendapatkan bonus wadiah, kecuali
apabila perhitungan bonus wadiahnya atas dasar saldo harian.

Penerapan bonus wadiah ini seringkali mengundang pertentang dari beberapa


ulama, karena wadiah yad dhamanah memegang putusan hukum yang serupa
dengan kontrak pinjaman, maka segala manfaat yang diperoleh darinya dianggap riba.
Namun demikian jika hibah atau bonus ini tidak diberikan menurut keleluasaan dan
tidak ditentukan sedari awal dalam kontrak, maka tentunya hal ini tidak menjadi
melanggar prinsip yurisprudensi Islam.(Dusuki, 2015)

a. Perhitungan Bonus atas dasar saldo terendah. Asumsikan bahwa Bank


Syariah
memberikan bonus tabungan wadiah setara sebesar 4% pertahun. Saldo Terendah
Bapak Ahmad pada bulan September adalah Rp.400.000, Sehingga bonus tabungan
wadiah yang diterima adalah:

Bonus = 4%

b.Perhitungan Bonus atas dasar saldo rata-rata harian. Asumsikan bahwa Bank Syariah
memberikan bonus tabungan wadiah setara sebesar 4% pertahun. Saldo rata-rata
harian Bapak Ahmad adalah :

9 x 600.000 = 5.400.000
2 x 1.000.000 = 2.000.000

36
4 x 700.000 = 2.800.000
4 x 900.000 = 3.600.000
10 x 400.000 = 4.000.000
1 x 700.000 = 700.000
Saldo rata-rata harian =
18.500.000: 30 = 616.667

616.667x 30= Rp. 2.027

Bonus = 4% x

c.Perhitungan Bonus atas dasar saldo harian. Asumsikan bahwa Bank Syariah
memberikan bonus tabungan wadiah setara sebesar 4% pertahun. Saldo Terendah
Bapak Ahmad pada bulan September adalah Rp.400.000, sehingga bonus tabungan
wadiah yang diterima adalah:
Tanggal 1 – 9 September
=
4% x (600.000 x 9)/365 = Rp.591
Tanggal 10 – 11 September
=
4% x (1.000.000 x 2)/365 = Rp.219
Tanggal 12 – 15 September
=
4% x (700.000 x 4)/365 = Rp.306
Tanggal 16 – 20 September
=
4% x (900.000 x 5)/365 = Rp.493
Tanggal 20 – 29 September
=
4% x (400.000 x 9)/365 = Rp.394
Tanggal 30 September
=

37
4% x (700.000 x 1)/365 = Rp.77
Bonus
=
Rp.2080

Tabungan Mudharabah. Implementasi akad Mudharabah dalam produk


tabungan memiliki dua bentuk yakni Mudharabah mutlaqah dan Mudharabah
muqayyadah,yang perbedaan utama di antara keduanya terletak pada ada atau tidaknya
persyaratan yang diberikan pemilik dana kepada bank dalam mengelola hartanya
(Dusuki, 2015). Pada tabungan Mudharabah mutlaqah, Bank tidak dibatasi untuk
menggunakan dana nasabah dalam aktivitas penyaluran dana selama tidak
bertentangan dengan prinsip syariah sedangkan dalam Mudharabah muqayyadah,
nasabah selaku pemilik dana memberikan syarat-syarat dan batasan tertentu kepada
Bank antara lain mengenai tempat, cara, dan/atau obyek investasi yang dinyatakan
secara jelas dalam perjanjian. Jika kemudian ada resiko kerugian maka nasabah selaku
pemilik dana menanggung risiko kerugian dalam hal obyek investasi yang dibiayai atau
underlying asset mengalami penurunan kualitas atau kerugian yang terjadi bukan
karena kelalaian Bank sebagai pengelola dana dan/atau menyalahi substansi
perjanjian.

Pada produk tabungan Mudharabah, bank syariah bertindak sebagai mudharib


(pengelola dana), sedangkan nasabah bertindak sebagai shahibul maal (pemilik dana).
Bank syariah dalam kapasitasnya sebagai mudharib, mempunyai kuasa untuk
melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta
mengembangkannya, termasuk melakukan akad Mudharabah dengan pihak lain.
Namun, di sisi lain. Bank syariah juga memiliki sifat sebagai seorang wali amanah
(trustee), yang berarti bank harus berhati-hati atau bijakasana serta beritikad baik dan
bertanggung jawab atas segala sesuatu yang timbul akibat kesalahan atau kelalaiannya.

Dari hasil pengelolaan dana Mudharabah, bank


syariah akan menghasilkan kepada pemilik dana sesuai dengan nisbah yang telah

38
disepakati dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening. Dalam mengelola
dana tersebut, bank tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang bukan disebabkan
oleh kelalaiannya. Namun, apabila yang terjadi adalah mismanagement (salah
urus), bank bertanggung jawab penuh terhadap kerugian tersebut. Dalam
mengelola harta Mudharabah, bank menutup biaya operasional tabungan dengan
menggunakan nisbah, keuntungan yang menjadi haknya. Di samping itu, bank tidak
diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah penabung tanpa persetujuan
yang bersangkutan. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pph bagi hasil tabungan
Mudharabah dibebankan langsung ke rekening tabungan Mudharabah pada saat
perhitungan bagi hasil.

Dari pembahasan di atas, maka beberapa ketentuan untuk tabungan Mudharabah


sebagai
berikut:
a. Dalam transaksi ini, nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana,
dan
bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
b. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam
usaha
yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk di
dalamnya Mudharabah dengan pihak lain.
c. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan
piutang.
d. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan
dalam bentuk akad pembukaan rekening.
e. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan
menggunakan
f. nisbah keuntungan yang menjadi haknya. Bank tidak diperkenankan mengurangi
nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan

39
g. yang bersangkutan. Pedoman dan Regulasi Tabungan Mudharabah. Fatwa
Dewan Syari’ah Nasional No: 02/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Tabungan
menetapkan beberapa Ketentuan Umum Tabungan berdasarkan Mudharabah:
a. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul mal atau
pemilik dana, dan
2. bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
a. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai
macam usaha
3. yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah dan mengembangkannya,
termasuk
4. di dalamnya Mudharabah dengan pihak lain.
a. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan
bukan piutang.
b. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan
dituangkan dalam
5. akad pembukaan rekening.

a. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan


menggunakan
6. nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
a. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa
persetujuan
7. yang bersangkutan.

Perhitungan bagi hasil tabungan Mudharabah. Perhitungan bagi hasil tabungan


Mudharabah dilakukan berdasarkan saldo rata-rata harian yang dihitung di tiap akhir
bulan
dan dibukukan awal bulan berikutnya. Rumus perhitungan bagi hasil tabungan
Mudharabah adalah sebagai berikut:

40
Hari Bagi Hasil x Saldo Rata − Rata Harian x Tingkat

Bagi Hasil Tab. Mudharabah =

Bagi Hasil

Hari Kalender Yang bersangkutan

Dalam hal pembayaran bagi hasil, bank syariah menggunakan metode end of month
yaitu:
1. Pembayaran bagi hasil tabungan Mudharabah dilakukan secara bulanan, yaitu pada
tanggal tutup buku setiap bulan.
2. Bagi hasil bulan pertama dihitung secara proporsional hari efektif termasuk tanggal
tutup buku, tapi tidak termasuk tangga pembukaan tabungan.
3. Bagi hasil bulan terakhir dihitung secara proporsional hari efektif, tingkat bagi hasil
yang dibayarkan adalah tingkat bagi hasil tutup buku bulan terakhir.
4. Jumlah hari sebulan adalah jumlah hari kalender bulan yang bersangkutan (28 hari,
29 hari, 30 hari, 31 hari).
5. Bagi hasil bulanan yang diterima nasabah dapat diklasifikasikan ke rekening
lainnya
sesuai permintaan nasabah.

Ilustrasi Perhitungan Bagi Hasil Tabungan Mudharabah.


Nasabah “Ibu Arinda” membuka rekening Tabungan iB pada tanggal 13 Agustus
2021
dengan saldo Rp. 1.000.000,-. Nisbah yang diberikan adalah 60% bagian dari
jumlah
pendapatan yang dibagikan untuk Dana Pihak Ketiga Tabungan iB (Nisbah
40:60).
Pendapatan Bank pada bulan Agustus sebesar Rp. 15.000.000,- dan Saldo rata-rata
DPK

41
Tabungan iB Rp. 100.000.000,-

Perhitungan bagi hasil yang diterima Ibu Arinda :


Saldo rata-rata Tabungan
Rp. 1.000.000,-
Saldo rata-rata DPK Tabungan
Rp. 100.000.000,-
Nisbah Bagi Hasil
60% bagian nasabah
Pendapatan yang dibagikan utk DPK Tab
Rp. 15.000.000,-
Tanggal mulai Tabungan
13 Agustus
Jumlah hari bulan Agustus
31 hari

Jadi bagi hasil yang diterima oleh nasabah di bulan Agustus 2011 : (saldo rata-rata /
saldo
rata-rata DPK) x nisbah x pendapatan yang dibagihasilkan x jumlah hari
pengendapatan /
jumlah hari dalam 1 bulan (1.000.000/100.000.000) x 0,6 x 15.000.000 x 19/31 = Rp
55.161

10 |Materi disajikan dalam training ”Perbankan Syariah” yang akan diselenggarakan


oleh PT Gama Semesta
Konsultindo, Payakumbuh Sumbar 8 – 9 Oktober 2022

PRODUK GIRO

42
Giro Wadiah merupakan simpanan berdasarkan akad wadiah yang penarikannya
dapat
dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran
lainnya, atau dengan perintah pemindahbukuan, dan terhadap titipan tersebut tidak
dipersyaratkan imbalan kecuali dalam bentuk pemberian sukarela (‘athaya).
Simpanan
yang ada di Giro Wadiah adalah titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika
pemiliknya
menghendaki. Pada umumnya produk giro di bank syariah menerapkan prinsip wadiah
yad
dhamamah, yakni nasabah bertindak sebagai penitip yang memberikan hak kepada
bank
syariah untuk menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang titipannya, sedangkan
bank syariah bertindak sebagai pihak yang dititipi yang disertai hak untuk mengelola
dana
titipan dengan tanpa mempunyai kewajiban memberikan bagi hasil dari
keuntungan
pengelolaan dana tersebut. Namun demikian, bank syariah diperkenankan
memberikan
insentif berupa bonus dengan catatan tidak disyaratkan sebelumnya.

Pedoman dan Regulasi Giro Wadiah. Beberapa pedoman dalam pelaksanaan produk-
produk penghimpunan dana khususnya Giro Wadiah, diatur dalam secara umum Al-
Quran
dan hadits, yang kemudian juga secara khusus diperkuat dengan regulasi dari fatwa-
fatwa
DSN-MUI, Peraturan Bank Indonesia (PBI), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
(POJK).
Ketentuan operasional Giro di perbankan syariah diatur dalam Fatwa Dewan Syari’ah
No:
01/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Giro, sebagai berikut:

43
a. Giro ada dua jenis: 1. Giro yang tidak dibenarkan secara syari’ah, yaitu giro
yang
berdasarkan perhitungan bunga. 2. Giro yang dibenarkan secara syari’ah, yaitu giro
yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah.
b. Ketentuan Umum Giro berdasarkan Mudharabah: 1). Dalam transaksi ini
nasabah
bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai
mudharib atau pengelola dana; 2). Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat
melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah
dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya Mudharabah dengan pihak lain; 3).
Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang;
4). Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan
dalam akad pembukaan rekening; 5). Bank sebagai mudharib menutup biaya
operasional giro dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya; 6).
Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa
persetujuan yang bersangkutan.
c. Ketentuan Umum Giro berdasarkan Wadi’ah: 1). Bersifat titipan; 2). Titipan
bisa
diambil kapan saja (on call). 3). Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam
bentuk pemberian (‘athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.

Ketentuan dan Kharakteristik Giro Wadiah. Dari pemaparan di atas, dapat dinyatakan
beberapa ketentuan umum giro wadiah sebagai berikut:
1. Dana wadiah dapat digunakan oleh bank untuk kegiatan komersial dengan syarat
bank
harus menjamin pembayaran kembali nominal dana wadiah tersebut.
2. Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau
ditanggung
bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian.
Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif
untuk menarik dana masyarakat tapi tidak boleh diperjanjikan dimuka.

44
3. Beberapa fasilitas giro wadiah yang disediakan bank untuk nasabah, antara lain:
Buku
cek, Bilyet giro, Kartu ATM, Fasilitas pembayaran, Traveller‟s cheques, Wesel
bak,
Wesel penukaran, Kliring dan lainnya.

11 |Materi disajikan dalam training ”Perbankan Syariah” yang akan diselenggarakan


oleh PT Gama Semesta
Konsultindo, Payakumbuh Sumbar 8 – 9 Oktober 2022

Kharakteristik Giro Wadiah (Zainul Arifin, 2012):


1. Bagi pemegang rekening disediakan cek untuk mengoperasikan rekeningnya
2. Untuk membuka rekening diperlukan surat referensi nasabah lain atau pejabat bank,
dan penyetor sejumlah dana minimum (yang ditentukan kebijakan masing-masing
bank) sebagai setoran awal
3. Calon pemegang rekening tidak terdaftar dalam daftar hitam Bank Indonesia
4. Penarikannya dapat dilakukan setiap waktu dengan cara menyerahkan cek
atau
instruksi lainnya
5. Tipe rekening giro dapat berupa Rekening perorangan, Rekening pemilik
tunggal,
Rekening bersama (dua orang atau lebih), Rekening organisas iatau perkumpulan yang
tidak berbadan hukum, Rekening perusahaan yang berbadan hukum, Rekening
kemitraan, atau Rekening titipan.
6. Nasabah berhak untuk fasilitas lainnya seperti Cek istimewa, Instruksi siaga
(standing
intruction), Tranfer dana otomatis, kepada pemegang rekening akan diberikan salinan
rekening (statement of account) dengan rincian transaksi setiap bulan, Konfirmasi
saldo dapat dikirim oleh bank kepada pemegang rekening setiap enam bulan atau
berdasarkan periode yang dikehendaki.

45
Skema Giro dengan Konsep Wadiah yad al-dhamanah. Gambar 4 memperlihatkan
mekanisme Giro Wadiah di perbankan syariah. Bank sebagai penerima titipan
dibolehkan
memanfaatkan dana untuk usaha produktif yang menghasilkan . Keuntungan atau
kerugian
dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung bank, sedangkan pemilik
dana
tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Bank dimungkinkan
memberikan
bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana masyarakat
tapi
tidak boleh dijanjikan di muka.

Gambar 4.
Skema Giro dengan Konsep Wadiah yad al-dhamanah

Perhitungan Bonus Giro Wadiah. Dalam aplikasinya ada giro wadiah yang memberikan
bonus dan ada giro yang tidak memberikan bonus. Pada kasus dimana giro
wadiah di
operasionalkan dengan prinsip Wadiah yad dhamanah, dengan tujuan produktif
dan
menghasilkan keuntungan, maka bank dapat memberikan bonus kepada nasabah
deposan.
Namun demikian, ada juga bank syariah yang menggunakan prinsip Wadiah yad
amanah
dalam produk giro, dan tidak memberikan bonus kepada nasabah deposan. Pada kasus
ini
bank hanya menggunakan dana simpanan giro ini untuk menyeimbangkan
kebutuhan

46
likuiditas bank dan untuk transaksi jangka pendek atau tanggung jawab bank yang
tidak
menghasilkan keuntungan riil. Bank tidak menggunakan dana ini untuk tujuan
produktif
12 |Materi disajikan dalam training ”Perbankan Syariah” yang akan diselenggarakan
oleh PT Gama Semesta
Konsultindo, Payakumbuh Sumbar 8 – 9 Oktober 2022

mencari keuntungan karena memandang bahwa giro wadiah adalah kepercayaan,


yaitu
dana yang dititipkam kepada bank dimaksudkan untuk diproteksi dan diamankan, tidak
untuk diusahakan. Sebaliknya, bank boleh membebankan biaya administrasi
penitipan.
Selain itu, simpanan giro juga dapat menggunakan prinsip qardh ketika bank
dianggap
sebagai penerima pinjaman tanpa bunga dari nasabah deposan. Bank dapat
memanfaatkan
dana pinjman dari nasabah deposan unutk tujuan apa saja, termasuk unutk
kegiatan
produktif mencari keuntungan dan nasabah deposan dijamin akan memperoleh kembali
dananya secara penuh, sewaktu-waktu jika nasabah ingin menarik dana titipannya.

Pada prinsipnya, teknik perhitungan bonus wadiah dihitung dari saldo terendah dalam
satu
bulan. Namun demikian, bonus wadiah dapat diberikan sebagai berikut.
1. Saldo terendah dalam satu bulan takwim di atas Rp. 1.000.000,00 (bagi rekening
yang
bonus wadiahnya dihitung dari saldo terendah).
2. Saldo rata-rata harian dalam satu bulan takwim di atas Rp.1.000.000,00 (bagi
rekening
yang gironya dihitung dari saldo rata-rata harian.

47
3. Saldo rata-ratanya di atas Rp. 1.000.000,00 (bagi rekening yang bonus
wadiahnya
dihitung dari saldo harian).

Rumus yang dipergunakan dalam memepergunakan bonus wadiah adalah sebagai


berikut:
1. Bonus giro wadiah atas dasar saldo terendah
Bonus giro wadiah = Tarif bonus wadiah x saldo terendah bulan ybs
2. Bonus wadiah atas dasar saldo rata-rata harian
Bonus giro wadiah = Tarif bonus wadiah x saldo rata-rata harian bulan ybs
3. Bonus wadiah atas dasar saldo harian
Bonus giro wadiah = Tarif bonus wadiah x saldo harian ybs x hari efektif

Ilustrasi Perhitungan Bonus Giro Wadiah


Nasabah Giro “Bapak Ismail” memiliki rekening Giro Wadiah di Bank Syariah
Amanah
dengan saldo rata-rata pada bulan Mei 2021 sebesar Rp.1.000.000,-. Bonus yang
diberikan
oleh Bank kepada nasabah adalah 30% dengan minimal saldo rata-rata
Rp.500.000.
Diasumsikan total dana giro wadiah di Bank adalah Rp. 500.000.000. Pendapatan Bank
dari
penggunaan Giro adalah Rp.20.000.000.
Perhitungan bonus yang diterima oleh Bapak Ismail adalah:
Saldo rata-rata giro nasabah
Rp. 1.000.000,-
Saldo rata-rata DPK Giro
Rp. 500.000.000,-
Tingkat Bonus Giro
30%
Pendapatan yang dibagikan utk DPK Giro
Rp. 20.000.000,-

48
Bonus diterima Bpk. Ismail
(sebelum pajak)
(1.000.000/500.000.000) x 20.000.000 x 30%
= Rp.12.000.-

Giro Mudharabah. Produk giro di bank syariah juga dapat di terapkan dengan skema
mudharabah, dengan prinsip bagi hasil. Mudharabah mempunyai dua bentuk,
yakni
Mudharabah mutlaqah dan Mudharabah muqayyadah, yang perbedaan utama di
antara
keduanya terletak pada ada atau tidaknya persyaratan yang diberikan pemilik dana
kepada
bank dalam mengelola hartanya, baik dari sisi tempat, waktu, maupun objek
investasinya.
Mudharabah Muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara pemilik dana dengan
pengelola
dana. Pengelolaan dana memiliki sifat dana bebas yang tidak memiliki batas
dalam
menentukan usaha dan pelaksanaan. Pemilik dana memberikan kebebasan penuh
pada
pengelola. Mudharabah Muqayyadah adalah Akad yang dilakukan antara pemilik
modal
13 |Materi disajikan dalam training ”Perbankan Syariah” yang akan diselenggarakan
oleh PT Gama Semesta
Konsultindo, Payakumbuh Sumbar 8 – 9 Oktober 2022

untuk usaha yang ditentukan oleh pemilik modal (shahibul mal) dengan pengelola
(mudharib), dimana nisbah bagi hasil disepakati di awal untuk dibagi bersama,
sedangkan
kerugian ditanggung oleh pemilik modal. Dalam hal ini bank syariah bertindak
mudharib

49
(pengelola dana), sedangkan nasabah bertindak sebagai shahibul maal (pemilik
dana).
Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank syariah serta mengembangkannya,
termasuk
melakukan akad Mudharabah dengan pihak lain.

Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 01/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Giro, Dewan


Syari’ah
Nasional memberikan Ketentuan Umum Giro berdasarkan Mudharabah:
1. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana,
dan
bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
2. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai
macam
usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah dan mengembangkannya,
termasuk di dalamnya Mudharabah dengan pihak lain.
3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan
piutang.
4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan
dituangkan
dalam akad pembukaan rekening.
5. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional giro dengan
menggunakan
nisbah keuntungan yang menjadi haknya. Bank tidak diperkenankan mengurangi
nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.

Dengan demikian, bank syariah dalam kapasitasnya sebagai mudharib memiliki


sifat
sebagai seorang wali amanah (trustee), yakni harus berhati-hati atau bijaksana
serta
beritikat baik dan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang timbul akibat kesalahan
atau

50
kelalaiannya. Disamping itu, bank syariah juga bertindak sebagai kuasa dari usaha
bisnis
pemilik dana yang diharapkan dapat memperoleh keuntungan seoptimla mungkin tanpa
melanggar berbagai aturan syariah.Dari hasil pengelolaan dana Mudharabah, bank
syariah
akan membagi hasil kepada pemilik dana sesuai dengan nisbah yang telah disepakati
dan
dituangkan dalam akad pembukaan rekening. Dalam mengelola dana tersebut, bank
tidak
bertanggung jawab terhadap kerugian yang bukan disebabkan oleh kelalaiannya.
Namun,
apabila yang terjadi adalah mismanagement (salah urus), bank bertanggung jawab
penuh
terhadap kerugian tersebut.

Dalam mengelola harta Mudharabah, bank menutup biaya operasional giro dengan
menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi hak bank. Disamping itu, bank
tidak
diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah giran tanpa persetujuan
yang
bersangkutan. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, PPh bagi hasil giro
Mudharabah
dibebankan lansung ke rekening giro Mudharabah pada saat perhitungan bagi
hasil.
Perhitungan bagi hasil giro Mudharabah dilakukan berdasarkan saldo rata-rata harian
yang
dihitung di tiap akhir bulan dan dibukukan awal bulan berikutnya. Rumus perhitungan
bagi
hasil giro Mudharabah adalah sebagai berikut:

Hari bagi hasil x saldo rata − rata harian x tingkat bagi hasil

Bagi Hasil =

51
Hari kalender yang bersangkutan

Dalam hal pembayaran bagi hasil, bank syariah menggunakan metode end of month,
dengan
beberapa ketentuan yaitu:
1. Pembayaran bagi hasil giro Mudharabah dilakukan secara bulanan, yaitu
pada
tanggal tutup buku setiap bulan.
2. Bagi hasil bulan pertama dihitung secara proporsional hari efektif, termasuk
tanggal
tutup buku, tapi tidak termasuk tanggal pembukaan giro.
14 |Materi disajikan dalam training ”Perbankan Syariah” yang akan diselenggarakan
oleh PT Gama Semesta
Konsultindo, Payakumbuh Sumbar 8 – 9 Oktober 2022

3. Bagi hasil bulan terakhir dihitung secara proporsional hari efektif. Tingkat bagi
hasil
yang dibayar adalah tingkat bagi hasil tutup buku bulan terakhir.
4. Jumlah hari sebulan adalah jumlah hari kalender bulan yang bersangkutan (28
hari,
29 hari, 30 hari, 31 hari).
5. Bagi hasil bulanan yang diterima nasabah dapat diafilisasikan ke rekening
lainnya
sesuai permintaan nasabah.

Dari pembahasan di atas, dapat disarikan beberapa ketentuan umum giro


berdasarkan
Mudharabah sebagai berikut:
1. Dalam transaksi ini, nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana,
dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
2. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai
macam

52
usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya,
termasuk di dalamnya Mudharabah dengan pihak lain.
3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan
piutang.
4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan
dituangkan
dalam bentuk akad pembukaan rekening.
5. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional giro dengan
menggunakan
nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
6. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa
persetujuan yang bersangkutan.

PRODUK DEPOSITO
Selain giro dan tabungan, produk perbankan syariah lainnya yang termasuk
produk
penghimpunan dana adalah deposito. Berdasarkan Undang-undang No.10 tahun
1998
tentang Perubahan atas Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan,
yang
dimaksud dengan deposito berjangka adalah simpanan yang penarikannya hanya
dapat
dilakukan pada waktu-waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan bank
yang bersangkutan. Adapun yang dimaksud dengan deposito syariah adalah deposito
yang
dijalankan berdasarkan prinsip syariah. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik
Indonesia Nomor 13 /POJK.03/2021 Tentang Penyelenggaraan Produk Bank
Umum,
mendefenisikan deposito Syariah sebagai Simpanan berdasarkan akad Mudharabah
atau
investasi dana berdasarkan akad Mudharabah yang penarikannya hanya dapat
dilakukan

53
pada waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah penyimpan dan Bank. Deposito
dapat memiliki fitur virtual account, escrow account, LKS PWU, BPS BPIH/BPS
Bipih/Kas
Haji, payment point, Deposito Wakaf, Rekening Dana Lender (RDL) dan Rekening
Dana
Nasabah (RDN

Dewan Syariah Nasional MUI juga menegaskan bahwa deposito yang dibenarkan
adalah
deposito yang berdasarkan prinsip Mudharabah. Dalam hal ini, bank syariah
bertindak
sebagai mudharib (pengelola dana), sedangkan nasabah bertindak sebagai shahibul maal
(pemilik dana). Sebagai mudharib, bank syariah dapat melakukan berbagai macam
usaha
yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta mengembangkannya,
termasuk
melakukan akad Mudharabah dengan pihak ketiga. Dengan demikian, bank syariah
dalam
kapasitasnya sebagai mudharib memiliki sifat sebagai seorang wali amanah (trustee),
yakni
harus berhati-hati atau bijaksana serta beritikad baik dan bertanggung jawab atas segala
sesuatu yang timbul akibat kesalahan atau kelalaiannya. Disamping itu bank syariah
juga
bertindak sebagai kuasa dari usaha bisnis pemilik dana yang diharapkan dapat
memperoleh
keuntungan seoptimal mungkin tanpa melanggar berbagai aturan syariah.
Dari hasil pengelolaan dana Mudharabah, bank syariah akan membagihasilkan
kepada
pemilik dana sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dan dituangkan dalam
akad
rekening deposito. Dalam mengelola dana tersebut, bank tidak bertanggung jawab
terhadap

54
15 |Materi disajikan dalam training ”Perbankan Syariah” yang akan diselenggarakan
oleh PT Gama Semesta
Konsultindo, Payakumbuh Sumbar 8 – 9 Oktober 2022

kerugian yang bukan disebabkan oleh kelalaiannya. Namun, apabila yang terjadi
adalah
mismanagement (salah urus), bank bertanggung jawab penuh terhadap kerugian
tersebut.
Mekanisme deposito Mudharabah dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5
Skema Deposito Mudharabah

Regulasi Deposito Mudharabah


Bebrapa Fatwa Dewan Syariah Nasional DSN-MUI mengatur ketentuan tentang
produk
deposito di Bank Syariah, sebagai berikut:
1. Fatwa DSN-MUI Nomor 03/DSNMUI/IV/2000 tentang Deposito.
2. Fatwa DSN-MUI Nomor 86/DSNMUI/XII/2012 tentang Hadiah dalam
Penghimpunan
Dana Lembaga Keuangan Syariah.
3. Fatwa DSN-MUI Nomor 100/DSNMUI/XII/2015 Tentang Pedoman Transaksi
Voucher
Multi Manfaat Syariah.
4. Fatwa DSN-MUI Nomor 74/DSNMUI/I/2009 Tentang Penjaminan Syariah.

Persyaratan dan Kharakteristik Deposito Mudharabah


Beberapa persyaratan deposito Mudharabah menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
(POJK), dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Bank bertindak sebagai pengelola dana dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana

55
2. Bank dan nasabah melakukan pembagian keuntungan dalam bentuk nisbah
yang
disepakati dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
3. Dalam hal pembukaan rekening dilakukan melalui mekanisme online maka syarat
dan
ketentuan akad termasuk kesepakatan nisbah, dan/atau pemilik manfaat (beneficial
owner) dituangkan dalam bentuk yang sesuai dengan media pembukaan rekening
dimaksud.
4. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa
persetujuan
nasabah. Persetujuan nasabah dapat dilakukan secara tertulis maupun dalam bentuk
konfirmasi negatif atas rencana perubahan nisbah yang dilakukan oleh Bank.
5. Bank dan nasabah menuangkan kesepakatan atas pembukaan dan penggunaan
produk
deposito dalam bentuk perjanjian tertulis dan dapat juga dilakukan secara lisan dan
perbuatan/tindakan yang terdokumentasi serta dapat dilakukan secara elektronik
berdasarkan kesepakatan para pihak sesuai Prinsip Syariah dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
6. Deposito simpanan Mudharabah yang risikonya ditanggung oleh Bank, dijamin
oleh
LPS.
7. Deposito investasi Mudharabah yang risikonya ditanggung oleh nasabah, tidak
dijamin
oleh LPS.

16 |Materi disajikan dalam training ”Perbankan Syariah” yang akan diselenggarakan


oleh PT Gama Semesta
Konsultindo, Payakumbuh Sumbar 8 – 9 Oktober 2022

Beberapa kharakteristik dari deposito Mudharabah yang tertuang dalam Peraturan


Otoritas Jasa Keuangan (POJK), dapat diuraikan sbeagai berikut:

56
1. Bank dapat mengenakan biaya administrasi rekening berupa biaya-biaya yang
terkait
langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya pembukaan dan biaya
penutupan rekening.
2. Bank dapat memotong zakat, infak, wakaf, sedekah dan dana sosial lainnya atas
bagi
hasil yang diterima nasabah sesuai permintaan nasabah pada perjanjian pembukaan
rekening deposito.
3. Deposito yang telah jatuh tempo dapat otomatis diperpanjang (automatic roll over)
sesuai dengan kesepakatan.
4. Bagi hasil deposito dapat menambah pokok deposito atau dipindah bukukan
ke
rekening lain seperti giro atau tabungan sesuai permintaan nasabah.
5. Deposito dapat berupa deposito biasa atau deposit on call.
6. Dalam hal berupa deposito biasa, Bank dapat mengenakan penalti apabila
nasabah
mencairkan dana sebelum jatuh tempo.
7. Dalam hal berupa deposit on call maka Nasabah harus menginformasikan
sebelumnya
kepada Bank apabila akan melakukan pencairan dana deposit on call dalam jangka
waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari.
8. Bank dapat menambahkan fitur pertanggungan asuransi syariah untuk nasabah
perorangan dengan mengikuti ketentuan yang berlaku.
9. Bank dapat memberikan hadiah promosi dengan memenuhi persyaratan
sebagai
berikut: 1) tidak diperjanjikan, tidak menjurus pada praktek riba terselubung dan/atau
tidak menjadi kelaziman, 2) harus dalam bentuk barang, voucher, uang elektronik,
emas dan/atau jasa (tidak boleh dalam bentuk uang) sesuai ketentuan dalam fatwa,
dan 3) dalam hal hadiah dalam bentuk barang, hadiah promosi yang diberikan harus
berupa benda yang wujud dan halal.

Konsep Mudharabah mutlaqah dan Mudharabah Muqayyadah.

57
Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak pemilik dana, terdapat 2 (dua)
bentuk
Mudharabah, yakni: Mudharabah mutlaqah (Unrestricted Investment Account, URIA)
dan
Mudharabah Muqayyadah (Restricted Invesment Account, RIA).

Mudharabah Mutlaqah (Unrestricted Investment Account, URIA). Dalam Mudharabah


mutlaqah, tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang
dihimpun.
Nasabah tidak memberikan persyaratan apapun kepada bank atau ke bisnis apasaja
dana
yang disimpannya tersebut akan disalurkan, atau menetapkan penggunaan akad-
akad
tertentu, ataupun mensyaratkan dananya diperuntukkan bagi nasabah tertentu.
Dalam
deposito Mudharabah mutlaqah (URIA), pemilik dana tidak memberikan batasan
atau
persyaratan tertentu kepada bank syariah dalam mengelola investasinya, baik yang
berkaitan dengan tempat, cara maupun objek investasinya. Dengan kata lain, bank
syariah
mempunyai hak dan kebebasan sepenuhnya dalam menginvestasikan dana URIA ini
ke
berbagai sektor bisnis yang diperkirakan akan memperoleh keuntungan.

Penerapan Mudharabah mutlaqah ini selain dikembangkan untuk deposito juga


dilakukan
pada produk tabungan. Ketentuan umum dalam produk ini adalah:
• Bank wajib memeberitahukan kepada pemilik mengenai nisbah dan tata
cara
pembagian keuntungan secara risiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpanan
dana. Apabila telah tercapai kesepakatan, maka hal tersebut harus dicantumkan
dalam akad.

58
• Untuk tabungan Mudharabah, bank dapat memberikan buku tabungan
sebagai
bukti penyimpanan, serta kartu ATM dan atau penarikan lainnya kepada penabung.

Untuk deposito Mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat atau tanda


penyimpanan (bilyet) deposito kepada deposan.
• Tabungan Mudharabah dapat diambil setiap saat oleh penabung sesuia
dengan perjanjian yang disepakati, namun tidak diperkenankan mengalami saldo
negative.
• Deposito Mudharabah hanya dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu
yang telah disepakati. Deposito yang diperpanjang, setelah jatuh tempo akan
diperlakukan sma seperti deposito baru, tetapi bila pada akad sudah dicantumkan
perpanjangan otomatis maka tidak perlu dibuat akad baru.
• Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan tabugan dan deposito
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

Perhitungan Bagi Hasil Deposito Mudharabah. Dalam menghitung bagi hasil


deposito Mudharabah mutlaqah (URIA), basis perhitungan adalah bagi hasil
sebenarnya, termasuk tanggal tutup buku, namun tidak termasuk tanggal
pembukaan deposito Mudharabah mutlaqah (URIA) dan tanggal jatuh tempo.
Sedangkan jumlah hari dalam sebulan yang menjadi angka penyebut/angka pembagi
adalah hari kalender bulan yang bersangkutan(28 hari, 29 hari, 30 hari, 31 hari).
Rumus perhitungan bagi hasil deposito Mudharabah mutlaqah (URIA) adalah
sebagai berikut:

Hari bagi hasil x Nominal deposito mudharabah x Tingkat bagi hasil

Bagi Hasil =

Hari kalender yang bersangkutan

Dalam memperhitungkan bagi hasil deposito Mudharabah mutlaqah tersebut, hal-hal


yang

59
perlu diperhatikan adalah:
a. Hasil perhitungan bagi hasil dalam angka satuan bulat tanpa mengurangi
hak
nasabah. Pembulatan ke atas dilakukan untuk nasabah sedangkan pembulatan ke
bawah untuk bank.
b. Hasil perhitungan bagi hasil deposito Mudharabah mutlaqah (URIA) dapat
dilakukan
melalui dua metode, yaitu: Anniversary Dates dan End of month. Metode Anniversary
dates mensyaratkan bahwa : 1) Pembayaran bagi hasil deposito dilakukan secara
bulanan, yaitu pada tanggal yang sama dengan tanggal pembukaan deposito, 2)
Tingkat bagi hasil yang dibayarkan adalah tingkat bagi hasil tutup buku bulan
terakhir, dan 3). Bagi hasil bulanan yang diterima nasabah dapat diafiliasikan ke
rekening lainnya sesuai dngan permintaan deposan. Adapun metode End of month
mempersyaratkan bahwa : 1) Pembayaran bagi hasil deposito dilakukan secara
bulanan, yaitu pada tanggal tutup buku setiap bulan, 2) Bagi hasil bulan pertama
dihitung secara proporsional hari efektif termasuk tanggal tutup buku, tapi tidak
termasuk tanggal pembukaan deposito, 3) Bagi hasil bulan terakhir dihitung secara
proporsional hari efektif tidak termasuk tanggal jatuh tempo deposito. Tingkat bagi
hasil yang dibayarkan adalah tingkat bagi hasil tutup buku bulan terakhir, 4).Jumlah
hari sebulan adalah jumlah hari kelender bulan yang bersangkutan (28 hari, 29 hari,
30 hari, 31 hari) dan 5) Bagi hasil bulanan yang diterima nasabah dapat diafiliasikan
ke rekening lainnya sesuai permintaan deposan.

Ilustrasi Perhitungan Bagi Hasil Deposito Mudharabah.


1) Berikut adalah perhitungan bagi hasil bagi nasabah A dengan jumlah Deposito
Rp.10.000.000, jangka waktu satu bulan.
Jangka waktu
1 bulan (02-01-2022 s/d 02-02-2022
Rumus Perhitungan Basil
(Nominal deposito / total nominal seluruh
deposito) x persentase bagi hasil nasabah x
keuntungan bank pada bulan tersebut

60
Nominal Deposito Nasabah A
Rp.10.000.000
Keseluruhan jumlah deposito di bank
Rp.5.000.000.000
Keuntungan bagi hasil yang diperoleh Bank
jangka waktu 1 bulan
Rp.200.000.000
Nisbah bagi hasil yang diberikan dengan
jangka waktu 1 bulan ini
55:45
(55% nasabah dan 45% bank)
Tanggal pencairan (roll over)
02-02-2022
Bagi Hasil yang diperoleh Nasabah A
(Rp.10.000.000/Rp.5.000.000.000) x 55% x
Rp.200.000.000 = Rp220.000

2)Nasabah B membuka rekening Deposito iB pada tanggal 1 Agustus 2021 dengan


Saldo 250.000.000 dengan jangka waktu 1 bulan. Nisbah yang diberikan adalah 62%
bagian dan pendapatan Bank pada bulan Agustus adalah Rp. 65.000.000,- . Saldo
rata-rata DPK Deposito iB adalah Rp. 5.000.000.000.

Berikut adalah perhitungan bagi hasil bagi nasabah:

𝑺𝒂𝒍𝒅𝒐 𝑫𝒆𝒑𝒐𝒔𝒊𝒕𝒐
𝐵𝒂𝒈𝒊 𝒉𝒂𝒔𝒊𝒍 =

𝒙 𝑵𝒊𝒔𝒃𝒂𝒉 𝒙 𝑷𝒆𝒏𝒅𝒂𝒑𝒂𝒕𝒂𝒏 𝒅𝒊𝒃𝒂𝒈𝒊 𝒉𝒂𝒔𝒊𝒍 𝒙


𝑺𝒂𝒍𝒅𝒐 𝒓𝒂𝒕𝒂 − 𝒓𝒂𝒕𝒂 𝑫𝑷𝑲 𝑫𝒆𝒑𝒐𝒔𝒊𝒕𝒐

𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒉𝒂𝒓𝒊 𝒑𝒆𝒏𝒈𝒆𝒏𝒅𝒂𝒑𝒂𝒏

𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒉𝒂𝒓𝒊 𝒔𝒂𝒕𝒖 𝒃𝒖𝒍𝒂𝒏

61
Jangka waktu
1 bulan (01-08-2021 s/d 31-08-2021
Rumus Perhitungan Basil
(Nominal deposito / total nominal seluruh
deposito) x persentase bagi hasil nasabah x
keuntungan bank pada bulan tersebut x total
hari pengendapan
Nominal Deposito Nasabah A
Rp.250.000.000
Saldo rata-rata DPK Deposito
Rp.5.000.000.000
Nisbah bagi hasil
60:40
(60% bagi nasabah)
Tanggal mulai deposito
1 Agustus 2021
Jumlah hari bulan Agustus
31 hari
Bagi Hasil yang diperoleh Nasabah B di bulan
Agustus 2021
(Rp.250.000.000/Rp.5.000.000.000) x 60% x
Rp.65.000.000 x 31/31= Rp1.950.000

3) Dalam hal pencairan deposito Mudharabah mutlaqah (URIA) dengan pembayaran


bagi hasil bulanan yang dilakukan sebelum tanggal jatuh tempo, bank syariah
dapat mengenakan denda (penalty) kepada nasabah yang bersangkutan sebesar 3% dari
nominal bilyet deposito Mudharabah mutlaqah (URIA). Klausal denda harus ditulis
dalam akad dan dijelaskan kepada nasabah pada saat pembukaan deposito Mudharabah
mutlaqah (URIA) semua jangka waktu (1,3,6, dan 12 bulan) untuk disepakati bersama
oleh nasabah dan bank.

62
Dalam hal ini, bagi hasil yang menjadi hak nasabah dan belum dibayarkan harus
dibayarkan.

Contoh perhitungan bagi hasil deposito Mudharabah mutlaqah (URIA) yang


dicairkan sebelum tanggal jatuh tempo dengan sistem bulanan adalah sebagai berikut:

Jangka waktu
3 bulan (02-01-2021 s/d 02-04-2021)
Nominal Deposito nasabah Mudharabah dicairkan
tanggal
10-03-2021
Tingkat bagi hasil tutup buku terakhir bilyet
deposito mudharabah mutlaqah
1% (bila ditahunkan 12%)
Pendapatan yang dibagihasilkan
Rp.100.000.000,-

Perhitungan bagi hasil, denda (penalty) dan jumlah nominal yang dibayarkan kepada
depositon adalah sebagai berikut:

Bagi hasil bulan Maret


Rp.100.000.000,- x 1 % x 9/31 = Rp.290.323,-
Pajak
20% x Rp.290.323,- = Rp. 58.065,-
Bagi hasil yang dibayarkan kepada deposan
Rp.290.323 – Rp.58.065,-=Rp. 232.258,-
Pinalty 3% dari nominal
3% x Rp.100.000.000,-=Rp. 3.000.000,-
Yang diterima nasabah pada
Saat pencairan 10/03/2021
Rp.100.000.000-Rp.3.000.000,-=Rp.

63
97.000.000,-

Mudharabah muqayyadah (Restricted Investment Account, RIA). Berbeda


halnya dengan deposito Mudharabah mutlaqah (URIA), dalam deposito Mudharabah
muqayyadah (RIA), pemilik dana memberikan batasan atau persyaratan tertentu kepada
bank syariah dalam mengelola investasinya, baik yang berkaitan dengan tempat,
cara, maupun objek investasinya. Dengan kata lain. Bank syariah tidak mempunyai
hak dan kebebasan sepenuhnya dalam menginvestasikan dana RIA ini ke berbagai
sektor bisnis yang diperkirakan akan memperoleh keuntungaan. Ada dua kategori
yaitu:

1. Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet. Jenis Mudharabah ini merupakan


simpanan khusus (Restricted Investment) dimana pemilik dana dapat menetapkan
syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh pihak bank. Misalnya disyaratkan
digunakan untuk bisnis tertentu, atau disyaratkan digunakan dengan akad tertentu,
atau disyaratkan digunakan untuk nasabah tertentu. Karakteristik jenis simpanan
ini adalah sebagai berikut:
• Pemilik dana wajib menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus diikuti
oleh bank dan wajib membuat akad yang mengatur persyaratan penyaluran
dana simpanan khusus.
• Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata
cara pemberitahuan keuntungan dan/atau pembagian keuntungan secara
risiko yan dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila telah tercapai
kesepakatan, maka hal tersebut harus dicantumkan dalam akad.
• Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus.
Bank wajib memisahkan dana ini dari rekening lainnya.
• Untuk deposito Mudharabah, bank wajib memberikan sertitifikat atau tanda
penyimpanan (bilyet) deposito kepada deposan.
2. Mudharabah Muqayyadah of Balance sheet. Jenis Mudharabah ini merupakan
penyaluran dana Mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya, di mana bank
bertindak sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan antara pemilik dana
dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu

64
yang harus daipatuhi oleh bank dalam mencari bisnis (pelaksana usaha).
Karakteristik jenis simpanan ini adalah sebagai berikut:

• Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus.


Bank wajib memisahkan dana dari rekening lainnya. Simpanan khusus
dicatat pada pos tersendiri dalam rekening administrative.
• Dana simpanan khusus harus disalurkan secara langsung kepada pihak yang
diamanatkan oleh pemilik dana.
• Bank menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua pihak. Sedangkan
antara pemilik dana dan pelaksana usaha berlaku nisbah bagi hasil

Dalam menggunakan dana deposito Mudharabah muqayyadah (RIA) ini, dikenal


adanya Cluster Pool of Fund dan Specific product.

Cluster Pool of Fund, yaitu penggunaan dana untuk beberapa proyek dalam
suatu jenis industri bisnis. Biasanya Pembayaran bagi hasil deposito Mudharabah
muqayyadah (RIA) dilakukan secara bulanan, triwulan, semesteran atau periodesasi
lain yang disepakati. Perhitungan bagi hasil disesuaikan dana RIA dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut.

Hari bagi hasil x Nominal Deposito Muqayyadah (RIA) x Tingkat Bagi

Bagi hasil =

hasil

Hari Kalender Yang bersangkutan

Dalam hal ini, pembayaran bagi hasil deposito Mudharabah muqayyadah


(RIA) dapat dilakukan melalui metode sebagai berikut yaitu:

(a). Aniversary date. Pembayaran bagi hasil deposito Mudharabah muqayyadah


(RIA) dilakukan secara bulanan, yaitu pada tanggal yang sama dengan tanggal

65
pembukuan deposito.Tingkat bagi hasil yang dibayarkan adalah tingkat bagi hasil
tutup buku bulan terakhir. Bagi hasil bulanan yang diterima nasabah dapat diafiliasikan
ke rekening lainnya sesuai dengan permintaan deposan.

(b). End of month. Pembayaran bagi hasil deposito Mudharabah muqayyadah


(RIA) dilakukan secara bulanan, yaitu pada tanggal tutup buku setiap bulan. Bagi
hasil bulan pertama dihitung secara proporsional hari efektif termasuk tanggal tutup
buku, namun tidak termasuk tanggal pembukaan deposito. Bagi hasil bulan
terakhir dihitung secara proporsional hari efektif tidak termasuk tanggal jatuh tempo
deposito. Tingkat bagi hasil yang dibayarkan adalah tingkat bagi hasil tutup buku bulan
terakhir. Jumlah hari sebulan adalah jumlah hari kalender bulan yang bersangkutan (28
hari, 29 hari, 30 hari, 31 hari). Bagi hasil bulanan yang diterima nasabah dapat
diafiliasikan ke rekening lainnya sesuai dengan permintaan deposan.

Specific product, yaitu penggunaan dana untuk suatu proyek tertentu.


Biasanya Pembayaran bagi hasil disesuaikan dengan arus kas proyek yang
dibiayai. Dalam menghitung bagi hasil deposito berbasis perhitungan bagi hasil
deposito adalah hari tanggal pembukaan deposito sampai dengan tanggal pembayaran
bagi hasil terdekat, dan menjadi angka pembilang atau number of days. Sedangkan
jumlah hari tanggal pembayaran bagi hasil terakhir sampai tanggal pembayaran bagi
hasil berikutnya menjadi angka penyebut/angka pembagi. Dalam hal nominal
proyek yang dibiayai oleh lebih dari satu nasabah atau oleh bank dan nasabah maka
bagi hasil dihitung secara proporsional.

Rumus perhitungan bagi hasil yang dapat digunakan adalah sebagai berikut;

Hari bagi hasil


Bagi hasil =

+ Nominal deposito
Hari BaSil terakhir sampai BaSil berikutnya

66
x Return proyek
Nominal Proyek Dibiayai

Dalam hal pencairan deposito Mudharabah muqayyadah (RIA), terdapat ketentuan


sebagai berikut:
(1). Khusus untuk cluster, apabila dikehendaki oleh deposan, deposito
Mudharabah
muqayyadah (RIA) dapat dicairkan atau ditarik kembali sebelum jatuh tempo yang
disepakati dalam akad. Akibat tidak terpenuhinya jangka waktu akad, bank
mengenakan denda (penalty) sesuai klausula denda yang disepakati dalam akad.
(2). Khusus untuk specific project, deposito tidak dapat dicairkan atau ditarik
kembali sebelum jatuh temponya tanpa konfirmasi dan persetujuan tertulis dari bank.
Bank
dapat menolak permohonan pencairan sebelum jatuh tempo bila memberatkan bank.
Dalam hal bank menyetujui pencairan sebelum jatuh tempo, bank dapat mengenakan
denda (penalty) sesuai kesepakatan.

Deposito Mudharabah muqayyadah (RIA) dengan pembayaran bagi hasil


secara bulanan dapat dicairkan sebelum tanggal jatuh tempo dengan dikenakan denada
(penalty) sebesar 3% dari nominal bilyet deposito Mudharabah muqayyadh (RIA).
Klausal denda harus ditulis dalam akad dan dijelaskan kepada nasabah pada saat
pembukaan deposito Mudharabah muqayyadah (RIA) semua jangka waktu (1, 3, 6, dan
12 bulan) untuk disepakati bersama oleh nasabah dan bank. Dalam hal ini, bagi hasil
yang menjadi hak nasabah dan belum dibayarkan, harus dibayarkan.

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan dan Regulasi

67
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional NO: 02/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Tabungan.
https://dsnmui.or.id/kategori/fatwa/?s=tabungan&post_types=all
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 01/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Giro.
https://mui.or.id/wp-content/uploads/files/fatwa/01-Giro.pdf
Fatwa DSN-MUI Nomor 03/DSN-MUI/IV/2000 tentang Deposito.
https://mui.or.id/wp-
content/uploads/files/fatwa/03-Deposito.pdf
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 13 /POJK.03/2021
Tentang
Penyelenggaraan Produk Bank Umum.
https://sikepo.ojk.go.id/SIKEPO/DatabasePeraturan/PeraturanUtuh/2eaacb02-936e-
499f-a024-df906ad5f418
Fatwa DSN-MUI Nomor 86/DSN-MUI/XII/2012 tentang Hadiah dalam Penghimpunan
Dana
Lembaga Keuangan Syariah.
Fatwa DSN-MUI Nomor 74/DSN-MUI/I/2009 Tentang Penjaminan Syariah.
Fatwa Dewan Syariah Nasional- Majelis Ulama Indonesia NO: 118/DSN-
MUW2A1-S
Tentang Pedoman Penjaminan Simpanan Nasabah Bank Syariah.
https://drive.google.com/file/d/1KFS3kRIUGEuPSUstdOSg4tystTd1bwXD/view
Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/13/PBI/2013 Tentang Perubahan Atas
Peraturan
Bank Indonesia Nomor 11/3/PBI/2009 Tentang Bank Umum Syariah
https://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/regulasi/regulasi-perbankan-
syariah/Documents/pbi_151313_1390306746.pdf
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 64 /POJK.03/2016 Tentang Perubahan
Kegiatan
Usaha Bank Konvensional Menjadi Bank Syariah.

68
22 |Materi disajikan dalam training ”Perbankan Syariah” yang akan diselenggarakan
oleh PT Gama Semesta
Konsultindo, Payakumbuh Sumbar 8 – 9 Oktober 2022

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 24 /Pojk.03/2015 Tentang Produk Dan


Aktivitas
Bank Syariah Dan Unit Usaha Syariah
https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/regulasi/peraturan-ojk-terkait-
syariah/Documents/Pages/POJK-Nomor-24-POJK-03-2015/pojk-nomor-4-pojk-03-
2015-produk-aktivitas-bank-syariah-uus.pdf

Buku
1. Ascarya. (2013). Akad dan Produk Bank Syariah. Rajawali Pers.
2. Dusuki, A. W. (Ed). (2015). Sistem Keuangan Islam: Prinsip dan
Operasi. In
(Ed.International Shariah Research Academy for Islamic Finance (ISRA)
Malaysia.
Jakarta: RajaGrafindo Persada.
3. Hassan, M. K., & Mervyn K. Lewis. 2007. Handbook of Islamic Banking.
University of New
Orleans, USA Published byEdward Elgar Publishing Limited Glensa nda House
Montpellier Parade CheltenhamGlos GL50 1UA UK
4. Hellwig, M., 1991. Banking, Financial Intermediation And Corporate
Finance. In
European Financial Integration, ed. A. Giovannini and C. Mayer., Cambridge:
Cambridge
University Press

69
5. Kasmir. 2000. Manajemen Perbankan., Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
6. Karim, A. A. (2011). Bank Islam: analisis fiqih dan keuangan.
7. Koch, Timothy W., 1992, Bank Management, Second Edition, Fort Worth:
Dryden Press
8. Muhammad Nejatullah Siddiqi. 1983. Issues in Islamic Banking (Selected
Papers). The
Islamic Foundation Published by The Islamic Foundation Markfield Dawah
Centre
Ratby Lane, Markfield Leicester LE67 9RN, UK
9. Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, Gema
Insani, Jakarta,
2001
10. Muhammad, 2005. Manajemen Bank Syari’ah, Yogyakarta: UPP AMP YKPN
11. Munawar Iqbal & David T. Llewellyn. 2002. Islamic Banking and Finance
New
Perspectives on Profit-Sharing and Risk. Edward Elgar Publishing, Inc. 136 West
StreetSuite 202 Northampton Massachusetts 01060 USA
12. Rahman, Yahia A., 2010. Art of Islamic Banking and Finance; Tools and
Techniques for
Community-Based Banking. Published by John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New
Jersey
13. Rivai, Veithzal Rivai et al., 2012. Financial Institution Management,
Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
14. Rivai,Veithzal. 2013. Islamic Economics: Ekonomi Syariah Bukan OPSI.,
tetapi Solusi.,
Jakarta: Bumi Aksara.
15. Rivai, V., & Arifin, A. (2010). Islamic Banking. Bumi Aksara.
16. Rivai, V. (2013) Islamic Risk Management for Islamic Bank. Gramedia Pustaka
Utama.
17. Sumitro, Warkum. 2004. Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga
Terkait.,

70
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
18. Zainul Arifin, M. B. A. (2012). Dasar-dasar manajemen bank syariah. Pustaka
Alvabet.

Related Jurnal
1. Puteri, H.E., Parsaulian, B. and Azman, H.A. (2022), "Potential demand
for Islamic
banking: examining the Islamic consumer behavior as driving factor", International
Journal of Social Economics, Vol. 49 No. 7, pp. 1071-1085.
https://doi.org/10.1108/IJSE-10-2021-0614
2. Puteri, Hesi Eka, M. Arifin, and Hidayatul Arief. "Social Performance of
Islamic
Microfinance Institutions: Examining the Financial Sustainability as Driving
Factor." International Journal of Applied Business Research (2022): 151-167.

23 |Materi disajikan dalam training ”Perbankan Syariah” yang akan diselenggarakan


oleh PT Gama Semesta
Konsultindo, Payakumbuh Sumbar 8 – 9 Oktober 2022

3. Predicting The Impact of Commercialization Factors On The Social Mission of


Islamic

71
Microfinance Institution For Muslim Community , ISLAM REALITAS: Journal of
Islamic
& Social Studies Vol. 6, No. 1, January- June 2020
4. Social Performance of Rural Bank: Impact of Commercialization Factors,
Jurnal
Dinamika Manajemen, 11 (1) 2020, 115-125
5. Irawan, Feri, and Hesi Eka Puteri. “Interaksi Aspek Permodalan, Risiko
Pembiayaan,
Dan Indikator Makroekonomi Dalam Mempengaruhi Profitabilitas Bprs Di Indonesia
Periode 2014-2018.” Jurnal Benefita 5, no. 3 (2020): 401-412.
6. “Determinan Sustainabilitas Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah dan
Upaya
Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Agam.” , EKONOMIKA SYARIAH:
Journal of
Economic Studies 3, no. 2 (2019): 61-74.
7. Puteri, Hesi Eka, and Zuwardi Zuwardi. "Orientasi Budaya Dan
Religiusitas Dalam
Manajemen Kredit Serta Dampaknya Terhadap Kinerja Sosial Bank Perkreditan
Rakyat." Jurnal Benefita 4, no. 1 (2019): 196-209.
8. Irfayunita, F., Miswardi, M., & Puteri, H. E. (2019). Pengaruh Nisbah Bagi
Hasil Terhadap
Preferensi Masyarakat Memilih Produk-Produk Pendanaan Pada Perbankan Syariah
Dengan Faktor Financial Literacy Sebagai Variabel Intervening. Jurnal Benefita, 4(1),
14-25.
9. Irfayunita, Febby, and Hesi Eka Puteri. "Pengaruh Financial Literacy
Terhadap
Preferensi Masyarakat Kabupaten Tanah Datar Memilih Produk-Produk Pendanaan
Pada Perbankan Syariah." Ekonomika Syariah: Journal of Economic Studies 3, no.
1
(2019): 20-31.
10. Arief, Hidayatul, Iiz Izmuddin, and Hesi Eka Puteri. "Pengaruh Financial
Sustainability

72
Terhadap Jangkauan BPR Syariah Di Propinsi Sumatera Barat." Ekonomika
Syariah:
Journal of Economic Studies 3, no. 2 (2019): 32-46.
11. Puteri, Hesi Eka, and Seflidiana Roza. "Culture-Oriented Credit Management in
Rural
Bank as the Driving Factor in Creating Financial Inclusion (Survey in Rural Banks in
West Sumatera Province)." Proceeding of Community Development 1 (2018): 93-106.

73

Anda mungkin juga menyukai