SOAL
Carilah contoh kontrak akad-akad dibawah ini yag dipraktekkan lembaga keuangan syariah
dan analisis dari sisi fiqih atau fatwa DSN MUI
a. Akad Murabahah
b. Salam
c. Istishna
d. Mudharabah Mustarakah
e. Musyarakah Mutanaqisah
f. Musyarakah Muntahiya bi Al Tamlik
g. Wakalah Bil Al Isthishmar
JAWABAN
Akad Murabahah
Pengertian
Akad jual beli ini menekankan mengenai harga jual dan keuntungan yang disepakati oleh
para pihak, baik itu penjual atau pembeli. Selain itu, jumlah dan jenis produknya diperjelas
secara detail. Nantinya, produk akan diserahkan begitu akad jual beli diselesaikan. Untuk
pihak pembeli, bisa menunaikan kewajibannya secara cicilan atau membayar tunai.
Pengimplementasian
Seorang bapak meminta bantuan kapada bank syariah untuk membelikan sebuah laptop.
Bank kemudian memberitahukan bapak tersebut, bahwa laptop yang ia inginkan tersedia
dengan harga asli Rp 4.000.000,00. Bank kemudian akan menjual laptop tersebut sesuai
harga aslinya dan menjelaskan bahwa bank akan mengambil margin keuntungan sebesar
Rp 100.000,00. Jika bapak tersebut menyetujui, maka ia dapat membeli laptop tersebut
dengan harga Rp 4.100.000,00 secara tunai maupun kredit dan dilakukan dalam ijab qabul
(serah terima).
Dasar hukum
Ketentuan Fatwa tentang Murabahah dalam Bank Syariah Berikut fatwa tentang
murabahah menurut Dewan Syariah Nasional NO: 04/DSN-MUI/IV/200026:
Pertama: Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syari‟ah:
1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari‟ah islam.
3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yangtelah
disepakati kualifikasinya.
4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan
pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya
jika pembelian dilakukan secara utang.
6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga
jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan 26 Dewan Syariah Nasional
NO: 04/DSN-MUI/IV/2000 ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok
barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu
tertentu yang telah disepakati.
8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak
bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membelibarang dari pihak
ketiga, akad jual beli murabahah harusdilakukan setelah barang, secara prinsip,
menjadi milik bank.
Akad Salam
Pengertian
Salam adalah akad jual beli berdasarkan cara pemesanan. Prosesnya, pembeli akan
memberi uang terlebih dahulu untuk membeli barang yang spesifikasinya sudah dijelaskan
secara rinci, lalu baru produk akan dikirimkan. Akad salam biasa diterapkan untuk produk-
produk pertanian. Dalam praktiknya, akad Salam menempatkan pihak bank syariah sebagai
pembeli dan menyerahkan uangnya kepada petani sebagai nasabah.
Pengimplementasian
Contoh dari akad salam Pak Ahmad sebagai pengusaha mebel terkenal di semarang dengan
varian produk yang menarik, Pak Badawi sebagai calon konsumen akhirnya tertarik
dengan produk Pak Ahmad. Akhirnya Pak Badawi berniat memesan produk meja dan kursi
dari Pak Ahmad dengan spesifikasi barang yang telah ditentukan oleh perusahaan, dan Pak
Badawi membayar dimuka sebagai biaya operasional pembuatan barang yang telah
dipesannya yang mana biaya itu tadi sesuai harga yang telah dipatok dan disepakatai oleh
kedua belah pihak.
Dasar hukum
Fatwa DSN MUI Nomor 05/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Jual Beli Salam
Dewan Syari’ah Nasional setelah
a. bahwa jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran
harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu, disebut dengan
salam, kini telah melibatkan pihak perbankan;
Menimbang :
b. bahwa agar cara tersebut dilakukan sesuai dengan ajaran Islam,
DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang salam untuk
dijadikan pedoman oleh lembaga keuangan syari'ah.
Mengingat : 1. Firman Allah QS. al-Nisa' [4]: 29:
ْأ
ٍ يَآ َأيُّهَا الَّ ِذ ْينَ آ َمنُوْ ا الَتَ ُكلُوْ ا َأ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل ِإالَّ َأ ْن تَ ُكوْ نَ تِ َجا َرةً ع َْن تَ َر...
اض ِم ْن ُك ْم
“Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan
(mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di
antaramu…”.
2. Firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 1:
… يَآ َأيُّهَا الَّ ِذ ْينَ آ َمنُوْ ا َأوْ فُوْ ا بِ ْال ُعقُوْ ِد
“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu …”.
3. Hadis Nabi SAW.:
ُع2ا ْالبَ ْي22 ِإنِّ َم:ال2 َ ِع َْن َأبِ ْي َس ِع ْي ٍد ْال ُخ ْد ِريْ رضي هللا عنه َأ َّن َرسُوْ َل هللا
َ 2َلَّ َم ق2 ِه َو َس2ِصلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َوآل
ٍ ع َْن تَ َر
) (رواه البيهقي وابن ماجه وصححه ابن حبان،اض
Dari Abu Sa'id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka." (HR.
al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).
4. Hadis riwayat Bukhari dari Ibn 'Abbas, Nabi bersabda:
ٍ ُوم ِإلَى َأ َج ٍل َم ْعل
وم ٍ ُ َم ْن َأ ْسلَفَ فِي َش ْي ٍء فَفِ ْي َك ْي ٍل َم ْعل.
ٍ ُوم َو َو ْز ٍن َم ْعل
"Barang siapa melakukan salaf (salam), hendaknya ia melakukan
dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas, untuk jangka
waktu yang diketahui" (HR. Bukhari, Shahih al-Bukhari [Beirut: Dar
al-Fikr, 1955], jilid 2, h. 36)
5. Hadis Nabi riwayat jama'ah:
ْ َم...
ط ُل ْال َغنِ ِّي ظُ ْل ٌم
"Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu
adalah suatu kezaliman ..."
6. Hadis Nabi riwayat Nasa'i, Abu Dawud, Ibu Majah, dan Ahmad:
َ ْلَ ُّي ْال َوا ِج ِد يُ ِحلُّ ِعر
ُضهُ َو ُعقُوْ بَتَه
"Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu
menghalalkan harga diri dan pemberian sanksi kepadanya."
7. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi:
َّرُو ِط ِه ْم ِإال2لِ ُمونَ َعلَى ُش2ا َو ْال ُم ْس22اَلصُّ ْل ُح َجاِئ ٌز بَ ْينَ ْال ُم ْسلِ ِمينَ ِإالَّ ص ُْلحًا َح َّر َم َحالَالً َأوْ َأ َح َّل َح َرا ًم
)شَرْ طًا َح َّر َم َحالَالً َأوْ َأ َح َّل َح َرا ًما (رواه الترمذي عن عمرو بن عوف.
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali
perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan
yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat
mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram” (HR. Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf).
8. Ijma. Menurut Ibnul Munzir, ulama sepakat (ijma’) atas kebolehan
jual beli dengan cara salam. Di samping itu, cara tersebut juga
diperlukan oleh masyarakat (Wahbah, 4/598).
9. Kaidah fiqh:
ت ْاِإل بَا َحةُ ِإالَّ َأ ْن يَ ُد َّل َدلِ ْي ٌل َعلَى تَحْ ِر ْي ِمهَا
ِ َاََألصْ ُل فِى ْال ُم َعا َمال.
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali
ada dalil yang mengharamkannya.”
Memperhatikan:Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada hari Selasa,
tanggal 29 Dzulhijjah 1420 H./4 April 2000.
MEMUTUSKAN
Menetapka
:FATWA TENTANG JUAL BELI SALAM
n
Pertama :Ketentuan tentang Pembayaran:
1. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang,
barang, atau manfaat.
2. Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati.
3. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.
Ketentuan tentang Barang:
1. Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang.
2. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
3. Penyerahannya dilakukan kemudian.
Kedua : 4. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan
kesepakatan.
5. Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
6. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai
kesepakatan.
Ketentuan tentang Salam Paralel ()السلم الموازي:
Ketiga :Dibolehkan melakukan salam paralel dengan syarat, akad kedua terpisah dari,
dan tidak berkaitan dengan akad pertama.
Keempat :Penyerahan Barang Sebelum atau pada waktunya:
1. Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan
kualitas dan jumlah yang telah disepakati.
2. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih tinggi,
penjual tidak boleh meminta tambahan harga.
3. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih rendah,
dan pembeli rela menerimanya, maka ia tidak boleh menuntut
pengurangan harga (diskon).
4. Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang
disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan
kesepakatan, dan ia tidak boleh menuntut tambahan harga.
5. Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu
penyerahan, atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela
menerimanya, maka ia memiliki dua pilihan:
a. membatalkan kontrak dan meminta kembali uangnya,
b. menunggu sampai barang tersedia.
Pembatalan Kontrak:
Kelima :Pada dasarnya pembatalan salam boleh dilakukan, selama tidak merugikan
kedua belah pihak.
Perselisihan:
Jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka persoalannya
Keenam :
diselesaikan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah.
Akad Istishna’
Pengertian
Istishna’ mengatur transaksi produk dalam bentuk pemesanan di mana pembuatan barang
akan didasari dari kriteria yang disepakati. Dalam akad ini, proses pembayarannya juga
sesuai kesepakatan dari pihak yang berakad, baik itu dibayar ketika produk dikirim atau
dibayar di awal seperti akad salam.
Pengimplementasian
Pak Badawi ingin membeli rumah yang terdapat di perumahan BSB City, dengan begitu Pak
Badawi mendatangi pihak marketing perumahan BSB City buat meyampaikan niatnya
untuk membeli rumah dikawasan BSB City dengan menyebutkan spesifikasi lengkap,
seperti ukuran, bentuk, desain, dan perlengkapan kepada pihak marketing BSB City,
dengan begitu Pak Badawi diminta untuk membayar separo di awal untuk pembiayaan
operasional pembangunan rumah, dan 50% sisanya dibayarkan di akhir ketika rumah yang
dipesan sudah jadi.
Dasar hukum
SDEWAN SYARI’AH NASIONAL NO: 06/DSN-MUI/IV/2000 Tentang JUAL BELI ISTISHNA'
Pengimplementasian
Tiga kaidah dalam pembagian keuntungan dan kerugian dalam mudharabah musytarakah
Terdapat tiga kaidah penting dalam akad ini. Pertama, pihak pengelola yang sekaligus juga
menyertakan dananya (musytarik) memperoleh bagian keuntungan berdasarkan porsi
modal yang disertakan. Kedua, bagian keuntungan sesudah diambil oleh pengelola yang
juga menyertakan modal (musytarik) dibagi antara pengelola (mudharib) dengan pemilik
dana sesuai dengan nisbah yang disepakati. Ketiga, apabila terjadi kerugian maka
para musytarik menanggung kerugian sesuai dengan porsi modal yang disertakan
Tidak boleh ada jaminan dalam akad mudharabah
Kaidah keempat yang sangat penting dalam akad ini adalah tidak boleh adanya jaminan.
Hal ini disebabkan empat alasan.
Pertama, jaminan dalam akad mudharabah bertentangan dengan al-hadits. Persyaratan
kerugian harus ditanggung satu pihak yaitu pengelola (mudharib) menyebabkan pihak
pemilik modal tidak menanggung risiko kerugian apapun dan tetap mendapatkan
keuntungan. Jaminan dalam akad mudharabah ini bertentangan dengan hadits:
“Tidak halal menggabungkan antara akad pinjaman dan jual beli…dan tidak halal
keuntungan barang yang tidak dalam jaminanmu.” (HR Abu Daud dan dinyatakan shahih
oleh Imam Albani)
Kedua, jaminan dalam akad mudharabah bertentangan dengan kesepakatan (ijma’) para
ulama. Imam al-Qurthubi dalam Al Muntaqa syarh al Muwathta’ berkata, “Pengelola
(mudharib) menerima modal dan mengembangkannnya tanpa adanya jaminan
menanggung kerugian, kerugian ditanggung oleh pemilik modal dan tidak ada perbedaan
pendapat para ulama dalam hal ini. Dan jika pemilik modal mensyaratkan agar pengelola
menanggung kerugian maka akad mudharabahnya batal.”
Imam Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni, berkata, “bila disyaratkan bahwa
pengelola (mudharib) menjamin dana dari kerugian, maka persyaratannya batal, tidak ada
perbedaan pendapat ulama dalam masalah ini.”
Qadhi Abdul Wahhab dalam Al Ma’unah ‘ala Mazhab ‘Alim al-Madinah, berkata, “… karena
mudharabah itu dibentuk atas dasar amanah, Oleh karena itu, jika dalam mudharabah
disyaratkan adanya penjaminan pengembalian modal (dhaman), maka hal itu bertentangan
dengan prinsip dasar. Jika suatu akad mengandung syarat yang bertentangan dengan prinsip
dasarnya, maka akad tersebut batal.”
Ketiga, jaminan dalam akad mudharabah bertentangan dengan Majma’ al Fiqh Al
Islami (divisi fiqh OKI) dalam keputusan Muktamar XIII di Kuwait No. 123 Tahun 2001
disebutkan, “Pengelola (mudharib) adalah pihak yang menerima amanah, ia tidak menjamin
dana bila terjadi kerugian, atau dana hilang, kecuali ia melalaikan amanah atau ia
melanggar peraturan syariah atau peraturan investasi. Hukum ini berlaku untuk
mudharabah fardiyyah (perorangan) maupun mudharabah musytarakah. Hukum ini tidak
berubah dengan dalih mengqiyaskan dengan ajir musytarak.”
Keempat, jaminan ini bertentangan dengan kaidah fiqh. Kaidah fiqh muamalah “risiko
berbanding dengan manfaat” dan “mensyaratkan kewajiban memberikan penjaminan oleh
al-amin (mudharib, mitra, wakil) adalah tidak sah (batal)”
Dana yang diterima oleh mudharib tidak dijamin dari kerugian, sedangkan dana yang
diterima dari kreditur wajib dijamin oleh pihak debitur. Bila pengelola (mudharib) dalam
akad mudharabah memberikan jaminan maka akad mudharabah telah berubah menjadi
akad pinjam meminjam (qardh).
Dasar hukum
FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL Nomor 50/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad
Mudharabah Musytarakah.
Beberapa landasan dari fatwa DSN MUI antara lain :
1. Firman Allah SWT, antara lain:
a. QS. al-Maidah [5]:1:
ِإ َّن، ُر ٌم2 ْي ِد َوَأ ْنتُ ْم ُح2 الص ْ َّيَآ َأيُّهَا الَّ ِذ ْينَ آ َمنُوْ ا َأوْ فُوْ ا بِ ْال ُعقُوْ ِد ُأ ِحل
َ 2 اَْأل ْن َع ِام ِإالَّ َما يُ ْتلَى َعلَ ْي ُك ْم َغ ْي2ُت لَ ُك ْم بَ ِه ْي َمة
َّ ر ُم ِحلِّى2
هللاَ يَحْ ُك ُم َما ي ُِر ْي ُد
"Hai orang yang beriman! Tunaikanlah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu
binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu)
dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji.
Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-
Nya."
b. QS. an-Nisa [4]: 58:
، ِه2ِ ْد ِل ِإ َّن هللاَ نِ ِع َّما يَ ِعظُ ُك ْم ب2وا بِ ْال َع22اس َأ ْن تَحْ ُك ُم ِ ِإ َّن هَّللا َ يَْأ ُم ُر ُك ْم َأ ْن تَُؤ ُّدوا اَأْل َمانَا
ِ َّا َوِإ َذا َح َك ْمتُ ْم بَ ْينَ الن22َت ِإلَى َأ ْهلِه
ِ َِإ َّن هللاَ َكانَ َس ِم ْيعًا ب
ص ْيرًا
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya dan apabila kamiu menetapkan hukum di antara
manusia, hendaklah dengan adil Sesungguhnya Allah memberi pengajaran
yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat."
c. QS. al-Ma'idah [5]: 90:
َصابُ َواَأْل ْزاَل ُم ِرجْ سٌ ِم ْن َع َم ِل ال َّش ْيطَا ِن فَاجْ تَنِبُوْ هُ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُون
َ يَاَأيُّهَا الَّ ِذينَ َءا َمنُوا ِإنَّ َما ْال َخ ْم ُر َو ْال َمي ِْس ُر َواَأْل ْن.
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan
keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu
agar kamu mendapat keberuntungan."
d. QS. Al-Baqarah [2]: 275:
... َوَأ َح َّل هَّللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم ال ِّربَا...
"… Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba ..."
e. QS. al-Baqarah [2]: 278:
َ يَآ َأيُّهَا الَّ ِذ ْينَ آ َمنُوْ ا اتَّقُوا هللاَ َو َذرُوْ ا َما بَقِ َي ِمنَ ال ِّربَوا ِإ ْن ُك ْنتُ ْم ُمْؤ ِمنِ ْين.
"Hai orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
jika kamu orang yang beriman."
f. QS. an-Nisa [4] : 29:
ِإ َّن، ُك ْم2 وْ ا َأ ْنفُ َس22ُاض ِم ْن ُك ْم َوالَ تَ ْقتُل ْأ
ٍ يَاَأيُّهَا الَّ ِذ ْينَ َءا َمنُوْ ا الَ تَ ُكلُوْ ا َأ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل ِإالَّ َأ ْن تَ ُكونَ تِ َجا َرةً ع َْن ت ََر
هَّللا َ َكانَ بِ ُك ْم َر ِحي ًما.
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan (mengambil)
harta orang lain secara batil, kecuali jika berupa perdagangan yang dilandasi
atas sukarela di antara kalian. Dan janganlah kamu membunuh dirimu;
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang dirimu."
2. Hadis-hadis Nabi SAW, antara lain:
a. Hadis Nabi SAW riwayat at-Tirmidzi dari 'Amr bin 'Auf:
... )َو ْال ُم ْسلِ ُمونَ َعلَى ُشرُو ِط ِه ْم ِإالَّ شَرْ طًا َح َّر َم َحالَالً َأوْ َأ َح َّل َح َرا ًما (رواه الترمذي عن عمرو بن عوف
"Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat kecuali
syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."
b. Hadis Nabi SAW riwayat Muslim, Tirmizi, Nasa'i, Abu Daud, dan Ibnu Majah
dari Abu Hurairah:
Dasar hukum
Hukum Musyarakah Mutanaqisah adalah boleh.
Ketentuan Akad
1. Akad Musyarakah Mutanaqisah terdiri dari akad Musyarakah/ Syirkah dan Bai’
(jual-beli)
2. Dalam Musyarakah Mutanaqisah berlaku hukum sebagaimana yang diatur dalam
Fatwa DSN No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah, yang para
mitranya memiliki hak dan kewajiban, di antaranya:
Memberikan modal dan kerja berdasarkan kesepakatan pada saat akad.
Memperoleh keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati pada saat akad.
Menanggung kerugian sesuai proporsi modal.
3. Dalam akad Musyarakah Mutanaqisah, pihak pertama (syarik) wajib berjanji untuk
menjual seluruh hishshah-nya secara bertahap dan pihak kedua (syarik) wajib
membelinya.
4. Jual beli sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dilaksanakan sesuai kesepakatan.
5. Setelah selesai pelunasan penjualan, seluruh hishshah LKS beralih kepada syarik
lainnya (nasabah).
Ketentuan Khusus
Ketentuan khusus dalam Musyarakah Mutanaqishah yaitu
1. Aset Musyarakah Mutanaqisah dapat di-ijarah-kan kepada syarik atau pihak lain.
2. Apabila aset Musyarakah menjadi obyek Ijarah, maka syarik (nasabah) dapat
menyewa aset tersebut dengan nilai ujrah yang disepakati.
3. Keuntungan yang diperoleh dari ujrah tersebut dibagi sesuai dengan nisbah yang
telah disepakati dalam akad, sedangkan kerugian harus berdasarkan proporsi
kepemilikan. Nisbah keuntungan dapat mengikuti perubahan proporsi kepemilikan
sesuai kesepakatan para syarik.
4. Kadar/Ukuran bagian/porsi kepemilikan asset Musyarakah syarik (LKS) yang
berkurang akibat pembayaran oleh syarik (nasabah), harus jelas dan disepakati
dalam akad.
5. Biaya perolehan aset Musyarakah menjadi beban bersama sedangkan biaya
peralihan kepemilikan menjadi beban pembeli.
Jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sesuai prinsip syariah
Akad Musyarakah Muntahiya bi Al Tamlik
Pengertian
Akad Musyarakah Muntahiyah bi al-Tamlik (MMBT) adalah akad kerjasama antara
sejumlah syarik dengan menyertakan harta untuk dijadikan modal-usaha. Modal syirkah
tersebut kemudian dialihkan oleh salah satu syarik kepada syarik lainnya sesuai janji,
dengan menggunakan akad bai’, hibah atau hibah wal bai’, sehingga kepemilikan modal
salah satu syarik nantinya berpindah dan seluruh modal usaha syirkah menjadi milik
syarik lainnya.
Pengimplementasian
1. Dalam akad Musyarakah Muntahiyah bi al-Tamlik, pihak pertama (salah satu syarik,
LKS) berjanji untuk menjual seluruh hishshah-nya dan pihak kedua (syarik yang
lain, nasabah) berjanji membelinya di akhir periode akad atau pada waktu yang
disepakati.
2. Jual beli dan harga (tsaman) dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan.
3. Dalam hal jual beli hishshah telah dilakukan, dengan sendirinya demi hukum akad
Musyarakah Muntahiyah bi al-Tamlik berakhir.
4. Kegiatan usaha dalam akad Musyarakah Muntahiyah bi al-Tamlik boleh dilakukan
dengan akad ijarah, mudharabah, ba’i atau akad lain yang sesuai dengan prinsip
syariah.
Dasar hukum
Ketentuan Akad MMBT
1. Akad Musyarakah Muntahiyah bi al-Tamlik terdiri dari akad musyarakah/ syirkah
dan bai’ (jual-beli), serta janji (wa’d) untuk jual beli hishshah milik salah satu syarik.
2. Dalam Musyarakah Muntahiyah bi al-Tamlik berlaku hukum sebagaimana yang
diatur dalam Fatwa DSN No: 114/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Syirkah, dan
Fatwa DSN No: 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah.
------ALHAMDULLILAH SELESAI-------