Anda di halaman 1dari 21

JUAL BELI SALAM

MAKALAH

Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Fiqh Muamalah”

Dosen Pengampu:
Dr. Qomarul Huda, M.Ag

OLEH KELOMPOK 11:

1. Karina Eka Nur Afifah (1860405233151)


2. Bayu Pandu Okta Repsian (1860405233183)
3. Lintang Octafia Ramadhani (1860405233188)
4. Afifa Kusumaningtyas (1860405233190)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH


TULUNGAGUNG

MARET 2024
JUAL BELI SALAM

A. PENDAHULUAN

Dalam makalah yang berjudul “Jual Beli Salam” ini meliputi

beberapa aspek yakni; Pengertian Jual Beli Salam, Dasar Hukum Salam,

Rukun, Syarat, dan Sifat Akad Salam, Perbedaan Salam dan Jual Beli

(Biasa), Aplikasi Salam di lembaga Keuangan Syari’ah (LKS).

Tujuan utama jual beli salam adalah untuk membantu dan

menguntungkan kedua belah pihak, karena kedua belah pihak bisa

mendapatkan manfaat dan adanya hikmah bagi penjual dan pembeli yang

melakukan Jual Beli salam.

B. PEMBAHASAN

1. Pengertian Jual Beli Salam

Jual beli salam adalah akad jual beli barang pesanan

diantara pembeli jual beli salam adalah akad jual beli barang

pesanan diantara pembeli dengan penjual. Spesifikasi dan harga

barang pesanan harus sudah disepakati di awal akad, sedangkan

pembayaran dilakukan di muka secara penuh.

Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah menjelaskan, salam

adalah akad atas barang pesanan dengan spesifikasi tertentu yang

ditangguhkan penyerahannya pada waktu tertentu, dimana

pembayaran dilakukan secara tunai di majlis akad. Ulama

malikiyyah menyatakan, salam adalah akad jual beli dimana


modal (pembayaran) dilakukan secara tunai (di muka) dan objek

pesanan diserahkan kemudian dengan jangka waktu tertentu.

Sedangkan menurut Rozalinda, salam adalah bentuk dari

jual beli. Secara bahasa menurut penduduk Hijaz (Madinah)

dinamakan dengan salam sedangkan menurut penduduk Irak

diistilahkan dengan salaf. Secara bahasa salam atau salaf

bermakana: “Menyegerakan modal dan mengemudikan barang”.

Jadi jual beli salam merupakan “jual beli pesanan” yakni pembeli

membeli barang dengan kriteria tertentu dengan cara menyerahkan

uang terlebih dahulu, sementara itu barang diserahkan kemudian

pada waktu tertentu1.

2. Dasar Hukum Salam

Jual beli salam merupakan akad jual beli yang diperbolehkan, hal

ini berdasarkan atas dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Qur’an di

antaranya:

a. Surat Al-Baqarah: 282 yaitu:

‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا ِاَذ ا َتَداَيْنُتْم ِبَد ْيٍن ِآٰلى َاَجٍل ُّمَس ًّمى َفاْكُتُبْو ُۗه‬

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu

bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang

ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya”.

b. Hadis Jual Beli Salam

“Ibn Abbas menyatakan bahwa ketika Rasul datang

ke Madinah, penduduk Madinah melakukan jual beli salam


1
Saprida, Akad Salam Dalam Transaksi Jual Beli, Mizan: Journal of Islamic Law, 2018, hal. 123
pada buah-buahan untuk jangka satu tahun atau dua tahun.

Kemudian Rasul bersabda: Siapa yang melakukan salam

hendaknya melakukannya dengan takaran yang jelas dan

timbangan yang jelas pula, sampai batas waktu tertentu”.

(Muslich, 2015: 243).

Hadis Nabi SAW:

‫َع ْن َأِبْي َسِع ْيٍد اْلُخْد ِر ْي رضي هللا عنه َأَّن َر ُسْو َل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو آِلِه َو َس َّلَم‬

‫ )رواه البيهقي وابن ماجه وصححه ابن حبان‬،‫ ِإِّنَم ا اْلَبْيُع َع ْن َتَر اٍض‬: ‫َقاَل‬

Dari Abu Sa'id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW

bersabda, "Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka

sama suka." (HR. al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai

shahih oleh Ibnu Hibban).

c. Ijma’

Kesepakatan ulama’ (ijma’) akan bolehnya jual beli

salam dikutip dari pernyataan Ibnu Mundzir yang

mengatakan bahwa semua ahli ilmu telah sepakat bahwa

jual beli salam diperbolehkan, karena terdapat kebutuhan

dan keperluan untuk memudahkan urusan manusia.

Pemilik lahan pertanian, perkebunan ataupun perniagaan

terkadang membutuhkan modal untuk mengelola usaha

mereka hingga siap dipasarkan, maka jual beli salam

diperbolehkan untuk mengakomodir kebutuhan mereka.

Ketentuan ijma’ ini secara jelas memberikan legalisasi

praktik pembiayaan/jual beli salam2.


2
Ibid, hal. 124.
3. Rukun, Syarat, dan Sifat Akad Salam

Rukun-Rukun dari akad salam yang harus dipenuhi dalam

transaksi ada beberapa, yaitu:

a) Pelaku akad, yaitu muslam (pembeli) adalah pihak yang

membutuhkan dan memesan barang, dan muslam ilaih

(penjual) adalah pihak yang memasok atau memproduksi

barang pesanan;

b) Objek akad, yaitu barang atau hasil produksi (muslam fiih)

dengan spesifikasinya dan harga (tsaman);

c) Shighah, yaitu ljab dan Qabul syarat, dan Sifat Akad

Salam.

Diperbolehkannya salam sebagai salah satu bentuk jual beli

merupakan pengecualian dari jual beli secara umum yang

melarang jual beli forward sehingga kontrak salam memiliki

syarat-syarat ketat yang harus dipenuhi, antara lain (Usmani,

1999) sebagai berikut.

1) Pembeli harus membayar penuh barang yang dipesan pada

saat akad salam ditandatangani. Hal ini diperlukan karena

jika pembayaran belum penuh, maka akan terjadi

penjualan hutang dengan hutang yang secara eksplisit

dilarang. Selain itu, hikmah dibolehkannya salam adalah

untuk memenuhi kebutuhan segera dari penjual. Jika harga

tidak dibayar penuh oleh pembeli, tujuan dasar dari

transaksi ini tidak terpenuhi. Oleh karena itu, semua ahli


hukum Islam sepakat bahwa pembayaran penuh di muka

pada akad salam adalah perlu. Namun demikian, Imam

Malik berpendapat bahwa penjual dapat memberikan

kelonggaran dua atau tiga hari kepada pembeli, tetapi hal

ini bukan merupakan bagian dari akad.

2) Salam hanya boleh digunakan untuk jual beli komoditas

yang kualitas dan kuantitasnya dapat ditentukan dengan

tepat (fungible goods atau dhawat al amthal). Komoditas

yang tidak dapat ditentukan kuantitas dan kualitasnya

(termasuk dalam kelompok non-fungible goods atau

dhawat al qeemah) tidak dapat dijual menggunakan akad

salam. Contoh batu mulia tidak boleh diperjualbelikan

dengan akad salam karena setiap batu mulia pada

umumnya berbeda dengan lainnya dalam kualitas atau

dalam ukuran atau dalam berat, dan spesifikasi tepatnya

umumnya sulit ditentukan.

3) Salam tidak dapat dilakukan untuk jual beli komoditas

tertentu atau produk dari lahan pertanian atau peternakan

tertentu. Contoh jika penjual bermaksud memasok gandum

dari lahan tertentu atau buah dari pohon tertentu, akad

salam tidak sah karena ada kemungkinan bahwa hasil

panen dari lahan tertentu atau buah dari pohon tertentu

rusak sebelum waktu penyerahan. Hal ini membuka

kemungkinkan waktu penyerahan yang tidak tentu.


Ketentuan yang sama berlaku. untuk setiap komoditas

yang pasokannya tidak tentu.

4) Kualitas dari komoditas yang akan dijual dengan akad

salam perlu mempunyai spesifikasi yang jelas tanpa

keraguan yang dapat menimbulkan perselisihan. Semua

yang dapat dirinci harus disebutkan secara eksplisit.

5) Ukuran kuantitas dari komoditas perlu disepakati dengan

tegas. Jika komoditas tersebut dikuantifikasi dengan berat

sesuai kebiasaan dalam perdagangan, beratnya harus

ditimbang, dan jika biasa dikuantifikasi dengan diukur,

ukuran pastinya harus diketahui. Komoditas yang biasa

ditimbang tidak boleh diukur dan sebaliknya.

6) Tanggal dan tempat penyerahan barang yang pasti harus

ditetapkan dalam kontrak.

7) Salam tidak dapat dilakukan untuk barang-barang yang

harus diserahkan langsung. Contoh: jika emas yang dibeli

ditukar dengan perak, sesuai dengan syariah, penyerahan

kedua barang harus dilakukan bersamaan. Sama halnya

jika terigu dibarter dengan gandum, penyerahan bersamaan

keduanya perlu dilakukan agar jual beli sah secara Syariah,

sehingga akad salam tidak dapat digunakan3.

Semua ahli hukum Islam berpendapat sama bahwa akad

salam akan menjadi tidak sah jika ketujuh syarat di atas tidak

3
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), hal. 92-93
sepenuhnya dipatuhi, sebab mereka bersandar pada Hadits yang

menyatakan:

“Barang siapa akan melakukan akad salam, dia harus menjalankan

salam sesuai dengan ukuran yang ditentukan, berat yang

ditentukan, dan tanggal penyerahan barang yang ditentukan."

Karakteristik (sifat) dari Akad Salam yakni:

Entitas dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam

suatu transaksi salam. Jika entitas bertindak sebagai penjual

kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang

pesanan dengan cara salam maka hal ini disebut salam paralel.

a) Salam paralel dapat dilakukan dengan dua syarat. Pertama,

akad antara entitas (sebagai pembeli) dan Produsen

(penjual) terpisah dari akad antara entitas (sebagai penjual)

dan pembeli akhir. Kedua, akad tidak saling bergantung

(ta'alluq).

b) Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati oleh

pembeli dan penjual di awal akad. Ketentuan harga barang

pesanan tidak dapat berubah selama jangka waktu akad.

Dalam hal bertindak sebagai pembeli, entitas dapat

meminta jaminan kepada penjual untuk menghindari risiko

yang merugikan.

c) Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara

umum yang meliputi: Jenis, spesifikasi teknis, kualitas dan

kuantitasnya. Barang pesanan harus sesuai dengan


karakteristik yang telah disepakati antara pembeli dan

penjual. Jika barang pesanan yang dikirimkan salah atau

cacat maka penjual harus berlanggung jawab atas

kelalaiannya4.

4. Perbedaan Salam dengan Jual Beli (Biasa)

Semua syarat-syarat dasar suatu akad jual beli biasa masih tetap

ada pada jual beli salam. Namun ada beberapa perbedaaan antara

keduanya. Misalnya5:

1) Dalam jual beli salam, perlu ditetapkan periode pengiriman

barang, yang dalam jual beli biasa tidak perlu.

2) Dalam jual beli salam, komoditas yang tidak dimiliki oleh

penjual dapat dijual; yang dalam jual beli biasa tidak dapat

dijual.

3) Dalam jual beli salam, hanya komoditas yang secara tepat

dapat ditentukan kualitas dan kuantitasnya dapat dijual,

yang dalam jual beli biasa, segala komoditas yang dapat

dimiliki bisa dijual, kecuali yang dilarang Al-Qur'an dan

Hadits.

4) Dalam jual beli salam, pembayaran harus dilakukan ketika

membuat kontrak; yang dalam jual beli biasa, pembayaran

dapat ditunda atau dapat dilakukan ketika pengiriman

barang berlangsung.
4
Mujiatun, Jual beli dalam perspektif islam: Salam dan istisna’ , Jurnal Riset Akuntansi Dan
Bisnis, 2014, hal. 210
5
Mardani, Fiqh Ekonomi Syari’ah (Jakarta: Kencana, 2013), hal. 116.
5. Aplikasi Salam di Lembaga Keungan Syari’ah (LKS)

Transaksi ba’i salam merupakan transaksi yang biasanya

dilakukan bukan oleh pedagang. Ada bentuk khusus dari ba’i

salam yang digunakan oleh bank syariah sebagai instrumen

pembiayaan, yaitu yang disebut pararel salam. Pararel salam

adalah back to back sales contact6. Salam pararel merupakan

transaksi pembelian atas barang tertentu oleh nasabah kepada

lembaga keuangan syariah. Pembelian tidak secara langsung

dengan melakukan penyerahan barang, akan tetapi nasabah hanya

memberikan spesifikasi barang kemudian lembaga keuangan

syariah memesan barang yang diminta nasabah kepada produsen7.

Pembayaran nasabah kepada pihak bank dapat dilakukan dimuka

pada saat ditandatanganinya akad salam atau secara tunai pada

saat penyerahan barang (salam wal ba’iu muthlaqah) atau dengan

cara mengangsur (salam wai murabahah)8.

Tahapan pelaksanaan salam dan salam pararel Standar

Operasional Perusahaan (SOP) bank syariah, yaitu :

a. Adanya permintaan barang tertentu dengan spesifikasi

yang jelas oleh nasabah kepada bank syariah.

6
Sutan Remi Sjahdeini, Perbankan Syariah: Produk-Produk dan Aspek Hukumnya, (Jakarta:
Kencana, 2014). hal. 252.

7
Imam Mustofa, Fiqh Muamalah Kontemporer, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016), hal.
91.
8
Veithzal Rifai dan Adaria Permata Veithzal, Islamic Financial Management: Teori, Konsep, dan
Aplikasi Panduan Praktis, Lembaga Keuangan, Nasabah, Praktisi dan Mahasiswa, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 174.
b. Wa’ad nasabah untuk membeli barang dengan harga dan

waktu yang telah disepakati.

c. Mencari produsen yang sanggup untuk menyediakan

barang yang diinginkan.

d. Pengikatan I antara bank sebagai penjual dan nasabah

sebagai pembeli untuk membeli barang dengan spesifikasi

tertentu yang akan diserahkan pada waktu yang telah

ditetapkan.

e. Pembayaran oleh nasabah dilakukan di awal akad dan

sisanya sebelum barang ditrima.

f. Pengikatan II antara bank dan nasabah untuk membeli

barang dengan spesifikasi tertentu yang akan diserahkan

pada waktu yang telah di tetapkan.

g. Pembayaran dilakukan segera oleh bank sebagai pembeli

dan nasabah produsen pada saat pengikatan dilakukan.

h. Pengiriman barang dilakukan langsung oleh nasabah

produsen kepada nasabah pembeli pada waktu yang

ditentukan9.

Aplikasi pembiayaan salam dalam lembaga keuangan

syariah yaitu dapat dijelaskan sebagai berikut :

a) Tujuan pembiayaan salam.

Pembiayaan salam diutamakan untuk pembelian dan

penjualan hasil produksi pertanian, perkebunan dan

peternakan. Petani dan peternak membutuhkan dana untuk


9
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), hal. 226
modal awal dalam melaksanakan aktivitasnya, sehingga

bank syariah bisa memberikan dana pada saat akad.

b) Harga.

Hasil dari produksi pertanian dan perkebunan dan

peternakan harus diketahui dengan jelas ciri-cirinya dan

bersifat umum seperti jenis, macam, ukuran, kualitas dan

kuantitasnya. Hasil produksinya harus sesuai yang telah

diperjanjikan. Apabila beda maka ditanggung oleh

produsen.

c) Jangka waktu salam adalah jangka pendek, yaitu paling

lama satu tahun10.

Implementasi akad salam dalam produk pembiayaan

pada lembaga keuangan syariah, yakni perbankan syariah.

Menurut SEBI No. 10/14/DPbs tanggal 17 maret 2008

memberikan ketentuan implementasi akad salam dalam

produk pembiayaan sebagai berikut :

1. Bank bertindak baik sebagai penyedia dana

maupun sebagai pembeli barang untuk kegiatan

transaksi salam dengan nasabah yang bertindak

sebagai penjual barang.

2. Barang dalam transaksi salam adalah objek jual beli

dengan spesifikasi, kualitas, jumlah, jangka waktu,

temapat dan harga yang jelas.

10
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2013), hal.156-157.
3. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai

karakteristik produk pembiayaan atas akad salam,

serta hak dan kewajiban nasabah sebagai mana

diatur dalam ketentuan bank Indonesia.

4. Bank wajib menganalisis atas rencana pembiayaan

atas dasar salam kepada nasabah.

5. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan

dalam bentuk perjanjian tertulis.

6. Pembayaran yang dilakukan nasabah oleh bank

harus dilakukan dimuka secara penuh yaitu

pembayaran segera atas pembiayaan atas dasar

akad11.

Syarat-Syarat penyerahan barang dalam akad salam pada

lembaga keungan syariah harus memperhatikan hal-hak berikut

ini:

1. Penjual wajib menyerahkan barang tepat waktu seusai

dengan pesanan.

2. Bila penjual memberikan barang dengan kualitas lebih

bagus maka penjual tidak boleh meminta tambahan uang.

3. Jika penjual memberikan barang dengan kualitas yang

lebih rendah lalu pembeli menerimanya, maka pembeli

tidak boleh meminta penurunan harga.

11
Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Prees, 2009), hal.117.
4. Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu

yang telah disepakati dengan syarat barang sesui dengan

yang dipesan oleh pembeli12 .

Jika semua barang tidak tersedia atau tidak tepat pada

waktunya atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak mau

menerimanya maka pembeli memiliki pilihan:

1. Menolak atau menerima barang atau meminta

pengembalian dana.

2. Meminta kepada nasabah untuk mengganti barang

sejenisnya.

3. Menunggu barang hingga tersedia13.

Pembatalan kontrak dapat dilakukan jika tidak merugikan

kedua belah pihak, maka persoalannya diselesaikan di pengadilan

agama sesuai UU No, 3/2006 setela tidak tercapai kesepakatan14.

Penerimaan pembayaran dalam salam pada lembaga

keuangan syariah. Kebanyakan para ulama mengharuskan

pembayaran salam dilakukan ditempat kontrak. Hal tersebut

dimaksudkan agar pembayaran yang dilakukan oleh pembeli tidak

dijadikan utang penjual. Lebih khusus lagi, pembayaran salam

tidak bisa dalam bentuk pembebasan hutang yang harus dibayar

oleh penjual. Hal ini untuk menjauhi riba dalam praktik salam.

12
Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Syariah: Tinjauan Teoritis dan Praktis
(Jakarta: Kencana 2013), hal.51.
13
Muhammad, Sistem dan Prosedur Oprasional Bank Syariah, (Yogyakarta: Ull Prees Yogyakarta,
2008), hal.118.
14
Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Syariah: Tinjauan Teoritis dan Praktis
(Jakarta: Kencana 2013), hal.51
Ilustrasi pembiayaan salam dalam keuangan syariah.

Pembiayaan salam dilakukan oleh bank syariah untuk pembiayaan

pada sektor pertanian, perkebunan dan perikanan.

Berikut ini ilustrasinya:

Misalnya egi (petani) sedang butuh dana untuk menanam

padi. Egi mengajukan pembiayaan pada bank syariah. Sebelum

membrikan pembiayaan kepada Egi, bank syariah menawarkan

padi kepada PT SURYA dengan harga 6000/kg, PT SURYA

setuju dan membeli 10 ton dengan harga 6000/kg, yang mana padi

ini akan dikirim tanggal 01 September 2010. Pada 01 Mei 2010

bank syariah membeli kepada Egi 5000/kg. Bank syariah

membayar pada saat akad salam tanggal 01 Mei 2010, namun

padinya akan dikirim pada tanggal 01 September 2010.

Dari contoh tersebut maka keuntungan bank syariah adalah

10.000.000, dengan peritungan sebagai berikut:

Harga dari egi :10.000kg x 5000 = 50.000

Harga dijual PT SURYA :10.000kg x 6000 = 60.000

Margin keuntungan salam = 10.000.000

Keuntungan tersebut diperoleh dari 01 Mei 2010 sampai 01

September 2010.

Ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan

menggunakan skema salam, yaitu ssbagai berikut :

a. Bagi petani. Skema salam dengen pembayaran diawal akan

membantu para petani dalam membiayaai kebutuhan


petani dala memproduksi barang pertanian. Dengan

demikian, petani memiliki kesempatan dan dorongan yang

lebih besar untuk meningkatkan produksinya agar dapat

menghasilkan produk pertanian yang lebih banyak

sehingga disamping untuk diserahkan kepada pembeli

sebanyak yang ditentukan, juga dapat digunakan untuk diri

sendiri atau pihak lain.

b. Bagi pengusaha.

Penggunaan skema salam bagi pengusaha

berpotensi meningkatkan efisiensi dan nilai penjualan

pengusaha roduk pertanian. Pengusaha dalam hal ini yang

berperan sebagai penjualproduk pertanian baik untuk

konsumsi lokal maupun ekspo. Keuntungan lain bagi

pengusaha adalah adanya kepastian memperoleh

barang yang diinginkan, sehingga tidak perlu khawatir atas

persaingan mendapatkan barang pada saat panen dengan

penguasa lain.

c. Bagi bank syariah.

Mengingat pembeli sudah menyerahka uang

dimuka, dengan demikian resiko kegagalan membayar

utang tidak ada sama sekali. Walau transaksi ini

menimbulkan resiko baru, yaitu kegagalan menyerahkan

barang , dengan pengalaman dan jaringan petani yang


dimiliki bank, resiko ini mestinya tidak sulit untuk diatasi

oleh bank syariah15.

C. KESIMPULAN

-Pengertian Jual Beli Salam

Jual beli salam adalah akad jual beli barang pesanan diantara

pembeli jual beli salam adalah akad jual beli barang pesanan diantara

pembeli dengan penjual. Spesifikasi dan harga barang pesanan harus

sudah disepakati di awal akad, sedangkan pembayaran dilakukan di muka

secara penuh.

-Dasar Hukum Salam

Surat Al-Baqarah: 282 yaitu:

‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا ِاَذ ا َتَداَيْنُتْم ِبَد ْيٍن ِآٰلى َاَجٍل ُّمَس ًّمى َفاْكُتُبْو ُۗه‬

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara

tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya”.

Hadis Nabi SAW:

‫ ِإِّنَم ا اْلَبْيُع َع ْن‬: ‫َع ْن َأِبْي َسِع ْيٍد اْلُخْد ِر ْي رضي هللا عنه َأَّن َر ُسْو َل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو آِلِه َو َس َّلَم َقاَل‬

‫ )رواه البيهقي وابن ماجه وصححه ابن حبان‬،‫َتَر اٍض‬

Dari Abu Sa'id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda,

"Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka." (HR. al-

Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).

-Rukun Akad Salam

15
Rizal Yaya, Aji Erlangga, Alam Abdurahim, Akuntansi Perbankan Syariah, (Jakarta Selatan:
Salemba Empat, 2014), hal. 204-205
a) Pelaku akad, yaitu muslam (pembeli) adalah pihak yang membutuhkan

dan memesan barang, dan muslam ilaih (penjual) adalah pihak yang

memasok atau memproduksi barang pesanan;

b) Objek akad, yaitu barang atau hasil produksi (muslam fiih) dengan

spesifikasinya dan harga (tsaman);

c) Shighah, yaitu ljab dan Qabul syarat, dan Sifat Akad Salam.

-Syarat Akad Salam

1) Pembeli harus membayar penuh barang yang dipesan pada saat akad

salam ditandatangani.

2) Salam hanya boleh digunakan untuk jual beli komoditas yang kualitas

dan kuantitasnya dapat ditentukan dengan tepat (fungible goods atau

dhawat al amthal).

3) Salam tidak dapat dilakukan untuk jual beli komoditas tertentu atau

produk dari lahan pertanian atau peternakan tertentu.

4) Kualitas dari komoditas yang akan dijual dengan akad salam perlu

mempunyai spesifikasi yang jelas tanpa keraguan yang dapat

menimbulkan perselisihan

5) Ukuran kuantitas dari komoditas perlu disepakati dengan tegas.

6) Tanggal dan tempat penyerahan barang yang pasti harus ditetapkan

dalam kontrak.

7) Salam tidak dapat dilakukan untuk barang-barang yang harus

diserahkan langsung.

-Sifat Jual Beli Salam


a) Salam paralel dapat dilakukan dengan dua syarat. Pertama, akad antara

entitas (sebagai pembeli) dan Produsen (penjual) terpisah dari akad antara

entitas (sebagai penjual) dan pembeli akhir. Kedua, akad tidak saling

bergantung (ta'alluq).

b) Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati oleh pembeli dan

penjual di awal akad.

c) Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang

meliputi: Jenis, spesifikasi teknis, kualitas dan kuantitasnya.

-Perbedaan Jual Beli Akad dan Jual Beli Biasa

1) Dalam jual beli salam, perlu ditetapkan periode pengiriman barang,

yang dalam jual beli biasa tidak perlu.

2) Dalam jual beli salam, komoditas yang tidak dimiliki oleh penjual

dapat dijual; yang dalam jual beli biasa tidak dapat dijual.

3) Dalam jual beli salam, hanya komoditas yang secara tepat dapat

ditentukan kualitas dan kuantitasnya dapat dijual, yang dalam jual beli

biasa, segala komoditas yang dapat dimiliki bisa dijual, kecuali yang

dilarang Al-Qur'an dan Hadits.

4) Dalam jual beli salam, pembayaran harus dilakukan ketika membuat

kontrak; yang dalam jual beli biasa, pembayaran dapat ditunda atau dapat

dilakukan ketika pengiriman barang berlangsung.

-Aplikasi Salam di Lembaga Keungan Syari’ah (LKS)


Transaksi ba’i salam merupakan transaksi yang biasanya dilakukan bukan

oleh pedagang. Ada bentuk khusus dari ba’i salam yang digunakan oleh

bank syariah sebagai instrumen pembiayaan, yaitu yang disebut pararel

salam. Pararel salam adalah back to back sales contact . Salam pararel

merupakan transaksi pembelian atas barang tertentu oleh nasabah kepada

lembaga keuangan syariah. Pembelian tidak secara langsung dengan

melakukan penyerahan barang, akan tetapi nasabah hanya memberikan

spesifikasi barang kemudian lembaga keuangan syariah memesan barang

yang diminta nasabah kepada produsen .

D. DAFTAR PUSTAKA

Saprida. 2018. Akad Salam Dalam Transaksi Jual Beli. Mizan: Journal of

Islamic Law,4 (1).

Mardani. 2013. Fiqh Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana.

Sjahdeini, Sutan Reni. 2014. Perbankan Syariah: Produk-Produk dan

Aspek Hukumnya. Jakarta: Kencana.

Mustofa, Imam. 2016. Fiqh Muamalah Kontemporer. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada.

Mujiatun, S. (2014). Jual beli dalam perspektif islam: Salam dan

istisna’ . Jurnal Riset Akuntansi Dan Bisnis, 13(2).

Rifai, Veithzal dan Adaria Permata Veithzal. 2008. Islamic Financial

Management: Teori, Konsep, dan Aplikasi Panduan Praktis,

Lembaga Keuangan Nasabah, Praktisi dan Mahasiswa. Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada.


Ascarya. 2011. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada.

Ismail. 2013. Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana.

Anshori, Abdul Ghofur. 2009. Perbankan Syariah di Indonesia.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Huda, Nurul dan Mohamad Heykal. 2013. Lembaga Keuangan Syariah:

Tinjuan Teoritis dan Praktis. Jakarta: Kencana.

Muhammad. 2008. Sistem dan Prosedur Oprasional Bank Syariah.

Yogyakarta: UII Press Yogyakarta.

Yaya, Rizal dkk. 2014. Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta Selatan:

Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai