Anda di halaman 1dari 4

Nama: Riezky Najla Fadia

Kelas: HPI-B

Semester 1

NIM: 11210454000065

Matkul: Fiqih Muamalah

Dosen Pengampu: Mohamad Mujibur Rohman, M.A

UAS FIQIH MUAMALAH

1. Pengertian: Kata “ijarah” berasal dari bahasa Arab dari asal kata“al-ajru”yang
berarti“al- ‘iwaḍu”(ganti). Oleh karena itu aṣ Ṣawāb (pahala) dinamai ajru (upah).
Secara termonologi, ijarah adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan
jalan penggantian.

Dasar Hukum: - Al-Qur’an (QS. Al-Thalaq:6)

- Hadis (HR Bukhari)

- Ijma: Umat Islam pada masa sahabat telah ber ijma’ bahwa ijarah
diperbolehkan sebab bermanfaat bagi manusia

Syarat: - Kerelaan dua belah pihak yang melakukan ijarah.

- Mengetahui manfaat dengan sempurna barang yang akan diakadkan sehingga


mencegah terjadinya perselisihan.

- Hendaklah barang yang dapat dijadikan transaksi (akad) dapat dimanfaatkan


kegunaannya menurut kriteria, realita dan Syara’.

- Bahwa manfaat adalah hal yang mubah, bukan yang diharamkan.

- Obyek ijarah bisa diserahkan dan dapat dipergunkana secara langsung dan tidak
cacat.

- Obyek yang disewakan adalah bukan sesuatu kewajiban bagi penyewa.

- Obyek ijarah adalah sesuatu yang biasa disewakan secara umum


- Bahwa imbalan atau upah itu harus berbentuk harta yang mempunyai nilai jelas
diketahui.

- Fuqaha Hanafiyah menambahkan bahwa upah sewa tidak sejenis dengan manfaat
yang disewa.

Rukun: - Adanya 2 pihak yang bertransaksi

- Shighat Transaksi Ijarah

- Adanya manfaat

- Adanya upah

Pandangan Ulama: Ulama Hanafiah berpendirian bahwa akad ijarah bersifat mengikat, tetapi
boleh dibatalkan secara sepihak apabila terdapat uzur dari salahsatu pihak yang berakad, seperti
contohnya salah satu pihak wafat atau kehilangankecakapan bertindak hukum. Apabila salah
seorang yang berakad meninggal dunia, akadijarah batal karena manfaat tidak boleh
diwariskan. Akan tetapi, jumhur ulama mengatakan bahwa akad ijarah itu bersifatmengikat,
kecuali ada cacat atau barang itu tidak boleh dimanfaatkan.

2. Ijarah muntahia bittamlik (IMBT) pada dasarnya merupakan perpaduan antara sewa
menyewa dengan jual beli. Semakin jelas dan kuat komitmen untuk membeli barang di
awal akad, maka hakikat IMBT pada dasarnya lebih bernuansa jual beli. Namun,
apabila komitmen untuk membeli barang di awal akad tidak begitu kuat dan jelas
(walaupun opsi membeli tetap terbuka), maka hakikat IMBT akan lebih bernuansa
ijarah. Dari sisi ijarah, perbedaan IMBT terletak dari adanya opsi untuk membeli barang
dimaksud pada akhir periode. Sedangkan dari sisi jual beli, perbedaan IMBT terletak
pada adanya penggunaan manfaat barang dimaksud terlebih dahulu melalui akad sewa
(ijarah), sebelum transaksi jual beli dilakukan.

3. Maisir: Suatu bentuk permainan yang didalamnya dipersyaratkan, jika ada yang
menang, ia akan mengambil keuntungan dari pemain yang kalah. Contoh, bermain judi.
Tadlis: Transaksi yang dilarang dalam ekonomi islam. Contoh, memproduksi atau
menjual miras.
Ghabn: Penjual membujuk pembeli atas memanipulasi harga. Contoh, penjual
memaksa pembeli memberi tahu keunggulan barang yang tidak sesuai dengan
perkataannya.

Najasy: Rekayasa/permintaan palsu yang membuat produk itu naik. Contoh,


memposting suatu barang dengan banyak kebohongan, yang membuat barang tersebut
tidak sesuai.

4. Pengertian: Gadai Syariah sering diidentikkan dengan Rahn yang secara bahasa
diartikan al-tsubut wa al-dawam (tetap dan kekal) sebagian Ulama lughat memberi arti
al-hab (tertahan). Sedangkan definisi al-rahn menurut istilah yaitu menjadikan suatu
benda yang mempunyai nilai harta dalam pandangan syar’a untuk kepercayaan suatu
utang, sehingga memungkinkan mengambil seluruh atau sebagaian utang dari benda
itu.

Dasar Hukum: - Al-Qur’an (QS. Al-Baqarah:283)

- Hadis (HR. Bukhari no. 2513 dan Muslim no. 1603)

- Ijma (Para ulama telah menyepakati bahwa al-qardh boleh dilakukan)

Syarat: Ada nya Rahin dan Murtahin, rahin dan murtahin itu adalah pemberi dan
penerima gadai, pemberi dan penerima gadai itu haruslah orang yang sudah baligh, sudah cakap
untuk melakukan sesuatu perbuatan hukum sesuai dengan ketentuan syariat islam.

Rukun: - Harus ada akad dan ijab qabul

- Aqid

- Harus ada barang yang digadaikan atau dijadikan jaminan

Aplikasi pada Lembaga Keungan Syariah: Pada dasarnya konsep hutang piutang
secara syariah dilakukan dalam bentuk al-qardhul hassan, dimana pada bentuk ini tujuan
utamanya adalah memenuhi kewajiban moral sebagai jaminan sosial. Gadai yang melengkapi
perjanjian hutang piutang itu adalah sekedar memenuhi anjuran sebagaimana disebutkan dalam
Al-qur’an surat Al-baqarah ayat 283. Tidak ada tambahan biaya apapun diatas pokok pinjaman
bagi si peminjam kecuali yang dipakainya sendiri untuk syahnya suatu perjanjian hutang.
Dalam hal ini biaya-biaya seperti materai, dan akte notaris menjadi beban peminjam. Bunga
uang yang kita kenal dengan nama apapun tidak sesuai dengan prinsip syariah, oleh karena itu
tidak boleh dikenakan dalam perjanjian hutang piutang secara syariah.

5. Ulama mazhab Hanafi dan Hanbali berpendapat bahwa bagi penerima gadai (murtahin)
tidak boleh memanfaatkan barang gadaian meskipun dengan seizin pegadai (rahin),
karena hal tersebut termasuk riba. Adapun ulama mazhab Maliki dan Syafii
mengatakan bahwa penerima gadai boleh memanfaatkan barang gadaian selama atas
izin si pegadai. Bahkan mazhab Maliki menekankan agar manfaat atau kegunaan dari
barang gadaian tidak menjadi sia-sia, maka pegadai boleh mengizinkan penerima gadai
untuk memanfaatkannya.

Anda mungkin juga menyukai