Disusun Oleh
Hamzah Nur Islam
Pengertian Ijarah
Ijarah adalah“Akad pengambilan manfaat atau jasa dengan cara
membayar imbalan.”
Ijarah berarti sewa, jasa atau imbalan, yaitu akad yang dilakukan atas
dasar suatu manfaat dengan imbalan jasa.1
Menurut Sayyid Sabiq, Ijarah adalah suatu jenis akad yang mengambil
manfaat dengan jalan penggantian.2
Ijarah adalah menukar sesuatu dengan ada imbalannya, diterjemahkan
dalam bahasa Indonesia berarti sewa-menyewa dan upah-mengupah.3
Dengan demikian pada hakikatnya ijarah adalah penjualan manfaat
yaitu pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dan jasa dalam
waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Akad ijarah tidak ada
perubahan kepemilikan tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang
menyewakan kepada penyewa.
Jenis-jenis Ijarah
Dalam hukum Islam ada dua jenis ijarah, yaitu:4
a. Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu mempekerjakan jasa
seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa. Pihak yang
mempekerjakan disebut musta’jir, pihak pekerja disebut ajir dan upah yang
dibayarkan disebut ujrah.
b. Ijarah yang berhubungan dengan sewa aset atau properti, yaitu
memindahkan hak untuk memakai dari aset atau properti tertentu kepada
orang lain dengan imbalan biaya sewa. Bentuk ijarah ini mirip dengan
1
Habib Nazir & Muh. Hasan, Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan S yari’ah, (Bandung: Kaki Langit, 2004),
hal. 246.
2
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah Jilid 3, (Beirut: Dar al-Kitab al-Araby, 1983), hal. 177.
3
Hendi Suhendi, Fiqh Mu’amalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), cet. Ke-5, hal. 115.
4
Ascarya, Akad dan produk Syari’ah,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 99.
Artinya:
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah
menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan
Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa
derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan
rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”
b. Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 233:
Artinya:
“Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa
bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.
5
Dewan Syari’ah Nasional MUI dan Bank Indonesia (2001), Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional
untuk Lembaga Keuangan Syari’ah, Edisi Pertama, hal. 54.
6
Ascarya, op.cit, hal. 99
a. Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan atau jasa.
b. Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.
c. Pemenuhan manfaat harus yang bersifat dibolehkan.
d. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan
syariah.
e. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk
menghilangkan jahalah (ketidak tahuan) yang akan mengakibatkan
sengketa.
f. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka
waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
7
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisi Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004)
hal.149.
8
Ascarya, op.cit, hal.103.
9
Habib Nazir dan Muh. Hasan, Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan Syariah, (Bandung: Kaki Langit,2004),
hal. 246.
10
Habib Nazir dan Muh. Hasan, Ibid. hal. 250.
Kesimpulan
Sewa-beli yang ada dalam hukum perdata umum dipandang tidak sejalan
dengan prinsip-prinsip syariah karena adanya sifat mengumpulkan dua akad
dalam satu akad. Oleh karena perjanjian ini banyak dipraktikkan oleh
masyarakat, perlu dibuat konstruksi hukum yang tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip syariah.
Upaya yang telah dilakukan antara lain: Majelis Ulama Indonesia Cq.
Dewan Syariah Nasional telah mengeluarkan fatwa Nomor 27/DSN-
MUI/III/2002 tentang Al-Ijarah Al-Muntahiyah bit Al-tamlik dan Mahkamah
Agung telah menerbitan Kompilasi Hukum Ekonomi Syari“ah (KHES). Dari
kedua pedoman ini terdapat beberapa permasalahan yang perlu mendapat
perhatian, antara lain:
1. Pengaturan ijarah muntahiyah bit tamlik dalam fatwa DSN pada dasarnya
merupakan konstruksi hukum yang tepat dalam mengakomodir sewa-beli
dan leasing dan telah pula mampu menghilangkan sifat mengumpulkan
dua akad dalam satu akad, namun pengaturan mengenai janji pemindahan
hak kepemilikan yang sifatnya tidak mengikat, kiranya kurang sejalan
dengan firman Allah dalam surah al-Maidah ayat (1) dan hadits Rasullah
serta bertentangan dengan asas hukum yang mewajibkan setiap orang
mentaati janji yang dibuatnya.
2. Pengaturan ijarah muntahiyah bit tamlik dalam fatwa DSN masih bersifat
garis besar sehingga tidak ditemukan cara penyelesaian secara tegas dan rinci
ketika penyewa tidak mampu membayar seluruh harga ijarah.
3. Pengaturan ijarah muntahiyah bit tamlik dalam KHES lebih lengkap dan lebih
rinci dibandingkan dengan yang ada dalam fatwa DSN, namun mekanisme
pelaksanaan akadnya masih terdapat beberapa permasalahan yang belum
sepenuhnya dapat menghilangkan kesan sifat mengumpulkan dua akad dalam
satu akad.