DISUSUN OLEH :
MHD FADLI
2001280062
T.A 2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Akad istishna’ merupakan produk lembaga keuangan syariah,
sehingga jual beli ini dapat dilakukan di lembaga keuangan syariah.
Semua lembaga keuangan syariah memberlakukan produk ini sebagai
jasa untuk nasabah, selain memberikan keuntungan kepada produsen
juga memberikan keuntungan kepada konsumen atau pemesan yang
memesan barang. Sehingga lembaga keuangan syariah menjadi pihak
intermediasi dalam hal ini.
Dalam perkembangannya, ternyata akad istishna lebih mungkin
banyak digunakan di lembaga keuangan syariah dari pada salam. Hal ini
disebabkan karena barang yang dipesan oleh nasabahatau konsumen
lebih banyak barang yang belum jadi dan perlu dibuatkan terlebih dahulu
dibandingkan dengan barang yang sudah jadi. Secara sosiologis barang
yang sudah jadi telah banyak tersedia di pasaran, sehingga tidak perlu
dipesan terlebih dahulu pada saat hendak membelinya. Oleh karena itu
pembiayaan yang mengimplementasikan istishna’ bisa menjadi salah satu
solusi untuk mengantisipasi masalah pengadaan barang yang belum
tersedia.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Pengertian istishna’
2. Apa saja dasar hukum istisna
3. Hak dan kewajiban para pihak istishna’
4. Ilustrasi dialog
5. Isi kontrak istishna’
C. TUJUAN
Adapun tujuan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian istishna’
2. Mengetahui dasar hukum istishna’
3. Mengetahui hak dan kewajiban para pihak istishna’
4. Mengerti bagaimana dialog beristishna’
5. Mengetahui isi kontrak istishna’
KATA PENGANTAR
Assalamu ‘Alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin... puji dan syukur kita panjatkan
kepada Allah SWT, yamg telah membentangkan jalan keselamatan buat
insan dan menerangi mereka dengan pelita yang terang benderang.
Shalawat dan Salam atas Nabi Muhammad SAW yang membawa
petunjuk buat kehidupan manusia di dunia dan di akhirat. Demikian pula,
ucapan keselamatan atas keluarga, sahabat dan pengikut beliau sampai
hari kiamat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ISTISHNA’
Istishna' (ناع33333)استص adalah bentuk ism mashdar dari kata
dasaristashna'a-yastashni'u (نع33 يستص- نع33)اتص. Artinya meminta orang lain
untuk membuatkan sesuatu untuknya. Dikatakan : istashna'a fulan baitan,
meminta seseorang untuk membuatkan rumah untuknya.[1][1]
Sedangkan menurut sebagian kalangan ulama dari mazhab
Hanafi, istishna' adalah (ه العمل33رط في33ة ش33بيع في الذم33د على م33)عق. Artinya,sebuah
akad untuk sesuatu yang tertanggung dengan syarat mengerjakaannya.
Sehingga bila seseorang berkata kepada orang lain yang punya keahlian
dalam membuat sesuatu,"Buatkan untuk aku sesuatu dengan harga
sekian dirham", dan orang itu menerimanya, maka akad istishna' telah
terjadi dalam pandangan mazhab ini.[2][2]
Senada dengan definisi di atas, kalangan ulama mazhab Hambali
menyebutkan (لم33ير الس33)بيع سلعة ليست عنده على وجه غ. Maknanya adalah jual-beli
barang yang tidak (belum) dimilikinya yang tidak termasuk akad salam.
Dalam hal ini akad istishna' mereka samakan dengan jual-beli dengan
pembuatan ()بيع بالصنعة.[3][3]
Namun kalangan Al-Malikiyah dan Asy-Syafi'iyah mengaitkan akad
istishna' ini dengan akad salam. Sehingga definisinya juga terkait, yaitu (
ناعات33ير من الص33لم للغ33يء المس33)الش, yaitu suatu barang yang diserahkan kepada
orang lain dengan cara membuatnya. [4][4]
Jadi secara sederhana, istishna' boleh disebut sebagai akad yang
terjalin antara pemesan sebagai pihak 1 dengan seorang produsen suatu
barang atau yang serupa sebagai pihak ke-2, agar pihak ke-2
membuatkan suatu barang sesuai yang diinginkan oleh pihak 1 dengan
harga yang disepakati antara keduanya.
B. PERBEDAAN PENDAPAT TERHADAP ISTISHNA'
Ulama' fiqih sejak dahulu telah berbeda pendapat dalam
permasalahan ini ke dalam beberapa pendapat:
Pendapat pertama: Istishna' ialah akad yang tidak benar alias batil dalam
syari'at islam. Pendapat ini dianut oleh para pengikut mazhab Hambali
dan Zufar salah seorang tokoh mazhab Hanafi. (Al Furu' oleh Ibnu Muflih
4/18, Al Inshaf oleh Al Murdawi 4/300, Fathul Qadir oleh Ibnul Humaam
7/114 & Al Bahrur Raa'iq oleh Ibnu Nujaim 6/185). Ulama' mazhab
Hambali melarang akad ini berdalilkan dengan Hadits Hakim bin
Hizam radhiallahu 'anhu:
َ الَ َتبِ ْع َما لَ ْي
س عِ ْندَ َك
"Janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak ada padamu." (Riwayat
Ahmad, Abu Dawud, An Nasa'i, At Tirmizy, Ibnu Majah, As Syafi'i, Ibnul
Jarud, Ad Daraquthny, Al Baihaqy 8/519 dan Ibnu Hazem)
Pada akad istishna' pihak ke-2 yaitu produsen telah menjual barang
yang belum ia miliki kepada pihak pertama, tanpa mengindahkan
persyaratan akad salam. Dengan demikian, akad ini tercakup oleh
larangan dalam hadits di atas. (Al Furu' oleh Ibnu Muflih 14/18 & Al Bahrur
Raa'iq oleh Ibnu Nujaim 6/185.)
Sebagaimana mereka juga beralasan: Hakikat istishna' ialah menyewa
jasa produsen agar ia mengolah barang miliknya dengan upah yang
disepakati. (Fathul Qadir oleh Ibnul Humaam 7/114)
Pendapat kedua: Istishna' adalah salah satu bentuk akad salam, dengan
demikian akad ini boleh dijalankan bila memenuhi berbagai persyaratan
akad salam. Dan bila tidak memenuhi persyaratan salam, maka tidak
dibenarkan alias batil. Ini adalah pendapat yang dianut dalam mazhab
Maliki & Syafi'i. (Mawahibul Jalil oleh Al Hatthab 4/514, Al Muqaddmat Al
Mumahhidaat 2/193, Al Muhazzab oleh As Syairozi 1/297, Raudhatut
Thalibin oleh An Nawawi 4/26.) Ulama' yang berfatwa dengan pendapat
kedua ini berdalilkan dengan dalil-dalil yang berkaitan dengan akad salam.
Pendapat ketiga: Istishna' adalah akad yang benar dan halal, ini adalah
pendapat kebanyakan ulama' penganut mazhab Hanafi dan kebanyakan
ulama' ahli fiqih zaman sekarang. (Al Mabsuth oleh As Sarakhsi
12/138, Fathul Qadiroleh Ibnul Humaam 7/114, & Al Bahrur Raa'iq oleh
Ibnu Nujaim 6/185, Suq Al Auraaq Al Maaliyah Baina As Sayari'ah Al
Islamiyyah wa An Nuzhum Al Wad'iyyah oleh Dr Khursyid Asyraf Iqbal
448)
Kaidah Fiqhiyah
Para ulama di sepanjang masa dan di setiap mazhab fiqih yang
ada di tengah umat Islam telah menggariskan kaedah dalam segala hal
selain ibadah:
األصل في األشياء اإلباحة حتى يدل الدليل على التحريم
Hukum asal dalam segala hal adalah boleh, hingga ada dalil yang
menunjukkan akan keharamannya.
Logika
Orang membutuhkan barang yang spesial dan sesuai dengan
bentuk dan kriteria yang dia inginkan. Dan barang dengan ketentuan
demikian itu tidak di dapatkan di pasar, sehingga ia merasa perlu untuk
memesannya dari para produsen.
Bila akad pemesanan semacam ini tidak dibolehkan, maka
masyarakat akan mengalamai banyak kesusahan. Dan sudah barang
tentu kesusahan semacam ini sepantasnya disingkap dan dicegah agar
tidak mengganggu kelangsungan hidup masyarakat.[10][7]
G. DIALOG BERISTISHNA’
Dialog beristishna’ sama halnya seperti akad istishna’, akad
istishna adalah akad jual beli dimana seorang pembeli memesan suatu
barang kepada prosuden yang juga bertindak sebagai penjual, dengan
kriteria dan persyaratan tertentu yang di sepakati, dan harga barang tidak
dapat berubah selama jangka waktu akad dengan cara pembayarannya
dapet berupa pembayaran dimuka, cicilan, atau dapat ditangguhkan
dalam jangka waktu tertentu.
Begitu akad disepakati, maka akan mengikat para pihak yang bersepakat
dan pada dasarnya tidak dapat dibatalkan, kecualimemenuhi kondisi:
1. Kedua belah pihak setuju untuk menghentikannya, atau
2. Akad batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat
menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad.
Pasal Pertama
Perjanjian antar kedua belah pihak ini berlaku sah untuk jangka waktu
[( ------ ) ( ---jumlah dalam huruf --- )] tahun, terhitung sejak tanggal
------ tanggal, bulan, dan tahun ------ ) sampai dengan ( ------ tanggal,
bulan, dan tahun ------ ) dimana PIHAK PERTAMA dan PIHAK
KEDUA sepakat untuk menentukan harga kontrak atas ruko berikut tanah
pekarangannya tersebut di atas dengan nilai harga [(Rp. ------------,00)
(------ jumlah uang dalam huruf ------ )] untuk jangka waktu [( ------ )
( --- jumlah dalam huruf --- )] tahun.
Pasal Dua
PIHAK KEDUA telah memberikan uang muka atau DP (Down Payment)
sebagai tanda jadi sewa sebesar [(------ ) % ( --- jumlah dalam huruf ---)]
persen atau sejumlah [(Rp. ------------,00) (------ jumlah uang dalam
huruf ------ )] pada hari ( ------------ ) tanggal ( --- tanggal, bulan, dan
tahun --- ) dan sisa pembayaran sejumlah [(Rp. ------------,00) (------ jumlah
uang dalam huruf ------ )] akan dibayarkan pada waktu penandatanganan
Surat Perjanjian ini.
Pasal Tiga
1. PIHAK PERTAMA selaku pemilik sah bangunan ruko berikut
pekarangannya di ( --- alamat lengkap ruko --- ) menjamin bahwa tanah
dan bangunan ruko berikut semua fasilitas yang terdapat di dalamnya
adalah hak milik sahnya dan bebas dari semua tuntutan hukum dan
persoalan-persoalan yang dapat mengganggu PIHAK KEDUA atas
pemakaiannya dalam jangka waktu berlakunya surat perjanjian ini.
2. Semua kerugian yang timbul akibat kelalaian PIHAK PERTAMA dalam
memenuhi kewajibannya tersebut sepenuhnya menjadi tanggung
jawab PIHAK PERTAMA.
Pasal Empat
Sebelum jangka waktu kontrak seperti yang tertulis pada pasal satu Surat
Perjanjian ini berakhir, PIHAK PERTAMA tidak dibenarkan
meminta PIHAK KEDUA untuk mengakhiri jangka waktu kontrak dan
menyerahkan kembali rumah tersebut kepada PIHAK PERTAMA kecuali
telah disepakati oleh kedua belah pihak.
Pasal Lima
Selama waktu waktu berlakunya Surat Perjanjian ini, PIHAK KEDUA sama
sekali tidak dibenarkan untuk mengalihkan hak atau mengontrakkan
kembali kepadaPIHAK KETIGA dengan dalih atau alasan apa pun juga
tanpa ijin dan persetujuan tertulis dari PIHAK PERTAMA.
Pasal Enam
1. PIHAK PERTAMA bertanggung jawab seluruhnya akibat dari kerusakan
maupun kerugian yang disebabkan oleh kesalahan struktur dari bangunan
ruko tersebut.
Yang dimaksudkan dengan struktur adalah sistim konstruksi bangunan
yang menunjang berdirinya bangunan, seperti: pondasi, balok, kolom,
lantai, dan dinding.
2. PIHAK KEDUA tidak diperbolehkan mengubah struktur dan instalasi
dari unit ruko tersebut tanpa ijin dan persetujuan dari PIHAK PERTAMA.
3. PIHAK KEDUA bertanggung jawab atas kerusakan struktur sebagai
akibat pemakaian.
4. PIHAK KEDUA tidak bertanggung jawab atau dibebaskan dari segala
ganti rugi atau tuntutan dari PIHAK PERTAMA yang terjadi akibat
kerusakan pada bangunan ruko yang diakibatkan oleh force majeure.
Yang dimaksud dengan Force majeure adalah hal-hal yang disebabkan
oleh faktor extern yang tidak dapat diatasi maupun dihindari, seperti:
banjir, gempa bumi, tanah longsor, petir, angin topan, kebakaran, huru-
hara, kerusuhan, pemberontakan, dan perang.
Pasal Tujuh
Dalam perjanjian sewa-menyewa ini sudah termasuk hak bagi PIHAK
KEDUAuntuk menggunakan semua fasilitas yang telah terpasang
sebelumnya pada bangunan ruko yang disewa.
Fasilitas-fasilitas tersebut adalah:
1. Listrik,
2. Saluran nomor telepon,
3. Saluran air dari PDAM.
Pasal Delapan
PIHAK KEDUA bertanggung jawab atas berlakunya peraturan-peraturan
Pemerintah yang menyangkut perihal pelaksanaan perjanjian ini,
misalnya: Pajak-pajak, Iuran Retribusi Daerah (IREDA), dan lain-lainnya.
Pasal Sembilan
PIHAK KEDUA berkewajiban untuk menjaga keamanan, ketertiban dan
ketenteraman lingkungan.
Pasal Sepuluh
Setelah berakhir jangka waktu kontrak sesuai dengan pasal satu Surat
Perjanjian ini,PIHAK KEDUA diharuskan segera mengosongkan rumah
dan menyerahkannya kembali kepada PIHAK PERTAMA serta telah
memenuhi kewajibannya sesuai dengan pasal tujuh dan delapan dari
Surat Perjanjian ini.
Pasal Sebelas
Apabila PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA bermaksud melanjutkan
perjanjian kontrak, maka masing-masing pihak harus memberitahukan
terlebih dahulu minimal [( ------ ) ( --- jumlah dalam huruf --- )] bulan
sebelum jangka waktu kontrak berakhir.
J. ISTISHNA’ PARAREL
Dalam sebuah kontrak bai’ al-istishna’, bisa saja pembeli
mengizinkan pembuat menggunakan subkontrakator untuk melaksanakan
kontrak tersebut. Dengan demikian, pembuat dapat membuat kontrak
istishna’ kedua untuk memenuhi kewajibannya kepada kontrak pertama.
Kontrak baru ini di kenal sebagai istishna’ pararel. Istishna’ pararel dapat
di lakukan dengan syarat:(a) akad kedua antara bank dan subkontraktor
terpisah dari akad pertama antara bank dan pembeli akhir dan (b) akad
kedua di lakukan setelah akad pertama sah. Ada beberapa konsekuensi
saat bank Islam menggunakan kontrak pararel. Diantaranya sebagai
berikut.
1. Bank Islam sebagai pembuat kontrak pertama tetap merupakan
satu-satunya pihak yang bertanggung jawab terhadap pelaksaaan
kewajibannya. Istishna’ pararel atau subkontrak untuk sementara
harus di anggap tidak ada. Dengan demikian sebagai shani’ pada
kontrak pertama, bank tetap bertanggung jawab atas setiap
kesalahan, kelalaian atau pelanggaran kontrak yang berasal dari
kontrak pararel.
2. Penerima subkontrak pembuatan pada istishna’ pararel
bertanggung jawab terhadap Bank Islam sebagai pemesan. Dia
tidak mempunyai hubungan hukum secara langsung dengan
nasabah pada kontrak pertama akad. Bai’ al-istishna’ kedua
merupakan kontrak pararel, tetapi bukan merupakan bagian atau
syarat untuk kontrak pertama. Dengan demikian kedua
kontraktersebut tidak memunyai kaitan hukum samasekali.
3. Bank sebagai shani’ atau pihak yang siap untuk membuat atau
mengadakan barang, bertanggungjawab kepada nasabah atas
pelaksanaan subkontraktor dan jaminan yang timbul darinya.
Kewjiban inilah yang membenarkankeabsahan istishna’ pararel,
juga menjadi dasar bahwa bank boleh memungut keuntungan kalau
ada.
Contoh Kasus
5. Agunan Pembiayaan
Mengacu kepada ketentuan jenis pembiayaan masing-masing
barang yang di pesan nasabah sebagai agunan pokok, namun apabila
diperlukan dengan pertimbangan resiko selama masa pembangunan, nilai
agunan harus mengcover fasilitas yang dicairkan. Dan apabila tidak
mencukupi bank bank dapat meminta tambahan agunan. Pengikatan
agunan agar berpedoman kepada buku pedoman pembiayaan kecil
syariah.
6. Asuransi
Asuransi kerugian pada pembiayaan produktif ditutup asuransi
kerugian pada perusahaan asuransi syariah yang ditunjuk dan masuk
dalam perusahaan rekanan BNI yang dikelola oleh DRK dengan beban
nasabah mengacu kepada ketentuan yang berlaku pada masing-masing
jenis pembiayaan.
Untuk pembiyaan konsumtif nasabah ditutup asuransi jiwa pada
perusahaan asuransi yang ditunjuk dan masuk dalam daftar perusahaan
rekanan BNI yang dikelola oleh DRK dan premi menjadi beban nasabah.
Pelunasan Sebelum Jatuh Tempo (PSJT)
Apabila nasabah akan melunaskan pembiayaan sebelum jatuh
tempo maka perhitungan total kewajiban yang harus dibayar nasabah
mengacu kepada ketentuan mengenai PPTM dan tidak diperjanjikan di
dalam akad.
Lain-Lain
Kebajikan pembiayaan yang ada mengacu kepada ketentuan jenis
pembiayaan masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Yaya, Rizal dan Ahim Abrurahman. 2009. Akuntansi Perbankan Syariah
Teori dan Praktik Kontemporer. Jakarta: Salemba Empat.
Sarwat, Ahmad. 2009. Seri Fiqh Islam Kitab Muamalat. Kampus Syariah
Kasmir. 2002. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta: Rajawali Pers.
http://ramayamakmur.files.wordpress.com/2010/01/pengelolaan-modal-yg-
di-syariatkan.pdf
http://etd.eprints.ums.ac.id/954/1/I000050027.pdf
http://harisdianto.files.wordpress.com/2010/02/muamalat.doc
http://www.slideshare.net/lukmanul/salam-istishna-dan-murabahah