Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH FIKIH MUAMALAH

BAI’ AS-SALAM

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 4

DINA LIRIANI NASUTION (2140200127)

RISANNI SAFITRI TARIHORAN (2140200088)

YUSNI KHAIRANI (2140000000)

DOSEN PENGAMPU:

ARTI DAMISA, S.H.I.,M.E.I.

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN


BISNIS ISLAM NEGERI SYEKH ALI HASAN AHMAD ADDARY
PADANGSIDIMPUAN

T.A. 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang sudah melimpahkan rahmat, taufik,
dan hidayah- Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Bai’ As-Salam”
sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Fiqh Muamalah.

Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah “Fiqh Muamalah” Program Study Ekonomi
Syari’ah, dengan ini kami megngkat judul “Bai’ As-Salam”, semoga dengan adanya makalah
ini dapat membantu kita semua mengetahui apa itu defenisi, rukun dan syarat Bai’ As-Salam,
serta peraktik Bai’ As-Salam dalam lembaga keuangan syariah.

Oleh sebab itu, kritik serta anjuran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan guna
kesempurnaan makalah ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata
kuliah Fiqh Muamalah. Atas perhatian serta waktunya, kami sampaikan banyak terima kasih.

Padangsidimpuan, Oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Diantara bukti kesempurnaan agama Islam ialah dibolehkannya jual beli dengan cara
salam, yaitu akad pemesanan suatu barang dengan kriteria yang telah disepakati dan dengan
pembayaran tunai pada saat akad dilaksanakan. Yang demikian itu, dikarenakan dengan akad
ini kedua belah pihak mendapatkan keuntungan tanpa ada unsur tipu-menipu atau ghoror
(untung-untungan).
Pembeli (biasanya) mendapatkan keuntungan berupa jaminan untuk mendapatkan barang
sesuai dengan yang ia butuhkan dan pada waktu yang ia inginkan.Sebagaimana ia juga
mendapatkan barang dengan harga yang lebih murah bila dibandingkan dengan pembelian
pada saat ia membutuhkan kepada barang tersebut. Sedangkan penjual juga mendapatkan
keuntungan yang tidak kalah besar dibanding pembeli, diantaranya penjual mendapatkan
modal untuk menjalankan usahanya dengan cara-cara yang halal, sehingga ia dapat
menjalankan dan mengembangkan usahanya tanpa harus membayar bunga.
Dengan demikian selama belum jatuh tempo, penjual dapat menggunakan uang
pembayaran tersebut untuk menjalankan usahanya dan mencari keuntungan sebanyak-
banyaknya tanpa ada kewajiban apapun.Penjual memiliki keleluasaan dalam memenuhi
permintaan pembeli, karena biasanya tenggang waktu antara transaksi dan penyerahan barang
pesanan berjarak cukup lama.
Jual-beli dengan cara salam merupakan solusi tepat yang ditawarkan oleh Islam guna
menghindari riba. Dan mungkin ini merupakan salah satu hikmah disebutkannya syari'at jual-
beli salam seusai larangan memakan riba.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja definisi Bai’ As-Salam?
2. Apa saja rukun syarat Bai’ As-Salam?
3. Bagaimana praktek Bai’ As-Salam paralel dalam lembaga keuangan syariah?
C. Tujuan

Tujuan dari makalah ini yaitu agar para pembaca dapat memahami tentang Bai’ As-
Salam, baik itu defenisi, rukan dan salam, serta praktk Bai’ As-Salam paralel dalam lembaga
kauangan syariah.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Bai’ As-Salam

Bai` as-salam (‫لم بيع‬EE‫( الس‬secara bahasa disebut juga dengan as-salaf (‫لف‬EE‫( الس‬yang
bermaksud at-taqdīm (‫( التقديم‬yang berarti pendahuluan atau mendahulukan, karena jual beli
yang harganya didahulukan kepada penjual, yang berarti pesanan atau jual beli dengan
melakukan pemesanan terlebih dahulu. Bai‟ as-salam secara istilah adalah menjual suatu
barang yang penyerahannya ditunda atau menjual suatu barang yang ciri-cirinya jelas dengan
pembayaran modal lebih awal, sedangkan barangnya diserahkan kemudian hari.

Bai` as-salam adalah jual beli dengan cara memesan barang terlebih dahulu yang
disebutkan sifatnya atau ukurannya, sedangkan pembayarannya dilakukan dengan tunai. Atau
menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda, atau menjual suatu barang yang ciri-
cirinya disebutkan dengan jelas dan pembayaran dilakukan terlebih dahulu, sedangkan barang
diserahkan dikemudian hari sesuai kesepakatan awal. Artinya bahwa yang diberlakukan
adalah prinsip bai (jual beli) suatu barang tertentu antara pihak penjual dan pembeli sebesar
harga pokok ditambah nilai keuntungan yang disepakati, di mana waktu penyerahan barang
dikemudian hari sementara penyerahan uang dibayarkan di muka secara tunai.

Adapun contoh kasus bai’ as-salam, yaitu ada seorang pembeli yang memesan beberapa
daun pintu ke pembuat atau produsen daun pintu, kemudian sang pemesan menyebutkan
kriteria atau sifat pintunya, baik dari segi model dan bahan kayu yang digunakan dengan
perjanjian waktu yang sudah ditentukan dan disepakati kedua belah pihak. Dan seorang
pemesan harus membayar lunas biaya pemesanan daun pintu tersebut dan daun pintu harus
selesai ditanggal yang ditentukan kedua belah pihak. Orang yang memesan atau yang
memiliki uang disebut muslam, orang yang memiliki barang disebut muslam ilaih, barang
yang dipesan disebut muslam fīh, dan harganya disebut ra’su māl as-salam.

Selanjutnya barang yang akan diserahkan hendaknya barang yang biasa didapatkan di
pasar dan harga hendaknya dipegang di tempat akad berlangsung. Bai’ as-salam tidak hanya
dikenal dengan jual beli pesanan secara biasa dengan melibatkan pembeli (muslam) dan
pemilik barang (muslam ilaih) dengan ketentuan yang berlaku, namun ada pula yang disebut
salam paralel atau bertingkat. Salam paralel atau salam bertingkat yaitu melaksanakan dua
transaksi bai’ as-salam antara penjual dengan pembeli dan antara penjual dengan pemasok
atau pihak ketiga lainnya secara simultan. Dengan kata lain penjual memesan kepada pihak
lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara salam, maka itulah yang disebut salam
paralel.

B. Syarat dan Rukun Bai As-Salam

Pelaksanaan jual beli dengan sistem salam harus memenuhi sejumlah rukun sebagai
berikut:

1. Muslam (pembeli) adalah pihak yang membutuhkan dan memesan barang.


2. Muslam ilaih (penjual) adalah pihak yang memasok barang pesanan.
3. Modal atau uang. Ada pula yang menyebut harga (tsaman).
4. Muslam fihi adalah barang yang dijual belika.
5. Sighat adalah ijab dan qabul

Disamping semua rukun harus terpenuhi, maka jual beli salam harus dipenuhi syarat-
syarat pada setiap rukun, di antaranya syarat-syarat terpenting dalam jual beli salam sebagai
berikut:

a. Modal usaha dan alat pembayaran.

Modal di sini adalah sejumlah uang yang dikeluarkan untuk membayar barang
yang dibutuhkan atau dipesan. Modal atau uang sebagai alat pembayaran untuk
pembelian atau pemesanan barang diisyaratkan harus diketahui secara jelas
jumlah dan bentuknya seperti jenis dan macamnya misalnya dinar, dirham,
dollar, dan lain-lain. Hukum awal mengenai pembayaran adalah bahwa ia harus
dalam bentuk uang tunai.

b. Penerimaan pembayaran salam, kebanyakan ulama mengharuskan pembayaran


salam di lakukan di tempat kontrak. Hal ini dimaksudkan agar pembayaran
yang diberikan oleh muslam (pembeli) tdiak dijadikan sebagai utang penjual.
Lebih khusus lagi, pembayaran salam tidak bisa dalam bentuk pembebasan
hutang yang harus di bayar dari muslam fih (penjual). Hal ini adalah untuk
mencegah praktik riba melalui mekanisme salam
c. Muslam fih (barang), diantaranya syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam jual
beli salam atau barang yang di transaksikan dalam jual beli salam sebagai
berikut:
1. Harus spesifik dan dapat diakui sebagai uang
2. Harus bisa diidentifikasikan secara jelas untuk mengurangi kesalahan
akibat kurangnya pengetahuan tentang macam barang tersebut.
3. Penyerahan barang dilakukan dikemudian hari
4. Kebanyakan ulama menyaratkan penyerahan barang harus ditunda
pada suatu waktu kemudian, tetapi mazhab Syafi’i membolehkan
penyerahan segera
5. Bolehnya menentukan tanggal waktu di masa yang akan datang untuk
penyerahan barang
6. Tempat penyerahan
7. Pihak-pihak yang berkontrak harus menunjuk tempat yang disepakati
dimana barang harus diserahkan
8. Penggantian muslam fih (barang yang dipesan)

Para ulama melarang penggantian muslam fih (barang yang dipesan) dengan barang
lainnya. Penukaran atau penggantian salam (pesanan) ini tidak diperkenankan, karena
meskipun belum diserahkan, barang tersebut tidak lagi milik si muslam ‘ilayh, tetapi sudah
milik muslam. Bila barang tersebut diganti dengan barang yang memiliki spesifikasi dan
kualitas yang sama, meskipun sumbernya berbeda, para ulama memperbolehkannya. Hal
demikian tidak dianggap sebagai penjual, melainkan penyerahan unit yang lain untuk barang
yang sama.

C. Praktik Bai’ As-Salam Paralel dalam Lembaga Keuangan Syariah

Salam paralel berarti melaksanakan dua transaksi bai’ as-salam antara bank dan nasabah,
dan antara bank dan pemasok (supplier) atau pihak ketiga lainnya secara simultan. Adapun
syarat-syarat salam paralel yang harus dipenuhi, antara lain sebagai berikut:

1. Pada salam paralel, bank masuk ke dalam dua akad yang berbeda. Pada salam
pertama bank bertindak sebagai pembeli dan pada salam kedua bank bertindak
sebagai penjual.
2. Salam paralel hanya boleh dilakukan dengan pihak ketiga. Penjual pada salam
pertama tidak boleh menjadi pembeli pada salam paralel karena hal ini akan menjadi
kontrak pembelian kembali yang dilarang oleh syari’ah.
1. Peraktik Salam di Lembaga Keuangan Syariah

Dalam perspektif perbankan syarriah, salam diartikan dengan pembelian yang dilakukan
oleh bank dari nasabah dengan pembayaran di muka dengan jangka waktu penyerahan yang
disepakati bersama. Harga yang dibayarkan dalam salam tidak boleh dalam bentuk utang
melainkan dalam bentuk tunai yang dibayarkan segera. Tentu saja bank tidak bermaksud
hanya melakukan salam untuk memperoleh barang, tetapi barang itu akan dijual lagi untuk
memperoleh barang, tetapi barang itu akan dijual lagi untuk memperoleh keuntungan. Oleh
karena itu, dalam peraktiknya transaksi pembelian salam oleh bank selalu diikuti atau
dibarengi dengan transaksi penjualan kepada pihak atau nasabah lainnya. Selain itu, salam
juga bisa diartikan dengan pembelian yang dilakukan oleh nasabah dari bank dengan
pembayaran di muka dengan jangka waktu penyerahan yang disepakati bersama.

Di perbankan syariah, jual beli salam biasanya ditetapkan pada pembelian alat-alat
pertanian, barang-barang industri, dan kebutuhan rumah tangga. Nasabah yang memerlukan
biaya untuk memproduksi barang-barang industri bisa mengajukan permohonan pembiayaan
ke bank syariah dengan produk jual beli salam ini. Bank dalam hal ini berposisi sebagai
pemesan (pembeli) barang yang akan diproduksi oleh nasabah. Untuk itu bank membayar
harganya secara kontan. Pada waktu yang ditentukan, nasabah menyerahkan barang pesanan
tersebut kepada bank. Berikutnya bank bisa menunjuk nasabah tersebut sebagai wakilnya
untuk menjual kembali barang itu kepada nasabah yang memproduksinya itu secara tangguh
(bitsaman ajil) dengan mengambil keuntungan tertentu.

Apabila salam yang digunakan itu salam paralel, maka berlaku persyaratan paling
kurang sebagai berikut: (1) bank sebagai pembeli dalam akad salam dapat membuat akad
salam paralel dengan pihak lainnya di mana bank bertindak sebagai penjual; (2) kewajiban
dan hak dalam kedua akad salam tersebut harus terpisah; (3) pelaksanaan kewajiban salah
satu akad salam tidak boleh bergantung pada akad salam lainnya; (4) bank yang bertindak
sebagai penjual dalam akad salam paralel harus memunuhi kewajibannya kepada pihak
lainnya apabila nasabah dalam akad salam tidak memenuhi akad salam; (5) bank menjual
barang kepada nasabah pemesan dengan spesifikasi, kualitas, jumlah, jangka waktu, tempat,
dan harga yang disepakati; (6) nasabah sebagai pembeli tidak boleh menjual barang yang
belum diterima; (7) dalam rangka meyakinkan bank dapat menyerahkan barang sesuai
kesepakatan, maka nasabah dapat memita jaminan pihak ketiga sesuai ketentuan yang
berlaku.

Dari uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa salam di perbankan syariah dapat
diimplementasikan dalam dua bentuk, yakni dalam bentuk salam biasa antara nasabah dan
bank dan bentuk salam. Dalam hal salam diimplementasikan dalam bentuk salam biasa.

Anda mungkin juga menyukai