PERBANKAN SYARIAH
Dari beberapa pengertian di atas dapat dikatakan bahwa al-ijarah adalah pemindahan
hak guna atau manfaat terhadap suatu barang atau jasa dari sesorang kepada orang lain dalam
kurun waktu tertentu sesuai kesepakatan.
Landasan Syariah
1. Al—Qur’an
Dalil tentang kebolehan transaksi al-ijarah dapat dipahami dari nash al-Qur’an di antaranya
QS. Ath-Thalaq: 6. “Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka
berikanlah kepada mereka upahnya” .
Yang menjadi dalil dari ayat tersebut adalah ungkapan “berikanlah kepada mereka
upahnya, ungkapan tersebut menunjukan adanya jasa yang diberikan sehingga berkewajiban
membayar upah (fee) secara patut. Dalam hal ini termasuk di dalamnya jasa penyewaan atau
leasing. Upah dalam ayat ini disebutkan dalam bentuk umum, mencakup semua jenis sewa-
menyewa (ijarah).
2. Al-Hadis
Kebolehan melakukan transaksi ijarah didasarkan juga kepada hadis, di antaranya hadis
yang diriwayatkan dari ibnu Aisyah ra. bahwa: واستأجر النبي صلى ﷲ عل ھ و سلم وأبو بكر رجال
من بني الدیل ثم من بني عبد بن عبدي ھادیا خرتا الخرتالماھر بالھدیة
Artinya: ”Nabi saw bersama Abu Bakar menyewa seorang penunjuk jalan yang mahir
dari Bani al-Dail kemudian dari Bani ‘Abdu bin ‘Adi”. (HR Bukhari)
Hadis ini menunjukkan bahwa sewa-menyewa atau ijarah hukumnya boleh. Hal itu
dipahami dari hadis fi’liyah Nabi saw yang menyewa dan memberikan upahnya kepada
penunjuk jalan yang memandu perjalanan beliau bersama Abu Bakar ra. Sebab Nabi
Muhammad saw merupakan suri teladan yang baik untuk diikuti.
Rukun Al-Ijarah
Menurut ulama Hanafiyah, rukun al-ijarah itu hanya satu, yaitu ijab (ungkapan
menyewakan) dan qabul (persetujuan terhadap sewa menyewa). Akan tetapi, jumhur ulama
mengatakan bahwa rukun al-ijarah itu ada empat, yaitu: (a) orang yang berakad, (b)
sewa/imbalan, (c) manfaat, dan (d) shighat (ijab dan qabul). Ulama Hanafiyah menyatakan
bahwa orang yang berakad, sewa/imbalan, dan manfaat, termasuk syaratsyarat al-ijarah, bukan
rukunnya.
Hal itu menunjukkan bahwa jika salah satu dari beberapa rukun sewa-menyewa (al-
ijarah) tersebut tidak terpenuhi, maka akad sewa-menyewanya dikategorikan tidak sah. Sebab
ketentuan dalam rukun sewa-menyewa di atas bersifat kumulatif (gabungan) dan bukan
alternative.
Prinsip-Prinsip Pokok Transaksi Al-Ijarah
Menurut Islam prinsip-prinsip pokok al-ijarah haruslah dipenuhi oleh seseorang dalam
suatu transaksi al-ijarah yang akan dilakukakannya. Prinsip-prinsip pokok tersebut adalah:
1. Jasa yang ditransaksikan adalah jasa yang halal sehingga dibolehkan melakukantransaksi
al-ijarah untuk keahlian memproduksi barang-barang keperluan seharihari yang halal
seperti untuk memproduksi makanan, pakaian, peralatan rumah tangga dan lain-lain.
Namun tidak dibolehkan transaksi al-ijarah untuk keahlian membuat minuman keras,
membuat narkoba dan obat-obat terlarang atau segala aktifitas yang terkait dengan riba.
2. Memenuhi syarat sahnya transaksi al-ijarah yakni (a) Orang-orang yang mengadakan
transaksi ajiir dan musta’jir) haruslah sudah mumayyiz yakni sudah mampu membedakan
baik dan buruk sehingga tidak sah melakukan transaksi alijarah jika salah satu atau kedua
pihak belum mumayyiz seperti anak kecil. (b). Transaksi atau akad harus didasarkan pada
keridaan kedua pihak, tidak boleh karena ada unsur paksaan.
3. Transaksi ijarah haruslah memenuhi ketentuan dan aturan yang jelas yang dapat
mencegah terjadinya perselisihan antara kedua pihak yang bertransaksi. Ijarah adalah
memanfaatkan sesuatu yang dikontrak. Apabila transaksi tersebut berhubungan dengan
seorang ajîr, maka yang dimanfaatkan adalah tenaganya, sehingga untuk mengontrak
seorang ajîr tadi harus ditentukan bentuk kerjanya, waktu, upah serta tenaganya. Oleh
karena itu, jenis pekerjaaannya harus dijelaskan sehingga tidak kabur. Karena transaksi
ijarah yang masih kabur hukumnya fasid (rusak). Dan waktunya juga harus ditentukan,
misalkan harian, bulanan, atau tahunan. Disamping itu upah kerjanya harus ditetapkan.
Karena itu dalam transaksi ijarah ada hal-hal yang harus jelas ketentuannya yang
menyangkut: (a). bentuk dan jenis pekerjaan (nau al-amal). (b). Masa kerja (muddah al-
amal). (c). Upah kerja (ujrah al-amal). (d). Tenaga yang dicurahkan saat bekerja (al-juhd
alladziy yubdzalu fii al-amal).
Ijarah muntahia bit-tamlik ini dulunya tidak dikenal oleh ilmuwan-ilmuwan muslim
tradisonal, sekalipun sebenarnya tidak terdapat hal yang melanggar hokum (unlawful) pada
penggabungan dua konsep yang melembaga itu, yaitu lease dan option, asalkan riba dihindari
dan asalkan riba bukan merupakan tujuan dari para pihak yang membuat perjanjian itu.
Pertama, sewa adalah hasil inisiatif usaha dan efisiensi. Ia dihasilkan sesudah suatu
proses menciptakan nilai yang pasti. Karena pemilik harta benda atau kekayaan tetap terlibat
dan berkepentingan dengan seluruh pemakaian si pemakai. Tidak demikian halnya dengan
bunga, karena yang meminjamkan tidak berkepentingan lagi dengan penggunaan pinjaman,
setelah pinjaman diperoleh dan bunganya terjamin.
Kedua, mengenai sewa usaha produktif sangat diperlukan dalam proses menciptakan
nilai, karena upaya ekonomik dilakukan pemilik modal dengan merubahnya menjadi milik
atau kekayaan. Demikian maka unsur kewira-usahaan tetap jelas dan aktif dalam
memproduksi barang dan jasa. Sedangkan bunga mungkin memperlambat proses
menciptakan nilai. Karena yang meminjamkan tetap tidak berkepentingan dengan
penggunaan pinjaman itu, maka unsur wirausaha hilang sama sekali.
Ketiga, dalam hal sewa, pemilik modal sendiri menentukan pola, ukuran dan manfaat
produk. Karena itu terbatas pada penggunaannya yang pasti dan bertujuan. Sedangkan dalam
hal bunga pemilik yang sebenarnya tampaknya tidak berkepentingan dengan penggunaan
ekonomik dari modal, karena itu besar kemungkinan modal dapat disalah gunakan.
Keempat, karena dalam masalah sewa banyak unsur kerugiannya, maka penggunaan
modal oleh sipemilik untuk mendapatkan sewa tidak menciptakan timbulnya kelas bermalas-
malasan dalam masyarakat sedangkan unsur kerugian tidak terdapat sama sekali dalam soal
bunga yang dapat membuat si kaya menjadi lebih kaya dan si miskin menjadi lebih miskin.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu:
Al-ijarah adalah akad pemindahan kepemilikan atas suatu barang atau jasa dalam
waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
barang itu sendiri.
Konsep al-ijarah dalam perbankan syariah sama seperti sewa-menyewa pada
umumnya, namun yang membedakannya adalah bahwa pada perbankan syariah ada suatu sewa
yang pada akhir masa kontrak, diberikan pilihan kepada nasabah untuk memiliki barang
tersebut atau tidak, yang biasa disebut dengan sewa beli, dan hal ini belum pernah terjadi di
masa awal Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Bukhari. Sahih al-Bukhari, Juz IV, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1992.
Chairi, Zulfi. Pelaksanaan Kredit Perbankan Syariah Manurut UU No. 10 Tahun 1998 e-usu
Repository 2005