Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

BAI AL -ISTISHNA’

D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
KELOMPOK 5
1. ALYA RIFA WARMAN (2140200038)
2. NADIA NURUL AINI (2140200126)
3. UMMI MEILANI PAUZIAH HASIBUAN (2140200026)
4. RAFI HABIB HARAHAP (2140200093)

DOSEN PENGAMPU:
ASSAADATUL KHAIRIYAHTUSSOLIHAH, M.Ak.

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYEJH ALI HASAN AHMAD ADDARY
PADANGSIDIMPUAN
T.A. 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat tuhan yang maha esa yang telah
memberikan rahmat dan hadiahnya, sehingga penulis daoat menyelesaikan
makalah tentang “ AKUNTANSI AL-ISTISHNA” sebagai pemenuhan tugas mata
kuliah fiqih muamalah.
Kami mengucapkan terimak kasih kepada setiap pihak yang telah
membantu hingga makalah ini dapat terselesaikan, terkhusus kepada ibu dosen
pengampuh atas bimbingannya kepada kami dalam merangkumkan makalah ini,
terima kasih juga atas masukan dari berbagai pihak termasuk teman teman yang
tekah memberi berbagai gagasan kontribusinya kepada kami.
Sebagai karya manusia, tentang makalah ini masih jauh dari unsur
kesempurnaan, untuk itu kami memita kontibusi pemikiran baik berupa saran dan
kritik perbaikan makalah ini kedepannya hingga dapat lebih bermanfaat unutuk
kita semua.

Padangsidimpuan,17 oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR………………………………………………………………
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………….
A. LATAR BELAKANG MASALAH ……………………………….
B. RUMUSAN MASALAH…………………………………………..
C. TUJUAN…………………………………………………………...

BAB II
PEMBAHASAN……………………………………………………………
A. DEFENISI AKUNTANSI ISTISHNA…………………………….
B. SYARAT DAN RUKUN AKUNTANSI ISTISHNA
C. PRAKTIK AKUNTANSI ISTISHNA DAMA LEMBAGA
KEUANGAN SYARIAH………………………………………..

BAB III PENUTUP…………………………………………………………………


A. KESIMPULAN……………………………………………………..

DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………….

BAB I
PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG
Dalam Islam suatu kegiatan atau urusan antara manusia dengan manusia
disebut Muamalah. Muamalah merupakan aturan-aturan Allah untuk mengatur
manusia dalam kaitannya dengan urusan duniawi dan pergaulan sosial. Salah satu
bentuk akad muamallah yang diperbolehkan dalam syari’at adalah akad jual beli
selagi jual beli tersebut ridak bertentangan dengan syari’at islam yaitu tidak
mengandung unsur maisir, ghoror, dan riba yang merupakan perbuatan yang
dibenci oleh Allah SWT.
Jual beli adalah perjanjian tukar menukar benda atau barang yang
mempunyai nilai secara sukarela di antara kedua belah pihak, yang satu menerima
benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan
yang telah dibenarkan syara‟ dan disepakati. Bai‟ Al-Istisna ini jenis transaksi
yang merupakan kontrak penjualan antara pembeli dengan produsen atau supplier.
Seperti telah diuraikan di atas bahwa Islam sudah mengatur semua itu
sehingga dapat meminimalisir terjadinya perselisihan jika kemudian hari terdapat
permasalahan, dan Islam telah mengatur syarat dan rukun jual beli ini, meskipun
ada beberapa hal yang memang masih diperdebatkan atau masih berbeda
pendapat.

B.RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian AKUNTANSI ISTISHNA.
2. Apa syarat dan rukun AKUNTANSI ISTISHNA.
3. Bagaimana penerapan praktik AKUNTANSI ISTISHNA dalam Lembaga
keuangan syariah.

C.TUJUAN
1.Untuk mengetahui defenisi AKUNTANSI ISTISHNA
2.Untuk mengetahui apa saja syarat dan rukun AKUNTANSI ISTISNA
3.Untuk mengetahui bagaimana penerapan praktik AKUNTANSI
ISTISHNA dalam Lembaga keuangan syariah.

BAB II
PEMBAHASAN

A.DEFENISI AKUNTANSI ISTISHNA

Istishna' secara etimologis adalah meminta membuat sesuatu.


Yakni meminta kepada seorang pembuat untuk mengerjakan sesuatu.
Sedangkan secara terminologis istishna’ adalah transaksi terhadap barang
dagangan dalam tanggungan yang yang disyaratkan untuk
mengerjakannya. Objek transaksinya adalah barang yang harus dikerjakan
dan pekerjaan pembuatan barang tersebut.
Adapun menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, istishna'
adalah jual beli barang atau jasa dalam bentuk pemesanan dengan kriteria
dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pihak pemesan dan pihak
penjual membuatkan sesuatu untuknya.
Sehingga bila seseorang berkata kepada orang lain yang punya
keahlian dalam membuat sesuatu, "buatkan untuk aku sesuatu dengan
harga sekian rupiah dan orang itu menerimanya, maka akad istishna' telah
terjadi.

B.SYARAT DAN RUKUN ISTISHNA

1. Rukun Istishna’
Menurut pendapat ulama madzhab al-Hanafi rukun-rukun dalam
istishna´, antara lain:
a. Transaktor
Transaktor adalah pihak pemesan yang diistilahkan dengan
mustashni' (sebagai pihak pertama). Pihak yang kedua adalah
pihak yang dimintakan kepadanya pengadaaan atau pembuatan
barang yang dipesan, yang diistilahkan dengan sebutan
Penjual dibolehkan menyerahkan barang lebih cepat dari
waktu yang telah disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah
barang sesuai dengan kesepakatan dan ia tidak boleh menunutut
tambahan harga. Dalam hal pesanan sudah sesuai dengan
kesepakatan, hukumnya wajib bagi pembeli untuk menerima
barang istishna’ dan melaksanakan semua ketentuan dalam
kesepakatan

b. Objek Istishna’
Barang yang diakadkan disebut dengan al-mahal.
Sehingga yang menjadi objek dari akad ini semata-mata adalah
benda atau barang-barang yang harus diadakan Syarat-syarat objek
akad menurut Fatwa DSN MUI, yaitu:

1) Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.


2) Penyerahannya dilakukan kemudian.
3) Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan
berdasarkan kesepakatan.
4) Pembeli (mustashni’) tidak boleh menjual barang sebelum
menerimanya.
5) Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis
sesuai kesepakatan.
6) Memerlukan proses pembuatan setelah akad disepakati.
7) Barang yang diserahkan harus sesuai dengan spesifikasi
pemesan, bukan barang missal.

c. Shighat (ijab qabul)


Ijab qabul adalah akadnya itu sendiri. Ijab adalah lafadz
dari pihak pemesan yang meminta kepada seseorang untuk
membuatkan sesuatu untuknya dengan imbalan tertentu. Dan
qabul adalah jawaban dari pihak yang dipesan untuk menyatakan
persetujuannya atas kewajiban dan haknya itu. Pelafalan perjanjian
dapat dilakukan dengan lisan, isyarat (bagi yang tidak bisa bicara),
tindakan maupun tulisan, bergantung pada praktik yang lazim di
masyarakat dan menunjukan keridhaan satu pihak untuk menjual
barang istishna’ dan pihak lain untuk membeli barang istishna’.
1) Istishna tidak dapat dibatalkan, kecuali memenuhi
kondisi : 1) Kedua belah pihak setuju untuk
membatalkannya.
2) Akad batal demi hukum karena timbul kondisi
hukum yang dapat menghalangi pelaksanaan atau
penyelesaian akad.

2. Syarat-syarat Istishna’
Syarat istishna’ menurut pasal 104 s/d pasal 108 Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah adalah sebagai berikut:
a. Ba’i istishna’ mengikat setelah masing-masing pihak
sepakat atas barang yang dipesan.
b. Ba’i istishna’ dapat dilakukan pada barang yang bisa
dipesan.
c. Dalam ba’i istishna’, identifikasi dan deskripsi barang
yang dijual harus sesuai permintaan pemesanan.
d. Pembayaran dalam ba’i istishna’ dilakukan pada waktu
dan tempat yang disepakati.
e. Setelah akad jual beli pesanan mengikat, tidak satupun
boleh tawarmenawar kembali terhadap isi akad yang
sudah disepakati.
f. Jika objek dari barang pesanan tidak sesuai dengan
spesifikasi, maka pemesanan dapat menggunakan hak
pilihan (khiyar) untuk melanjutkan atau membatalkan
pemesanan.

C.PRAKTIK AKUNTANS ISTISHNA DALAM LEMBAGA


KEUANGAN
SYARIAH

Jual beli istishna dalam praktik LKS adalah istisna’


pararel.istishna’ pararel merupakan transaksi pembelian atas barang
tertentu oleh nasabah kepada LKS.
Pembelian tidak secara langsung dengan melakukan penyerahan barang,
alan tetapi nasabah hanya memberikan spesifikasi barang, kemudian LKS
memesan barang yang diminta nasabah kepada pihak ketiga atau
produsen.
Biasanya LKS melakukan pembayaran atas barang tersebut secara
tunai. Barang tersebut kemudian dijual kepada konsumen atau nasabah,
bisa secara tunai atau secara angsuran. Selain jual beli istishna’ dengan
cara pembelian barang oleh LKS juga biisa mewakilkan pembelian
barang kepada nasabah. Praktik semacam ini hamper sama dengan jual
beli istishna sebelumnya hanya ada sedikit perbedaan, yaitu dengan tahap
:
1. Nasabah (mustasni) mengajuakn pemesanan barang dengan
menjelaskan spesifikasinya dengan kepada LKS.
2. Kemudian melakukan akad istisna’ antara LKS dan
nasabah.
3. Kemudia LKS mewakilkan pembelian barang kepada
nasabah dengan memberikan uang .
4. Nasabah memesan barang pada produsen .
5. Nasabah membayar harga barang pada LKS dengan cara
angsur.

Ketentuan umum pembiayaan istishna’ adalah spesifikasi barang


pesanan harus jelas, macam ukurannya, mutu dan jumlahnya .Harga jual
yang telah disepakati dicantumkan dalam akad istishna’ dan tidak boleh
berubah selama berlakunya akad jika terjadi perubahan dari kriteria
pesanan dan terjadi perubahan harga setelah akad ditandatangani, seleruh
biaya tambahan tetap ditanggung nasabah.
Dalam kontrak istishna’, pembuat barang menerima pesanan
pembeli. Pembayaran atas transaksi jual beli dengan akad istishna’ dapat
dilaksanakan di muka. Dengan cara angsuran atau ditangguhkan sampai
jangka waktu pada masa yang akan datang. Adapun mekanisme
pembayaran akad istishna dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu :
1. Pembayaran di muka,yaitu pembayaran dilakuakan secara
keseluruhan pada saat akad sebelum ast istishna’ diserahkn
olek bank syariah kepada pembeli akhir ( nasabah)
2. Pembayaran dilakukan pada saat penyerahn barang,yaitu
pembayaran dilakukan pada saat barang diterima oleh
pemebeli akhir . Cara pembayaran ini dimungkinkan
adanya pembayaran termin sesuai dengan progress
pe,buatan ast istishna’.Cara pembayaran ini yang umun
dilakukan dalam pembiayaan istishna bank syariah.
3. Pembayaran ditangguhkan, yaitu pembayaran dilakukan
setelah ast istishna diserahkan oleh bank kepada pembeli
akhir.

BAB III
PENUTUP

A.KESIMPULAN
Transaksi jual beli istishna merupakan kontrak penjualan antara pembeli
dan pembuat barang/penjuak (Lembaga keuangan syariah/bank).dalam kontrak ini
bank menerima pesanan dari pembeli.bank lalu berusaha sendiri ataupun melalui
org lain untuk membuat barang atau jasa tersebut menurut spesifikasi yg telah
disepakati menjualnya kepada pembeli.
Dalam praktik jual beli istishna biasanya menggunakan istishna
parallel,istishna dan istishna parallel tidak jauh berbeda,hanya yang membedakan
adalah Lembaga keuangan syariah tersebut membuat sendiri barangnya/jasa
pesanan atau membutuhkan orang lain untuk membuatnya sehingga terjadilah
istishna parallel.
Tahapan transaksi istishna dimulai dari negoisasi dan spesifikasi barang
selanjutnya akan terjadi akad setelah akad pihak Lembaga keuangan syariah/bank
akan membuat sendiri pesanan tersebut atau menyuruh orang lain untuk
mengerjakanny. Selanjutnya setelah pesanan itu jadi,akan diantarlah pesanan
tersebut dan pemesan/pembeli tinggal membayar kepada bank atau LKS dengan
mengangsur atau tidak mengangsur sesuai dengan kesepakatan.

DAFTAR PUSTAKA

http.//repository.uin-suska.ac.id
http://repository.uinbanten.ac.id
https://www.academia.edu/30618061/
IMPLEMENTASI_ISTISNA_DALAM_LKS

Anda mungkin juga menyukai