BAI AL -ISTISHNA’
D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
KELOMPOK 5
1. ALYA RIFA WARMAN (2140200038)
2. NADIA NURUL AINI (2140200126)
3. UMMI MEILANI PAUZIAH HASIBUAN (2140200026)
4. RAFI HABIB HARAHAP (2140200093)
DOSEN PENGAMPU:
ASSAADATUL KHAIRIYAHTUSSOLIHAH, M.Ak.
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat tuhan yang maha esa yang telah
memberikan rahmat dan hadiahnya, sehingga penulis daoat menyelesaikan
makalah tentang “ AKUNTANSI AL-ISTISHNA” sebagai pemenuhan tugas mata
kuliah fiqih muamalah.
Kami mengucapkan terimak kasih kepada setiap pihak yang telah
membantu hingga makalah ini dapat terselesaikan, terkhusus kepada ibu dosen
pengampuh atas bimbingannya kepada kami dalam merangkumkan makalah ini,
terima kasih juga atas masukan dari berbagai pihak termasuk teman teman yang
tekah memberi berbagai gagasan kontribusinya kepada kami.
Sebagai karya manusia, tentang makalah ini masih jauh dari unsur
kesempurnaan, untuk itu kami memita kontibusi pemikiran baik berupa saran dan
kritik perbaikan makalah ini kedepannya hingga dapat lebih bermanfaat unutuk
kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR………………………………………………………………
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………….
A. LATAR BELAKANG MASALAH ……………………………….
B. RUMUSAN MASALAH…………………………………………..
C. TUJUAN…………………………………………………………...
BAB II
PEMBAHASAN……………………………………………………………
A. DEFENISI AKUNTANSI ISTISHNA…………………………….
B. SYARAT DAN RUKUN AKUNTANSI ISTISHNA
C. PRAKTIK AKUNTANSI ISTISHNA DAMA LEMBAGA
KEUANGAN SYARIAH………………………………………..
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Dalam Islam suatu kegiatan atau urusan antara manusia dengan manusia
disebut Muamalah. Muamalah merupakan aturan-aturan Allah untuk mengatur
manusia dalam kaitannya dengan urusan duniawi dan pergaulan sosial. Salah satu
bentuk akad muamallah yang diperbolehkan dalam syari’at adalah akad jual beli
selagi jual beli tersebut ridak bertentangan dengan syari’at islam yaitu tidak
mengandung unsur maisir, ghoror, dan riba yang merupakan perbuatan yang
dibenci oleh Allah SWT.
Jual beli adalah perjanjian tukar menukar benda atau barang yang
mempunyai nilai secara sukarela di antara kedua belah pihak, yang satu menerima
benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan
yang telah dibenarkan syara‟ dan disepakati. Bai‟ Al-Istisna ini jenis transaksi
yang merupakan kontrak penjualan antara pembeli dengan produsen atau supplier.
Seperti telah diuraikan di atas bahwa Islam sudah mengatur semua itu
sehingga dapat meminimalisir terjadinya perselisihan jika kemudian hari terdapat
permasalahan, dan Islam telah mengatur syarat dan rukun jual beli ini, meskipun
ada beberapa hal yang memang masih diperdebatkan atau masih berbeda
pendapat.
B.RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian AKUNTANSI ISTISHNA.
2. Apa syarat dan rukun AKUNTANSI ISTISHNA.
3. Bagaimana penerapan praktik AKUNTANSI ISTISHNA dalam Lembaga
keuangan syariah.
C.TUJUAN
1.Untuk mengetahui defenisi AKUNTANSI ISTISHNA
2.Untuk mengetahui apa saja syarat dan rukun AKUNTANSI ISTISNA
3.Untuk mengetahui bagaimana penerapan praktik AKUNTANSI
ISTISHNA dalam Lembaga keuangan syariah.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Rukun Istishna’
Menurut pendapat ulama madzhab al-Hanafi rukun-rukun dalam
istishna´, antara lain:
a. Transaktor
Transaktor adalah pihak pemesan yang diistilahkan dengan
mustashni' (sebagai pihak pertama). Pihak yang kedua adalah
pihak yang dimintakan kepadanya pengadaaan atau pembuatan
barang yang dipesan, yang diistilahkan dengan sebutan
Penjual dibolehkan menyerahkan barang lebih cepat dari
waktu yang telah disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah
barang sesuai dengan kesepakatan dan ia tidak boleh menunutut
tambahan harga. Dalam hal pesanan sudah sesuai dengan
kesepakatan, hukumnya wajib bagi pembeli untuk menerima
barang istishna’ dan melaksanakan semua ketentuan dalam
kesepakatan
b. Objek Istishna’
Barang yang diakadkan disebut dengan al-mahal.
Sehingga yang menjadi objek dari akad ini semata-mata adalah
benda atau barang-barang yang harus diadakan Syarat-syarat objek
akad menurut Fatwa DSN MUI, yaitu:
2. Syarat-syarat Istishna’
Syarat istishna’ menurut pasal 104 s/d pasal 108 Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah adalah sebagai berikut:
a. Ba’i istishna’ mengikat setelah masing-masing pihak
sepakat atas barang yang dipesan.
b. Ba’i istishna’ dapat dilakukan pada barang yang bisa
dipesan.
c. Dalam ba’i istishna’, identifikasi dan deskripsi barang
yang dijual harus sesuai permintaan pemesanan.
d. Pembayaran dalam ba’i istishna’ dilakukan pada waktu
dan tempat yang disepakati.
e. Setelah akad jual beli pesanan mengikat, tidak satupun
boleh tawarmenawar kembali terhadap isi akad yang
sudah disepakati.
f. Jika objek dari barang pesanan tidak sesuai dengan
spesifikasi, maka pemesanan dapat menggunakan hak
pilihan (khiyar) untuk melanjutkan atau membatalkan
pemesanan.
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Transaksi jual beli istishna merupakan kontrak penjualan antara pembeli
dan pembuat barang/penjuak (Lembaga keuangan syariah/bank).dalam kontrak ini
bank menerima pesanan dari pembeli.bank lalu berusaha sendiri ataupun melalui
org lain untuk membuat barang atau jasa tersebut menurut spesifikasi yg telah
disepakati menjualnya kepada pembeli.
Dalam praktik jual beli istishna biasanya menggunakan istishna
parallel,istishna dan istishna parallel tidak jauh berbeda,hanya yang membedakan
adalah Lembaga keuangan syariah tersebut membuat sendiri barangnya/jasa
pesanan atau membutuhkan orang lain untuk membuatnya sehingga terjadilah
istishna parallel.
Tahapan transaksi istishna dimulai dari negoisasi dan spesifikasi barang
selanjutnya akan terjadi akad setelah akad pihak Lembaga keuangan syariah/bank
akan membuat sendiri pesanan tersebut atau menyuruh orang lain untuk
mengerjakanny. Selanjutnya setelah pesanan itu jadi,akan diantarlah pesanan
tersebut dan pemesan/pembeli tinggal membayar kepada bank atau LKS dengan
mengangsur atau tidak mengangsur sesuai dengan kesepakatan.
DAFTAR PUSTAKA
http.//repository.uin-suska.ac.id
http://repository.uinbanten.ac.id
https://www.academia.edu/30618061/
IMPLEMENTASI_ISTISNA_DALAM_LKS