Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KOMPOSISI, SUSUNAN, AKTA, DAN KLAUSUL SEWA MENYEWA


MENURUT TEORI AKAD DALAM FIQH AL- MU’AMALAH

Makalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Legal Contract Drafting Bisnis Islam

Dosen Pengampu: Dr. H. Shofa Robbani., LC, M.A.

Disusun Oleh kelompok 8 :


1. Siti Nur Mahbubah (22401031)
2. M. In’aamul Aufa (220401035)

PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH (MUAMALAH)


FAKULTAS SYARIAH DAN ADAB
UNVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SUNAN GIRI
2023/2024

1
ABSTRAK

al-ijarah mengambil dari bahasa arab yang mempunyai makna“ upah, sewa, jasa, atau
imbalan. Al-ijarah merupakan salah satu format muamalah dalam memenuhi keperluan
hidup manusia, seperti sewameyewa, kontrak, atau memasarkan jasa perhotelan dan
lain-lain“. Berdasarkan pendapat syara’mempunyai arti “aktivitas akad untuk
mengambil manfaat sesuatu yang diterima dari orang lain dengan jalan membayar
sesuai dengan perjanjian yang telah ditentukan dengan syarat-syarat tertentu”

Kata Kunci: Ijarah, Fiqh Muamalah

2
A. Latar Belakang
Muamalah merupakan bagian dari rukun islam yang mengatur hubungan
antara seseorang dan orang lain. Contoh hukum islam yang termasuk muamalah
salah satunya adalah ijarah sewa-menyewa dan upah. Seiring dengan perkembangan
zaman, transaksi muamalah tidak terdapat miniatur dari ulama klasik, transaksi
tersebut merupakan terobosan baru dalam dunia modern. Dalam hal ini kita harus
cermat, apakah transaksi modern ini memiliki pertentangan tidak dengan kaidah
fiqih.
Kata ijarah dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia, antara sewa dan
upah juga ada perbedaan makna operasional, sewa biasanya digunakan untuk benda,
sedangkan upah digunkan untuk tenaga. Namun dalam bahasa Arab ijarah adalah
sewa dan upah. Sehingga ketika kita melihat bagaimana aplikasi dari ijarah itu
sendiri dilapangan, maka kita bisa mendapati sebagai mana yang akan dibasas dalam
makalah ini. Yangmana diharapkan dengan hadirnya makalah ini dapat memberikan
masukan ilmu pengetahuan kepad kaum muslimin mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan sewa-menyewa. Ijarah merupakan menjual manfaat yang dilakukan oleh
seseorang dengan orang lain dengan menggunakan ketentuan syari’at islam.
Kegiatan ijarah ini tidak dapat dilepaskan dari kehidupan kita sehari-hari baik
dilingkungan keluarga maupun masyarakat sekitar kita. Oleh sebab itu kita harus
mengetahui apa pengertian dari ijarah yang sebenarnya, rukun dan syarat ijarah,
dasar hukum ijarah, manfaat ijarah dan lain sebagainya mengenai ijarah. Karena
begitu pentingnya masalah tersebut maka permasalahan ini akan dijelaskan dalam
pembahasan makalah ini.

B. Pengertian Akad Sewa-Menyewa


1. Pengertian akad

Islam merupakan ajaran Allah SWT yang bersifat universal yang


mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk sosial
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik secara material maupun spiritual,
selalu berhubungan dan bertransaksi antara satu dan yang lain sering terjadi
transaksi. Dalam hal ini pengertian akad yaitu menghubungkan atau mengaitkan

3
atau mengikat antara ujung beberapa sesuatu katakanlah sebuah janji seperti
yang Dijelaskan dalam firman Allah SWT pada QS. Ali‟Imran :76

“(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya dan
bertakwa, Maka Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.”1

Menjalankan bisnis, satu hal yang sangat penting adalah masalah akad
(perjanjian). Akad sebagai salah satu cara untuk memperoleh harta dalam syariat
Islam yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Kata akad berasal
dari bahasa Arab al-„aqd yang secara etimologi berarti perikatan, perjanjian,
dan pemufakatan (al-ittifaq).Secara terminologi ulama fiqih, akad ditinjau dari
dua segi, yaitu secara umum dan secara khusus, yaitu: secara umum akad berarti
sesuatu yang menjadi tekad seseorang untuk melaksanakan, baik yang muncul
dari satu pihak, seperti wakaf, talak, sumpah, maupun yang muncul dari dua
pihak, seperti jual beli, sewa, wakalah, dan gadai.

Dengan demikian, ijab dan kabul adalah suatu perbuatan atau pernyataan
untuk menunjukan suatu keridhaan dalam berakad diantara dua orang atau lebih,
sehingga terhindar atau keluar dari suatu ikatan yang tidak berdasarkan Syara‟.
Oleh karena itu, dalam Islam tidak semua bentuk kesepakatan atau perjanjian
dapat dikategorikan sebagai akad, terutama kesepakatan yang tidak didasarkan
pada keridhaan dan Syariat Islam. Contoh ijab adalah pernyataan seorang
penjual, “Saya menjual barang ini kepadamu.” Atau “Saya serahkan barang ini
kepadamu.” Contoh kabul “Saya beli barangmu.” Atau “Saya terima barangmu.”

Ulama Hanfiyah berpendapat bahwa rukun akad adalah ijab dan kabul.
Adapun orang yang mengadakan akad atau hal-hal lainnya yang menjunjung
terjadinya akad tidak dikategorikan rukun sebab keberadaannya sudah pasti.
Definisi ijab dan kabul menurut Ulama Hanafiyah adalah penetapan perbuatan
tertentu yang menujukan keridhaan yang diucapkan oleh orang pertama, baik
yang menyerahkan maupun yang menerima, sedangkan kabul adalah orang yang

1
Prof. Dr. H. Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012).
Cet.1

4
berkata setelah orang yang mengucapkna ijab, yang menunnjukan keridhaan atas
ucapan orang pertama.2

Untuk kedua belah pihak yang melakukan akad disyariatkan


berkemampuan, yaitu kedua-duanya berakal dan dapat membedakan. Jika salah
seorang yang berakad itu gila atau anak kecil yang belum dapat membedakan,
maka akad menajdi tidak sah.3

2. Pengertian Sewa-Menyewa

Dalam memanfaatkan suatu barang dapat menggunakan barang milik


sendiri atau dapat pula dengan sistem menyewa kepada orang lain.4 Secara
etimologis sewamenyewa berasal dari kata al-Ajru yang berarti
al-„iwad/penggatian, dari sebab itulah ats-Tsawabu dalam konteks pahala
dinamai juga al-Ajru/upah. Menurut MA. Tihami, al-ijarah (sewa-menyewa)
ialah akad (perjanjian) yang berkenaan dengan kemanfaatan (mengambil
manfaat sesuatu) tertentu, sehingga sesuatu itu legal untuk diambil manfaatnya,
dengan memberikan pembayaran (sewa) tertentu.5 Ia merupakan transaksi yang
memperjual belikan manfaat suatu harta benda.6 Menurut terminologi para
ulama berbeda-beda dalam mendefinisikan sewa-menyewa, antara lain adalah:

Menurut Hanafiyah bahwa ijarah ialah:7

“Akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang diketahui dan disengaja


dari suatu zat yang disewa dengan imbalan”8

Menurut Malikiyah bahwa ijarah ialah:


2
H. Rahmat Syafe‟i, Fiqih Muamalah, (Bandung : Pusataka Setia, 2001).
3
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 13, (Bandung: PT. Alma’arif, 1987),
4
H. Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer,... h. 186.
5
Sohari Sahrani dan Hj. Ru‟fah Abdullah, Fikih Muamalah, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011).
6
Ghufron A. Mas‟adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002).
7
Hendi Suhendi, fiqih muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2014).
8
Ibid

5
“Nama bagi akad-akad untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan untuk
sebagian yang dapat dipindahkan”9

Menurut Syaikh Syihab Al-Din dan Syaikh Umairah bahwa yang dimaksud
dengan ijarah ialah:

“Akad atas manfaat yang diketahui dan disengaja untuk memberi dan
membolehkan dengan imbalan yang diketahui ketika itu”10

Menurut Muhammad Al-Syarbini al-Khatib bahwa yang dimaksud dengan


ijarah ialah:

“pemilikan manfaat dengan adanya imbalan dan syarat-syarat.”11

Menurut Asy-Syafi‟iyah

“Akad atas suatu kemanfaatan yang mengadung maksud tertentu dan mubah,
serta menerima pengganti atas kebolehan dengan pengganti tertentu”.12

Menurut Hasbi Ash-Shiddiqie

9
Ibid
10
Ibid
11
Ibid
12
H. Rahmat Syafe’i, Fiqih Muamalah. h.121.

6
“sewa-menyewa adalah akad yang objeknya adalah penukaran manfaat untuk
masa stertentu, yaitu pemilikan manfaat dengan imbalan, sama dengan menjual
manfaat”.13

C. Rukun- Rukun Ijarah


Berdasarkan pendapat Jumhur ulama, Rukun ijarah ada empat (4) diantaranya
ialah:
a. Orang yang berakad (Aqid)
“ Orang yang melakukan akad ijarah ada dua orang yaitu Mu’jir ialah:
orang yang memberikan upah atau yang menyewakan. Dan Musta’jir ialah:
orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu dan yang menyewa
sesuatu”.14
Bagi Mu’jir dan Musta’jir, pertama: harus mengetahui manfaat barang
yang di jadikan akad sehingga dapat mencegah terjadinya perselisihan,
kedua: berakal maksudnya ialah: orang yang dapat membedakan baik dan
buruk.15
b. Sighat Akad
Mu’jir dan Musta’jir, Yaitu melakukan ijab dan qabul ialah: Ungkapan,
pernyataan dan penjelasan yang keluar dari salah seorang yang berakad
sebagai gambaran kehendaknya dalam mengadakan akad ijarah.16
Dalam Hukum Perikatan Islam, ijab diartikan dengan “ suatu pernyataan
janji atau penawaran dari pihak pertama untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu” .17 Sedangkan qobul ialah: “suatu pernyataan yang
diucapkan dari pihak yang berakad pula (musta’jir) untuk penerimaan
kehendak dari pihak pertama yaitu setelah adanya ijab”.18

13
Sohari Sahrani dan Hj. Ru’fah Abdullah, Fiqih Muamalah. h. 168.
14
Haroen, Fiqih Muamalah,...hlm 117
15
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah ( Jakarta, Pena Ilmu dan Amal, 2006), jilid 4, hlm. 205
16
Suhendi, Fiqih Muamalah,............hlm 116
17
Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta, Prenada Media, 2005), hlm. 63
18
Suhendi, Fiqih Muamalah,............hlm 117

7
Syarat-syaratnya sama dengan syarat ijab-qabul pada jual beli, hanya saja
ijab dan qabul dalam ijarah harus menyebutkan masa atau waktu yang
ditentukan.19
c. upah (Ujroh)
Ujroh yaitu diberikan kepada musta’jir atas jasa yang telah diberikan atau
diambil manfaatnya oleh mu’jir. Dengan syarat, sebagai berikut:
1) jumlahnya diketahui secara jelas dan detail.
2) Pegawai khusus seperti hakim tidak boleh mengambil uang dari
pekerjaannya, karena dia sudah mendapatkan gaji khusus dari
pemerintah.
3) Uang yang harus diserahkan bersamaan dengan penerimaan barang yang
disewa. Jika lengkap manfaat yang disewa, maka uang sewanya harus
lengkap”.20
d. Manfaat
Salah satu cara untuk mengetahui ma’qud alaih (barang) ialah: “dengan
menjelaskan manfaatnya, batasan waktu, dan jenis pekerjaan”.21
Segala sesuatu yang berkaitan dengan harta benda boleh diakadkan
ijarah, asalkan memenuhi persyaratan dibawah ini:
1) Harta benda dalam ijarah dapat dimanfaatkan secara langsung dan harata
bendanya tidak cacat yang berdampak terhadap penghalangan fungsinya.
Tidak bolehkan akad ijarah atas harta benda yang masih dalam
penguasaan pihak lain, bukan pihak keduanya.
2) pemilik Menjelaskan secara transparan tentang kualitas, kuantitas
manfaat barang, tanpa ada yang disembunyikan tentang keadaan barang
tersebut.
3) Harta benda yang menjadi objek ijarah haruslah harta benda yang
bersifat isti’mali, yakni harta benda yang dapat dimanfaatkan
berulangkali tanpa mengakibatkan kerusakan zat dan pengurusan
sifatnya. Sedangkan harta benda yang bersifat istihlaki ialah: harta benda

19
Syaifullah Aziz, Fiqih Islam Lengkap, ( Surabaya, Ass-syifa, 2005), hlm. 378
20
Muhammad Rawwas Qal Ahji, Ensiklopedi Fiqh Umar bin Khattab, (Jakarta, PT Raja
Grafido Persada:1999), hlm. 178
21
Rachmat Syafe’I, Ilmu Ushul Fiqih ( Bandung, Pustaka Setia , 2010), cet 4, hlm.86

8
yang rusak atau berkurang sifatnya karna pemakaian. Seperti makanan,
buku tulis, tidak sah ijarah diatasnya.
4) Manfaat dari Objek ijarah tidak bertentangan dengan Hukum islam.
Seperti menyewakan menyewakan tempat untuk melakukan maksiat.
5) Objek yang disewakan manfaat langsung dari sebuah benda, seperti:
sewa warung Untuk usaha, sepeda untuk dikendarai, dan lain-lain. Tidak
dibenarkan sewa-menyewa manfaat suatu benda yang sifatnya tidak
langsung. Seperti, sewa pohon Duren untuk diambil buahnya, atau sewa-
menyewa ternak untuk diambil susunya, telurnya, keturunannya, ataupun
bulunya”.22
D. Syarat- Syarat Ijarah
Terkait dengan syarat-syarat ijarah M. Ali Hasan menjelaskan, sangat gamblang,
diantaranya ialah:
a. Syarat bagi kedua orang yang berakad ialah: telah baligh dan berakal
(Mazhab Syafii Dan Hambali). Dengan demikian bilamana orang itu belum
atau tidak berakal seperti anak kecil atau orang gila menyewa hartanya, atau
diri mereka sebagai buruh (tenaga dan ilmu boleh disewa), maka Ijarah nya
tidak sah. Berbeda dengan Mazhab Hanaf dan maliki bahwa orang yang
melakukan akad, tidak harus mencapai usia baligh , tetapi anak yang telah
mumayiz pun boleh melakukan akad Ijarah dengan ketentuan disetujui oleh
walinya.
b. Kedua belah pihak yang melakukan akad menyatakan kerelaannya untuk
melakukan akad Ijarah itu, bilamana salah seorang keduanya terpaksa
melakukan akad maka akadnya tidak sah.
c. Manfaat yang menjadi objek Ijarah harus diketahui secara jelas, sehingga
tidak terjadi perselisihan dibelakang hari jika manfaatnya tidak jelas. Maka,
akad itu tidak sah.
d. Objek Ijarah itu dapat diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan
tidak ada cacatnya. Oleh sebab itu, ulama fiih sepakat mengatakan bahwa
tidak boleh menyewa sesuatu yang tidak dapat diserahkan, dimanfaatkan
langsung oleh penyewa. Umpamanya rumah harus siap pakai atau tentu saja

22
Rachmat Syafe’I, Ilmu Ushul Fiqih,........hlm 127

9
sangat bergantung kepada penyewa apakah dia mau melanjutkan akad itu
atau tidak, sekiranya rumah itu atau toko itu disewa oleh orang lain maka
setelah itu habis sewanya baru dapat disewakan oleh orang lain.
e. Objek Ijarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara. Oleh sebab itu ulama
fiih sependapat bahwa tidak boleh menggaji tukang sihir, tidak boleh
menyewa orang untuk membunuh (pembunuh bayaran), tidak boleh
menyewakan rumah untuk tempat berjudi atau tempat prostitusi (pelacuran).
Demikian juga tidak boleh menyewakan rumah kepada non-muslim untuk
tempat mereka beribadat.23
E. Dasar Hukum

Dasar hukum mengenai sewa-menyewa dalam hukum islam terdapat


dalam ketentuan Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 233 yang artinya sebagai
berikut:24

“ Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain maka tidak
ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.
Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa allah mengetahui apa yang
kamu perbuat.”

Sedangkan landasan sunahnya dapat dilihat pada sebuah hadis yang


diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas bahwa Nabi
Muhammad SAW mengemukakan:

“Berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada


tukang bekam itu.”

Juga dapat kita jumpai dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud
dan An Nasai dari Abi Waqqash r.a, berkata:

“Dahulu kami menyewa tanah dengan jalan membayar dari tanaman


yang tumbuh. Lalu Rasulullah melarang kami cara itu dan memerintahkan kami
agar membayanya dengan uang emas atau perak.”

23
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta, Raja Grafido Persada:
2003), hlm. 227-231
24
Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, (Januari 2010), hlm.70.

10
Dengan demikian menyewakan pohon untuk dimanfaatkan buahnya
tidak sah, termasuk pula menyewakan sapi atau domba untuk diambil susunya.
Hal ini logis mengingat obyek dari perjanjian sewa-menyewa adalah manfaat
atas suatu barang, bukan kepemilikan atas suatu barang. Yang lebih pas dalam
kontek ini hendaknya dengan menggunakan perjanjian jual-beli.

Mengenai ijarah ini juga sudah mendapatkan ijma’ ulama, berupa


kebolehan seorang muslim untuk membuat dan melaksanakan akad ijarah atau
perjanjian sewa-menyewa. Tentu saja kontra prestasi berupa uang sewa harus
disesuaikan dengan keptutan yang ada di dalam masyarakat. Dan mengingat
untuk saat ini, yang menjadi obyek perjanjian sewa-menyewa berupa barang-
barang yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, misalnya tanah atau bangunan
maka besarnya uang sewa seharusnya sudah ditentukan di awal perjanjian
diserai dengan jangka waktu perjanjian sewa-menyewa tersebut.

F. Macam-macam Ijarah
Ada dua jenis ijārah dalam hukum islam :25
1. Ijārah yang berhubungan dengan sewa jasa atau pekerjaan
Yaitu mempekerjakan jasa seseorang dengan upah sebagai imbalan
jasa yang disewa. Pada ijārah ini seseorang mempekerjakan untuk
melakukan suatu pekerjaan, dan hukumnya boleh apabila jenis pekerjaannya
jelas dan tidak mengandung unsur tipuan. Seperti tukang jahit, tukang dan
kuli bangunan, dll.
2. Ijārah yang berhubungan dengan sewa asset atau properti
Yaitu memindahkan hak untuk memakai dari asset tertentu kepada
orang lain dengan imbalan biaya sewa.26 Pada ijārah ini benda atau barang
yang disewakan harus memiliki manfaat. Misalnya sewamenyewa rumah,
tanah pertanian, kendaraan, pakaian, perhiasan, lahan kosong yang dibangun
pertokoan dan sebagainya. Dalam ijārah ini tidak dibolehkan menjadikan
objeknya sebagai tempat yang dimanfaatkan untuk kepentingan yang
dilarang agama.

25
Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah, 131
26
Ascara, Akad dan Produk Bank Syariah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), 99.

11
Para ulama berbeda pendapat mengenai kapan akad ijārah ini
dinyatakan ada. Menurut ulama Hanafiyah dan Malikiyah, akad ijārah dapat
ditetapkan sesuai dengan perkembangan manfaat yang dipakai. Konsekuensi
dari pendapat ini adalah bahwa sewa tidak dapat dimiliki oleh pemilik
barang ketika akad itu berlangsung, melainkan harus dilihat dahulu
perkembangan penggunaan manfaat tersebut.
Sementara itu ulama Safi’iyah dan Hanbaliah berpendapat bahwa
ijārah ini sudah tetap dengan sendirinya sejak akad ijārah terjadi. Karena itu,
menurut mereka sewa sudah dianggap menjadi milik barang sejak akad
ijārah terjadi. Karena akad ijārah memiliki sasaran manfaat dari benda yang
disewakan, maka pada dasarnya penyewa berhak untuk memanfaatkan
barang itu sesuai dengan keperluannya, bahkan dapat meminjamkan atau
menyewakan pada pihak lain sepanjang tidak mengganggu dan merusak
barang yang disewakan.27
G. Hak dan Kewajiban Para Pihak

Perjanjian atau akad, termasuk akad ijārah menimbulkan hak dan


kewajiban para pihak yang membuatnya. Diawah ini akan dijelaskan hak dan
kewajiban para pihak dalam perjanjian ijārah.

1. Hak dan kewajiban pihak pemilik objek perjanjian sewa-menyewa atau


pihak yang menyewakan:28
a. Ia wajib menyerahkan barang yang disewakan kepada si penyewa.
b. Memelihara barang yang disewakan sedemikian rupa sehingga barang itu
dapat dipakai untuk keperluan yangh dimaksud.
c. Memberikan penyewa kenikmatan atau manfaat atas barang yang
disewakan selama waktu berlangsungnya sewa-menyewa.
d. Menanggung si penyewa terhadap semua cacat dari barang yang
disewakan.
e. Ia berhak atas uang sewa yang besarnya sesuai dengan yang telah
diperjanjikan.

27
Qomarul Huda, Fiqih Muamalahm, 124.
28
Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam), (Yogyakarta: UII Press,
2000), 51.

12
f. Menerima kembali barang objek perjanjian di akhir ijārah.
2. Hak dan kewajiban pihak penyewa:29
a. Ia wajib memakai barang yang disewa sesuai dengan tujuan yang
diberikan pada barang itu menurut perjanjian sewanya.
b. Membayar harga sewa pada waktu yang ditentukan.
c. Ia berhak menerima manfaat dari barang yang disewanya.
d. Menerima ganti rugi, jika terdapat cacat pada barang yang disewa.
e. Tidak mendapatkan gangguan dari pihak lain selam memanfaatkan
barang yang disewa.
H. Akta Sewa- menyewa

Bentuk Perjanjian Sewa menyewa termasuk perjanjian konsensual yaitu


perjanjian yang dianggap sah atau ada setelah terjadi kesepakatan antara para
pihak. Bentuk perjanjian sewa menyewa ada 2 (dua)macam yaitu secara tertulis
dan secara lisan.

a. Sewa Tertulis
Perjanjian sewa tertulis yaitu perjanjian sewa yang dilakukan secara
tertulis. Didalamnya memuat ketentuan atau syarat-syarat yang disepakati
oleh para pihak sehingga timbul perjanjian sewa menyewa. Mengenai
perjanjian sewa menyewa secara tertulis ini diatur dalam ketentuan pasal
1570 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
b. Sewa Lisan
yaitu perjanjian sewa yang dilakukan secara lisan tanpa
membuat perjanjian tertulis, cukup dengan kesepakatan kata dari para pihak.

Jika sewa dibuat dengan tulisan, maka sewa itu berakhir demi hukum,
apabila waktu yang ditentukan telah lampau, tanpa diperlukannya suatu
pemberhentian untuk itu. Saat sewa dibuat tidak dengan tulisan, maka sewa itu
tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan jika pihak lain hendak
menghentikan sewanya, dengan mengindahkan tenggang waktu yang diharuskan
menurut kebiasaan setempat.

29
Ibid, 52.

13
I. Klausul sewa-menyewa

14

Anda mungkin juga menyukai