Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PEMBIAYAAN DENGAN SISTEM JUAL BELI DI BANK SYARIAH


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Pendanaan dan Pembiayaan Bank
Syariah

Dosen Pengampu : Suhirman, S.H.I., MA.Ek.

Disusun Oleh :

Ahmad Badawi (2105036013)

Luthfiah Al Asbin Ulyani (2105036031)

PRODI S1 PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Pembiayaan dengan Sistem
Jual beli di Bank Syariah” ini dengan tepat waktu. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Pendanaan dan Pembiayaan Bank
Syariah. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi pembaca dan
penulis.

Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Suhirman, S.H.I., MA.Ek, selaku dosen mata
kuliah Manajemen Pendanaan dan Pembiayaan Bank Syariah yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami
tekuni. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah
ini.

Semarang, 12 November 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

JUDUL...............................................................................................................................i

KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang...................................................................................................................4

Rumusan Masalah..............................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN

Pengertian Jual Beli...........................................................................................................7

Pembiayaan Murabahah....................................................................................................8

Pembiayaaan Istisna’.........................................................................................................9

Pembiayaan Salam...........................................................................................................10

BAB III

Kesimpulan......................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................14

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Islam memperkenalkan prinsip-prinsip muamalah Islam untuk menghindari
pengoperasian bank dengan sistem bunga. Bank Islam lahir sebagai salah satu solusi
alternatif terhadap persoalan pertentangan antara bunga bank dengan riba. Dengan demikian,
kerinduan umat Islam Indonesia yang ingin melepaskan diri dari persoalan riba telah
mendapat jawaban dengan lahirnya Bank syariah.1
Menurut undang-undang republik Indonesia nomor 21 Tahun 2008 bab I pasal 1 ayat 1,
Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank syariah dan Unit
Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya.2 Karakteristik sistem Perbankan Syariah adalah beroperasi
berdasarkan prinsip bagi hasil serta menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip
syariah yang berpegang teguh pada al Quran dan al Hadits. Oleh karena itu, perbankan
syariah terhindar dari praktik-praktik yang dilarang dalam Islam.
Secara garis besar Bank syariah dalam menyalurkan dananya pada nasabah mengeluarkan
produk pembiayaan syariah yang terbagi ke dalam empat kategori yang dibedakan tujuan
penggunaannya, yaitu pembiayaan dengan prinsip jual beli pembiayaan dengan prinsip sewa,
pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, dan pembiayaan dengan akad pelengkap. Keuntungan
bank dari pembiayaan dengan prinsip jual beli dan pembiayaan sewa ditentukan di depan dan
menjadi bagian harga barang dan jasa yang dijual. Produk yang termasuk dalam kelompok
ini adalah produk yang menggunakan prinsip jual beli seperti murabahah, salam, dan istishna
serta produk yang menggunakan prinsip sewa, yaitu ijarah. Sedangkan pada kategori
pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, keuntungan bank ditentukan dari besarnya keuntungan
usaha sesuai nisbah bagi hasil yang disepakati. Produk perbankan yang termasuk ke dalam
kelompok ini adalah mudharabah dan musyarakah. Sedangkan, pembiayaan dengan akad

1
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank syariah (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005), hlm. 1.
2
Undang-undang Republik Indonesia nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah Bab I Pasal 1 Ayat 1.

4
pelengkap ditunjukkan untuk memperlancar pembiayaan dengan menggunakan tiga prinsip
lainnya3
Pembiayaan murabahah merupakan akad dari penjual dan pembeli dalam akad jual beli
barang dengan menyatakan harga asal dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual
dan pembeli. Produk pembiayaan murabahah adalah suatu produk di mana bank membiayai
terlebih dahulu atau membeli barang yang dibutuhkan oleh nasabah, kemudian nasabah
membayar kepada pihak ketiga beserta margin yang telah disepakati.4
Pembiayaan murabahah dapat dipengaruhi oleh suku bunga bank kredit, yaitu jika suku
bunga kredit naik maka kemampuan masyarakat akan turun dan permintaan kredit bank
konvensional akan turun sehingga masyarakat akan beralih kepada Bank syariah yaitu
menggunakan akad pembiayaan murabahah. Tingkat suku bunga dijadikan acuan oleh
kebanyakan Bank syariah dalam menetapkan margin murabahah karena tidak ada penetapan
untuk margin murabahah sehingga diatur oleh kebijakan instansi masing-masing, tetapi di
awal akad pembiayaan murabahah disepakati terlebih dahulu .
Pembiayaan musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan
kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan di
awal.5 Pembiayaan ini berupa penanaman dana dari pemilik modal, dalam hal ini bank
mencampurkan dana atau modal nasabah pada suatu usaha tertentu dengan pembagian
keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggung
semua pemilik dana berdasarkan bagian dana masing-masing.6
Salah satu faktor penting dalam kegiatan Bank syariah adalah bagaimana Bank syariah
mendapatkan pemasukan atau pendapatan untuk menjalankan kegiatan operasionalnya.
Pendapatan bank sangat penting bagi pihak yang berkaitan di dalamnya, seperti pemegang
saham, nasabah, deposan, dan masyarakat. Apabila pendapatan bank naik maka besar
kemungkinan laba Bank syariah tersebut juga akan naik. Jika pendapatan bank meningkat,

3
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan. (Jakarta: PT Rajawali Pers, 2011), hlm. 97
4
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, (Jakarta: Intermedia, 1995). hlm. 82.
5
M. Sulhan dan Ely Siswanto, Manajemen Bank Konvensional dan Syariah, (Malang: UIN Malang Press, 2008), hlm.
133.
6
Abdul Ghofur Anshori, Penerapan Prinsip Syariah dalam Lembaga Keuangan Lembaga Pembiayaan dan
Perusahaan Pembiayaan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 22.

5
maka tingkat bagi hasil yang diterima oleh nasabah juga meningkat. Sebaliknya apabila
pendapatan bank turun, maka besar kemungkinan laba Bank syariah tersebut jugaakan turun.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang di maksud dengan pembiayaan dengan system jual beli di bank syariah?
2. Apa yang di maksud dengan akad murabahah
3. Apa yangdi maksud dengan akad iastisna’
4. Apa yang di maksud dengan akad salam

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN JUAL BELI


Jual beli secara bahasa artinya memindahkan hak milik terhadap benda dengan akad
saling mengganti. Sedangkan menurut syaraʻ jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar
benda atau barang yang mempunyai nilai secara sukarela di antara kedua belah pihak, yang
satu menerima benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan
yang telah dibenarkan syaraʻ dan disepakati.7
Jual beli ini diperbolehkan dalam Islam selama tidak bertentangan dengan ketentuan
syaraʻ, seperti menjual barang yang diharamkan syaraʻ, atau jual beli yang terdapat riba
di dalamnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-qur’an surat al-Baqarah
ayat 275. Ditinjau dari segi benda yang dijadikan objek, jual beli dapat dibagi menjadi
tiga bentuk, yaitu: jual beli barang yang kelihatan, jual beli barang yang disebutkan
sifatsifatnya dalam janji, dan jual beli benda yang tidak ada.8
Jual beli benda yang kelihatan ialah pada waktu melakukan akad jual beli, benda atau
barang yang diperjualbelikan ada ada di depan penjual dan pembeli. Hal ini lazim
dilakukan masyarakat banyak dan boleh dilakukan. Jual beli yang disebutkan sifat-
sifatnya dalam perjanjian adalah jual beli salam (pesanan). Menurut kebiasaan para
pedagang, salam adalah untuk jual beli yang tidak tunai. Sedangkan jual beli benda yang
tidak ada serta tidak dapat dilihat ialah jual beli yang dilarang oleh agama Islam karena
barangnya tidak tentu atau masih gelap sehingga dikhawatirkan barang tersebut diperoleh
dari hasil curian yang akibatnya menimbulkan kerugian salah satu pihak. Dilihat dari segi
pelaku akad, jual beli terbagi menjadi tiga, yaitu:3 dengan lisan, dengan perantara, dan
dengan perbuatan.

7
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), 68.
8
Hendi, Fiqih, 75.

7
Akad jual beli yang dilakukan dengan lisan adalah akad yang dilakukan oleh kebanyakan
orang. Sedangkan penyampaian akad jual beli melalui utusan, perantara, tulisan, atau
surat menyurat sama halnya dengan ijab qobul dengan ucapan. Jual beli ini dilakukan
antara penjual dan pembeli tidak berhadapan dalam satu majelis akad, tetapi melalui
perantara, hal ini diperbolehkan oleh syaraʻ. Dalam pemahaman sebagian ulama, bentuk
ini hampir sama dengan bentuk jual beli salam, hanya saja pada jual beli salam antara
penjual dan pembeli saling berhadapan dalam satu majelis, sedangkan dalam jual beli
perantara antara penjual dan pembeli tidak berada dalam satu majelis akad.

2.2 PEMBIAYAAN MURABAHAH


Murabahah adalah akad jual beli antara bank dan nasabah, bank membeli barang yang
diperlukan dan menjual kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga pokok di
tambah dengan keuntungan yang disepakati. Para ahli perbankan syariah memberikan
definisi yang sama menurut islamic yurisprudence murabahah adalah akad jual beli atas
barang tertentu bahwa transaksi jual beli tersebut penjual menyebutkan dengan jelas
barang yang diperjual belikan termasuk harga pembelian dan keuntungan yang diambil.
Sedang murabaha dalam perbankan adalah akad jual beli antara bank selaku penyedia
barang dengan nasabah yang memesan untuk membeli barang, bank memperoleh
keuntungan jual beli yang disepakati bersama antara para pihak.9
Pembiayaan dengan sistem jual beli berdasarkan prinsip murabahah disyaratkan harus
menjelaskan harga pokok barang dan juga menentukan besarnya keuntungan bagi bank.
Bank dalam menetapkan margin keuntungan perlu kehati-hatian atau secara wajar dan
tidak berlebih-lebihan, karena jika berlebihan adalah merupakan riba yang dilarang Islam.
Skema pembiayaan murabahah

9
Zainul Arifin. 2001. Pelatihan Aspek Hukum Dalam Perbankan Syariah Makalah dari

8
Contoh: Mamat seorang pengusaha membutuhkan kendaraan sepeda motor yang
harganya Rp. 5. 000 000,- untuk fasilitas transportasi urusan usaha, ia mengajukan
permohonan pembiayaan kepada bank syariah dengan jangka waktu dua tahun. Setelah
bank meneliti kemampuan nasabah untuk membayar dan aspek legalnya, ia mendapat
pembiayaan dengan cara sebagai berikut: Diketahui harga sepeda motor Rp. 5.000 000,-
hasil negosiasi bank memperoleh keuntungan sebesar Rp. 1.000 000,- selama dua tahun.
Dengan demikian nasabah mengembalikan kepada bank sebesar Rp. 5.000 000,-
ditambah keuntungan Rp. 1.000 000,- (20% dari modal) jumlah Rp. 6.000 000,- diangsur
selama dua tahun Rp. 6.000 000,- diangsur 24 bulan yaitu tiap bulan Rp. 250.000,-

2.3 PEMBIAYAAN ISTISNA’


Istishna adalah akad jual beli barang pesanan antara nasabah (pembeli) dan bank
(Penjual), spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati diawal akad dengan
pembayaran dilakukan secara bertahap sesuai kesepakatan. Jual beli dengan prinsip al-
istishna diperuntukkan bagi perusahaan yang punya pesanan barang tetapi tidak
mempunyai dana untuk produksi.

Jual beli yang dimaksudkan adalah bank menyanggupi pembelian barang yang masih
dalam proses pembuatan sesuai dengan pesanan nasabah. Tanggung jawab selama barang
itu belum jadi masih menjadi tanggung jawab bank dan produsen. Setelah barang pesanan
itu jadi, bank membelinya dan menjual barang tersebut kepada nasabah. Tetapi bila
nasabahnya itu adalah perusahaan yang memproduksi barang tersebut, maka tanggung

9
jawab ada pada nasabah dan bank selama proses pembuatan dimana bank dapat menuntut
kerugian bila pesanan tidak sesuai dengan kriteria yang diperjanjikan.
Skema pembiayaan istisna’

Contoh memperoleh pembiayaan berdasarkan prinsip al-istishna: perusahaan konveksi


mendapat pesanan barang celana sebanyak 4000 potong. Untuk memproduksi barang
tersebut perusahaan membutuhkan dana Rp. 40.000 000,-. Setelah mengajukan ke bank
Syariah, bank menyanggupi untuk memberikan modal dana. Menurut proyeksi
perusahaan harga satu potong celana Rp. 15.000,- adapun bank diberi harga Rp. 13.000,-
perpotong sehingga bank mendapat keuntungan Rp. 2000,- perpotong. Jadi
keuntungannya yaitu: Diketahui: jumlah barang 4000 potong celana, modal dana yang
dibutuhkan Rp. 40. 000 000,- jadi a = Rp. 10.000,- harga barang di pasar Rp. 15.000 x
Rp.4.000 Rp. 60. 000 000,-harga barang bagi bank Rp. 13.000 x Rp.4.000 = Rp.52.000
000,- Jadi keuntungan Bank Rp. 2.000 x Rp.4.000,- = Rp.8.000 000,-dan keuntungan
perusahaan Rp.3.000 x Rp.4.000,- = Rp. 12.000 000,-

2.4 PEMBIAYAAN SALAM


As-salam artinya akad jual beli barang pesanan antara nasabah(pembeli) dan bank
(penjual), spesifikasi dan harga barang pesanan berkenaan dengan hasil bumi.
Bank sebagai pembeli beras yang masih akan dihasilkan oleh sawah, kemudian
menjualnya kepada pembeli yang memang sudah jelas bagi bank ataupun pembeli yang
biasa membeli hasil sawah tersebut, sehingga bank mendapat keuntungan dari selisih
harga jual. Pembelian terhadap barang tersebut harus ditentukan kriteria yang jelas
mengenai jenis barang, banyaknya dan harga yang disepakati. Risiko kerugian akibat
pada waktu panen beras tidak sesuai dengan yang diperjanjikan, ditanggung oleh petani

10
Contoh: Petani (nasabah) membutuhkan modal untuk mengolah sawahnya sebesar Rp.
4.000 000,- untuk menanam bibit padi IR.36 umurnya 4 bulan, Perolehan beras untuk dua
hektar sawah pada waktu panen sebanyak 2 ton. Setiap kilogram harga beras dipasar Rp.
2.000,- Setelah bank bernegosiasi dengan bulog harga beras satu kilogram Rp. 2.500,- ia
sepakat memberikan modal, sehingga bank mendapatkan keuntungan sebesar Rp.500 /Kg
x 2000 Kg = Rp. 1.000 000,- dari modal Rp. 4.000 000,-

Jual beli menurut KUH Perdata pasal 1457 adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak
yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain
untuk membayar harga yang telah dijanjikan.
Jual beli dalam pembiayaan berdasarkan prinsip murabahah, istishna dan as-salam tidak
jauh berbeda dengan jual beli yang ada dalam KUH Perdata dimana kedudukan bank
sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli, yang menjadi materi perjanjian adalah
barang dan harga, bank berjanji akan menyerahkan hak milik atas barang yang telah
dipesan oleh nasabah sedangkan pihak nasabah membayar harga yang telah disetujui
karenanya hubungan hukum antara bank syariah dengan nasabah adalah bank sebagai
penjual dan nasabah sebagai pembeli, adapun pembayaran ditentukan sesuai kesepakatan.
Struktur hukum yang digunakan adalah struktur hukum jual beli sebagaimana diatur
dalam KUH Perdata buku ke tiga bab kelima tentang jual beli. Jual beli itu disatu pihak
menyerahkan barang dan dilain pihak membayar harga yang disepakati. Barang yang
dimaksud dalam perjanjian adalah barang yang telah dipesan oleh nasabah kepada bank

11
dan yang dimaksud harga adalah harga pokok ditambah margin keuntungan. Dengan
adanya kesepakatan para pihak tentang harga dan barang maka terjadilah jual beli
meskipun kebendaan itu belum diserahkan maupun harganya belum diayar (pasal 1458
KUH Perdata). Ketentuan itu menunjukkan bahwa perjanjian jual beli bersifat konsensuil
obligatoir, sehingga berlaku asas konsensualisme, tidak mensyaratkan formalitas pada
barang bergerak kecuali pada barang tak bergerak seperti tanah harus dengan formalitas
tertentu.

Selain penjual berkewajiban menyerahkan barang, ia juga harus menanggung cacat-cacat


tersembunyi sebagaimana diatur pasal 1508. KUH Perdata yang berbunyi jika sipenjual
telah mengetahui cacat-cacat barang, maka selain diwajibkan mengembalikan harga
pembelian yang telah diterimanya, ia juga diwajibkan mengganti segala biaya, kerugian
dan bunga si pembeli. Jual beli berdasarkan prinsip syariah tidak boleh ada bunga
sehingga kewajiban membayar bunga tidak ada.
Perjanjian yang terbentuk adalah perjanjian timbal balik karena isi perjanjian
menimbulkan hak dan kewajiban secara timbal balik antara pihak bank syariah dan
nasabah,juga merupakan perjanjian bernama karena telah diatur dalam KUH Perdata.
Ketentuan dalam KUH Perdata bersifat pelengkap, artinya para pihak boleh membuat
perjanjian yang lebih sempit atau lebih luas dari yang ditentukan, bahkan boleh
disimpangi. Perjanjian yang terbentuk juga merupakan perjanjian riil apabila barang yang
menjadi obyek perjanjian adalah barang bergerak dan merupakan perjanjian formil
apabila obyeknya barang tak bergerak. Adapun bentuk perjanjiannya adalah tertulis yakni
dengan menggunakan perjanjian standar atau perjanjian baku, sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan pasal 8 (b).

12
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Kesimpulan nya adalah sistem jual beli berdasarkan prinsip murabahah, al-
istishna dan as-salam menggunakan struktur hukum jual beli. Perjanjian pembiayaan
yang menggunakan struktur hukum persekutuan dan jual beli sifatnya konsensuil
obligatoir karena perjanjiannya terbentuk dengan kata sepakat. Kedua struktur itu adalah
termasuk perjanjian bernama karena telah diatur dalam KUH Perdata, termasuk juga
perjanjian timbal balik karena menimbulkan hak dan kewajiban secara timbal balik,
termasuk juga perjanjian riil apabila obyek perjanjiannya barang bergerak atau perjanjian
formil apabila obyek perjanjiannya barang tak bergerak.
Murabahah adalah akad jual beli antara bank dan nasabah, bank membeli barang
yang diperlukan dan menjual kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga pokok di
tambah dengan keuntungan yang disepakati.
Istishna adalah akad jual beli barang pesanan antara nasabah (pembeli) dan bank
(Penjual), spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati diawal akad dengan
pembayaran dilakukan secara bertahap sesuai kesepakatan. Jual beli dengan prinsip al-
istishna diperuntukkan bagi perusahaan yang punya pesanan barang tetapi tidak
mempunyai dana untuk produksi.
As-salam artinya akad jual beli barang pesanan antara nasabah(pembeli) dan bank
(penjual), spesifikasi dan harga barang pesanan berkenaan dengan hasil bumi.

13
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank syariah (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005),
Undang-undang Republik Indonesia nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah Bab I
Pasal 1 Ayat 1.
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan. (Jakarta: PT Rajawali Pers,
2011), hlm. 97
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, (Jakarta: Intermedia, 1995). hlm. 82. M. Sulhan
dan Ely Siswanto, Manajemen Bank Konvensional dan Syariah, (Malang: UIN Malang Press,
2008), hlm. 133.
Abdul Ghofur Anshori, Penerapan Prinsip Syariah dalam Lembaga Keuangan Lembaga
Pembiayaan dan Perusahaan Pembiayaan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 22
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), 68

14

Anda mungkin juga menyukai