BAB II
PEMBAHASAN
1
Saparuddin Siregar, Akuntansi Perbankan Syariah Sesuai PAPSI 2013 (Medan: FEBI UIN-SU Press,
2015), 172.
menyerahkan uang terlebih dahulu, sementara itu barang diserahkan kemudian pada
waktu tertentu.2
Menurut Bahasa, salam berasal dari kata “As salaf” yang berarti pendahuluan karena
pemesan barang menyerahkan uangnya di muka. Sedangkan secara terminologi, para
fuqaha menamainya al mahawi’ij (barang barang mendesak) karena ia sejenis jual beli
yang dilakukan mendesak walaupun barang yang diperjualbelikan tidak ada ditempat.
Dilihat dari sisi pembeli ia sangat membutuhkan barang tersebut di kemudian hari
sementara si penjual sangat membutuhkan uang tersebut.
Salam adalah akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) dengan pengiriman di
kemudian hari oleh penjual (muslam illaihi) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli (al
muslam) pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu. Entitas dapat
bertindak sebagai pembeli dan atau penjual dalam suatu transaksi salam. Jika entitas
bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan
barang pesanan dengan cara salam, maka hal ini disebut salam paralel.3 Dalam pengertian
yang sederhana, akad salam berarti pembelian barang yang diserahkan dikemudian hari,
sedangkan pembayaran dilakukan di muka.4
Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, salam adalah jasa pembiayaan yang
berkaitan dengan jual beli yang pembiayaannya dilakukan bersamaan dengan pemesanan
barang. Sedangkan menurut PSAK 103, mendefinisikan salam sebagai akad jual beli
barang pesanan (muslam fiih) dengan pengiriman dikemudian hari oleh penjual (muslam
alaihi) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli (al muslam) pada saat akad disepakati
sesuai dengan syarat-syarat tertentu. Salam tidak mirip dengan transaksi ijon, karena itu
dibolehkan oleh syariah karena tidak ada gharar. Walaupun barang baru diserahkan
dikemudian hari, harga, spesifiksi, kharakteristik, kualitas, kuantitas dan waktu
penyerahannya sudah ditentukan dan disepakati ketika akad terjadi.
Artinya: “Wahai orang yang beriman, apabila kalian melakukan utang piutang untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kalian menuliskannya” (QS. Al-Baqarah/2:
282).
2. HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas
Artinya: “Nabi Saw datang ke Madinah dan penduduknya sudah biasa memesan
berupa buah-buahan dalam jangka waktu setahun dua tahun. Kemudian beliau
bersabda “Barang siapa yang memberi pinjaman berupa buah-buahan,
hendaklah ia memberi dalam takaran, timbangan dan waktu tertentu” (HR.
Bukhari dan Muslim)
3. Ijma’
Kesepakatan ulama’ (ijma’) akan bolehnya jual beli salam dikutip dari pernyataan
Ibnu Mundzir yang mengatakan bahwa semua ahli ilmu telah sepakat bahwa jual beli
salam diperbolehkan, karena terdapat kebutuhan dan keperluan untuk memudahkan
urusan manusia. Pemilik lahan pertanian, perkebunan ataupun perniagaan terkadang
membutuhkan modal untuk mengelola usaha mereka hingga siap dipasarkan, maka jual
beli salam diperbolehkan untuk mengakomodir kebutuhan mereka. Ketentuan ijma’ ini
secara jelas memberikan legalisasi praktik pembiayaan atau jual beli salam.6
6
Saprida, “Akad Salam Dalam Transaksi Jual Beli (Akad Salam in the Sale and Purchase
Transactions),” 124.
Gambar 1 Alur transaksi salam langsung
7
S, Nurhayati. Akuntansi Syariah Di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat, 2009.
Gambar 2 Alur transaksi salam paralel
1.4 Syarat dan Rukun Akad Salam
RUKUN SALAM
Rukun akad salam sendiri terdiri dari 4 komponen, yaitu:
a. Pelaku, terdiri dari penjual (muslam alaih) dan pembeli (muslam)
b. Objek akad berupa barang yang akan diserahkan (muslam alaih)
c. Modal salam (ra’su maalis salam)
d. Ijab qabul Adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela diantara pihak-pihak pelaku
akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan
cara-cara komunikasi modern.
KETENTUAN
Ketentuan syariah yang terkait dengan modal salam yaitu8:
a. Modal salam harus diketahui jenis dan jumlahnya.
b. Modal salam uang tunai. Para ulama berbeda pendapat masalah bolehnya
pembayaran, dalam bentuk aset perdagangan. Beberapa ulama menganggapnya
boleh.
c. Modal salam diserahkan ketika akad berlangsung, tidak boleh utang atau
merupakan pelunasan piutang. Hal ini adalah untuk mencegah praktik riba
melalui mekanisme salam.
8
Yaya Rizal, dkk. Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta: Salemba Empat, 2009.
Ketentuan syariah barang salam, yaitu:
a. Barang tersebut harus dapat dibedakan/didefenisikan mempunyai spesifikasi dan
karakteristik yang jelas kualitas, jenis, ukuran dan lain sebagainya sehingga tidak
ada gharar.
b. Barang tersebut harus dapat dikuantifikasi/ ditakar/ ditimbang
c. Waktu penyerahan barang harus jelas, tidak harus tanggal tertentu boleh juga
dalam kurun waktu tertentu, misalnya dalam waktu 6 bulan atau musim panen
disesuaikan dengan kemungkinan yang tersedianya barang yang dipesan. Hal
tersebut diperlukan untuk mencegah gharar atau ketidakpastian, harus ada pada
waktu yang ditentukan.
d. Barang tidak harus ada ditangan penjual tetapi harus ada pada waktu yang
ditentukan.
e. Apabila barang yang dipesan tidak ada pada waktu yang ditentukan, akad
menjadi fasakh/rusak dan pembeli dapat memilih apakah menunggu sampai
dengan barang yang dipesan tersedia atau membatalkan akad sehingga penjual
harus mengembalikan dana yang telah diterima.
f. Apabila barang yang dikirim cacat atau tidak sesuai dengan yang disepakati
dalam akad, maka pembeli boleh melakukan khiar atau memilih untuk menerima
atau menolak. Kalau pilihannya menolak maka penjual memiliki utang yang
dapat diselesaikan dengan pengembalian dana atau menyerahkan produk yang
sesuai dengan akad.
g. Apabila barang yang dikirim memiliki kualitas yang lebih baik, maka penjual
tidak boleh meminta tambahan pembayaran dan hal ini dianggap sebagai
pelayanan kepuasan pelanggan.
h. Apabila barang yang dikirim kualitasnya lebih rendah, pembeli boleh memilih
menolak atau menerimanya. Apabila pembeli menerima maka pembeli tidak
boleh meminta pengurangan harga.
i. Barang boleh dikirim sebelum jauh tempo asalkan disetujui oleh kedua pihak dan
dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan,dan tidak
boleh menuntut penambahan harga.
j. Penjualan kembali barang yang dipesan sebelum diterima tidak dibolehkan secara
syariah.
k. Kaidah penggantian barang yang dipesan dengan barang lain. Para ulama
melarang penggantian spesifikasi barang yang tidak sesuai dengan spesifikasi dan
kualitas yang sama, tetapi sumbernya berbeda, para ulama membolehkannya.
l. Apabila tempat penyerahan barang tidak disebutkan, akad tetap sah. Namun
sebaiknya dijelaskan dalam akad, apabila tidak disebutkan maka harus dikirim
ketempat yang menjadi kebiasaan, misalnya gudang pembeli.
Jurnal :
(D).Piutang salam xxx
(K).kas xxx
Modal usaha salam dalam bentuk aset non kas diukur sebesar nilai wajar, selisih
antara nilai wajar dan nilai tercatat modal usaha non kas yang diserahkan diakui sebagai
keuntungan atau kerugian pada saat penyerahan modal usaha tersebut.
1) Pencatatan apabila nilai wajar lebih kecil dari nilai tercatat
Jurnal :
9
DSAK IAI. Pernyataan Standar Akuntansi No. 103 tentang Akuntansi Salam. Jakarta: Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI), 2007.
(D) Piutang Salam xxx
(D) Kerugian xxx
(K) Aset non kas xxx
Jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya, maka piutang salam
berubah menjadi piutang yang harus dilunasi oleh penjual sebesar bagian
yang tidak dapat dipenuhi.
Jurnal :
(D).Aset lain-lain-Piutang xxx
(K).Piutang Salam xxx
d) Jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya dan pembeli mempunyai
jaminan atas barang pesanan serta hasil penjualan jaminan tersebut lebih kecil
dari nilai piutang salam, maka selisih antara nilai tercatat piutang salam dan
hasil penjualan jaminan tersebut diakui sebagai piutang kepada penjual.
Jurnal :
(D).Kas xxx
(D).Aset lainnya-Piutang pada penjual xxx
(K).Piutang Salam xxx
e) Jika hasil penjualan jaminan tersebut lebih besar dari nilai tercatat piutang salam
maka selisihnya menjadi hak penjual.
Jurnal :
(D).Kas xxx
(K).Utang Penjual xxx
(K).Piutang Salam xxx
4) Denda yang diterima dan diberlakukan oleh pembeli diakui sebagai bagian dana
kebajikan.
Jurnal :
(D).Dana Kebajikan-Kas xxx
( K).Kebajikan-Pendptan Denda xxx
Denda hanya boleh dikenakan kepada penjual yang mampu menyelesaikan
kewajibannya, tetapi sengaja tidak melakukannya lalai. Hal ini tidak berlaku bagi
penjual yang tidak mampu menunaikan kewajibannya karena Force majeur.
5) Penyajian
a. Pembeli menyajikan modal usaha salam yang diberikan sebagai piutang salam.
b. Piutang yang harus dilunasi oleh penjual karena tidak dapat memenuhi
kewajibannya dalam transaksi salam disajikan secara terpisah dari piutang salam.
c. Persediaan yang diperoleh melalui transaksi salam diukur sebesar nilai terendah
biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi .Apabila nilai bersih yang
dapat direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan, maka selisihnya diakui sebagai
kerugian.
6) Pengungkapan
a. Besarnya modal usaha salam, baik yang dibiayai sendiri maupun yang dibiayai
secara bersama-sama dengan pihak lain.
b. Jenis dan kuantitas barang pesanan
c. Pengungkapan lain sesuai dengan PSAK No.101 tentang penyajian laporan
keuangan syariah
AKUNTANSI UNTUK PENJUAL10
1) Pengakuan kewajiban salam, kewajiban salam diakui pada saat penjual menerima
modal usaha salam. Modal usaha salam yang diterima disajikan sebagai kewajiban
salam.
2) Pengukuran kewajiban salam.
Jika modal usaha salam dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang diterima.
Jurnal:
(D).Kas xxx
(K).Utang Salam xxx
10
DSAK IAI. Pernyataan Standar Akuntansi No. 103 tentang Akuntansi Salam. Jakarta: Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI), 2007.
Jika modal usaha salam dalam bentuk aset non kas diukur sebesar nilai wajar.
Jurnal :
(D).Aset non Kas (nilai wajar) xxx
(K).Utang Salam xxx
3) Kewajiban salam dihentikan pengakuannya (derecognation) pada saat penyerahan
barang kepada pembeli.
Jurnal :
(D).Utang Salam xxx
(K).Penjualan xxx
4) Jika Penjual melakukan transaksi salam paralel, selisih antara jumlah yang dibayar
oleh pembeli akhir dan biaya perolehan barang pesanan diakui sebagai keuntungan
atau kerugian pada saat penyerahan barang pesanan oleh penjual ke pembeli akhir.
Jurnal ketika membeli persediaan:
(D).Aset Salam xxx
(K).Kas xxx
Pencatatan ketika menyerahkan persediaan, jika jumlah yang dibayar oleh
pembeli akhir lebih kecil dari biaya perolehan barang pesana:
(D).Utang Salam xxx
(D).Kerugian Salam xxx
(K).Aset Salam xxx
Pencatatan ketika menyerahkan persediaan, jika jumlah yang dibayar
olehpembeli akhir lebih besar dari biaya perolehan barang pesanan:
(D).Utang Salam xxx
(K).Aset Salam xxx
(K).Keuntungan Salam xxx