Anda di halaman 1dari 21

TUGAS UTS FIQIH MUAMALAH KONTEMPORER

PRODI S1 PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


UIN WALISONGO SEMARANG

Nama : Ahmad Badawi Hari/tanggal : Rabu, 12 Oktober 2022


NIM : 2105036013 Mata Kuliah : Fiqih Muamalah Kontemporer
Kelas : PBAS A3 Dosen : Dra. Hj. Nur Huda M.Ag.

SOAL
Carilah contoh kontrak akad-akad dibawah ini yag dipraktekkan lembaga keuangan syariah
dan analisis dari sisi fiqih atau fatwa DSN MUI
a. Akad Murabahah
b. Salam
c. Istishna
d. Mudharabah Mustarakah
e. Musyarakah Mutanaqisah
f. Musyarakah Muntahiya bi Al Tamlik
g. Wakalah Bil Al Isthishmar

JAWABAN
Akad Murabahah
Pengertian
Akad jual beli ini menekankan mengenai harga jual dan keuntungan yang disepakati oleh
para pihak, baik itu penjual atau pembeli. Selain itu, jumlah dan jenis produknya diperjelas
secara detail. Nantinya, produk akan diserahkan begitu akad jual beli diselesaikan. Untuk
pihak pembeli, bisa menunaikan kewajibannya secara cicilan atau membayar tunai.
Pengimplementasian
Seorang bapak meminta bantuan kapada bank syariah untuk membelikan sebuah laptop.
Bank kemudian memberitahukan bapak tersebut, bahwa laptop yang ia inginkan tersedia
dengan harga asli Rp 4.000.000,00. Bank kemudian akan menjual laptop tersebut sesuai
harga aslinya dan menjelaskan bahwa bank akan mengambil margin keuntungan sebesar
Rp 100.000,00. Jika bapak tersebut menyetujui, maka ia dapat membeli laptop tersebut
dengan harga Rp 4.100.000,00 secara tunai maupun kredit dan dilakukan dalam ijab qabul
(serah terima).

Dasar hukum
Ketentuan Fatwa tentang Murabahah dalam Bank Syariah Berikut fatwa tentang
murabahah menurut Dewan Syariah Nasional NO: 04/DSN-MUI/IV/200026:
Pertama: Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syari‟ah:
1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari‟ah islam.
3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yangtelah
disepakati kualifikasinya.
4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan
pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya
jika pembelian dilakukan secara utang.
6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga
jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan 26 Dewan Syariah Nasional
NO: 04/DSN-MUI/IV/2000 ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok
barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu
tertentu yang telah disepakati.
8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak
bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membelibarang dari pihak
ketiga, akad jual beli murabahah harusdilakukan setelah barang, secara prinsip,
menjadi milik bank.

Kedua : Ketentuan murabahah kepada Nasabah


1. Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu barang atau aset
kepada bank.
2. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset
yang dipesannya secara sah dengan pedagang.
3. Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus
menerima (membeli)-nya sesuai dengan janji yang telah disepakatinya, karena
secara hukum janji tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak harus membuat
kontrak jual beli.
4. Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka
saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan.
5. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus
dibayar dari uang muka tersebut.
6. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank
dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.
7. Jika uang muka memakai kontrak „urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka
Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa
harga. Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar
kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang
muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.

Ketiga : Jaminan dalam Murabahah


1. Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya.
2. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang.

Keempat : Utang dalam Murabahah


1. Secara prinsip, penyelesaian utang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada
kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas
barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan
atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan utangnya kepada bank.
2. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak
wajib segera melunasi seluruh angsurannya.
3. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus
menyelesaikan utangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat
pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan.

Kelima : Penundaan Pembayaran dalam Murabahah


1. Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian
utangnya.
2. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu
pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui
Badan Arbitrasi Syari‟ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Keenam : Bangkrut dalam Murabahah


Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan utangnya, bank harus
menunda tagihan utang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan
kesepakatan.

Akad Salam
Pengertian
Salam adalah akad jual beli berdasarkan cara pemesanan. Prosesnya, pembeli akan
memberi uang terlebih dahulu untuk membeli barang yang spesifikasinya sudah dijelaskan
secara rinci, lalu baru produk akan dikirimkan. Akad salam biasa diterapkan untuk produk-
produk pertanian. Dalam praktiknya, akad Salam menempatkan pihak bank syariah sebagai
pembeli dan menyerahkan uangnya kepada petani sebagai nasabah. 
Pengimplementasian
Contoh dari akad salam Pak Ahmad sebagai pengusaha mebel terkenal di semarang dengan
varian produk yang menarik, Pak Badawi sebagai calon konsumen akhirnya tertarik
dengan produk Pak Ahmad. Akhirnya Pak Badawi berniat memesan produk meja dan kursi
dari Pak Ahmad dengan spesifikasi barang yang telah ditentukan oleh perusahaan, dan Pak
Badawi membayar dimuka sebagai biaya operasional pembuatan barang yang telah
dipesannya yang mana biaya itu tadi sesuai harga yang telah dipatok dan disepakatai oleh
kedua belah pihak.
Dasar hukum
Fatwa DSN MUI Nomor 05/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Jual Beli Salam
Dewan Syari’ah Nasional setelah
a. bahwa jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran
harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu, disebut dengan
salam, kini telah melibatkan pihak perbankan;
Menimbang :
b. bahwa agar cara tersebut dilakukan sesuai dengan ajaran Islam,
DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang salam untuk
dijadikan pedoman oleh lembaga keuangan syari'ah.
Mengingat : 1. Firman Allah QS. al-Nisa' [4]: 29:
‫ْأ‬
ٍ ‫يَآ َأيُّهَا الَّ ِذ ْينَ آ َمنُوْ ا الَتَ ُكلُوْ ا َأ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل ِإالَّ َأ ْن تَ ُكوْ نَ تِ َجا َرةً ع َْن تَ َر‬...
‫اض ِم ْن ُك ْم‬
“Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan
(mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di
antaramu…”.
2. Firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 1:
‫… يَآ َأيُّهَا الَّ ِذ ْينَ آ َمنُوْ ا َأوْ فُوْ ا بِ ْال ُعقُوْ ِد‬
“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu …”.
3. Hadis Nabi SAW.:
‫ ُع‬2‫ا ْالبَ ْي‬22‫ ِإنِّ َم‬:‫ال‬2 َ ِ‫ع َْن َأبِ ْي َس ِع ْي ٍد ْال ُخ ْد ِريْ رضي هللا عنه َأ َّن َرسُوْ َل هللا‬
َ 2َ‫لَّ َم ق‬2‫ ِه َو َس‬2ِ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َوآل‬
ٍ ‫ع َْن تَ َر‬
)‫ (رواه البيهقي وابن ماجه وصححه ابن حبان‬،‫اض‬
Dari Abu Sa'id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka." (HR.
al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).
4. Hadis riwayat Bukhari dari Ibn 'Abbas, Nabi bersabda:
ٍ ُ‫وم ِإلَى َأ َج ٍل َم ْعل‬
‫وم‬ ٍ ُ‫ َم ْن َأ ْسلَفَ فِي َش ْي ٍء فَفِ ْي َك ْي ٍل َم ْعل‬.
ٍ ُ‫وم َو َو ْز ٍن َم ْعل‬
"Barang siapa melakukan salaf (salam), hendaknya ia melakukan
dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas, untuk jangka
waktu yang diketahui" (HR. Bukhari, Shahih al-Bukhari [Beirut: Dar
al-Fikr, 1955], jilid 2, h. 36)
5. Hadis Nabi riwayat jama'ah:
ْ ‫ َم‬...
‫ط ُل ْال َغنِ ِّي ظُ ْل ٌم‬
"Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu
adalah suatu kezaliman ..."
6. Hadis Nabi riwayat Nasa'i, Abu Dawud, Ibu Majah, dan Ahmad:
َ ْ‫لَ ُّي ْال َوا ِج ِد يُ ِحلُّ ِعر‬
ُ‫ضهُ َو ُعقُوْ بَتَه‬
"Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu
menghalalkan harga diri dan pemberian sanksi kepadanya."
7. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi:
َّ‫رُو ِط ِه ْم ِإال‬2‫لِ ُمونَ َعلَى ُش‬2‫ا َو ْال ُم ْس‬22‫اَلصُّ ْل ُح َجاِئ ٌز بَ ْينَ ْال ُم ْسلِ ِمينَ ِإالَّ ص ُْلحًا َح َّر َم َحالَالً َأوْ َأ َح َّل َح َرا ًم‬
)‫شَرْ طًا َح َّر َم َحالَالً َأوْ َأ َح َّل َح َرا ًما (رواه الترمذي عن عمرو بن عوف‬.
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali
perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan
yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat
mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram” (HR. Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf).
8. Ijma. Menurut Ibnul Munzir, ulama sepakat (ijma’) atas kebolehan
jual beli dengan cara salam. Di samping itu, cara tersebut juga
diperlukan oleh masyarakat (Wahbah, 4/598).
9. Kaidah fiqh:
‫ت ْاِإل بَا َحةُ ِإالَّ َأ ْن يَ ُد َّل َدلِ ْي ٌل َعلَى تَحْ ِر ْي ِمهَا‬
ِ َ‫اََألصْ ُل فِى ْال ُم َعا َمال‬.
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali
ada dalil yang mengharamkannya.”

Memperhatikan:Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada hari Selasa,
tanggal 29 Dzulhijjah 1420 H./4 April 2000.
MEMUTUSKAN
Menetapka
:FATWA TENTANG JUAL BELI SALAM
n
Pertama :Ketentuan tentang Pembayaran:
1. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang,
barang, atau manfaat.
2. Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati.
3. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.
Ketentuan tentang Barang:
1. Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang.
2. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
3. Penyerahannya dilakukan kemudian.
Kedua : 4. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan
kesepakatan.
5. Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
6. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai
kesepakatan.
Ketentuan tentang Salam Paralel (‫)السلم الموازي‬:
Ketiga :Dibolehkan melakukan salam paralel dengan syarat, akad kedua terpisah dari,
dan tidak berkaitan dengan akad pertama.
Keempat :Penyerahan Barang Sebelum atau pada waktunya:
1. Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan
kualitas dan jumlah yang telah disepakati.
2. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih tinggi,
penjual tidak boleh meminta tambahan harga.
3. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih rendah,
dan pembeli rela menerimanya, maka ia tidak boleh menuntut
pengurangan harga (diskon).
4. Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang
disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan
kesepakatan, dan ia tidak boleh menuntut tambahan harga.
5. Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu
penyerahan, atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela
menerimanya, maka ia memiliki dua pilihan:
a. membatalkan kontrak dan meminta kembali uangnya,
b. menunggu sampai barang tersedia.
Pembatalan Kontrak:
Kelima :Pada dasarnya pembatalan salam boleh dilakukan, selama tidak merugikan
kedua belah pihak.
Perselisihan:
Jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka persoalannya
Keenam :
diselesaikan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah.

Akad Istishna’
Pengertian
Istishna’ mengatur transaksi produk dalam bentuk pemesanan di mana pembuatan barang
akan didasari dari kriteria yang disepakati. Dalam akad ini, proses pembayarannya juga
sesuai kesepakatan dari pihak yang berakad, baik itu dibayar ketika produk dikirim atau
dibayar di awal seperti akad salam.
Pengimplementasian
Pak Badawi ingin membeli rumah yang terdapat di perumahan BSB City, dengan begitu Pak
Badawi mendatangi pihak marketing perumahan BSB City buat meyampaikan niatnya
untuk membeli rumah dikawasan BSB City dengan menyebutkan spesifikasi lengkap,
seperti ukuran, bentuk, desain, dan perlengkapan kepada pihak marketing BSB City,
dengan begitu Pak Badawi diminta untuk membayar separo di awal untuk pembiayaan
operasional pembangunan rumah, dan 50% sisanya dibayarkan di akhir ketika rumah yang
dipesan sudah jadi.
Dasar hukum
SDEWAN SYARI’AH NASIONAL NO: 06/DSN-MUI/IV/2000 Tentang JUAL BELI ISTISHNA'

Akad Mudharabah Mustarakah


Pengertian
Mudharabah musytarakah merupakan salah satu bentuk akad mudhabarah dimana
pengelola (mudharib) turut menyertakan modalnya dalam kerjasama investasi (Fatwa DSN
MUI No: 50/DSN-MUI/III/2006). Fatwa DSN MUI ini memberikan batasan adanya
penyertaan modal dari pengelola (mudharib), sehingga pengelola juga bertindak sebagai
pemilik modal (shahibul maal).
Mudharabah musytarakah adalah mudharabah, dimana para pemilik dana (shahibul maal)
terdiri dari banyak pihak yang memberikan dananya untuk dikembangkan oleh pihak
kedua (bank syariah sebagai mudharib) pada bidang atau sektor yang dapat menghasilkan
laba. Para pemilik dana memberikan ijin kepada pengelola untuk menggabungkan dananya
menjadi satu, termasuk dana pengelola. Pengelola memberikan ijin kepada para pemilik
dana untuk menarik seluruh dana mereka atau sebagiannnya berdasarkan persyaratan
tertentu.
Selanjutnya, gabungan para investor adalah shahibul mal, hubungan mereka satu dengan
lainnya termasuk pengelola (jika menggabungkan dananya juga) adalah musyarakah. Pihak
yang bertanggung jawab mengembangkan dana adalah pengelola (mudharib) bisa
perorangan atau perseroan seperti bank dan lembaga keuangan syariah, hubungan
antara mudharib dan shahibul maal adalah mudharabah. Pihak pengelola dipercaya oleh
pemilik untuk mengambil kebijakan serta mengatur investasi.
Apabila mudharib mempercayakan kepada pihak ketiga untuk mengembangkan dana maka
kebijakan tersebut merupakan mudharabah kedua antara mudharib pertama (bank) dan
pihak ketiga dan status bank bukan sebagai perantara antara pihak ketiga dan pemilik dana
(Majma’ Al Fiqh Al Islami divisi fiqh OKI)

Pengimplementasian
Tiga kaidah dalam pembagian keuntungan dan kerugian dalam mudharabah musytarakah
Terdapat tiga kaidah penting dalam akad ini. Pertama, pihak pengelola yang sekaligus juga
menyertakan dananya (musytarik) memperoleh bagian keuntungan berdasarkan porsi
modal yang disertakan. Kedua, bagian keuntungan sesudah diambil oleh pengelola yang
juga menyertakan modal (musytarik) dibagi antara pengelola (mudharib) dengan pemilik
dana sesuai dengan nisbah yang disepakati. Ketiga, apabila terjadi kerugian maka
para musytarik menanggung kerugian sesuai dengan porsi modal yang disertakan
Tidak boleh ada jaminan dalam akad mudharabah
Kaidah keempat yang sangat penting dalam akad ini adalah tidak boleh adanya jaminan.
Hal ini disebabkan empat alasan.
Pertama, jaminan dalam akad mudharabah bertentangan dengan al-hadits. Persyaratan
kerugian harus ditanggung satu pihak yaitu pengelola (mudharib) menyebabkan pihak
pemilik modal tidak menanggung risiko kerugian apapun dan tetap mendapatkan
keuntungan. Jaminan dalam akad mudharabah ini bertentangan dengan hadits:
“Tidak halal menggabungkan antara akad pinjaman dan jual beli…dan tidak halal
keuntungan barang yang tidak dalam jaminanmu.” (HR Abu Daud dan dinyatakan shahih
oleh Imam Albani)
Kedua, jaminan dalam akad mudharabah bertentangan dengan kesepakatan (ijma’) para
ulama. Imam al-Qurthubi dalam Al Muntaqa syarh al Muwathta’ berkata, “Pengelola
(mudharib) menerima modal dan mengembangkannnya tanpa adanya jaminan
menanggung kerugian, kerugian ditanggung oleh pemilik modal dan tidak ada perbedaan
pendapat para ulama dalam hal ini. Dan jika pemilik modal mensyaratkan agar pengelola
menanggung kerugian maka akad mudharabahnya batal.”
Imam Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni, berkata, “bila disyaratkan bahwa
pengelola (mudharib) menjamin dana dari kerugian, maka persyaratannya batal, tidak ada
perbedaan pendapat ulama dalam masalah ini.”
Qadhi Abdul Wahhab dalam Al Ma’unah ‘ala Mazhab ‘Alim al-Madinah, berkata, “… karena
mudharabah itu dibentuk atas dasar amanah, Oleh karena itu, jika dalam mudharabah
disyaratkan adanya penjaminan pengembalian modal (dhaman), maka hal itu bertentangan
dengan prinsip dasar. Jika suatu akad mengandung syarat yang bertentangan dengan prinsip
dasarnya, maka akad tersebut batal.”
Ketiga, jaminan dalam akad mudharabah bertentangan dengan Majma’ al Fiqh Al
Islami (divisi fiqh OKI) dalam keputusan Muktamar XIII di Kuwait No. 123 Tahun 2001
disebutkan, “Pengelola (mudharib) adalah pihak yang menerima amanah, ia tidak menjamin
dana bila terjadi kerugian, atau dana hilang, kecuali ia melalaikan amanah atau ia
melanggar peraturan syariah atau peraturan investasi. Hukum ini berlaku untuk
mudharabah fardiyyah (perorangan) maupun mudharabah musytarakah. Hukum ini tidak
berubah dengan dalih mengqiyaskan dengan ajir musytarak.”
Keempat, jaminan ini bertentangan dengan kaidah fiqh. Kaidah fiqh muamalah “risiko
berbanding dengan manfaat” dan “mensyaratkan kewajiban memberikan penjaminan oleh
al-amin (mudharib, mitra, wakil) adalah tidak sah (batal)”
Dana yang diterima oleh mudharib tidak dijamin dari kerugian, sedangkan dana yang
diterima dari kreditur wajib dijamin oleh pihak debitur. Bila pengelola (mudharib) dalam
akad mudharabah memberikan jaminan maka akad mudharabah telah berubah menjadi
akad pinjam meminjam (qardh).

Dasar hukum
FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL Nomor 50/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad
Mudharabah Musytarakah.
Beberapa landasan dari fatwa DSN MUI antara lain :
1. Firman Allah SWT, antara lain:
a. QS. al-Maidah [5]:1:
‫ ِإ َّن‬،‫ ُر ٌم‬2‫ ْي ِد َوَأ ْنتُ ْم ُح‬2 ‫الص‬ ْ َّ‫يَآ َأيُّهَا الَّ ِذ ْينَ آ َمنُوْ ا َأوْ فُوْ ا بِ ْال ُعقُوْ ِد ُأ ِحل‬
َ 2‫ اَْأل ْن َع ِام ِإالَّ َما يُ ْتلَى َعلَ ْي ُك ْم َغ ْي‬2ُ‫ت لَ ُك ْم بَ ِه ْي َمة‬
َّ ‫ر ُم ِحلِّى‬2
‫هللاَ يَحْ ُك ُم َما ي ُِر ْي ُد‬
"Hai orang yang beriman! Tunaikanlah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu
binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu)
dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji.
Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-
Nya."
b. QS. an-Nisa [4]: 58:
،‫ ِه‬2ِ‫ ْد ِل ِإ َّن هللاَ نِ ِع َّما يَ ِعظُ ُك ْم ب‬2‫وا بِ ْال َع‬22‫اس َأ ْن تَحْ ُك ُم‬ ِ ‫ِإ َّن هَّللا َ يَْأ ُم ُر ُك ْم َأ ْن تَُؤ ُّدوا اَأْل َمانَا‬
ِ َّ‫ا َوِإ َذا َح َك ْمتُ ْم بَ ْينَ الن‬22َ‫ت ِإلَى َأ ْهلِه‬
ِ َ‫ِإ َّن هللاَ َكانَ َس ِم ْيعًا ب‬
‫ص ْيرًا‬
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya dan apabila kamiu menetapkan hukum di antara
manusia, hendaklah dengan adil Sesungguhnya Allah memberi pengajaran
yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat."
c. QS. al-Ma'idah [5]: 90:
َ‫صابُ َواَأْل ْزاَل ُم ِرجْ سٌ ِم ْن َع َم ِل ال َّش ْيطَا ِن فَاجْ تَنِبُوْ هُ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُون‬
َ ‫يَاَأيُّهَا الَّ ِذينَ َءا َمنُوا ِإنَّ َما ْال َخ ْم ُر َو ْال َمي ِْس ُر َواَأْل ْن‬.
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan
keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu
agar kamu mendapat keberuntungan."
d. QS. Al-Baqarah [2]: 275:
... ‫ َوَأ َح َّل هَّللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم ال ِّربَا‬...
"… Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba ..."
e. QS. al-Baqarah [2]: 278:
َ‫ يَآ َأيُّهَا الَّ ِذ ْينَ آ َمنُوْ ا اتَّقُوا هللاَ َو َذرُوْ ا َما بَقِ َي ِمنَ ال ِّربَوا ِإ ْن ُك ْنتُ ْم ُمْؤ ِمنِ ْين‬.
"Hai orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
jika kamu orang yang beriman."
f. QS. an-Nisa [4] : 29:
‫ ِإ َّن‬،‫ ُك ْم‬2 ‫وْ ا َأ ْنفُ َس‬22ُ‫اض ِم ْن ُك ْم َوالَ تَ ْقتُل‬ ‫ْأ‬
ٍ ‫يَاَأيُّهَا الَّ ِذ ْينَ َءا َمنُوْ ا الَ تَ ُكلُوْ ا َأ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل ِإالَّ َأ ْن تَ ُكونَ تِ َجا َرةً ع َْن ت ََر‬
‫ هَّللا َ َكانَ بِ ُك ْم َر ِحي ًما‬.
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan (mengambil)
harta orang lain secara batil, kecuali jika berupa perdagangan yang dilandasi
atas sukarela di antara kalian. Dan janganlah kamu membunuh dirimu;
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang dirimu."
2. Hadis-hadis Nabi SAW, antara lain:
a. Hadis Nabi SAW riwayat at-Tirmidzi dari 'Amr bin 'Auf:
... )‫َو ْال ُم ْسلِ ُمونَ َعلَى ُشرُو ِط ِه ْم ِإالَّ شَرْ طًا َح َّر َم َحالَالً َأوْ َأ َح َّل َح َرا ًما (رواه الترمذي عن عمرو بن عوف‬
"Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat kecuali
syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."
b. Hadis Nabi SAW riwayat Muslim, Tirmizi, Nasa'i, Abu Daud, dan Ibnu Majah
dari Abu Hurairah:

َ 2‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ع َْن بَي ِْع ْال َغ‬


‫ة‬22‫و داود وابن ماج‬22‫ائي وأب‬22‫ذي والنس‬22‫لم والترم‬22‫ر ِر (رواه مس‬2 َ ِ ‫نَهَى َرسُو ُل هَّللا‬
)َ‫عن َأبِي هُ َري َْرة‬
"Rasulullah SAW melarang jual beli yang mengandung gharar."
c. Hadis Nabi SAW riwayat Ibnu Majah dari 'Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad
dari Ibnu 'Abbas, dan riwayat Malik dari Yahya:
‫ار‬ ِ َ‫ض َر َر َوال‬
َ ‫ض َر‬ َ َ‫ال‬
"Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula
membahayakan orang lain."
3. Kaidah Fiqh, antara lain:
a. ‫ت ْاِإل بَا َحةُ ِإالَّ َأ ْن يَ ُد َّل َدلِ ْي ٌل َعلَى تَحْ ِر ْي ِمهَا‬
ِ َ‫اَألصْ ُل فِي ْال ُم َعا َمال‬.
"Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil
yang mengharamkannya."
b. ‫ الض ََّر ُر يُ ْدفَ ُع بِقَ ْد ِر ْاِإل ْم َكا ِن‬.
"Segala mudharat harus dihindarkan sedapat mungkin."
c. ‫ض َر ُر يُزَ ا ُل‬
َّ ‫ ال‬.
"Segala mudharat (bahaya) harus dihilangkan."
4. Ijma’, sebagaimana dikemukakan oleh Wahbah Zuhaili:
‫ا‬22‫انَ ِإجْ َما ًع‬22‫ فَ َك‬،‫ ٌد‬2‫رْ َعلَ ْي ِه ْم َأ َح‬22‫ َولَ ْم يُ ْن ِك‬،ً‫ا َربَة‬2‫ض‬
َ ‫ا َل ْاليَتِي ِْم ُم‬22‫ص َحابَ ِة َأنَّهُ ْم َدفَعُوْ ا َم‬ ُ ‫َوَأ َّما ْاِإل جْ َما‬
َ ‫ع فَ َما ر ُِو‬
َّ ‫ي ع َْن َج َما َع ٍة ِمنَ ال‬
)3925 .‫ ص‬،‫ الجزء الخامس‬،‫ لوهبة الزحيلي‬،‫(الفقه اإلسالمي وأدلته‬.
"Mengenai Ijma', diriwayatkan bahwa sejumlah sahabat menyerahkan harta anak
yatim sebagai mudharabah, dan tidak ada seorang pun megingkarinya. Oleh karena
itu, hal tersebut adalah ijma'."
(Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, [Damsyiq: Dar al-Fikr, 2004], juz
V, h. 3925)
Pendapat para ulama, antara lain:

ِ ‫ ةَ بِ ْن‬2‫اربًا بِ َما ِل ال َّسيِّ َد ِة خَ ِد ْي َج‬


َ 2ِ‫انَ َذل‬2‫ َو َك‬،‫ ٍد‬2ِ‫ت ُخ َو ْيل‬
a. ‫ َل‬2‫ك قَ ْب‬ ِ ‫ض‬َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َوآلِ ِه َو َسلَّ َم َخ َر َج ِإلَى ال َّش ِام ُم‬ َّ ِ‫َأ َّن النَّب‬
َ ‫ي‬
‫ لمحمد‬،‫ نحو تطوير نظام المضاربة‬،141 :.‫ ص‬،‫ (السيرة النبوية البن هشام‬.ُ‫ ثُ َّم َح َكاهُ بَ ْع َدهَا ُمقَرِّ رًا لَه‬،‫النُّبُ َّو ِة‬
)411 .‫ ص‬،‫عبد المنعم أبي زيد‬
"Nabi shallallahu alaihi wa sallam pergi berniaga sebagai mudharib ke Syam
dengan harta Sayyidah Khadijah binti Khuwailid sebelum menjadi nabi;
setelah menjadi nabi, beliau menceritakan perniagaan tersebut sebagai
penegasan (taqrir)."
(Ibn Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyah, [al-Qahirah: Dar al-Hadis, 2004], juz I, h.
141; Muhammad Abd al-Mun'im Abu Zaid, Nahwa Tathwir al-Mudharabah,
[al-Qahirah: Maktabah al-Ma'had al-'Alami li-al-Fikr al-Islami, 2000], h. 411)
ُّ ‫د ِإلَى‬2ِ َ‫اع ْال ُم ْستَن‬
b. ‫نَّ ِة‬22‫الس‬ ِ ‫ َأ َّما َدلِ ْي ُل هَ ِذ ِه ْال َم ْشرُوْ ِعيَّ ِة فَقَ ْد ثَبَتَ بِاِْإل جْ َم‬.‫ف بَ ْينَ ْالفُقَهَا ِء‬ ٌ ْ‫اربَةُ َع ْق ٌد َم ْشرُو‬
ٍ َ‫ع بِالَ ِخال‬ َ ‫ض‬َ ‫اَ ْل ُم‬
)11.‫التَّ ْق ِري ِْريَّ ِة (نحو تطوير نظام المضاربة ص‬
"Mudharabah adalah akad yang disyari'atkan tanpa ada perbedaan pendapat
di kalangan ahli fiqh. Dalil pensyari'atan tersebut ditetapkan dengan ijma'
yang didasarkan pada sunnah taqririyah."
(Muhammad Abd al-Mun'im Abu Zaid, Nahwa Tathwir al-Mudharabah, (al-
Qahirah: Maktabah al-Ma'had al-'Alami li-al-Fikr al-Islami, 2000], h. 411)
c. َ ‫ َو‬2ُ‫ا َربَةً؛ َوه‬2‫ض‬
َ‫ان‬22‫وْ َك‬22َ‫ فَل‬.ٌ‫ ِح ْيح‬2‫ص‬ َ ‫ب َأ َح ِد ِه َما؛ فَه َذا يَجْ َم ُع ِشرْ َكةً َو ُم‬ ِ ‫صا ِح‬ َ ُ‫ك َماالَ ِن َوبَ َدن‬ َ ‫ َأ ْن يَ ْشت َِر‬:ُ‫اَ ْلقِ ْس ُم الرَّابِع‬
َ ‫ف َأ ْن يَت‬2
َ‫رَّف‬2 ‫َص‬ ِ 2‫ب اَْأل ْل‬ َ ِ‫صا ِحبُ اَْأل ْلفَ ْي ِن ل‬
ِ ‫صا ِح‬ َ َ‫ فََأ ِذن‬،‫ف َوَأل َخ َر َأ ْلفَا ِن‬ٌ ‫ َأل َح ِد ِه َما َأ ْل‬،‫ف ِدرْ ه ٍَم‬ِ َ‫بَ ْينَ َر ُجلَ ْي ِن ثَالَثَةُ آال‬
‫ا‬22َ‫ َو ْالبَاقِ ْي َوهُ َو ثُلُث‬،‫ق َمالِ ِه‬
ِّ ‫ْح بِ َح‬
ِ ‫ث ال ِّرب‬ُ ُ‫ف ثُل‬ِ ‫ب اَْأل ْل‬ِ ‫صا ِح‬ َ ِ‫ َويَ ُكوْ نُ ل‬.َّ‫صح‬ َ ‫فِ ْيهَا َعلَى َأ ْن يَ ُكوْ نَ ال ِّر ْب ُح بَ ْينَهُ َما نِصْ فَي ِْن‬
َ‫تَّة‬2‫اهُ ِس‬2َ‫ فَ َج َع ْلن‬،‫ْح‬
ِ ‫رِّ ب‬2‫فُ ال‬2‫ص‬ ْ ِ‫هُ ن‬2َ‫ك َألنَّهُ جُ ِع َل ل‬َ ِ‫ َولِ ْل َعا ِم ِل ُر ْب ُعهُ؛ َو َذل‬،‫ب اَْأل ْلفَ ْي ِن ثَالَثَةُ َأرْ بَا ِع ِه‬ َ ِ‫ْح بَ ْينَهُ َما؛ ل‬
ِ ‫صا ِح‬ ِ ‫الرِّ ب‬
ُ‫ ة‬22‫صةُ َما ِل َش ِر ْي ِك ِه َأرْ بَ َع‬ َّ ‫ ِح‬،‫ ِم ْنهَا ثَالَثَةٌ لِ ْل َعا ِم ِل‬،‫َأ ْسه ٍُم‬
َّ ‫ َو ِح‬،‫صةُ َمالِ ِه َس ْه َما ِن َو َس ْه ٌم يَ ْستَ ِحقُّهُ بِ َع َملِ ِه فِ ْي َما ِل َش ِر ْي ِك ِه‬
)348 :.‫ ص‬،6 :.‫ ج‬،]2004 ،‫ دار الحديث‬:‫ [القاهرة‬،‫ (المغنى إلبن قدامة‬... ‫ لِ ْل َعا ِم ِل َس ْه ٌم َوهُ َو الرُّ بُ ُع‬،‫َأ ْسه ٍُم‬
Bagian keempat: bermusyarakah dua modal dengan badan (orang) pemilik
salah satu modal tersebut. Bentuk ini mengga-bungkan syirkah dengan
mudharabah; dan hukumnya sah. Apabila di antara dua orang ada 3000 (tiga
ribu) dirham: salah seorang memiliki 1000 dan yang lain memiliki 2000, lalu
pemilik modal 2000 mengizinkan kepada pemilik modal 1000 untuk
mengelola seluruh modal dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi dua
antara mereka (50:50), maka hukumnya sah. Pemilik modal 1000
memperoleh 1/3 (satu pertiga) keuntungan, sisanya yaitu 2/3 (dua pertiga)
dibagi dua antara mereka: pemilik modal 2000 memperoleh ¾ (tiga
perempat)-nya dan amil (mudharib) memperoleh ¼ (seperempat)-nya; hal
ini karena amil memperoleh ½ (setengah) keuntungan. Oleh karena itu,
keuntungan (sisa?) tersebut kita jadikan 6 (enam) bagian; 3 (tiga) bagian
untuk amil, (yaitu) porsi (keuntungan) modalnya 2 (dua) bagian dan 1 (satu)
bagian ia peroleh sebagai bagian karena ia mengelola modal mitranya;
sedangkan porsi (keuntungan) modal mitranya adalah 4 (empat) bagian,
untuk amil 1 (satu) bagian, yaitu ¼ (seperempat)."
(Ibn Qudamah, al-Mughni, [Kairo: Dar al-Hadis, 2004], juz 6, h. 348)
‫ْأ‬ َ 2‫ب ْال ُم َش‬ ‫ْأ‬
ِ ‫ار َك ِة فِ ْي َر‬
d. ‫س‬ ِ َ‫ب‬2‫ْح بِ َس‬ ِ ‫ ِّرب‬2‫ َمةُ ال‬2‫ َوتَتِ ُّم قِ ْس‬،‫ضا َربَ ِة بِِإ ْذ ِن َربِّ ْال َما ِل‬ َ ‫س َما ِل ْال ُم‬ ِ ‫ب َأ ْن يُ ْس ِه َم فِ ْي َر‬ ِ ‫ار‬
ِ ‫ض‬ َ ‫َولِ ْل ُم‬
ِ 2‫ ِه َع ِن ْال َع َم‬2 ‫ق َعلَ ْي‬
‫ ِذ ِه ِه َي‬2 ‫ َوه‬،‫ل‬2 َّ 2 َ‫ ْيبَهُ ْال ُمتَّف‬2 ‫َص‬
ِ ‫اربُ ن‬ ِ 2‫ض‬ َ ‫ ُذ ْال ُم‬2‫ ثُ َّم يَْأ ُخ‬،‫لٍّ ِم ْنهُ ْم‬22‫ا ِل ُك‬22‫ ْد ِر َم‬2 َ‫ال ِمنَ الطَّ َرفَ ْي ِن بِق‬2
ِ 2‫ْال َم‬
)107.‫ضا َربَةُ ْال ُم ْشتَ َر َكة (المعامالت المالية المعاصرة للدكتور وهبة الزحيلى ص‬
َ ‫ْال ُم‬
"Mudharib (pengelola) boleh menyertakan dana ke dalam akumulasi modal
dengan seizin rabbul mal (pemilik modal yang awal). Keuntungan dibagi
(terlebih duhulu) atas dasar musyarakah (antara mudharib sebagai penyetor
modal/dana dengan shahibul mal) sesuai porsi modal masing-masing.
Kemudian mudharib mengambil porsinya dari keuntungan atas dasar jasa
pengelolaan dana. Hal itu dinamakan mudharabah musytarakah."
(Wahbah al-Zuhaili, al-Mu'amalat al-Maliyyah al-Mu'ashirah, [Dimasyq: Dar
al-Fikr, 2002], h. 107)

Akad Musyarakah Mutanaqisah


Pengertian
Akad antara dua pihak atau lebih yang berserikat atau berkongsi terhadap suatu barang
yang salah satu pihak kemudian membeli bagian pihak lainnya secara bertahap. Akad ini
diterapkan pada pembiayaan proyek yang dibiayai oleh lembaga keuangan dengan nasabah
atau lembaga keuangan lainnya yang bagian lembaga keuangan secara bertahap dibeli oleh
pihak lainnya dengan cara mencicil. Akad ini juga terjadi pada mudharabah yang modal
pokoknya dicicil, sedangkan usaha itu berjalan terus dengan modal yang tetap.
Pengimplementasian

Selengkapnya Contoh Skema Produk Berbasis Musyarakah Mutanaqishah untuk KPR iB


Keterangan:
1. Bank syariah dan nasabah perorangan atau perusahaan melakukan perjanjian
pembiayaan dengan akad musyarakah mutanaqishah (MMQ) dalam jangka waktu 3
tahun berupa KPR ib sebagaimana yang disepakati para pihak dengan total modal
kemitraan MMQ senilai misalnya Rp 500 juta di mana porsi Bank sebesar 72%
senilai 360 juta dan porsi nasabah sebesar 28% senilai Rp 140 juta dengan nisbah
pembagian keuntungan 60 : 40.
2. Bank menyalurkan dana senilai porsi modalnya (hishshah) dan nasabah
menyetorkan dana senilai porse modalnya (hishsha) sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dan kesepakatan para pihak
3. Pembiayaan MMQ digunakan untuk pembelian aset MMQ sebagai modal usaha
bersama antara Bank dan nasabah berupa mobil atau rumah untuk disewakan
(ijarah)
4. Penyewa aset/aktiva MMQ sebagai objek usaha bersama yang dapat disewa sendiri
oleh nasabah selaku konsumen penyewa (mu’jir) dengan membayar sewa (ujrah)
yang hasilnya dibagi hasilkan antara Bank dan nasabah sesuai nisabah yang
disepakati.
5. Pembayaran uang sewa (ujrah) oleh Nasabah selaku konsumen penyewa (musta’jir)
kepada kemitraan usaha yang dimiliki bersama (Bank dan Nasabah MMQ) selaku
sewa (mujir) sebesar misalnya Rp 10 juta perbulan
6. Pembagian hasil usaha penyewaan rumah atau mobil berupa pendapatan Rp 10
juta/bulan antara Bank dan nasabah sesuai nisbah bagi hasil, Bank mendapat bagi
hasil sebesar Rp 6 juta dan nasabah mendapat bagi hasil sebesar Rp 4 juta.
7. Pembayaran bagi hasil yang wajib disetorkan nasabah kepada Bank sebesar Rp 6
juta/bulan dan pendapatan bagi hasil nasabah selaku nasabah mitra MMQ sebagai
salah satu bagian sumber pembayaran angsuran pokok untuk pengambilalihan
porsi modal (hishshah) Bank oleh nasabah.
8. Disamping membayar bagi hasil, nasabah setiap bulan juga membayar angsuran
pokok sebesara Rp 10 juta untuk pengambilalihan porsi modal (hishshah) bank
sampai dengan berakhirnya masa perjanjian pembiayaan MMQ, dimana seluruh aset
MMQ menjadi milik penuh nasabah.

Dasar hukum
Hukum Musyarakah Mutanaqisah adalah boleh.
Ketentuan Akad
1. Akad Musyarakah Mutanaqisah terdiri dari akad Musyarakah/ Syirkah dan Bai’
(jual-beli)
2. Dalam Musyarakah Mutanaqisah berlaku hukum sebagaimana yang diatur dalam
Fatwa DSN No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah, yang para
mitranya memiliki hak dan kewajiban, di antaranya:
 Memberikan modal dan kerja berdasarkan kesepakatan pada saat akad.
 Memperoleh keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati pada saat akad.
 Menanggung kerugian sesuai proporsi modal.
3. Dalam akad Musyarakah Mutanaqisah, pihak pertama (syarik) wajib berjanji untuk
menjual seluruh hishshah-nya secara bertahap dan pihak kedua (syarik) wajib
membelinya.
4. Jual beli sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dilaksanakan sesuai kesepakatan.
5. Setelah selesai pelunasan penjualan, seluruh hishshah LKS beralih kepada syarik
lainnya (nasabah).
Ketentuan Khusus
Ketentuan khusus dalam Musyarakah Mutanaqishah yaitu
1. Aset Musyarakah Mutanaqisah dapat di-ijarah-kan kepada syarik atau pihak lain.
2. Apabila aset Musyarakah menjadi obyek Ijarah, maka syarik (nasabah) dapat
menyewa aset tersebut dengan nilai ujrah yang disepakati.
3. Keuntungan yang diperoleh dari ujrah tersebut dibagi sesuai dengan nisbah yang
telah disepakati dalam akad, sedangkan kerugian harus berdasarkan proporsi
kepemilikan. Nisbah keuntungan dapat mengikuti perubahan proporsi kepemilikan
sesuai kesepakatan para syarik.
4. Kadar/Ukuran bagian/porsi kepemilikan asset Musyarakah syarik (LKS) yang
berkurang akibat pembayaran oleh syarik (nasabah), harus jelas dan disepakati
dalam akad.
5. Biaya perolehan aset Musyarakah menjadi beban bersama sedangkan biaya
peralihan kepemilikan menjadi beban pembeli.
Jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sesuai prinsip syariah
Akad Musyarakah Muntahiya bi Al Tamlik
Pengertian
Akad Musyarakah Muntahiyah bi al-Tamlik (MMBT) adalah akad kerjasama antara
sejumlah syarik dengan menyertakan harta untuk dijadikan modal-usaha. Modal syirkah
tersebut kemudian dialihkan oleh salah satu syarik kepada syarik lainnya sesuai janji,
dengan menggunakan akad bai’, hibah atau hibah wal bai’, sehingga kepemilikan modal
salah satu syarik nantinya berpindah dan seluruh modal usaha syirkah menjadi milik
syarik lainnya.

Pengimplementasian
1. Dalam akad Musyarakah Muntahiyah bi al-Tamlik, pihak pertama (salah satu syarik,
LKS) berjanji untuk menjual seluruh hishshah-nya dan pihak kedua (syarik yang
lain, nasabah) berjanji membelinya di akhir periode akad atau pada waktu yang
disepakati.
2. Jual beli dan harga (tsaman) dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan.
3. Dalam hal jual beli hishshah telah dilakukan, dengan sendirinya demi hukum akad
Musyarakah Muntahiyah bi al-Tamlik berakhir.
4. Kegiatan usaha dalam akad Musyarakah Muntahiyah bi al-Tamlik boleh dilakukan
dengan akad ijarah, mudharabah, ba’i atau akad lain yang sesuai dengan prinsip
syariah.

Dasar hukum
Ketentuan Akad MMBT
1. Akad Musyarakah Muntahiyah bi al-Tamlik terdiri dari akad musyarakah/ syirkah
dan bai’ (jual-beli), serta janji (wa’d) untuk jual beli hishshah milik salah satu syarik.
2. Dalam Musyarakah Muntahiyah bi al-Tamlik berlaku hukum sebagaimana yang
diatur dalam Fatwa DSN No: 114/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Syirkah, dan
Fatwa DSN No: 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah.

Akad Wakalah Bil Al Isthishmar


Pengertian
Wakalah Bi Al-Istitsmar merupakan akad wakalah atau kuasa untuk menginvestasikan
modal Muwakkil baik dengan imbalan (Wakalah bi al-ujrah) maupun tanpa imbalan
(wakalah bi ghairi al-ujrah).
Pengimplementasian
1. Skema Wakalah Bi Al-Istitsmar secara singkat dapat dipahami sebagai berikut :
Investor (Muwakkil) memberikan wakalah (kuasa) kepada Wakil untuk
menginvestasikan (mengelola dan mengembangkan) dananya (Akad Wakalah bi al-
istitsmar).
2. Wakil menginvestasikan dana Muwakkil dengan berbagai akad yang sesuai dengan
prinsip syariah.
3. Investasi dapat membuahkan hasil atau risiko.
4. Seluruh hasil dan risiko menjadi hak dan beban Muwakkil.
5. Pengembalian Dana Investasi kepada Investor (Muwakkil).
Pada praktek bisnis syariah, Akad Wakalah Bi Al-Istitsmar dapat diterapkan untuk
praktek bisnis investasi untuk reksa dana syariah, serta untuk entitas bisnis baru
yakni fintech syariah, dimana pemilik dana (investor/muwakkil) dapat memberikan
wakalah kepada perusahaan penyelenggara untuk mengelola dananya sesuai
syariah.
Akan tetapi pelaksanaan Akad Wakalah Bi Al-Istitsmar ini juga tidak terlepas dari
Fatwa-fatwa lainnya seperti dalam hal Akad Wakalah Bi Al-Istitsmar dilakukan
dengan pemberian Ujrah, maka hal ini wajib mengacu pada Akad Wakalah bi-al
ujrah.
Dasar hukum
Dewan Syariah Nasional MUI telah menerbitkan skema akad baru melalui Fatwa
Nomor.126/DSN-MUI/VII/2019 Tentang Akad Wakalah Bi Al-Istitsmar.

------ALHAMDULLILAH SELESAI-------

Anda mungkin juga menyukai