BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akad (al’aqd) merupakan jama’ dari al’uqud , secara bahasa berarti al-
rabth (ikatan, mengikat), yaitu menghimpun atau mengumpulkan dua ujung
tali dan mengikatkan salah satu pada yang lainnya hingga keduanya
bersambung dan menjadi seutas tali yang satu. Sedangkan secara terminologi
hukum Islam, akad berarti pertalian antara ijab dan qabul yang dibenarkan
oleh syara’ yang menimbulkan akibat hukum terhadap obyeknya.1
Pada dasarnya akad tidak berbeda dengan transaksi (serah terima). Semua
perikatan (transaksi) yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih, tidak boleh
menyimpang dan harus sejalan denagn kehendak syari’at. Tidak boleh ada
kesepakatan untuk menipu orang lain, transaksi barang-barang yang
diharamkan dan kesepakatan untuk membunuh seseorang.
B. Rumusan Masalah
1. Asal – usul Akad
2. Pengertian Akad
3. Perbedaan Akad, Iltizam dan Tasharruf
4. Pembentukan Akad
5. Syarat – syarat Akad
6. Macam – macam Akad
7. Akad dan konsekuensi hukumnya
8. Pengertian Khiyar
9. Berakhirnya Akad
1
Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstua, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2002), 76
1
2
C. Tujuan Penulisan
a. Untuk Mengetahui Asal – usul Akad
b. Untuk Mengetahui Pengertian Akad
c. Untuk Mengetahui Perbedaan Akad, Iltizam dan Tasharruf
d. Untuk Mengetahui Pembentukan Akad
e. Untuk Mengetahui Syarat – syarat Akad
f. Untuk Mengetahui Macam – macam Akad
g. Untuk Mengetahui Akad dan konsekuensi hukumnya
h. Untuk Mengetahui Pengertian Khiyar
i. Untuk Mengetahui Berakhirnya Akad
D. Manfaat Penulisan
a. Agar Mengetahui Asal – usul Akad
b. Agar Mengetahui Pengertian Akad
c. Agar Mengetahui Perbedaan Akad, Iltizam dan Tasharruf
d. Agar Mengetahui Pembentukan Akad
e. Agar Mengetahui Syarat – syarat Akad
f. Agar Mengetahui Macam – macam Akad
g. Agar Mengetahui Akad dan konsekuensi hukumnya
h. Agar Mengetahui Pengertian Khiyar
i. Agar Mengetahui Berakhirnya Akad
E. Metode Penyusunan Makalah
Metode yang kami gunakan dalam penyusunan makalah ini adalah dengan
metode membaca buku. Dengan membaca buku-buku sumber yang ada
hubungannya dengan akad.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Asal usul Akad
Yaitu tasharruf yang keluar dari lidah manusia. Tasharruf qauli terbagi
dua :
1) Tasharruf qauli ’aqdi, yaitu sesuatu yang dibentuk dari dua ucapan
dari kedua belah pihak yang saling bertalian, seperti jual beli, sewa menyewa
dan perkongsian
2
http://kseifeunj.blogspot.com/2011/04/akad.html?m=1
3
4
B. Pengertian Akad
Akad secara bahasa berarti sambungan, janji, dan mengikat. Akad menurut
pendapat wahbah Al-Suhaily akad adalah ikatan antara dua perkara, ikatan
secara nyata maupun secara maknawi dari satu segi maupun dua segi dengan
kata lain, akad adalah suatu perikatan yang dilakukan oleh dua orang atau
lebih berdasarkan ijab dan qobul dengan adanya ketentuan syar’i. tidak semua
jenis perikatan atau perjanjian dapat di sebut sebagai akad, karena akad itu
sendiri memiliki beberapa syarat yang harus di penuhi seperti ijab qobul dan
beberapa ketentuan syari’at islam.
Menurut terminologi ulama fiqh, akad dapat ditinjau dari dua segi, yaitu
secara umum dan secara khusus :
1. Pengertian Umum
Secara umum, pengertian akad dalam arti luas hampir sama dengan
pengertian akad dari segi bahasa menurut pendapat ulama Syafi'iyah,
Malikiyah, dan Hanabilah, yaitu :
Artinya : “ Segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang
berdasarkan keinginannya sendiri, seperti wakaf, talak, pembebasan ,
atau sesuatu yang pembentukannya membutuhkan keinginanya dua
orang seperti jua-beli, perwakilan, dan gadai.”
5
2. Pengertian Khusus
Thasharruf menurut istilah ulama fikih adalah; setiap yang keluar dari
seseorang yang mumayyiz dengan kehendak sendiri dan dengannya syara’
menetapkan beberapa konsekwensi, baik berupa ucapan, atau yang setingkat
dengan ucapan berupa perbuatan atau isyarat. Dengan pengertian ini maka
dapat dikatakan bahwa thasharruf lebih umum cakupannya dibandingkan
akad. Akad merupakan bagian dari thasharruf yang bersifat ucapan
(Thasharruf Qauli), sedangkan thasharruf masuk di dalamnya berbagai
macam bentuk perjanjian, komitmen, mengembalikan barang yang dijual
dengan khiyar syarat, khiyar ‘Aib maupun khiyar Majlis (akan dibahas dalam
tema tersendiri dalam kaitannya dengan jual-beli). Dengan kata lain, semua
3
Syafei Rahmat, Fiqih Muamalah (Bandung: Pustaka Setia, 2001), ...., 43
6
D. Pembentukan Akad
a. Rukun Akad
4
http://www.koranku45.com/2017/10/perbedaan-iltizam-perikatan-dan-
akad.html?m=1
5
Rachmat Syafe’i, 2001, Fiqh Muamalah, ...., 45
7
b. Unsur-unsur akad
a. Shighat Akad
Para ulama menetapkan tiga syarat dalam ijab dan qabul, yaitu :
b. Tempat akad
d. Pembatalan Ijab
Secara umum, aqid disyaratkan harus ahli dan memiliki kemampuan untuk
melakukan akad atau mampu menjadi pengganti orang lain jika ia menjadi wakil.
Adapun ulama Syafi'iyah dan Hanabilah mensyaratkan aqid harus baligh, berakal,
telah mampi memelihara agama dan hartanya. Dengan demikian, Ulama
Hanabillah membolehkan seorang anak kecil membeli barang yang sederhana dan
tasharruf atas seizin walinya.
1. Ahli Akad
Ahli akad terbagi dua, yaitu ahli wujud dan ahli 'ada.
A. Ahli wajib
B. Ahli 'Ada
2. Al - Wilayah (Kekuasaan)
Perbedaan antara ahli dan wilayah, antara lain ahli adalah kepantasan
seseorang untuk berhubungan dengan akad, sedangkan al-wilayah adalah
kepantasan seseorang untuk melaksanakan akad.
Mahal Aqd (Al-Ma'qud Alaih) adalah objek akad atau benda-benda yang
dijadikan akad yang bentuknya tampak dan membekas. Barang tersebut dapat
berbentuk harta benda, seperti barang dagangan, seperti dalam akad pernikahan;
dab dapat pula berbentuk suatu kemanfaatan.
Dalam Islam, tidak semua barang dapat dijadikan objek akad misalnya
minuman keras. Oleh karena ifu, fuqaha menetapkan empat syarat dalam objek
akad berikut ini.
Berdasarkan syarat ini, barang yang tidak ada ketika akad tidak sah
dijadikan objek akadz seperti jual-beli sesuatu yang masih dalam tanah atau
menjual anak kambing yang masih dalam kandungan induknya. Namun
demikian, antara para ulama tidak terjadi perbedaan pendapat tentang akad
atas barang yang tidak tampak. Ulama Syafi'iyah dan Hanafiyah melarang
13
secara mutlak berbagai urusan atau barang apa saja yang tidak tampak,
kecuali dalam beberapa hal, seperti upah-mengubah, dan menggarap tanah.
Ulama fiqh sepakat bahwa barang yang dijadikan akad harus sesuai
ketentuan akad. Oleh karena itu, dipandangan tidak sah, akad atas barang
yang diharamkan syara'.
Disepakati oleh ulama fiqh bahwa barang yang dijadikan akad harus
dapat diserahkan ketika akad. Dengan demikian, ma'qud alaih yang tidak
diserahkab ketika akan seperti jual-beli burungbyang ada diudara, harta yang
sudah diwakafkan.
Ulama fiqh menetapkan bahwa ma'qud 'alaih harus jelas diketahui oleh
kedua pihak yang akad. Larangan As-Sunnah sangat jelas dalam jual-beli
gharar (barang yang samar mengandung penipuan), dan baranga yang tidak
diketahui oleh pihak akad.
dapat dijadikan akad adalah segala sesuatu yang suci, yakni yang dapat
dimanfaat menurut syara'.
E. Syarat-syarat Akad
b. Khusus, yakni syarat-syarat yang harus ada pada sebagian akad, dan
tidak diisyaratkan pada bagian lainnya.
1. Ada dan tidaknya qismah pada akad, dalam segi ini akad dibagi menjadi
dua bagian :
a. Akad musammah yaitu akad yang telah ditetapkan syara'dan telah ada
hukum-hukumnya, seperti jual-beli, hibah dan ijarah.
b. Akad ghair musammah ialah akad yang belum ditetapkan oleh syara'
dan belum ditetapkan hukum-hukumnya.
2. Disyari'atkan dan tidaknya akad, ditinjau dari segi ini akad dibagi menjadi
dua bagian :
3. Sah dan batalnya akad, ditinjau dari segi ini terbagi menjadi :
17
4. Sifat bendanya, ditinjau dari sifat ini benda akad dibagi menjadi :
6. Berlaku dan tidaknya akad, dari segi ini dapat terbagi menjadi dua bagian :
i. Akad nafidzah yaitu akad yang bebas atau terlepas dari penghalang-
penghalang akad.
ii. Akad mauqufah yaitu akad-akad yang bertalian dengan peesetujuan-
persetujuan, seperti akad fudhuli (akad yang berlaku setelah disetujui
oleh pemilik harta).
7. Luzum dan dapat dibatalkannya dari segi ini akad dapat dibagi menjadi
empat:
a. Akad lazim yang menjadi hak kedua belah pihak yang tidak dapat
dipindahkan seperti akad kawin, manfaat perkawinan tidak dapat
dipindahkan kepada orang lain seperti bersetubuh. Tetapi akad nikah
18
dapat diakhiri dengan cara yang dibenarkan syara' seperti thalak dan
khulu'.
b. Akad lazim yang menjadi hak kedua belah pihak dan dapat dipindahkan
dan dirusakkan, seperti peesetujuan jual-beli dan akad-akad lainnya.
c. Akad lazim yang menjadi salah satu pihak seperti rahn, orang yang
menggadaikan sesuatu benda punya kebebasan kapan saja dia dapat
melepaskan rahn atau menebus kembail barangnya.
d. Akad lazim yang menjadi hak kedua belah pihak tanpa menunggu
persetujuan salah satu pihak, seperti titipan boleh diminta oleh orang
yang menitipkan tanpa menunggu persetujuan dari orang yang
menerima titipan atau orang yang menerima titipan boleh
mengembalikan barang yang dititipkan tanpa menunggu persetujuan
dari yang menitipkan.
8. Tukar-menukar hak, dari segi ini akad dibagi menjadi tiga bagian :
a. Akad mi'awadhah yaitu yang berlaku atas dasar timbal balik seperti
jual-beli.
b. Akad tabarru'at yaitu akad-akad yang berlaku atas dasar pemberian dan
pertolongan, seperti hibah.
c. Akad yang tabarru'at pada awalnya dan menjadi akad mu'awadhah pada
akhirnya seperti qiradh dan kafalah.
9. Harus dibayar ganti dan tidaknya, dari segi ini akad dibagi menjadi tiga
bagian :
a. Akad dhaman yaitu akad yang menjadi tanggung jawab pihak kedua
sesudah benda-benda itu ditetima seperti qiradh.
b. Akad amanah yang tanggung jawab kerusakan oleh pemilik benda,
bukan oleh pihak yang memegang barang, seperti titipan (ida').
c. Akad yang dipengaruhi oleh beberapa unsur, salah satu segi
merupakan dhaman, dari segi yang lain merupakan amanah, seperti
rahn (gadai).
19
10. Tujuan akad yaitu dari segi tujuannya akad dapat dibagi menjadi lima
golongan:
11. Temporer (faur) dan berkesinambungan (istimrar), dari segi akad ini
dibagi manjadi dua bagian :
12. Ashliyah dan thabi'iyah, dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian :
6
Qomarul Huda, 2011, Fiqh Muamalah, (Depok: TERAS), ....., 33
20
H. Pengertian Khiyar
Khiyar adalah hak yang dimiliki oleh dua pihak yang berakad ('aqidain)
untuk memilih antara meneruskan akad, atau membatalkannya dalam khiyar
syarat dan khiyar 'aib, atau hak memilih salah satu dari sejumlah benda dalam
khiyar ta'yin. Menurut Wahbah az-Zulaihi ada tuhuh belas macam khiyar,
namun di dalam kitabnya hanya menyebutkan enam macam khiyar yang
populer, sebagaimana yang dijelaskan berikut ini:
21
1. Khiyar Majlis
Khiyar Majlis adalah setiap 'aqidain mempunyai hak untuk
memilih antara meneruskan akad atau mengurungkannya sepanjang
keduanya belum berpisah. Khiyar majlis ini tidak berlaku pada setiap
akad, melainkan hanya berlaku pada akad al-mu'awadhah al-maliyah,
seperti akad jual-beli dan ijarah.
2. Khiyar Ta'yin
Khiyar ta'yin adalah hak yang dimiliki oleh pembeli untuk
memastikan pilihan atas sejumlah benda sejwnis atau setara sifat atau
harganya.
3. Khiyar Syarat
Khiyar syarat adalah hak 'aqidain untuk melangsungkan atau
membatalkan akad selama batas waktu tertentu yang dipersyaratkan ketika
akad berlangsung.
4. Khiyar 'Aib (karena adanya cacat)
Khiyar 'aib adalah hal yang dimiliki oleh salah seorang dari 'aqidain
untuk membatalkan atau tetap melangsungkan akad ketika dia menemukan
cacat pada obyek akad yang mana pihak lain tidak memberitahukannya
pada saat akad.
5. Khiyar Ru'yah (melihat)
Khiyar ru'yah adalah hak pembeli untuk membatalkan atau tetap
melangsungkan akad ketika dia melihat obyek akad dengan syarat dia
belum pernah melihatnya ketika berlangsung akad atau sebelumnya dia
pernah melihatnya dalam batas waktu yang memungkinkan telah terjadi
perubahan atasnya.
6. Khiyar Naqd (pembayaran)
Khiyar naqd tersebut terjadi apabila dua pihak melakukan jual beli
dengan ketentuan jika pihak pembeli tidak melunasi pembayaran, atau
pihak penjual tidak menyerahkan barang dalam batas waktu tertentu. Maka
22
I. Berakhirnya Akad
Akad dengan pembatalan, meninggal dunia, atau tanpa adanya izin dalam
akad mauqud (ditangguhkan).
Akad Habis dengan Pembatalan
Akad dengan pembatalan, terkadang dihilangkan dari asalnya,
seperti pada masa khiyar, terkadang dikaitkan pada masa yang akan
datang, seperti pembatalan dalam sewa-menyewa dan pinjam-meminjam
yang telah disepakati selama 5 bulan, tetapi sebelum sampai lima bulan,
telah dibatalkan.
Pada akad ghair lazim, yang kedua pihak dapat membatalkan akad,
pembatalan ini sangat jelas, seperti pada penitipan barang, perwakilan dan
lain-lain, atau yang ghair lazim pada satu pihak dan lazim pada pihak
lainnya, sedperti gadai. Orang yang menerima gadai dibolehkan
membatalkan akad walaupun tanpa sepengetahuan orang yang
menggadaikan barang.
Adapun pembatalan pada akad lazim, terdapat dalam beberapa hal
berikut:
a. ketika akad rusak,
b. adanya khiyar,
c. pembatalan akad,
d. tidak mungkin melaksanakan akad,
e. masa akad berakhir.
23
BAB III
Penutup
Pembentukan Akad
a. Rukun Akad
b. Unsur – Unsur Akad
24
b. Khusus, yakni syarat-syarat yang harus ada pada sebagian akad, dan tidak
diisyaratkan pada bagian lainnya.
Khiyar adalah hak yang dimiliki oleh dua pihak yang berakad ('aqidain) untuk
memilih antara meneruskan akad, atau membatalkannya dalam khiyar syarat dan
khiyar 'aib, atau hak memilih salah satu dari sejumlah benda dalam khiyar ta'yin.
Berakhirnya akad :
a. ketika akad rusak,
b. adanya khiyar,
c. pembatalan akad,
d. tidak mungkin melaksanakan akad,
e. masa akad berakhir.
25
Daftar Pustaka
Ghufron A. Mas’Adi, 2002, Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada
Rachmat Syafe’i, 2001, Fiqh Muamalah, Bandung: CV PUSTAKA SETIA
Qomarul Huda, 2011, Fiqh Muamalah, Depok: TERAS
http://kseifeunj.blogspot.com/2011/04/akad.html?m=1 Pukul 13.33 WIB, tanggal
10 mei 2018
http://www.koranku45.com/2017/10/perbedaan-iltizam-perikatan-dan-
akad.html?m=1 Pukul 13.51 WIB, tanggal 10 mei 2018