Anda di halaman 1dari 14

Makalah

AKUTANSI TRANSAKSI SALAM DAN


SALAM PARALEL

OLEH:

MUHAMMAD NAHLUL NIZAR


NIM

FAKULTAS EKONOMI BERBASIS ISLAM


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
AR-RANIRY
ACEH
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Diantara bukti kesempurnaan agama Islam ialah dibolehkannya jual beli dengan cara
salam, yaitu akad pemesanan suatu barang dengan kriteria yang telah disepakati dan dengan
pembayaran tunai pada saat akad dilaksanakan. Yang demikian itu, dikarenakan dengan akad
ini kedua belah pihak mendapatkan keuntungan tanpa ada unsur tipu-menipu atau ghoror
(untung-untungan). Pembeli (biasanya) mendapatkan keuntungan berupa jaminan untuk
mendapatkan barang sesuai dengan yang ia butuhkan dan pada waktu yang ia
inginkan.Sebagaimana ia juga mendapatkan barang dengan harga yang lebih murah bila
dibandingkan dengan pembelian pada saat ia membutuhkan kepada barang tersebut.
Sedangkan penjual juga mendapatkan keuntungan yang tidak kalah besar dibanding
pembeli, diantaranya penjual mendapatkan modal untuk menjalankan usahanya dengan cara-
cara yang halal, sehingga ia dapat menjalankan dan mengembangkan usahanya tanpa harus
membayar bunga. Dengan demikian selama belum jatuh tempo, penjual dapat menggunakan
uang pembayaran tersebut untuk menjalankan usahanya dan mencari keuntungan sebanyak-
banyaknya tanpa ada kewajiban apapun. Penjual memiliki keleluasaan dalam memenuhi
permintaan pembeli, karena biasanya tenggang waktu antara transaksi dan penyerahan barang
pesanan berjarak cukup lama.
Jual-beli dengan cara salam merupakan solusi tepat yang ditawarkan oleh Islam guna
menghindari riba. Dan mungkin ini merupakan salah satu hikmah disebutkannya syari'at jual-
beli salam seusai larangan memakan riba.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, terdapat beberapa rumusan masalah, antara
lain :
1. Apa defenisi dan penggunaan transaksi salam dan salam paralel ?
2. Bagaimana ketentuan syar’i, rukun transaksi dan pengawasan syariah ransaksi salam dan
salam parallel ?
3. Bagaimana alur transaksi salam dan salam paralel ?
4. Bagaimana Teknis perhitungan dan penjurnalan transaksi salam ?
5. Bagaimana penyajiannya ?
6. Bagaimana pengungkapannya ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi dan Penggunaan Transaksi Salam dan Salam paralel
 Bai’ as salam atau biasa disebut dengan salam, merupakan pembelian barang yang
pembayarannya dilunasi di muka sedangkan penyerahan barang dilakukan di kemudian
hari.
 Akad salam ini digunakan untuk memfasilitasi pembelian suatu barang (biasanya
barang hasil pertanian) yang memerlukan waktu untuk memproduksinya.
 Salam paralel merupakan jual beli barang yang melibatkan dua transaksi salam, dalam
hal ini transaksi salam pertama dilakukan dilakukan antara nasabah dengan bank,
sedang transaksi salam kedua dilakukan antara bank dengan petani atau pemasok.

2.2. Ketentuan Syar’i, Rukun Transaksi dan Pengawasan Syariah Transaksi Salam dan
Salam parallel

2.2.1. Ketentuan Syar’i Transaksi Salam dan Salam Paralel

Landasan syar’i dibolehkannya transaksi salam adalah sebagaimana disebutkan dalam


hadis Nabi SAW riwayat Ibnu Abbas berikut:

“Barang siapa yang melakukan salaf (salam) hendaknya ia melakukan dengan takaran yang
jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang diketahui.”

Ketentuan syar’i transaksi salam diatur dalam fatwa DSN no 05/DSN-MUI/IV/2000


tentang Jual Beli Salam. Fatwa tersebut mengatur tentang ketentuan pembayaran, barang,
salam paralel, waktu penyerahan dan syarat pembatalan kontrak.

2.2.2. Rukun Transaksi Salam


Rukun-rukun salam meliputi:
(a) transaktor yakni pembeli (muslam) dan penjual (muslam ilaih);
(b) objek akad salam berupa barang dan harga yang diperjualbelikan dalam transaksi
salam; dan
(c) ijab dan kabul yang menunjukkan pernyataan kehendak jual beli secara salam,
baik berupa ucapan atau perbuatan.
Rukun Transaksi Salam
a. Transaktor
 Transaktor terdiri atas pembeli (muslam) dalam hal ini nasabah dan penjual (muslam
ilaih) dalam hal ini bank syariah.
 Kedua transakstor disyaratkan memiliki kompetensi berupa akil baligh dan kemampuan
memilih yang optimal seperti tidak gila, tidak sedang dipaksa dan lain yang sejenis.
Adapun untuk transaksi dengan anak kecil, dapat dilakukan dengan izin dan pantauan
dari walinya.
 Terkait dengan penjual, fatwa DSN no 05/DSN-MUI/IV/2000 mengharuskan agar
penjual menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas dan jumlah yang
telah disepakati.
 Penjual diperbolehkan menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang disepakati
dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan dan ia tidak boleh
menuntut tambahan harga.

b. Objek salam
DSN dalam fatwanya menyatakan bahwa ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi
oleh barang yang sebagai diperjualbelikan dalam transaksi salam. Ketentuan tersebut antara
lain:
1. harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui utang
2. harus dapat dijelaskan spesifikasinya
3. penyerahannya dilakukan kemudian
4. waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan
5. pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
6. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan

Terkait dengan alat pembayaran, DSN mensyaratkan alat bayar harus diketahui jumlah
dan bentuknya. Alat bayar bisa berupa uang, barang atau manfaat. Pembayaran harus dilakukan
pada saat kontrak disepakati.Pembayaran itu sendiri tidak boleh dalam bentuk pembebasan
utang.

2.2.3. Rukun Transaksi Salam Paralel

Berdasarkan fatwa DSN no 5 tahun 2000, disebutkan bahwa akad salam kedua (antara
bank sebagai pembeli dengan petani sebagai penjual) harus dilakukan terpisah dari akad
pertama. Adapun akad kedua baru dilakukan setelah akad pertama sah. Rukun-rukun yang
terdapat pada akad salam pertama juga berlaku pada akad salam kedua.

2.2.4. Pengawasan Syariah Transaksi Salam dan Salam paralel

a) memastikan barang yang diperjual belikan tidak diharamkan oleh syariah Islam;
b) memastikan bahwa pembayaran atas barang salam kepada pemasok telah dilakukan
diawal kontrak secara tunai sebesar akad salam;
c) meneliti bahwa akad salam telah sesuai dengan fatwa DSN-MUI tentang salam dan
peraturan Bank Indonesia yang berlaku;
d) meneliti kejelasan akad salam yang dilakukan dalam format salam paralel atau akad
salam biasa;
e) meneliti bahwa keuntungan bank syariah atas praktik salam paralel diperoleh dari
selisih antara harga beli dari pemasok dengan harga jual kepada nasabah/pembeli akhir.

2.3. Alur Transaksi Salam dan Salam Paralel

2.4. Teknis Perhitungan dan Penjurnalan Transaksi Salam


Kasus 1 : Transaksi Salam
Transaksi Salam Pertama
PT. Thariq Agro Mandiri , membutuhkan 100 ton biji jagung hibryda untuk keperluan ekspor
6 bulan yang akan datang. Pada tanggal 1 Juni 20XA, PT. Thariq Agro Mandiri melakukan
pembelian jagung dengan skema salam kepada Bank Syariah Sejahtera. Adapun informasi
tentang pembelian tersebut adalah sebagai berikut:
Spesifikasi barang : Biji jagung manis hybrida kualitas no 2
Kuantitas : 100 ton
Harga : Rp 700.000.000 ( Rp 7.000.000 per ton)
Waktu penyerahan : dua tahap setiap tiga bulan sebanyak 50 ton (2 September dan 2
Desember 20XA)
Syarat pembayaran : dilunasi pada saat akad ditandatangani
Transaksi Salam Kedua
Untuk pengadaan produk salam sebagaimana diinginkan oleh PT. Thariq Agro Mandiri, bank
syariah selanjutnya pada tanggal 2 Juni 20XA mengadakan transaksi salam dengan petani yang
bergabung dalam KUD. Tunas Mulia dengan kesepakatan sebagai berikut:
Spesifikasi barang : Biji jagung manis hybrida kualitas kualitas no 2
Kuantitas : 100 ton
Harga : Rp 650.000.000 (Rp 6.500.000 per ton)
Penyerahan modal : uang tunai sejumlah Rp 650.000.000
Waktu penyerahan barang :dua tahap setiap tiga bulan sebanyak 50 ton (1 September dan 1
Desember 20XA)
Agunan : Tanah dan kendaraan senilai Rp 700.000.000
Syarat pembayaran : dilunasi pada saat akad ditandatangani

Denda kegagalan penyerahan karena kelalaian atau kesengajaan: 2% dari nilai produk yang
belum diserahkan.

2.4.1. Penjurnalan Transaksi Salam


a. Penerimaan dana dari nasabah pembeli
Pada saat akad disepakati, pembeli disyaratkan untuk sudah membayar produk salam
secara lunas. Berdasarkan PSAK no 103 paragraf 17 disebutkan bahwa kewajiban salam diakui
pada saat penjual menerima modal usaha sebesar modal usaha salam yang diterima.
Berdasarkan kasus 10.1, pada saat bank syariah melakukan akad salam dengan PT.
Thariq Agro Mandiri (PT. TAM) dan menerima dana salam, maka jurnal transaksi tersebut
adalah sebagai berikut:

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

5/6/XA Db. Kas/rekening nasabah pembeli – 700.000.000


PT. TAM
Kr. Hutang salam 700.000.000

b. Penyerahan modal salam dari bank syariah kepada pemasok atau petani

Berdasarkan PSAK no 103 paragraf 11 disebutkan bahwa piutang salam diakui pada
saat modal usaha salam dibayarkan atau dialihkan kepada penjual. Modal usaha salam dalam
bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan (PSAK no 103 paragraf 12).

Misalkan pada tanggal 1 Juni, bank syariah menyerahkan modal berupa uang tunai
sebesar Rp 650.000.000,- ke rekening KUD di bank maka jurnal saat penyerahan modal salam
oleh bank syariah kepada KUD adalah sebagai berikut:

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

6/6/XA Db. Piutang salam 650.000.000

Kr. Kas/rekening nasabah penjual – KUD TM 650.000.000

c. Penerimaan barang pesanan dari pemasok atau petani


Berdasarkan PSAK no 103 paragraf 16 disebutkan bahwa barang pesanan yang diterima
diakui sebagai persediaan. Adapun waktu penerimaan produk salam dari pemasok atau petani,
dilakukan sesuai dengan tanggal kesepakatan.
Pada saat penerimaan produk salam, sangat mungkin terjadi perbedaan antara kualitas
dan nilai wajar barang dengan kualitas dan nilai kontrak. Perbedaan tersebut antara lain berupa;
a. Kualitas barang dan nilai wajar barang, sama dengan nilai kontrak;
b. Kualitas barang lebih rendah dan nilai wajar barang lebih rendah dari nilai kontrak;
c. Kualitas barang dan nilai wajar barang, lebih tinggi dari nilai kontrak;

Berdasarkan PSAK no 103 paragraf 13a, disebutkan bahwa jika barang pesanan sesuai
dengan akad, maka dinilai sesuai dengan nilai yang disepakati.

Misalkan pada tanggal 1 September 20XA dan 1 Desember 20XA, KUD TM


menyerahkan masing-masing 50 ton biji jagung manis hybrida kualitas no 2 sebagaimana yang
disepakati dalam perjanjian salam. Adapun nilai wajar produk tersebut pada saat penyerahan
sama dengan nilai kontrak yaitu Rp 325.000.000 (50 ton x Rp 6.500.000 per ton). Jurnal untuk
saat penyerahan produk salam dari KUD ke bank syariah adalah sebagai berikut:
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

1/9/XA Db. Persediaan produk salam 325.000.000

Kr. Piutang salam 325.000.000

Ket: Penyerahan tahap pertama sebanyak 50 ton biji


jagung kualitas 2 dengan kualitas barang dan nilai
wajar barang sama dengan nilai kontrak.
1/12/XA Db. Persediaan produk salam 325.000.000

Kr. Piutang salam 325.000.000

Ket: Penyerahan tahap kedua sebanyak 50 ton biji


jagung kualitas 2 dengan kualitas barang dan nilai
wajar barang sama dengan nilai kontrak.

2.4.2 Variasi dalam Transaksi Salam


1. Penyerahan modal salam dengan menggunakan aset nonkas
a. Nilai wajar aset salam nonkas sama dengan dari nilai tercatatnya
Misalkan pada kasus di atas, bank syariah menyerahkan modal berupa uang tunai ke
rekening KUD di bank dan berupa mesin pertanian. Misalkan mesin pertanian yang diserahkan
memiliki nilai buku sebesar Rp 25.000.000, (harga perolehan Rp 30.000.000.000 dan
akumulasi penyusutan Rp 5.000.000). Peralatan tersebut selanjutnya diserahkan kepada KUD
TM sebagai pembiayaan berwujud nonkas dan dihargai dengan nilai Rp 25.000.000. Maka
jurnal untuk transaksi penyerahan aset nonkas adalah sebagai berikut:
Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db. Piutang salam 23.000.000

Db. Akumulasi penyusutan 5.000.000

Db. Kerugian pada saat penyerahan 2.000.000

Kr. Aset salam – mesin pertanian 30.000.000


2. Variasi dalam penerimaan barang pesanan dari pemasok atau petani
Pada saat penerimaan produk salam, sangat mungkin terjadi perbedaan antara kualitas dan nilai
wajar barang dengan kualitas dan nilai kontrak. Variasi tersebut antara lain; (1) Kualitas barang
dan nilai wajar barang, sama dengan nilai kontrak; (2) Kualitas barang lebih rendah dan nilai
wajar barang lebih rendah dari nilai kontrak; (3) Kualitas barang dan nilai wajar barang, lebih
tinggi dari nilai kontrak;
a. kualitas barang lebih rendah dan nilai wajar barang lebih rendah dari nilai
kontrak
Misalkan pada tanggal 1 September 20XA, KUD TM hanya bisa menyerahkan 50 ton
biji jagung manis hybrida kualitas no 3. Adapun nilai wajar produk tersebut adalah Rp
300.000.000 (50 ton x Rp 6.000.000). Jurnal untuk saat penyerahan produk salam dari KUD
ke bank syariah adalah sebagai berikut:
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

1/9/XA Db. Persediaan 300.000.000


salam – 50 ton biji
jagung kualitas 3
Db. Kerugian 25.000.000
penerimaan barang
salam
Kr. Piutang 325.00.0
salam
b. kualitas barang dan nilai wajar barang, lebih tinggi dari nilai kontrak
Misalkan pada tanggal 1 September 20XA, KUD TM menyerahkan 50 ton biji jagung
manis hybrida kualitas no 1. Adapun nilai wajar produk tersebut adalah Rp 350.000.000 (50
ton x Rp 6.500.000). Jurnal saat penyerahan produk salam dari KUD ke bank syariah adalah
sebagai berikut:

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

1/9/XA Db. Persediaan salam – 50 ton biji jagung 325.000.000


kualitas 1
Kr. Piutang salam 325.000.000
2. Pemasok atau petani gagal menyerahkan seluruh atau sebagian produk salam pada
masa akhir kontrak.
Alternatif 1: Pembeli memperpanjang masa pengiriman
Berdasarkan PSAK no 103 paragraf 13c(i) dinyatakan bahwa jika tanggal pengiriman
diperpanjang, maka nilai tercatat piutang salam sebesar bagian yang belum dipenuhi sesuai
dengan nilai yang tercantum dalam akad. Dengan demikian, jika bank sebagai pembeli memilih
alternatif memperpanjang masa pengiriman, maka bank hanya melakukan revisi terhadap
kesepakatan jual beli salam dalam hal waktu penyerahan barang. Dalam hal ini tidak ada
transaksi yang harus dijurnal oleh bank.
Alternatif 2: Pembeli membatalkan pembelian barang yang belum dikirim
Berdasarkan PSAK no 103 paragraf 13c(ii), disebutkan bahwa jika akad salam
dibatalkan sebagian atau seluruhnya, maka piutang salam berubah menjadi piutang yang harus
dilunasi oleh penjual sebesar bagian yang tidak dapat dipenuhi. Dengan demikian, jika pembeli
membatalkan pembelian barang yang belum dikirim, maka diperlukan jurnal untuk mengakui
pembatalan tersebut
Jika pada kasus 1 di atas, KUD TM gagal menyerahkan sisa produk salam yang
disepakati dan bank memilih untuk membatalkan pembelian barang yang belum dikirim, maka
jurnal untuk mengakui pembatalan tersebut adalah sebagai berikut:

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

1/12/XA Db. Piutang KUD TM 325.000.000

Kr. Piutang salam 325.000.000


– KUD TM

Selanjutnya untuk melunasi piutang KUD TM, terdapat beberapa alternatif yaitu
(1)dilunasi dengan dana kas KUD TM, (2)dilunasi dengan penjualan jaminan. Adapun
jurnalnya adalah sebagai berikut:

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db. Kas/rekening KUD TM 325.000.000

Kr. Piutang KUD TM 325.000.000


4. Pengenaan denda kepada penjual yang gagal menyerahkan produk salam bukan
karena force majeur

PSAK no 103 paragraf 15 menyatakan bahwa pembeli dapat mengenakan denda kepada
pemasok yang gagal menyerahkan produk salam jika pemasok tersebut pada dasarnya mampu
akan tetapi sengaja tidak melakukannya. Denda tidak berlaku bagi penjual yang tidak mampu
menunaikan kewajibannya karena force majeur. Adapuin besar denda yang dikenakan menurut
PSAK no 103 paragraf 15 adalah sebesar yang disepakati dalam akad. Denda yang diterima
oleh bank sebagai pembeli diakui sebagai bagian dana kebajikan (dana qardh) (PSAK no 103
paragraf 14).

Misalkan pada kasus 10.1, KUD TM gagal menyerahkan produk salam kepada bank
syariah senilai Rp 325.000.000 pada waktu jatuh tempo. Sesuai dengan kesepakatan KUD
dikenakan denda 2% dari nilai produk yang belum direalisir atau sebesar Rp 6.500.000.
Adapun jurnal penerimaan denda adalah sebagai berikut:

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

1/12/XA Db. Kas/rekening – KUD 6.500.000

Kr. Dana kebajikan 6.500.000

2.5. Penyajian

Berdasarkan PSAK no 103 paragraf 20 s/d 22, penyajian rekening yang terkait transaksi
salam dan salam paralel antara lain:

1. Piutang salam, yang timbul karena pemberian modal usaha salam oleh bank syariah.
2. Piutang, yang timbul karena penjual tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam
transaksi salam. Rekening ini disajikan terpisah dari piutang salam.
3. Hutang salam, timbul karena bank menjadi penjual produk salam yang dipesan oleh
nasabah pembeli.

2.6. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkap dalam catatan atas laporan keuangan tentang transaksi
salam dan salam paralel antara lain:
1. Rincian piutang salam (kepada pemasok) dan hutang salam (kepada pembeli)
berdasarkan jumlah, jangka waktu, jenis valuta, kualitas piutang dan penyisihan
kerugian piutang salam.
2. Piutang salam dan hutang salam yang memiliki hubungan istimewa
3. Besarnya modal usaha salam, baik yang dibiayai sendiri oleh bank maupun yang
dibiayai secara bersama-sama dengan bank atau pihak lain
4. Jenis dan kuantitas barang pesanan.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Diantara bukti kesempurnaan agama Islam ialah dibolehkannya jual beli dengan cara
salam, yaitu akad pemesanan suatu barang dengan kriteria yang telah disepakati dan dengan
pembayaran tunai pada saat akad dilaksanakan. Yang demikian itu, dikarenakan dengan akad
ini kedua belah pihak mendapatkan keuntungan tanpa ada unsur tipu-menipu atau ghoror
(untung-untungan). Pembeli (biasanya) mendapatkan keuntungan berupa jaminan untuk
mendapatkan barang sesuai dengan yang ia butuhkan dan pada waktu yang ia
inginkan.Sebagaimana ia juga mendapatkan barang dengan harga yang lebih murah bila
dibandingkan dengan pembelian pada saat ia membutuhkan kepada barang tersebut.

3.2. SARAN

Demikianlah makalah yang dapat penulus sajikan dan sampaikan. Penulis yakin
dalam penulisan maupun penyampaiannya masih terdapat kesalahan serta kekurangan, untuk
itu penulis mohon ma’af yang sebesar-besarnya. Dan saran yang membangun dari pembaca
sangat penulis harapkan untuk perbaikan selanjutnya. Dan semoga makalah ini bermanfa’at
bagi pembaca semua.
DAFTAR PUSTAKA
Rizal Yaya, Dkk. Akuntansi Perbankan Syari’ah, Jakarta, Salemba Empat, 2009. Hlm. 232

Ibid, M. Syafi’i Antonio. Bank syariah dar teori kepraktik, Jakarta, Gema Insani Press, 2001.
Hlm.108

http://sriapriyantihusain.blogspot.com/2012/05/akuntansi-transaksi-salam-dan-istishna.html

http://senyummu13.wordpress.com/2012/0326/akuntansi-transaksi-salam

Ibid, Rizal Yaya, Dkk. Akuntansi Perbankan Syari’ah, Jakarta, Salemba Empat, 2009. Hlm.
235

http://suwiba.blogspot.com/2012/02/akuntansi-salam.html

Anda mungkin juga menyukai