OLEH:
2.2. Ketentuan Syar’i, Rukun Transaksi dan Pengawasan Syariah Transaksi Salam dan
Salam parallel
“Barang siapa yang melakukan salaf (salam) hendaknya ia melakukan dengan takaran yang
jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang diketahui.”
b. Objek salam
DSN dalam fatwanya menyatakan bahwa ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi
oleh barang yang sebagai diperjualbelikan dalam transaksi salam. Ketentuan tersebut antara
lain:
1. harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui utang
2. harus dapat dijelaskan spesifikasinya
3. penyerahannya dilakukan kemudian
4. waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan
5. pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
6. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan
Terkait dengan alat pembayaran, DSN mensyaratkan alat bayar harus diketahui jumlah
dan bentuknya. Alat bayar bisa berupa uang, barang atau manfaat. Pembayaran harus dilakukan
pada saat kontrak disepakati.Pembayaran itu sendiri tidak boleh dalam bentuk pembebasan
utang.
Berdasarkan fatwa DSN no 5 tahun 2000, disebutkan bahwa akad salam kedua (antara
bank sebagai pembeli dengan petani sebagai penjual) harus dilakukan terpisah dari akad
pertama. Adapun akad kedua baru dilakukan setelah akad pertama sah. Rukun-rukun yang
terdapat pada akad salam pertama juga berlaku pada akad salam kedua.
a) memastikan barang yang diperjual belikan tidak diharamkan oleh syariah Islam;
b) memastikan bahwa pembayaran atas barang salam kepada pemasok telah dilakukan
diawal kontrak secara tunai sebesar akad salam;
c) meneliti bahwa akad salam telah sesuai dengan fatwa DSN-MUI tentang salam dan
peraturan Bank Indonesia yang berlaku;
d) meneliti kejelasan akad salam yang dilakukan dalam format salam paralel atau akad
salam biasa;
e) meneliti bahwa keuntungan bank syariah atas praktik salam paralel diperoleh dari
selisih antara harga beli dari pemasok dengan harga jual kepada nasabah/pembeli akhir.
Denda kegagalan penyerahan karena kelalaian atau kesengajaan: 2% dari nilai produk yang
belum diserahkan.
b. Penyerahan modal salam dari bank syariah kepada pemasok atau petani
Berdasarkan PSAK no 103 paragraf 11 disebutkan bahwa piutang salam diakui pada
saat modal usaha salam dibayarkan atau dialihkan kepada penjual. Modal usaha salam dalam
bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan (PSAK no 103 paragraf 12).
Misalkan pada tanggal 1 Juni, bank syariah menyerahkan modal berupa uang tunai
sebesar Rp 650.000.000,- ke rekening KUD di bank maka jurnal saat penyerahan modal salam
oleh bank syariah kepada KUD adalah sebagai berikut:
Berdasarkan PSAK no 103 paragraf 13a, disebutkan bahwa jika barang pesanan sesuai
dengan akad, maka dinilai sesuai dengan nilai yang disepakati.
Selanjutnya untuk melunasi piutang KUD TM, terdapat beberapa alternatif yaitu
(1)dilunasi dengan dana kas KUD TM, (2)dilunasi dengan penjualan jaminan. Adapun
jurnalnya adalah sebagai berikut:
PSAK no 103 paragraf 15 menyatakan bahwa pembeli dapat mengenakan denda kepada
pemasok yang gagal menyerahkan produk salam jika pemasok tersebut pada dasarnya mampu
akan tetapi sengaja tidak melakukannya. Denda tidak berlaku bagi penjual yang tidak mampu
menunaikan kewajibannya karena force majeur. Adapuin besar denda yang dikenakan menurut
PSAK no 103 paragraf 15 adalah sebesar yang disepakati dalam akad. Denda yang diterima
oleh bank sebagai pembeli diakui sebagai bagian dana kebajikan (dana qardh) (PSAK no 103
paragraf 14).
Misalkan pada kasus 10.1, KUD TM gagal menyerahkan produk salam kepada bank
syariah senilai Rp 325.000.000 pada waktu jatuh tempo. Sesuai dengan kesepakatan KUD
dikenakan denda 2% dari nilai produk yang belum direalisir atau sebesar Rp 6.500.000.
Adapun jurnal penerimaan denda adalah sebagai berikut:
2.5. Penyajian
Berdasarkan PSAK no 103 paragraf 20 s/d 22, penyajian rekening yang terkait transaksi
salam dan salam paralel antara lain:
1. Piutang salam, yang timbul karena pemberian modal usaha salam oleh bank syariah.
2. Piutang, yang timbul karena penjual tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam
transaksi salam. Rekening ini disajikan terpisah dari piutang salam.
3. Hutang salam, timbul karena bank menjadi penjual produk salam yang dipesan oleh
nasabah pembeli.
2.6. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkap dalam catatan atas laporan keuangan tentang transaksi
salam dan salam paralel antara lain:
1. Rincian piutang salam (kepada pemasok) dan hutang salam (kepada pembeli)
berdasarkan jumlah, jangka waktu, jenis valuta, kualitas piutang dan penyisihan
kerugian piutang salam.
2. Piutang salam dan hutang salam yang memiliki hubungan istimewa
3. Besarnya modal usaha salam, baik yang dibiayai sendiri oleh bank maupun yang
dibiayai secara bersama-sama dengan bank atau pihak lain
4. Jenis dan kuantitas barang pesanan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Diantara bukti kesempurnaan agama Islam ialah dibolehkannya jual beli dengan cara
salam, yaitu akad pemesanan suatu barang dengan kriteria yang telah disepakati dan dengan
pembayaran tunai pada saat akad dilaksanakan. Yang demikian itu, dikarenakan dengan akad
ini kedua belah pihak mendapatkan keuntungan tanpa ada unsur tipu-menipu atau ghoror
(untung-untungan). Pembeli (biasanya) mendapatkan keuntungan berupa jaminan untuk
mendapatkan barang sesuai dengan yang ia butuhkan dan pada waktu yang ia
inginkan.Sebagaimana ia juga mendapatkan barang dengan harga yang lebih murah bila
dibandingkan dengan pembelian pada saat ia membutuhkan kepada barang tersebut.
3.2. SARAN
Demikianlah makalah yang dapat penulus sajikan dan sampaikan. Penulis yakin
dalam penulisan maupun penyampaiannya masih terdapat kesalahan serta kekurangan, untuk
itu penulis mohon ma’af yang sebesar-besarnya. Dan saran yang membangun dari pembaca
sangat penulis harapkan untuk perbaikan selanjutnya. Dan semoga makalah ini bermanfa’at
bagi pembaca semua.
DAFTAR PUSTAKA
Rizal Yaya, Dkk. Akuntansi Perbankan Syari’ah, Jakarta, Salemba Empat, 2009. Hlm. 232
Ibid, M. Syafi’i Antonio. Bank syariah dar teori kepraktik, Jakarta, Gema Insani Press, 2001.
Hlm.108
http://sriapriyantihusain.blogspot.com/2012/05/akuntansi-transaksi-salam-dan-istishna.html
http://senyummu13.wordpress.com/2012/0326/akuntansi-transaksi-salam
Ibid, Rizal Yaya, Dkk. Akuntansi Perbankan Syari’ah, Jakarta, Salemba Empat, 2009. Hlm.
235
http://suwiba.blogspot.com/2012/02/akuntansi-salam.html