KELOMPOK 3
AKUNTANSI SYARIAH
“Akuntansi Transaksi Salam”
Disusun Oleh :
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Salam merupakan salah satu jenis akad jual beli, dimana pembeli membayar
terlebih dahulu atas suatu barang yang spesifikasi dan kuntitasnya sudah jelas sedangkan
barangnya baru akan diserahkan pada saat tertentu dikemudian hari. Dengan demikian,
akad salam dapat membantu produsen dalam penyediaan modal sehingga dapat
menyerahkan produk sesuai dengan pesanan. Sebaliknya, pembeli mendapat jaminan
memperoleh barang tersebut dengan harga yang sudah disepakati diawal. Akad salam
biasanya digunakan untuk pemesanan barang pertanian.
Ba’i as salam, atau biasa disebut dengan salam merupakan pembelian barang
yang pembayarannya dilunasi dimuka, sedangkan penyerahan barang dilakukan
dikemudian hari. Akad salam digunakan untuk menfasilitasi pembelian suatu barang
yang memerlukan waktu untuk memproduksinya. Didalam salam paralel, jual beli barang
melibatkan dua transaksi salam, dalam hal ini transaksi salam pertama dilakukan antara
nasabah dan bank, sedangkan salam yang kedua dilakukan antara bank dengan petani
atau pemasok.
Oleh karenaitu, skema transaksi ini tetap berpotensi untuk dikembangkan di
Indonesia seiring dengan meningkatkan perhatian pemerintah dalam mengembangkan
sektor pertanian. Secara khusus, jika pemerintah terlibat dalam upaya mengembangkan
kemampuan akses pendanaan petani, penggunaan skema salam relatif lebih cepat dan
lebih menguntungkan dibanding skema lainnya.
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui karakteristik akad salam
2. Untuk mengetahui jenis akad salam
3. Untuk mengetahui perlakuan akuntansi bagi penjual
4. Untuk mengetahui perlakuan akuntansi bagi pembeli
3
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Karakteristik Akad Salam
Salam berasal dari kata As-Salaf yang artinya pendahuluan karena pemesan barang
menyerahkan uangnya di muka Para ahli fikih menamainya al-mahawi'ij (barang-barang
mendesak) karena transaksi ini sejenis jual beli yang dilakukan dalam waktu mendesak
walaupun, barang yang diperjualbelikan tidak ada di tempat.
Salam dapat didefinisikan sebagai transaksi atau akad jual beli di mana barang yang
diperjual belikan belum ada ketika transaksi dilakukan, dan pembeli melakukan pembayaran
di muka sedangkan penyerahan barang baru dilakukan di kemudian hari. PSAK 103
mendefinisikan salam sebagai akad jual beli barang pesanan (muslam fiil) dengan pengiriman
di kemudian hari oleh penjual (mulam illaihi). Pelunasannya dilakukan oleh pembeli (al
muslam) pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu. Untuk menghindari
resiko yang merugikan. pembeli diperbolehkan meminta jaminan dari penjual.
Contoh akad salam, misalnya, pembeli memesan beras tipe IR 64 sebanyak 2 ton
seharga Rp5.000 per kilogram dan diserahkan 4 bulan ke depan atau pada waktu panen.
Pembayaran atas pesanan ini dilakukan di muka. Di sini, cukup jelas bahwa pembeli harus
menyerahkan uang di muka sebesar Rp10 juta untuk pembelian 2 ton beras IR 64 yang akan
diserahkan 4 bulan kemudian oleh penjual. Dalam murabahah, kita kenal ada penjualan
tangguh yang artinya barang diserahkan terlebih dahulu sedangkan pembayaran kemudian.
Salam merupakan kebalikannya, di mana pembayaran dilakukan terlebih dahulu dan
penyerahan barang dilakukan kemudian.
Dalam PSAK 103 dijelaskan alat pembayaran modal salam dapat berupa uang tunai,
barang atau manfaat, tetapi tidak boleh berupa pembebanan utang penjual atau penyerahan
piutang pembeli dari pihak lain. Tujuan dari penyerahan modal usaha salam adalah untuk
modal kerja, sehingga dapat digunakan oleh penjual untuk menghasilkan barang (produksi)
dan dapat memenuhi pesanan. Manfaat transaksi salam bagi pembeli adalah adanya jaminan
memperoleh barang dalam jumlah dan kualitas tertentu pada saat ia membutuhkan dengan
harga yang disepakatinya di awal. Sementara, manfaat bagi penjual adalah diperolehnya dana
untuk melakukan aktivitas produksi dan memenuhi sebagian kebutuhan hidupnya.
Dalam akad salam, harga barang pesanan yang sudah disepakati tidak dapat berubah
selama jangka waktu akad. Apabila barang yang dikirim tidak sesuai dengan ketentuan yang
4
telah disepakati sebelumnya, maka pembeli boleh melakukan khiar yaitu, memilih apakah
transaksi dilanjutkan atau dibatalkan. Apabila pembeli menerima, sedangkan kualitas
barangnya lebih rendah maka, pembeli akan mengakui adanya kerugian dan tidak boleh
meminta pengurangan harga karena harga sudah disepakati dalam akad dan tidak dapat
diubah. Demikian juga jika kualitasnya lebih tinggi, penjual tidak dapat meminta tambahan
harga. Begitu juga dengan pembeli, ia tidak boleh mengakui adanya keuntungan karena,
keuntungan tersebut dapat disamakan dengan adanya unsur riba (kelebihan yang tidak ada
iwad/faktor pengimbang yang dibolehkan syariah).
Salam dapat dilakukan secara langsung antara pembeli dan penjual, dan dapat juga
dilakukan oleh tiga pihak secara paralel, antara pembeli-penjual-pemasok, yang disebut
sebagai salam paralel. Risiko yang muncul dari kasus ini adalah apabila pemasok tidak bisa
mengirim barang maka ia tidak dapat memenuhi permintaan pembeli. Risiko lainnya, barang
yang dikirimkan oleh pemasok tidak sesuai dengan yang dipesan oleh pembeli sehingga
perusahaan memiliki persediaan barang tersebut dan harus mencari pembeli lain yang
berminat. Selain itu ia tetap memiliki kewajiban pada pembeli dan pemasok
Transaksi salam biasanya digunakan pada industri pertanian. Bahkan, akad salam
dapat digunakan untuk membantu petani dengan tiga strategi pendekatan yang dilakukan
pemerintah (Syafi'i Antonio, 1999), antara lain sebagai berikut: (a) Pemerintah membentuk
perusahaan pembiayaan syariah untuk sektor pertanian secara khusus dalam bentuk BUMN
nonbank; (b) Pemerintah membentuk bank pertanian syariah; (c) Melalui penerbitan sukuk.
Berdasarkan PSAK 103 tentang Akuntansi Salam, dijelaskan beberapa karakteristik
salam, berikut merupakan karakteristik salam:
1. Lembaga Keuangan Syariah dapat bertindak sebagai pembeli dan atau penjual dalam
transaksi salam. Jika lembaga keuangan syariah bertindak sebagai penjual kemudian
memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara salam
maka ini disebut salam pararel.
2. Salam pararel dapat dilakukan dengan syarat:
a. Akad antara lembaga keuangan syariah(pembeli) dan produsen(penjual)
terpisah dari akad antara lembaga keuangan sayriah(penjual) dan pembeli
akhir.
b. Kedua akad tidak saling bergantung.
3. Spesifikasi dan harga barang harus disepakati diawal akad oleh pembeli dan penjual.
Kemudian harga barang pesanan tidak dapat dirubah selama jangka waktu akad.
5
Sebagai pembeli, LKS dapat meminta jaminan kepada penjual untuk menghindari
risiko kerugian.
4. Barang pesanan harus diketahui karakteristik secara umum meliputi: jenis, spesifikasi,
teknis, kualitas, dan kuantitas. Barang yang diterima oleh pembeli harus memenuhi
seluruh kriteria yang telah disepakati oleh penjual dan pembeli. Jika ada kecatatan
maka merupakan tanggungjawab si penjual.
5. Alat pembayaran harus diketahui dan jelas jumlahnya serta bentuknya, baik berupa
kas, barang, atau manfaat. Pelunasan harus disepakati di awal akad dan tidak boleh
dalam bentuk pembebasan hutang penjual atau penyerahan piutang pembeli dari pihak
lain.
6. Transaksi salam dilakukan karena pembeli berniat memberikan modal terlebih dahulu
untuk memungkinkan penjual(produsen) memproduksi barangnya barang yang
dipesan memiliki spesifikasi khusus, atau pembeli ingin mendapatkan kepastian dari
penjual. Transaksi salam diselesaikan pada saat penjual menyerahkan barang kepada
pembeli
2.2. Jenis-jenis Salam
1. Salam, yaitu transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada
ketika transaksi dilakukan, pembeli melakukan pembayaran di muka sedangkan
penyerahan barang baru dilakukan di kemudian hari.
Skema Salam
Barang/Modal
(1)
Keterangan :
(1) Pembeli dan penjual menyepakati akad salam; (2) Pembeli membayar kepada
penjual; (3) Penjual menyerahkan barang
2. Salam paralel, artinya melaksanakan dua transaksi salam yaitu antara
pemesan/pembeli dan penjual, serta antara penjual dengan pemasok (supplier) atau
pihak ketiga lainnya. Hal ini terjadi ketika penjual tidak memiliki barang pesanan dan
memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan tersebut. Salam
paralel diperbolehkan asalkan akad salam kedua tidak tergantung pada akad pertama
yaitu, akad antara penjual dan pemasok tidak tergantung pada akad antara pembeli
6
dan penjual. Jika saling tergantung hingga menjadi syarat, maka tidak diperbolehkan .
Selain itu, akad antara penjual dan pemasok terpisah dari akad antara pembeli dan
penjual.
(1)
(1)-a
Penjual/ Pembeli/
(2)-a
(2) Pembeli
Pemasok Penjual (3)
(3)-a
Prosedur salam parallel sama seperti pada akad salam biasa. Hanya saja, dalam
prosedurnya salam parallel melibatkan pihak ketiga.
Sumber Hukum Akad Salam
1. Al-quran, "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara
tunal untuk waktu yang ditentukan hendaknya kamu menuliskannya dengan benar
(QS. Al-Baqarah: 282)” "Hai orang-orang yang beriman penuhilah akad akad in" (QS.
Al-Ma'idah: 1)”
2. Hadis, "Barang siapa melakukan salam, hendaknya ia melakukannya dengan takaran
yang jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang diketahui (HR
Bukhari Muslim)
Rukun salam ada tiga, yaitu sebagai berikut: (a) Pelaku, terdiri atas penjual (muslam
ilahi) dan pembeli (al muslam); (b) Objek akad berupa barang yang akan diserahkan (mustam
fiih) dan modal salam (ra’ su maalis salam); (c) Ijab kabul/serah terima
Ketentuan syariah akad salam, antara lain sebagai berikut.
1. Pelaku adalah cakap hukum dan baligh
2. Objek Akad
a. Ketentuan syariah yang terkait dengan modal salam, yaitu sebagai berikut
- Modal salam harus diketahui jenis dan jumlahnya.
- Modal salam berbentuk uang tunai (perdebatan ulama).
b. Modal salam diserahkan ketika akad berlangsung, tidak boleh utang atau
merupakan pelunasan piutang, mencegah riba.
c. Ketentuan syariah barang salam, yaitu sebagai berikut:
- Barang tersebut harus dapat dibedakan/diidentifikasi spesifikasi dan
karakteristik jelas
7
2. Barang yang dikirim kualitasnya lebih rendah, dan pembeli memilih untuk menolak
atau membatalkan akad.
3. Barang yang dikirim kualitasnya tidak sesuai akad tetapi pembeli menerimanya
4. Barang diterima.
Apabila barang yang dikirim tidak sesuai kualitasnya dan pembeli memilih untuk
membatalkan akad, maka pembeli berhak atas pengembalian modal salam yang sudah
diserahkan nya.
2. Pencatatan apabila nilai wajar lebih tinggi dari nilai tercatat, Jika nilai tercatat
mobil pembeli adalah Rp. 450.000.000
Piutang salam Rp. 500.000.000
Aset Non Kas Rp. 450.000.000
Keuntungan Rp. 50.000.000
3. Penerimaan barang pesanan
a. Jika barang pesanan sesuai dengan akad, maka dinilai sesaui nilai yang
disepakati.
Contoh 10.3 Barang Pesanan sesuai Akad
Aset Salam Rp. 500.000.000
Piutang Salam Rp.500.000.000
b. Jika barang pesanan berbeda kualitasnya
1) Nilai wajar dari barang pesanan yang diterima nilainya dapat sama atau lebih
tinggi dari nilai barang pesanan yang tercantum dalam akad sehingga, barang
pesanan yang diterima diukur sesuai dengan nilai akad.
Contoh 10.4 Barang Pesanan Memiliki Nilai Wajar yang Lebih Tinggi
Jika nilai wajar beras yang diterima ternyata adalah Rp. 520.000.000 (kadar
air 12%), maka jurnal yang dibuat adalah :
Aset Salam Rp. 500.000.000
Piutang Salam Rp.500.000.000
2) Jika nilai wajar dari barang pesanan yang diterima lebih rendah dari nilai
barang pesanan yang tercantum dalam akad; maka barang pesanan yang
diterima diukur sesuai dengan nilai wajar pada saat diterima dan selisihnya
diakui sebagai kerugian
Contoh 10.5 Barang Pesanan Memiliki Nilai Wajar yang Lebih Rendah
Jika nilai wajar beras yang diterima ternyata adalah Rp. 470.000.000 (kadar
air 18%), maka jurnal yang dibuat adalah :
Persediaan-Aset salam (diukur pada nilai wajar) Rp.470.000.000
Keugian Salam Rp.30.000.000
Piutang Salam Rp. 500.000.000
Jika pembeli tidak menerima sebagian atau seluruh barang pesanan pada
tanggal jatuh tempo pengiriman.
Contoh 10.6 Barang pesanan tidak diterima seluruhnya
10
Dari jumlah 200 ton yang dikirimkan, ternyata hanya 100 ton yang sesuai
dengan spesifikasi, sedangkan sisanya tidak memenuhi, maka :
1. Untuk barang yang tidak diterima, tanggal pengiriman barang
diperpanjang, sehingga atas jumlah nilai barang yang diterima akan
dijurnal. Sementara, yang belum diterima tidak dijurnal dan hanya
dilakukan pencatatan administratif penundaan. Jurnalnya :
Aset Salam ( sebesar jumlah yang diterima) Rp. 250.000.000
Piutang Salam Rp.250.000.000
2. Untuk barang yang tidak diterima seluruhnya atau sebagian dari barang
yang dikirim, dan akan dibatalkan, maka piutang salam berubah menjadi
piutang yang harus dilunasi oleh penjual sebesar bagian yang tidak dapat
dipenuhi.jika pembeli menerima barang yang sesuai spesifikasi dan
sisanya dibatalkan, maka jurnal yang dibuat adalah :
Piutang lain-lain penjual (jumlah yang dibatalkan)Rp. 250.000.000
Piutang Salam Rp. 250.000.000
3. Untuk barang yang tidak diterima seluruhnya atau hanya sebagian dari
barang yang dikirim dan akad dibatalkan, namun pembeli mempunyai
jaminan atas barang pesanan, maka barang jaminan tersebut dapat dijual
dengan persetujuan penjual. Jika hasil penjualan jaminan tersebut lebih
kecil dari nilai piutang salam, maka selisih antara nilai tercatat piutang
salam dan hasil penjualan jaminan tersebut diakui sebagai piutang
kepada penjual (asumsikan yang menjual barang jaminan adalah
pembeli)
Contoh 10.7 Pesanan tidak diterima, tetapi memiliki jaminan
Pembeli menerima pesanan sesuai spesifikasi senilai Rp250.000.000 dan sisanya
dibatalkan. penjual memiliki jaminan yang dijual dengan nilai Rp200.000.000 jurnal:
Kas Rp. 200.000.000
Piutang lain-lain penjual Rp. 50.000.000
Piutang Saham Rp. 250.000.000
3.1.2 Akuntansi untuk Penjual
1. Pengakuan kewajiban salam
Kewajiban salam diakui pada saat penjual menerima modal usaha salam. Modal usaha
salam yang diterima disajikan sebagi kewajiban salam.
2. Pengukuran kewajiban salam
11
Jika modal usaha salam yang diterima dalam bentuk kas maka, akan diukur sebesar
jumlah yang diterima.
Contoh 10.9 Penerimaan Modal berupa Kas Jurnalnya:
Kas xxx
Utang Salam xxx
Jika modal usaha salam yang diterima dalam bentuk aset nonkas, maka akan diukur
sebesar nilai wajar.
Contoh 10.10 Penerimaan Modal berupa Aset Nonkas
Aset Nonkas (nilai wajar) xxx
Utang Salam xxx
3. Kewajiban salam dihentikan pengakuannya (derecognation) pada saat penyerahan
barang kepada pembeli.
Contoh 10.11 Penyerahan Barang Pesanan
Utang Salam xxx
Penjualan xxx
4. Saat tanggal penyerahan, penjual gagal memenuhi akad salam.
Contoh 10.12 Barang Pesanan Tidak Sesuai Akad
1.) Jika pembeli memperpanjang tanggal pengiriman maka, nilai tercatat utang
salam menjadi sebesar bagian yang belum dipenuhi (sesuai dengan nilai yang
tercantum dalam akad). Jurnal atas bagian barang pesanan yang diterima
jurnalnya adalah :
Utang Salam (sebesar jumlah yang diterima) xxx
Penjualan xxx
2.) Jika pembeli membatalkan sebagian atau seluruhnya, maka salam berubah
menjadi utang yang harus dilunasi oleh penjual sebesar bagian yang tidak
dapat dipenuhi. Maka jurnalnya adalah:
Utang Salam xxx
Utang lain-lain pembeli xxx
3.) Jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya dan penjual mempunyai
jaminan atas barang pesanan, dan hasil penjualan jaminan tersebut lebih kecil
dari nilai utang salam maka, selisih antara nilai tercatat utang salam dan hasil
penjualan jaminan tersebut diakui sebagai utang kepada pembeli
Contoh 10.13 Pembatalan Akad dengan Jaminan
12
DAFTAR PUSTAKA
Akuntansi Transaksi Syariah Wiroso. (2011). Jakarta: Penerbit Ikatan Akuntan Indonesia.