Anda di halaman 1dari 6

Al-IJARAH (SEWA-MENYEWA) DALAM SISTEM

PERBANKAN SYARIAH
Ghina Syakirah1, Rayyan Firdaus., SE.,M.Si.,Ak2
Program Studi Akuntansi, Universitas Malikussaleh, Jl.Kampus Unimal Bukit
Indah, Blang Pulo, Kec.Muara Satu, Kabupaten Aceh Utara, Aceh 24355

Ghina Syakirah (210420138)


ghina.210420138@mhs.unimal.ac.id, rayyan@unimal.ac.id

ABSTRAK
Dalam transaksi sewa-menyewa yang dilakukan secara konvensional, tidak terdapatnya
peralihan hak milik; dengan demikian, seandainya berakhirnya masa sewa, properti itu akan
dikembalikan kepada penyewa, yang biasanya tidak membutuhkan layanan finansial. Pada kasus
yang lain dalam praktiknya adalah pembiayaan perbankan Islam yang biasa dikenal sebagai ijarah,
yang didasarkan pada perjanjian sewa menyewa. Pada perbankan Syariah, al-ijarah terbagi ke
dalam dua jenis: Mutlaqah al-Ijarah atau leasing dan al-Muntahia bit-Tamlik. Leasing operasi
merupakan kontrak sewa di mana pihak perbankan menyewakan bangunan,kendaraan, ataupun
barang lainnya kepada salah seorang pelanggan mereka dan dikenakan biaya yang telah disepakati
diawal. Sementara itu Ijarah al-Muntahiyah bit-Tamlik merupakan suatu jenis kontrak sewa dan
juga penjualan.
Disisi lain al-Ijarah al-Muntahiyah bit-Tamlik yaitu sejenis kombinasi antara kontrak sewa
atau penjualan yang berakhir dengan hak milik barang berada di tangan si penyewa. Selain itu,
perpindahan hak milik ini yang membuatnya beda dari sewa biasa yang ada pada lembaga
keuangan konvensional. Dalam perbankan Islam, konsep ijarah ini dianggap sebagai sewa secara
umum, tetapi di akhir kontrak, pelanggan memiliki pilihan untuk memiliki barang yang disewa,
yang biasanya disebut sebagai pembelian sewa.

Kata Kunci : Akad Ijarah, Perbankan Syariah, IMBT

PENDAHULUAN
Ketika menjalani kehidupan sehari-hari, warga masyarakat membutuhkan bantuan dalam
hal memenuhi kebutuhan primer, sekunder, dan tersier mereka; namun, ada saat-saat ketika
masyarakat tersebut tidak mempunyai cukup dana dalam mencukupi kebutuhan tersebut. Di dalam
perkembangan ekonomi, masyarakat mendapatkan bantuan dari lembaga keuangan dan non-bank.

Al-Ijarah Dalam Perbankan Syari’ah


(Ghina Syakirah, Rayyan Firdaus)
Salah satu elemen syariah islam, yakni bagain muamalah, mengatur lembaga perbankan.
Dalam sistem keuangan Islam, pengaturan lembaga perbankan dilandakan oleh kaidah ushul fiqih
yang mengatakan bahwa "ma la yatimm al-wajib illa bihi fa huwa wajib", yang maknanya ialah
segala sesuatu yang diperlukan dalam menyempurnakan yang wajib maka harus ada. Sangat
penting untuk melakukan kegiatan ekonomi untuk mencari nafkah. Karena ekonomi kontemporer
tidak dapat berjalan tanpa perbankan, lembaga perbankan harus ada.
Dalam transaksi perbankan konvensional, transaksi sewa-menyewa tidak melibatkan
peralihan hak milik; oleh karena itu, ketika masa sewa berakhir, properti sewa dikembalikan
kepada pemiliknya, sehingga biasanya tidak diperlukan bantuan bank untuk membayar. Meskipun
demikian, apa yang berbeda dalam praktik perbankan syariah ketika pemidahan kepemilikan
disertakan? Hal-hal ini menarik untuk dipelajari, dan pembahasan selanjutnya akan membahasnya.
Kehidupan ini memiliki dua golongan: golongan yang memiliki banyak uang dan golongan
yang memiliki sedikit uang. Oleh karena itu, untuk menjaga keseimbangan dalam memenuhi
kebutuhan hidup kedua golongan tersebut, lembaga keuangan, termasuk bank ataupun non-bank,
didirikan sebagai lembaga intermediasi. Banyak lembaga keungan bank dan nonbank, baik
konvensional maupun syariah, tersedia di Indonesia untuk menyediakan pembiayaan untuk
memenuhi kebutuhan manusia. Lembaga keuangan syariah tidak menggunakan sistem bunga,
yang berupa riba; lembaga keuangan konvensional menggunakan sistem pembagian hasil.

METODE PENELITIAN
Pengguanaan metode penelitian di dalam penulisan penelitian ini adalah studi literatur yang
didapat dari hasil membaca beberapa jurnal atau tulisan serta artikel penelitian pada tahun-tahun
sebelumnya sesuai dengan yang akan di bahas di penelitian ini. Dengan penggunaan metode dan
teknik mengumpulkan data dengan cara ini, diharapkan bisa mengumpulkan keseluruhan data
yang diperlukan dalam kepenulisan jurnal penelitian ini dan mencapai kesimpulan yang objektif.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1) Pengertian Al-Ijarah
Al-Ijarah, berasal dari kata Arab al-ajru, yang dimaksud al’iwadhu, yang bermakna ganti,
dengan artian sebagai suatu jenis perjanjian dalam memperoleh keuntungan dengan menggantikan
sejumlah uang.
Dalam perbankan syariah, salah satu jenis pembiayaan yang tersedia yaitu ijrah. Al-ijarah
merupakan akad yang memungkinkan pemindahan hak pakai atas barang ataupun jasa melalui
pembayaran sewa, tanpa kepemilikan ditransfer secara keseluruhan. Bank Indonesia dalam
peraturannya Nomor 7/46/PBI/2005, Pasal 1 ayat 10, menetapkan definisi prinsip ijarah sebagai
transaksi sewa-menyewa suatu benda ataupun barang dan upah-mengupah suatu usaha jasa dengan
waktu tertentu dalam pembayaran sewa ataupun imbalan jasa. Bank syariah juga dapat membantu
klien yang hanya membutuhkan bantuan dengan jalan ijarah.

Al-Ijarah Dalam Perbankan Syari’ah


(Ghina Syakirah, Rayyan Firdaus)
Para ulama fiqh telah memberikan beberapa pengertian mengenai al-ijarah secara terminologi.
Pertama, menurut ulama Syafi’ah, ijarah itu merupakan suatu akad yang memiliki manfaat karena
adanya pengganti. Kedua, menurut ulama Hanafiyah, ijarah itu merupakan pemanfaatan
kepemilikan atas akad sewa yang diperbolehkan dengan adanya imbalan. Ketiga, menurut ulama
Hambaliyah dan Malikiyah, ijarah itu merupakan pemanfaatan dari akad ijarah yang
diperbolehkan untuk dijadikan hak milik sementara. Dari pernyataan tersebut sekilas bisa ambil
kesimpulan bahwa akad ijarah ini adalah akad yang memperbolehkan penukaran dari suatu
manfaat seperti benda atau pun barang dengan syarat adanya imbalan yang diperoleh pihak
tersebut dengan waktu dan jumlah yang sudah disepakati.
Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional No.09/DSN/MUI/IV/2000, ijarah ialah akad
perpindahan hak pakai (manfaat) atas suatu barang atau jasa pada waktu tertentu melalui
pembayaran uang sewa. Dengan kata lain, pada akad ijarah itu tidak terdapat adanya perubahan
hak milik, yang ada hanyalah perpindahan hak pakai dari pihak pemberi sewa kepada pihak yang
menyewakan. Dari penjelasan tersebut, bisa disimpulkan yakni al-ijarah yaitu perpindahan hak
pakai ataupun manfaat dari suatu barang ataupun jasa dari seseorang kepada orang lain dengan
jangka waktu tertentu sesuai dengan yang telah disepakati.

2) Rukun Ijarah
Berdasarkan pendapat dari ulama Hanafiyah, rukun dari akad ijarah ini hanya ada satu, yaitu
adanya ijab (berupa ungkapan mengenai proses penyewaannya) dan qabul (berupa persetujuan
mengenai proses penyewaan yang sebelumnya). Namun berbeda dengan pendapat jumhur ulama
lainnya yang menyatakan jika rukun ijarah ini ada empat, adalah sebagai berikut :
a) Orang yang berakal
b) Imbalan/uang sewa
c) Adanya manfaat
d) Shighat (ijab dan qabul)
Ulama Hanafiyah mengatakan jika dari ketiga rukun ijarah yg disebutkan oleh jumhur ulama
mengenai orang yang berakal, imbalan/uang sewa, dan adanya manfaat itu termasuk ke dalam
syarat-syarat ijarah bukan termasuk ke rukunnya. Oleh karena itu, jika salah satu dari rukun sewa-
menyewa (al-ijarah) tersebut belum dipenuhi, maka akad sewa-menyewa tersebut dianggap tidak
sah. Ini karena ketentuan dalam rukun sewa-menyewa di atas bersifat kumulatif dan bukan
alternatif.

3) Macam-macam Ijarah
Menurut pendapat ulama-ulama fiqih. Akad ijarah terbagi ke dalam dua macam, adalah
sebagai berikut:
a) Al-Ijarah yang bersifat manfaat (sewa).
Maksud dari ijarah ini yaitu transaksi sewa-menyewa dengan adanya objek berupa barang atau
benda tertentu seperti sewa-menyewa rumah, kos-kosan, toko, gedung, kendaraan dan lainnya.
Ketika terjadinya kesepakatan transaksi sewa-menyewa yang dilakukan pihak-pihak yang
terlibat maka para ulama fiqih memperbolehkan transaksi sewa-menyewa ini dengan syarat
dan rukun-rukun yang tercantum dalam al-ijarah tersebut harus dipenuhi.

Al-Ijarah Dalam Perbankan Syari’ah


(Ghina Syakirah, Rayyan Firdaus)
b) Al-Ijarah yang bersifat pekerjaan (jasa)
Maksud dari ijarah ini yaitu ketika seseorang memperkerjakan orang lain dalam melakukan
suatu hal yang bersifat suatu pekerjaan yang layak untuk dikerjakan, maka para ulama fiqih
memperbolehkan hal ini dengan alasan yang dikerjakan itu jelas dan sesuai dengan hukum
syariat islam yang berlaku, misalnya buruh pabrik, petani, tukang sepatu dan lainnya.

4) Berakhirnya Akad Ijarah


Berdasarkan pendapat dari beberapa ulama fiqih yang mengatakan bahwa akad ijarah akan
berakhir apabila seperti di bawah ini :
a) Objeknya hilang atau musnah, contohnya seperti kebakaran rumah, rumah roboh karena
gempa bumi, motor hilang karena di curi.
b) Masa yang ditetapkan didalam perjanjian akad ijarah sudah habis. Rumah yang sudah di sewa
dikembalikan kepada pemiliknya, dan jika penyewa adalah jasa, penyewa berhak atas upah.
Semua ulama fiqh setuju dengan kedua hal ini.
c) Wafatnya seseorang yang berakad dianggap batal oleh ulama Hanafiyah, karena berpendapat
jika akad ijarah itu tidak diperbolehkan untuk diwariskan. Namun, mayoritas ulama
berpendapat bahwa, dengan wafatnya seseorang yang berakad, maka akad ijarahnya tidak
batal.
d) Jika adanya halangan pada salah seorang pihak.1

5) Ijarah dalam Perbankan Syariah


a) Perbedaan Ijarah dengan Bunga
Dengan adanya perbedaan besar antara sewa dan bunga dalam Islam, maka pembayaran sewa
tampaknya tidak bertentangan dengan etika ekonomi Islam dari perspektif hukum Islam. Namun,
pada awalnya, sewa dan bunga tampaknya serupa, karena sewa mengacu pada harta benda ataupun
tanah, berbeda dengan bunga yang mengacu pada modal, yang dapat diubah menjadi harta benda
atau kekayaan apa pun. Maka dari ittu, dapat dikatakan bahwa hak "kepemilikan tanah tidak
mengandalkan adanya hak tidak terbatas dalam penyewaan tanah itu seperti hak mempunyai uang
tidak bermakna arti hak untuk memungut riba." Meskipun sekilas ada persamaan, namun sangatlah
berbeda dalam hal transaksi dan juga keuntungan dari keduanya.
Dalam sistem perbankan syariah, mereka tidak mengenai yang namanya sistem bunga
sehingga bebas dari pemikiran akan riba. Namun, sebagai penggantinya, pihak bank akan
membagikan nisbah melalui sitem bagi hasil berdasarka perkembangan keuangan suatu
perusahaan.2

b) Jenis-jenis Al-Ijarah dalam Perbankan Syariah


1. Al-Ijarah Mutlaqah

1
Harun Santoso and Anik Anik, ‘Analisis Pembiayaan Ijarah Pada Perbankan Syariah’, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam,
1.02 (2017), 106–16 <https://doi.org/10.29040/jiei.v1i02.33>.
2
Rosita Tehuayo, Fakultas Syariah, and Islam Iain, ‘Tahkim’, 2003.

Al-Ijarah Dalam Perbankan Syari’ah


(Ghina Syakirah, Rayyan Firdaus)
Ijarah mutlaqah/leasing yaitu suatu proses sewa-menyewa yang biasanya terjadi di
kehidupan sehari-hari dalam kegiatan perekonomian. Ijarah itu berarti adanya pihak penyewa
dan pihak yang menyewakan. Dalam konteks perbankan syariah, ijarah merupakan pihak
penyewa dimana pihak perbankan menyewakan suatu peralatan seperti gedung atau rumah
ataupun barang-barang seperti mesin, motor, mobil, helikopter, dan sebagainya kepada salah
seorang nasabah berdasarkan pembebanan biaya-biaya yang telah ditetapkan dan juga
disepakati antara pihak bank tersebut dan juga nasabahnya.
2. Al-Ijarah al-Muntahiyah bit-Tamlik
Ijarah al-Muntahia bit-Tamlik (IMBT) yaitu akad sewa-menyewa yang berakhiran dengan
pengalihan kepunyaan objek akad dari pihak yang memberikan sewa (mu’ajir) kepada pihak
yang menyewakan (musta’jir) melalui akad jual beli ataupun hibah setelah masa sewa
berakhir.
Dengan kesamaan dua faktor dari kesamaan tiga Akad Shafqatain fi Al-Shafqah, yaitu
kesamaan antara objek dan pelaku, Akad Al-Ijarah Al-Muntahiyah Bittamlik digabungkan
dengan akad jual beli ataupun pemberian di akhir masa sewa. Di akhir akad, penjual memiliki
opsi untuk memindahkan kepemilikan, baik melalui jual beli ataupun hibah. Namun, dalam
Al-Ijarah Al-Muntahiyah Bittamlik, pemindahan kepemilikan hanya dapat dilaksanakan jika
angsuran yang diwajibkan telah dibayarkan atau sama sekali tidak ada tanggungan. Pada akad
Al-Ijarah Al-Muntahiyah Bittamlik, kesamaan pelaku yaitu bank dan nasabah adalah sama.
Jika terdapat unsur yang menghalangi salah satu atau keduanya, ulama Hanafiyah dan
ulama Malikiyah membenarkan penggabungan dua undang-undang menjadi satu. Mereka
percaya bahwa penggabungan ini boleh (mubah) jika pihak yang mempertahankan undang-
undang tersebut memiliki kebebasan untuk memilih syarat yang terkandung dalam undang-
undang. Dengan cara yang sama, ulama dari madzhab syafi'i dan hambali memungkinkan
penggabungan antara dua jenis perjanjian dengan perjanjian hibah sebagai akhir. Meskipun
ada pernyataan dalam hadits nabi yang tidak memperbolehkan akad yang satu dengan akad
yang lain digabung, mayoritas ulama mengizinkan penggabungan ini sejauh tidak ada unsur
penyangkalan dari salah satu akad tersebut. Dalam sidangnya, Majma’ Fiqh Islami juga telah
mengizinkan akad ini namun dengan adanya persyaratan yang harus di penuhi.3

KESIMPULAN
Ijarah ialah akad perpindahan hak pakai dari sebuah benda/barang atau jasa pada waktu
tertentu melalui pembayaran uang sewa. Oleh karena itu, pada al- ijarah tidak terdapat yang
namanya perubahan dalam kepemilikan, namun terdapat pemindahan hak pakai dari si pemberi
sewa kepada penyewa. Selanjutnya mengenai alasan berakhirnya akad ijarah menurut para ulama
yaitu objeknya menghilang ataupun musnah, waktu yang ditetapkan pada perjanjian al-ijarah telah
habis, meninggalnya salah satu orang dari kedua pihak yang berakad, dan apabila adanya halangan
pada salah seorang pihak.
Adapun perbedaan dari al-ijarah Mutlaqah dengan al-ijarah Muntahiyah bit-Tamlik yaitu
apabila al-ijarah Mutlaqah merupakan suatu proses sewa-menyewa yang biasa terjadi di kehidupan

3
Tehuayo, Syariah, and Iain.

Al-Ijarah Dalam Perbankan Syari’ah


(Ghina Syakirah, Rayyan Firdaus)
sehari-hari dalam kegiatan perekonomian. Ijarah itu berarti adanya orang yang menyewa dan yang
menyewakan. Sementara itu al-ijarah Muntahiyah bit-Tamlik merupakan akad sewa-menyewa
yang berakhir dengan pengalihan hak milik objek akad dari orang yang memberi sewa kepada
orang yang menyewa melalui akad jual beli ataupun hibah setelah waktu sewanya berakhir.
Al-Ijarah Muntahiyah Bittamlik ini merupakan perjanjian yang menggabungkan dua
perjanjian, yakni perjanjian sewa (Ijarah), dengan hak untuk memindahkan hak milik di akhir
perjanjian setelah bank membayar tanggungannya nasabah. Meskipun ada pernyataan dalam hadits
nabi yang tidak memperbolehkan akad yang satu dengan akad yang lain digabung, namun
mayoritas ulama mengizinkan penggabungan ini sejauh tidak ada unsur penyangkalan dari salah
satu akad tersebut.4

DAFTAR PUSTAKA

Santoso, Harun, and Anik Anik, ‘Analisis Pembiayaan Ijarah Pada Perbankan Syariah’, Jurnal
Ilmiah Ekonomi Islam, 1.02 (2017), 106–16 <https://doi.org/10.29040/jiei.v1i02.33>
Tehuayo, Rosita, Fakultas Syariah, and Islam Iain, ‘Tahkim’, 2003

Dara Fitriani, Nazaruddin, ‘Ijarah dalam Sistem Perbankan Syariah’, Vol.1, No.1, 2022

4
Tehuayo, Syariah, and Iain.

Al-Ijarah Dalam Perbankan Syari’ah


(Ghina Syakirah, Rayyan Firdaus)

Anda mungkin juga menyukai