Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

AKUNTANSI SALAM

Di ajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah


AKUNTANSI SYARIAH
Dosen Pengampu : HAMIM, S.E

Di susun oleh kelompok 2 :

YESINTA MARTINA R 1903806121003

SYAHIRA NAJMIN NIDA 1903806121005

DANIEL PRASETYO 1903806121016

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


UNIVERSITAS ISLAM JEMBER
JAWA TIMUR
TAPEL 2021-2022

.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salam merupakan salah satu jenis akad jual beli, dimana pembeli membayar terlebih dahulu
atas suatu barang yang spesifikasi dan kuantitasnya jelas sedangkan barangnya baru akan
diserahkan pada saat tertentu di kemudian hari.
Dengan demikian, akad salam dapat membantu produsen dalam penyediaan modal sehingga
ia dapat menyerahkan produk sesuai dengan yang telah dipesan sebelumnya. Sebaliknya,
pembeli dapat jaminan memperoleh barang tertentu, pada saat ia membutuhkan dengan harga
yang disepakatinya diawal. Akad salam biasanya digunakan untuk pemasaran barang pertanian.
Kendati demikian, masih banyak diantara kita yang belum mengenal yang namanya akad
salam, maka dari itu dalam makalah ini akan di paparkan pembahasan yang akan membawa kita
untuk mengenal sedikit lebih dekat mengenai akad salam itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana ketentuan-ketentuan dalam akuntansi salam?
2. Bagaimana standar akuntansi salam dalam PSAK No.59 tentang akuntansi Bank Syariah?
3. Bagaimana perlakuan akuntansi salam?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui ketentuan-ketentuan dalam akuntansi salam
2. Untuk mengetahui standar akuntansi salam dalam PSAK No.59 tentang akuntansi bank syariah
3. Untuk mengetahui perlakuan dalam akuntansi salam serta contoh akad salam.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Dasar Akuntansi Salam
Salam berasal dari kata “As salaf” yang artinya pendahuluan karena pemesan barang
menyerahkan uangnya di muka.
Terminologi: Para fuqaha menamainya al mahawi’ij  (barang barang mendesak). Akad
Salam adalah sejenis jual beli yang mendesak walaupun barang yang diperjualbelikan tidak ada
ditempat. Dilihat dari sisi pembeli ia sangat membutuhkan barang tersebut di kemudian hari
sementara si penjual sangat membutuhkan uang tersebut. Al-Salam atau salaf adalah jual beli
barang secara tangguh dengan harga yang dibayarkan di muka, atau dengan bahasa lain jual beli
dimana harga dibayarkan di muka sedangkan barang dengan kriteria tertentu akan diserahkan
pada waktu tertentu.
1. Definisi fuqaha Syafi’iyah dan Hanbalih : Al-Salam adalah akad atau suatu barang dengan kriteria
tertentu sebagai tanggungan tertunda dengan harga yang di bayarkan dalam majelis akad.
2. Definisi fuqaha Malikiyah : Al-Salam adalah jual beli dengan modal pokok yang dibayarkan
dimuka sedang barangnya diakhirkan atau ditunda penyerahannya sampai batas waktu tertentu.
(Ghufron A.Mas’adi, 2002: 43)
3. Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah : Salam   adalah jasa pembiayaan yang berkaitan
dengan jual beli yang pembiayaanya di lakukan bersamaan dengan pemesanan barang. (Mardani,
2012:113).
Dari beberapa definsi yang dikemukakan oleh ulama mazhab  tersebut dapat diambil intisari
bahwa salam adalah salah satu bentuk jual beli dimana uang harga barang dibayarkan secara
tunai, sedangkan barang yang dibeli belum ada, hanya sifat-sifat, jenis, dan ukurannya sudah
disebutkan pada waktu perjanjian dibuat.
Landasan Syari’ah
Landasan Syari’ah transaksi Ba’I as-Salam terdapat dalam Al-qur-an dan Al-Hadis.
1. Al-Qur’an
Terjemahannya:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu
yang di tentukan, hendaklah kamu menuliskannya…” (QS.Al-Baqarah : 282)
2. Al- Hadis
Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasullullah SAW. Datang ke Madinah di mana
penduduknya melakukan salaf (salam) dalam buah-buahan untuk jangka waktu satu, dua, dan
tiga tahun. Beliau berkata:
 ‫َم ْن اَ ْسلَفَ فِى شَئْ فَفِ ْي َك ْي ٍل َم ْعلُوْ ٍم َو َو ْز ٍن َم ْعلُوْ ٍم اِلَى اَ َج ٍل َم ْعلُوْ ٍم‬

 ”Barangsiapa yang melakukan salaf (salam), hendaknya ia melakukan dengan takaran yang
jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang diketahui.”

  Dari Shuhaib r.a. bahwa Rasullulah saw, bersabda,:


“Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah
(mudharabah),dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk
djual.”(HR.Ibnu Majah). (Muhammad Syafi’I Antonio, 2001:108)
B. Ketentuan- Ketentuan dalam Akuntansi Salam
Ketentuan syar’I transaksi salam diatur dalam Fatwa DSN Nomor 05/DSN-MUI/IV/2000
tentang Jual Beli Salam. Fatwa tersebut mengatur tentang ketentuan pembayaran, barang, salam
parallel, waktu penyerahan, dan syarat pembatalan kontrak. Ketentuan-ketentuan tersebut akan
dibahas dalam aspek rukun dan syarat salam berikut.
1. Rukun Salam
a.  Muslam (Pembeli atau pemesan)
b.  Muslam Ilaih (Penjual atau penerima pesanan)
c.   Muslam fih ( Barang yang di pesan)
d.  Ra’s al-mal ( Harga pesanan/ modal yang dibayarkan)
e.  Shighat ijab qabul (ucapan serah terima)
2. Syarat Salam
A. Syarat Aqidain : Muslam (pembeli atau pemesan) dan syarat Muslam Ilaih ( penjual atau
penerima pesanan).
1) Harus cakap hukum (Berakal dan dapat membedakan)
2) Suka rela, tidak dalam keadaan dipaksa/terpaksa/ dibawah tekanan.(M.Yazid Afandi,
M.Ag.,2009:162)
B. Syarat Ra’s al mal (dana yang dibayarkan atau modal)
1) Jenis  dan Jumlah Modal harus diketahui.
2) Berbentuk tunai. Para ulama berbeda pendapat soal pembayaran berbentuk aset
perdagangan. Beberapa ulama menganggapnya boleh.
3) Modal salam diserahkan ketika akad berlangsung, tidak boleh utang atau sebagai
pelinasan utang. Hal ini untuk mencegah praktek riba melalui mekanisme salam.
C. Syarat Muslam fih (barang yang dipesan)
1) Ditentukan dengan sifat-sifat tertentu, jenis, kualitas dan jumlahnya.
2) Harus bisa diidentifikasi secara jelas untuk mengurangi kesalahan akibat kurangnya
pengetahuan tentang macam barang tersebut, tentang klasifikasi kualitas serta mengenai
jumlahnya.
3) Penyerahan barang dilakukan dikemudian hari.
4) Tempat penyerahan barang harus disepakati oleh pihak-pihak yang berakad.
5) Para ulama melarang penggantian barang yang dipesan  (Muslam fih) dengan barang
lainnya.  Penggantian ini tidak diperkenankan, karena meskipun beum diserahkan, barang
tersebut tidak lagi milik Muslam alaih (penjual), tetapi sudah milik pemesan. Bila barang
tersebut digant dengan barang yang memiliki sfesifikasi dan kualitas yang sama, meskipun
sumbernya berbeda, para ulama membolehkannya.
6) Satu jenis (tidak bercampur dengan jenis yang lain)
7)  Barang yang sah diperjual belikan.
D. Syarat Ijab Qabul
1)  Harus jelas disebutkan secara spesifik dengan siapa berakad.
2) Antara ijab dan qabul harus selaras baik dalam spesifikasi barang maupun harga yang
disepakati.
3) Tidak mengandung hal-hal yang bersifat menggantungkan keabsahan transaksi pada kejadian
yang akan datang.
4) Akad harus pasti, tidak boleh ada khiyar syarat. (M.Yazid Afandi, M.Ag.,2009:163-164)
3. Ketentuan umum pembiayaan salam adalah sebagai berikut:
a. Pembelian hasil produksi harus di ketahui spesifikasinya secara jelas seperti jenis, macam, ukuran,
mutu dan jumlahnya. Misalnya, jual beli 100 Kg mangga harum manis kualitas A dengan harga
Rp 5000,-/Kg, akan diserahkan pada  panen dua bulan mendatang.
b. Apabila hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad, maka nasabah
(produsen) harus bertanggung jawab dengan cara antara lain mengembalikan dana yang telah
diterimanya atau mengganti barang yang sesuai pesanan.
c. Mengigat bank tidak menjadikan barang yang dibeli atau dipesannya sebagai persediaan
(inventory), maka dimungkinkan bagi bank untuk melakukan akad salam kepada pihak ketiga
(pembeli kedua), seperti BULOG, pedagang pasar induk atau rekanan. Mekanisme ini disebut
parallel salam
4. Ringkasan Tahapan Akad Salam dan Salam Parallel Menurut SOP Bank Syariah.
a. Adanya permintaan barang tertentu dengan spesifikasi yang jelas, oleh nasabah pembeli kepada
bank syariah sebagai penjual.
b. Wa’ad nasabah untuk membeli barang dengan harga dan waktu tangguh pengiriman barang yang
disepakati.
c. Mencari produsen yang sanggup untuk menyediakan barang dimaksud (sesuai batas waktu yang
disepakati dengan harga yang lebih rendah)
d. Pengikatan I antara bank sebagai penjual dan nasabah pembeli untuk membeli barang dengan
spesifikasi tertentu yang akan diserahkan pada waktu yang telah ditentukan
e. Pembayaran oleh nasabah pembeli dilakukan sebagian diawal akad dan sisanya sebelum barang
diterima (atau sisanya disepakati untuk diangsur)
f. Pengikatan II antara bank sebagai pembeli dan nasabah produsen untuk membeli barang dengan
spesifikasi tertentu yang akan diserahkan pada waktu yang telah ditentukan.
g. Pembayaran dilakukan segera oleh bank sebagai pembeli kepada nasabah produsen pada saat
pengikatan dilakukan.
d. Pengiriman barang dilakukan langsung oleh nasabah produsen kepada nasabah pembeli pada
waktu yang di tentukan. .(Mardani, 2012:123-124).
Standar Akuntansi Salam dalam PSAK No.59 tentang Akuntansi Bank Syariah
Pengakuan dan Pengukuran Salam. PAR 69-80.
1.  Salam adalah akad jual beli muslam fiih (barang pesanan) dengan penangguhan pengiriman
oleh muslam ilaihi (penjual) dan pelunasannya dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang
yang dipesan tsb diterima sesuai dengan syarat-syarat tertentu
Barang yang diperjualbelikan belum ada ketika transaksi. Tetapi penjual akan
menyerahkannya dikemudian hari setelah pembeli melakukan pembayaran di muka.
Keterangan:
(1)  Pembeli dan penjual menyepakati akad salam.
(2)  Pembeli membayar kepada penjual.
(3)  Penjual menyerahkan barang.
2.  Salam parallel berarti melaksanakan dua transaksi bai’ as-salam antara bank dengan
nasabah, dan antara bank dan pemasok (supplier) atau pihak ketiga lainnya.( (Muhammad
Syafi’I Antonio, 2001:110)
3.  Bank dapat bertindak sebagai pembeli (muslam) atau penjual dalam suatu transaksi salam.
Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan
barang pesanan dengan cara salam maka hal ini disebut salam pararel, yaitu dilakukan dengan
syarat:
a. Akad kedua antara bank dan pemasok terpisah dari akad pertama antara bank dan pembeli akhir
b. Akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah
Syarat:
1) Salam Parallel terjadi karena penjual tidak memiliki barang sehingga harus membeli dari suplier.
2) Akad salam pertama ( 1a) terpisah atau tidak tergantung dengan akad salam pertama (1).
Keterangan:
1) Pembeli dan penjual menyepakati akad salam.
2)  Pembeli membayar kepada penjual.
3)  Penjual menyerahkan barang.
c. Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati oleh pembeli dan penjual di awal akad.
Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah selama jangka waktu akad. Dalam hal bank
bertindak sebagai pembeli, bankb syariah dapat meminta jaminan kepada nasabah untuk
menghindari risiko yang merugikan bank.
d. Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi: jenis, spesifikasi
teknis, kualitas, dan kuantitasnya. Barang pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah
disepakati antara pembeli dan penjual. Jika barang pesanan yang dikirimkan salah atau cacat
maka penjual harus bertanggung jawab atas kelalaiannya.
Akuntansi Salam dan Salam Paralel
1.  Piutang salam diakui pada saat modal salam dibayarkan atau dialihkan kepada penjual.
2.  Transaksi salam paralel diakui sebagai kewajiban pada saat bank menerima modal salam berupa
kas atau aktiva non-kas.
3.  Modal salam dapat berupa:
a. Kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan,
 b. Aktiva non-kas diukur sebesar nilai wajar.
4. Pengakuan dan pengukuran penerimaan barang pesanan:
a. barang pesanan cocok, dinilai sesuai  nilai akad;
b. jika barang pesanan berbeda kualitas:
1) jika nilai pasar > = nilai (akad) barang pesanan, dinilai sesuai akad;
2) jika jika nilai pasar < nilai (akad) barang pesanan, dinilai sebesar nilai pasar dan diakui
kerugian.
c. Jika bank tak menerima sebagian/seluruh barang pesanan:
1) piutang salam tetap sesuai akad, jika tanggal pengiriman diperpanjang;
d. jika bank tak menerima sebagian/seluruh barang pesanan:
1) piutang salam berubah menjadi piutang jatuh tempo oleh nasabah sebesar bagian yang tidak
dapat dipenuhi, jika akad salam dibatalkan.
2) jika ada jaminan atas barang pesanan:
a) hasil penjualan  jaminan < nilai piutang salam, selisihnya diakui sebagai piutang jatuh
tempo kepada nasabah, atau
b) hasil penjualan jaminan > nilai piutang salam, selisihnya menjadi hak nasabah.
3) bank dapat mengenakan denda kepada nasabah.
e. Barang pesanan yang telah diterima:
1) diakui sebagai persediaan;
2) pada akhir periode, persediaan diukur sebesar nilai terendah antara biaya perolehan dan nilai
tunai yang dapat direalisasi, dan;
3) jika nilai tunai yang dapat direalisasi lebih rendah maka selisihnya diakui sebagai kerugian
pada laporan laba rugi.
f. Apabila bank melakukan transaksi salam paralel:
1) selisih antara jumlah yang dibayar oleh nasabah dan biaya perolehan barang pesanan diakui
sebagai keuntungan atau kerugian pada saat pengiriman barang pesanan oleh bank ke nasabah.
D. Perlakuan Akuntansi Salam
1. Pengakuan & Pengukuran
Seperti yang disebutkan dalam PSAK No. 103, bahwa Salam adalah akad jual beli muslam
fiih (barang pesanan) dengan penangguhan pengiriman oleh muslam ilaihi (penjual) dan
pelunasannya dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang pesanan tersebut diterima sesuai
dengan syarat-syarat tertentu. Transaksi salam terjadi karena pembeli berniat memberikan modal
kerja terlebih dahulu untuk memungkinkan penjual (produsen) menyediakan barangnya.
Transaksi salam diselesaikan pada saat penjual menyerahkan barang kepada pembeli.
Dengan demikian transaksi Salam dilakukan karena pembeli berniat memberikan modal
kerja terlebih dahulu untuk memungkinkan penjual (produsen) memproduksi barang yang
diinginkannya melalui pesanan lebih dahulu. Barang yang dipesan memiliki spesifikasi khusus
dan pembeli membutuhkan kepastian dari pihak penjual. Transaksi Salam berakhir pada saat
penjual menyerahkan barang kepada pembeli.
Karakteristik dan harga barang harus sudah disepakati di awal akad. Jika ada
ketidaksesuaian karakteristik barang yang dikirimkan ke pembeli maka menjadi tanggung jawab
penjual. Ketentuan harga barang tidak dapat berubah selama jangka waktu akad. Alat
pembayaran dapat berupa kas, barang atau manfaat. Pelunasan harus dilakukan pada saat akad
disepakati dan tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang penjual atau penyerahan piutang
pembeli dari pihak lain. Jaminan dapat diminta untuk menghindari risiko yang merugikan.
Pada situasi dimana pihak penjual tidak dapat menyediakan sendiri barang pesanan dari
pembeli maka dilakukan Salam Paralel, yaitu entitas yang bertindak sebagai penjual kemudian
memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan transaksi Salam juga.
Ada kemungkinan kontrak salam dibatalkan oleh pembeli jika barang yang dipesan tidak
tersedia pada waktu yang ditentukan, barang yang dikirim cacat atau tidak sesuai dengan yang
disepakati dalam akad, dan barang yang dikirim kualitasnya lebih rendah.
2. Penyajian
Pada akhir periode pelaporan keuangan, persediaan yang diperoleh melalui transaksi salam
diukur sebesar nilai terendah biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi. Apabila
nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan, maka selisihnya diakui
sebagai kerugian.
a. Pembeli menyajikan modal usaha salam yang diberikan sebagai Piutang salam.
b. Piutang yang harus dilunasi oleh penjual karena tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam
transaksi Salam disajikan secara terpisah dari Piutang salam.
c. Penjual menyajikan modal usaha salam yang diterima sebagai Hutang Salam.
3.     Pengungkapan
Dalam catatan atas laporan keuangan, pembeli dan penjual dalam transaksi salam
mengungkapkan hal-hal berikut :
a. Besarnya modal usaha salam, baik yang dibiayai sendiri maupun yang dibiayai secara bersama-
sama dengan pihak lain;
b. Jenis dan kuantitas barang pesanan; dan
c. Pengungkapan lain sesuai dengan PSAK N0. 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syari’ah.
E. Contoh Akad Salam
Kewajiban salam berakhir saat penyerahan barang salam oleh penjual (LKS) kepada pembeli
(nasabah). Jika penjual melakukan transaksi salam paralel dalam pengadaan barang, maka selisih
antara jumlah yang dibayar oleh pembeli akhir (nasabah) dan biaya perolehan barang pesanan
diakui sebagai keuntungan atau kerugian pada saat penyerahan pesanan oleh penjual kepada
pembeli akhir.
Berikut ini contoh akuntansi salam dimana LKS sebagai penjual:
Contoh Kasus 1
Tanggal 1 April 2015 Bank Berkah Syariah menerima pembayaran modal salam sebesar Rp
100.000.000 dari BULOG atas pemesanan beras jenis beras putih pandan wangi sebanyak 5 ton.
Penyerahan barang akan dilakukan 2 bulan kemudian.
Jurnal transaksi:

1 April 2015 Dr Kas Rp 100.000.000

Cr Hutang Salam Rp 100.000.000

Tanggal 30 Mei 2015 barang salam telah selesai pengerjaannya atau telah jadi dengan
harga perolehan sebesar Rp 80.000.000.
Jurnal transaksi:

1 Juni 2015 Dr Persediaan Barang Salam Rp 80.000.000

Cr Kas Rp 80.000.000

Tanggal 1 Juni 2015 berdasarkan kesepakatan Bank Berkah Syariah menyerahkan barang
salam yang dipesan oleh tuan Ahmad.
Jurnal transaksi:
1 Juni 2015 Dr Hutang Salam Rp 100.000.000

Cr Persediaan Barang Salam Rp 80.000.000

Cr Pendapatan Margin Salam Rp 20.000.000

Lembaga Keuangan Syariah (LKS)  Sebagai Pembeli


Pada umumnya atas pemesanan barang dengan akad salam oleh nasabah, LKS akan
melakukan salam paralel kepada pihak lain. Maka posisi LKS adalah sebagai pembeli.
Pada saat LKS menyerahkan modal salam kepada penjual diakui sebagai piutang salam
sebesar jumlah yang dibayarkan.
Berikut ini contoh akuntansi salam dimana LKS bertindak sebagai pembeli:
Contoh kasus 2
Tanggal 2 April 2015 Bank Berkah Syariah menyerahkan modal salam sebesar Rp
80.000.000 kepada KUD Petani Mandiri untuk pemesanan beras jenis “beras putih pandan
wangi” sebanyak 5 ton. Penyerahan barang akan dilakukan pada  tanggal 28 Mei 2015.
Jurnal transaksi:

2 April 2015 Dr Piutang Salam Rp 80.000.000

Cr Kas Rp 80.000.000

Barang pesanan yang diterima diakui sebagai persediaan. Pada saat penerimaan barang
diakui dan diukur sebagai berikut:
a.  Jika barang pesanan sesuai dengan akad, maka dinilai sesuai dengan nilai yang disepakati
Contoh :
Tanggal 28 Mei 2015 berdasarkan kesepakatan, Bank Berkah Syariah menerima barang
salam dari KUD Petani Mandiri senilai Rp 80.000.000.
Jurnal :

28 Mei 2015 Dr Persediaan Barang Salam Rp 80.000.000

Cr Piutang Salam Rp 80.000.000


b.  Jika barang pesanan berbeda kualitasnya, maka:
1)  Barang pesanan yang diterima dinilai sesuai dengan nilai akad, jika nilai wajar dari barang
pesanan yang diterima nilainya sama atau lebih tinggi dari nilai barang pesanan yang tercantum
dalam akad.
Contoh:
Tanggal 28 Mei 2015 berdasarkan kesepakatan, Bank Berkah Syariah menerima barang salam
dari KUD Petani Mandiri senilai Rp 90.000.000.
Jurnal :

28 Mei 2015 Dr Persediaan Barang Salam Rp 90.000.000

Cr Piutang Salam Rp 80.000.000


2)  Barang pesanan yang diterima dinilai diukur sesuai dengan nilai wajar pada saat diterima dan
selisihnya diakui sebagai kerugian, jika nilai wajar dari barang pesanan yang diterima lebih
rendah dari nilai barang pesanan yang tercantum dalam akad
Contoh:
   Tanggal 28 Mei 2015 berdasarkan kesepakatan, Bank Berkah Syariah menerima barang salam
dari KUD Petani Mandiri senilai Rp 70.000.000.
Jurnal :

28 Mei 2015 Dr Persediaan Barang Salam Rp 70.000.000

Dr Beban Kerugian Salam Rp 10.000.000

Cr Piutang Salam Rp 80.000.000

F.        Manfaat dan Kelemahan Akad Salam


1.     Manfaat Akad Salam
Orang yang mempunyai perusahaan sering membutuhkan uang unuk keperluan perusahaan
mereka, bahkan sewaktu-waktu kegiatan perusahaan sampai terhambat Karena kekurangan
bahan pokok. Sedangkan pembeli selain akan mendapat barang yang sesuai dengan yang
diinginkannya, maka ia pun sudah menolong kemajuan perusahaan saudaranya. Untuk
kepentingan itu, Allah swt. Membolehkan akad salam.(Lukman Hakim, 2012:118)
2.     Kelemahan Akad Salam
Akan dimanfaatkan oleh orang yang sangat membutuhkan untuk menekan harga kepada penjual.
Sebagaimana islam sangat mengiginkan hambanya untuk mempermudah dan membantu pihak
lain, melakukan eksploitasi pihak lain atas nama syariat dan agama, untuk itu Nabi mencegah
jual beli yang dilakukan oleh orang yang sangat membutuhkan.(Abdul Sami’ Al-Mishri,
2006:107).
BAB III

KESIMPULAN
A         Kesimpulan
Salam berasal dari kata as syalaf yang artinya adalah pendahuluan . jadi pengertian akad
salam di sini adalah harta jual beli barang pesangon dengan pengiriman barang dilakukan di
kemudian hari dan pelunasanya di lakukan oleh pembeli pada saat akad/perjanjian di sepakati
sesuai dengan syarat dan ketentuan yang telah disepakati
Pelaksanaan LKS di Indonesia dalam semua aspek perjalanan dan operasinya adalah dengan
berlandaskan kepada hukum dan peraturan Syariah. Hukum dan peraturan ini kebanyakan adalah
dari Kelompok hukum dan peraturan Ilmu Fiqih yang berhubungan dengan muamalat ekonomi
dan urusan Bank dan Keuangan.
Untuk bereaksi terhadap masalah-masalah tersebut yang dialami oleh lembaga keungan islam
Indonesia khususnya lembaga keuangan perbankan, maka perbankan syariah menyiasati dengan
memberlakukan pola bagi hasil yang merujuk kepada pedoman akuntanasi perbankan syariah
Indonesia (PAPSI), pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) dan fatwa dewan syariah
nasioanal (DSN) Majelis Ulama Indonesia. Reaksi ini telah membawa perbankan syariah di
Indonesia lebih semangat dan lebih maju dengan ketepatan akuntabilitas.
B         Saran
Makalah ini memberikan penjelasan mengenai akad salam dan penerapan akuntansinya
sesuai dengan PSAK no 103.Ada beberapa penjelasan mengenai akad salam,namun penyajian
materi masih sangatlah jauh dari kesempurnaan.Untuk itu penyusun menyarankan untuk mencari
referensi-referensi lainnya agar kita mampu mengetahui teori-teori akad salam dan
mengaplikasikannya sesuai dengan teori yang ada.

Anda mungkin juga menyukai