Anda di halaman 1dari 25

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akad (al’aqd) merupakan jama’ dari al’uqud , secara bahasa berarti al-
rabth (ikatan, mengikat), yaitu menghimpun atau mengumpulkan dua ujung
tali dan mengikatkan salah satu pada yang lainnya hingga keduanya
bersambung dan menjadi seutas tali yang satu. Sedangkan secara terminologi
hukum Islam, akad berarti pertalian antara ijab dan qabul yang dibenarkan
oleh syara’ yang menimbulkan akibat hukum terhadap obyeknya.1
Pada dasarnya akad tidak berbeda dengan transaksi (serah terima). Semua
perikatan (transaksi) yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih, tidak boleh
menyimpang dan harus sejalan denagn kehendak syari’at. Tidak boleh ada
kesepakatan untuk menipu orang lain, transaksi barang-barang yang
diharamkan dan kesepakatan untuk membunuh seseorang.
B. Rumusan Masalah
1. Asal – usul Akad
2. Pengertian Akad
3. Perbedaan Akad, Iltizam dan Tasharruf
4. Pembentukan Akad
5. Syarat – syarat Akad
6. Macam – macam Akad
7. Akad dan konsekuensi hukumnya
8. Pengertian Khiyar
9. Berakhirnya Akad

1
Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstua, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2002), 76

1
2

C. Tujuan Penulisan
a. Untuk Mengetahui Asal – usul Akad
b. Untuk Mengetahui Pengertian Akad
c. Untuk Mengetahui Perbedaan Akad, Iltizam dan Tasharruf
d. Untuk Mengetahui Pembentukan Akad
e. Untuk Mengetahui Syarat – syarat Akad
f. Untuk Mengetahui Macam – macam Akad
g. Untuk Mengetahui Akad dan konsekuensi hukumnya
h. Untuk Mengetahui Pengertian Khiyar
i. Untuk Mengetahui Berakhirnya Akad
D. Manfaat Penulisan
a. Agar Mengetahui Asal – usul Akad
b. Agar Mengetahui Pengertian Akad
c. Agar Mengetahui Perbedaan Akad, Iltizam dan Tasharruf
d. Agar Mengetahui Pembentukan Akad
e. Agar Mengetahui Syarat – syarat Akad
f. Agar Mengetahui Macam – macam Akad
g. Agar Mengetahui Akad dan konsekuensi hukumnya
h. Agar Mengetahui Pengertian Khiyar
i. Agar Mengetahui Berakhirnya Akad
E. Metode Penyusunan Makalah
Metode yang kami gunakan dalam penyusunan makalah ini adalah dengan
metode membaca buku. Dengan membaca buku-buku sumber yang ada
hubungannya dengan akad.
3

BAB II
PEMBAHASAN
A. Asal usul Akad

Akad adalah bagian dari macam-macam tasharruf (perpindahan), yang


dimaksud dengan tasharruf ialah ”segala yang keluar dari seorang manusia
dengan kehendaknya dan syara’ menetapkan beberapa haknya”.

Tasharruf terbagi menjadi dua:

a. Tasharruf fi’li (perbuatan)

Yaitu usaha yang dilakukan manusia dengan tenaga dan badannya,


selain dari lidah, seperti memanfaatkan tanah yang tandus, menerima barang
dalam jual beli, merusakan benda orang lain.

b. Tasharruf qauli (perkataan)

Yaitu tasharruf yang keluar dari lidah manusia. Tasharruf qauli terbagi
dua :

1) Tasharruf qauli ’aqdi, yaitu sesuatu yang dibentuk dari dua ucapan
dari kedua belah pihak yang saling bertalian, seperti jual beli, sewa menyewa
dan perkongsian

2) Tasharruf qauli bukan ’aqdi, terbagi menjadi dua: (a) merupakan


pernyataan pengadaan suatu hak atau mencabut suatu hak, seperti wakaf,
thalak dan memerdekakan, (b) tidak menyatakan suatu kehendak, tetapi dia
mewujudkan tuntutan-tuntutan hak, seperti gugatan, iqrar, sumpah untuk
menolak gugatan (tak ada aqad, tapi perkataan semata).2

2
http://kseifeunj.blogspot.com/2011/04/akad.html?m=1

3
4

B. Pengertian Akad

Akad secara bahasa berarti sambungan, janji, dan mengikat. Akad menurut
pendapat wahbah Al-Suhaily akad adalah ikatan antara dua perkara, ikatan
secara nyata maupun secara maknawi dari satu segi maupun dua segi dengan
kata lain, akad adalah suatu perikatan yang dilakukan oleh dua orang atau
lebih berdasarkan ijab dan qobul dengan adanya ketentuan syar’i. tidak semua
jenis perikatan atau perjanjian dapat di sebut sebagai akad, karena akad itu
sendiri memiliki beberapa syarat yang harus di penuhi seperti ijab qobul dan
beberapa ketentuan syari’at islam.

Menurut segi etimologi, akad antara lain sebagai berikut :

.‫ب أَ ْو مِ نْ جا َ نِبَي ِْن‬


ٍ ِ‫ط بَ ْينَ أَ ْط َر فِ الشَّى ءِ س ََو ٌء أَ كا َ نَ َر بْطا ً حِ سِيا ًّ أَ ْم َم ْعنَ ِو يا ًّ مِ نْ جا َ ن‬
ُ ‫الر ْب‬
َّ

Bisa juga berarti ‫( العقد ة‬sambungan), ‫ العهد‬dan (janji)

Menurut terminologi ulama fiqh, akad dapat ditinjau dari dua segi, yaitu
secara umum dan secara khusus :

1. Pengertian Umum
Secara umum, pengertian akad dalam arti luas hampir sama dengan
pengertian akad dari segi bahasa menurut pendapat ulama Syafi'iyah,
Malikiyah, dan Hanabilah, yaitu :
Artinya : “ Segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang
berdasarkan keinginannya sendiri, seperti wakaf, talak, pembebasan ,
atau sesuatu yang pembentukannya membutuhkan keinginanya dua
orang seperti jua-beli, perwakilan, dan gadai.”
5

2. Pengertian Khusus

Pengertian akad dalam arti khusus yang dikemukakan dalam ulama


fiqh antara lain :

Artinya : “Perikatan yang ditetapkan ijab-qabul berdasarkan


ketentuan syara’ yang berdampak pada objeknya.”

Contoh ijab adalah pernyataan seorang penjual, "Saya telah


menjual barang ini kepadamu." Contoh qabul, "Saya beli barangmu."
atau "Saya terima barangmu."

Dengan demikian, ijab-qabul adalah suatu perbuatan atau


pernyataan untuk menunjukkan suatu keridhaan dalam berakad
diantara dua orang atau lebih, sehingga terhindar atau keluar dari
suatu ikatan yang tidak berdasarkan syara'. Oleh karena itu, dalam
Islam tidak semia bentuk kesepakatan atau perjanjian dapat
dikategorikan sebagai akad, terutama kesepakatan yang tidak
berdasarkan pada keridhaan dan syariat Islam.3

C. Perbedaan antara Akad, Tasharruf dan Ilzam

Thasharruf menurut istilah ulama fikih adalah; setiap yang keluar dari
seseorang yang mumayyiz dengan kehendak sendiri dan dengannya syara’
menetapkan beberapa konsekwensi, baik berupa ucapan, atau yang setingkat
dengan ucapan berupa perbuatan atau isyarat. Dengan pengertian ini maka
dapat dikatakan bahwa thasharruf lebih umum cakupannya dibandingkan
akad. Akad merupakan bagian dari thasharruf yang bersifat ucapan
(Thasharruf Qauli), sedangkan thasharruf masuk di dalamnya berbagai
macam bentuk perjanjian, komitmen, mengembalikan barang yang dijual
dengan khiyar syarat, khiyar ‘Aib maupun khiyar Majlis (akan dibahas dalam
tema tersendiri dalam kaitannya dengan jual-beli). Dengan kata lain, semua

3
Syafei Rahmat, Fiqih Muamalah (Bandung: Pustaka Setia, 2001), ...., 43
6

akad dapat dinamakan thasharruf, namun tidak semua thasharrf dinamakan


akad.

Sedangkan iltizam adalah; sebuah thasharruf (perbuatan) yang


mengandung keinginan untuk melahirkan satu hak atau mengakhiri satu hak
atau menggugukannya baik datang dari satu pihak seperti thalak atau datang
dari kedua belah pihak seperti akad jual beli dan sewa menyewa. Jadi
kesimpulannya perbedaan antara iltizam (perikatan) dengan akad (perjanjian)
hanya terletak pada akibat yang ditibulkan kalau iltizam pihak terkait sudah
terkena akibat hukum dan akad belum.4

D. Pembentukan Akad
a. Rukun Akad

Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa rukun akad adalah ijab dan


qabul. Adapun orangnya yang mengadakan akad atau hal lainnya yang
menunjang terjadinya akad tidak dikategorikan rukun sebab
keberadaanya sudah pasti.

Ulama selain Hanafiyah5 berpendapat bahwa akad memiliki tiga


rukun, yaitu :

a. Orang yang akad ('aqid)

b. Sesuatu yang diakadkan (maqud alaih)

c. Shighat, yaitu ijab dan qabul.

Definisi Ijab dan Qabul

Definisi ijab menurut ulama hanafiyah adalah penetapan perbuatan


tertentu yang menunjukkan keridaan yang diucapkan oleh orang pertama,
baik yang menyerahkan maupun yang menerima, sedangkan qabul adalah

4
http://www.koranku45.com/2017/10/perbedaan-iltizam-perikatan-dan-
akad.html?m=1
5
Rachmat Syafe’i, 2001, Fiqh Muamalah, ...., 45
7

orang yang berkata setelah orang yang mengucapkan ijab, yag


menunjukkan keridaan atasan ucapan orang pertama.

Berbeda dengan pendapat di atas, ulama selain Hanafiyah


berpendapat bahwa ijab adalah pernyataan yang keluar dari orang yang
menyerahkan benda, baik dikatakan oleh orang pertama atau kedua,
sedangkan qabul adalah pernyataan dari orang yang menerima barang.
Pendapat ini merupakan pengertian umum dpahami orang bahwa ijab
adalah ucapan dari orang yang menyerahkan barang (penjual dalam jual
beli), sedangkan qabul adalah pernyataan dari penerima barang.

b. Unsur-unsur akad

a. Shighat Akad

Shighat akad adalah sesuatu yang disandarkan sari dua pihak


yang berakad yang menunjukkan atas apa yang ad dihati keduanya
tentang terjadinya suatu akad. . Hal itu dapat diketahui dengan ucapan
perbuatan, isyarat, dan tulisan. Shigat tersebut biasa disebut ijab dan
qabul.

1. Metode (uslub) Shigat Ijab dan Qabul

Uslub-uslub shigat dalam akad dapat diungkapkan dengan


beberapa cara berikut ini.

a. Akad dengan Lafazh (ucapan)


Shigat dengan ucapan adalah shigat akad yag paling banyak
digunakan orang sebab paling mudah digunakan dan cepat dipahami.
Tentu saja, kedua pihak harus mengerti ucapan masing-masing serta
menunjukkan keridaannya.
8

b. Akad dengan Perbuatan

Dalam akad, terkadang tidak digunakan ucapan, tetapi


cukup dengan perbuatan yang menunjukkan saling meridai.
misalnya penjual memberikan barang dan pembeli
memberikan uang.

Dalam menanggapi persoalan ini, diatara para ulama


berbeda pendapat, yaitu:

1. Ulama Hanafiyah dan Hanabilah membolehkan


akad dengan terhadap barang-barang yag sudah sangat
diketahui secara umum oleh manusia. Jika belum diketahui
secara umum, akad sepert itu dianggap halal.
2. Mazhab Imam Maliki dan pendapat awal Imam
Ahmad membolehkan akad dengan perbuatan jika jelas
menunjukkan kerelaan, baik barang tersebut diketahui secara
umum atau tidak, kecuali dalam pernikahan.
3. Ulama Syafi’iyah, Syi’ah, dan Zhahiriyyah
berpendapat bahwa akad dengan perbuatan tidak dibenarkan
karena tidak ada petunjuk yang kuat terhadap akad tersebut.
Selain itu, keridaan adalah sesuatu yang samar, yang tidak
dapat diketahui, kecuali dengan ucapan. Hanya saja,
golongan ini membolehkan ucapan, baik secara sharih dan
kinayah. Jika terpaksa boleh saja dengan isyarat dan tulisan.
c. Akad dengan Isyarat
Bagi orang yang mampu berbicara, tidak dibenarkan
dengan isyarat, melainkan harus mengunakkan tulisan atau
lisan. Adapun bagi mereka yang tidak dapat berbicara,
boleh mengunakan isyarat, tetapi jika tulisannya bagus
diajurkan menggunakka tulisan. Hal itu dibolehkan apabila
9

ia sudah cacat sejak lahir. Jika tidak sejak lahir, ia harus


berusaha untuk tidak mengunakkan isyarat.
d. Akad dengan Tulisan
Dibolehkan akad dengan tulisan, baik bagi orang yag
mampu berbicara ataupun tidak, dengan syarat tulisa
tersebut harus jelas, tampak, dan dapat dipahami oleh
keduanya.
Namun demikian akad nikah tidak boleh
menggunakkan tulisan jika kedua orang yang akad itu hadir.
Hal ini Karena akad harus dihadiri oleh saksi, yang harus
mendengar ucapan orang yang akad, kecuali bagi orang yag
tidak dapat berbicara.
Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa
akad dengan tulisan adalah sah jika dua orang yang tidak
hadir. Akan tetapi, jika yang akad itu hadir, tidak
dibolehkan memakai tulisan sebab tulisan tidak dibutuhkan.
c. Syarat-Syarat Ijab dan Qabul

a. Syarat terjadinya ijab dan qabul

Para ulama menetapkan tiga syarat dalam ijab dan qabul, yaitu :

1. Ijab dan qabul harus jelas maksudnya sehingga dipahami oleh


pihak yang melangsungkan akad.
2. Antara ijab dan qabul harus sesuai.
3. Antara ijab dan qabul harus bersambung dan berada ditenpat
yang sama jika kedua belah pihak hadir, atau berada di tempat
yang sudah diketahui oleh keduanya.

Bersambung akad dapat diketahui dengan adanya sikap saling


mengetahui di antara kedua pihak yang melangsungkan akad, seperti
kehadiran keduanya di tempat yang sama atau berada di tempat yang
berbeda, tetapi dimaklumi oleh keduanya.
10

b. Tempat akad

Tempat akad adalah tempat bertransaksi antara dua pihak yang


sedang akad. Dengan kata lain, bersatunya ucapan di tempat yang
sama.

Untuk meyakinkan bahwa ijab dan qabul bersambung harus


dipenuhi tiga syarat :

1. Harus ditempat yang sama


2. Tidak bileh tampak adanya penolakan dari salah seorang
yang akad dan juga tidak boleh ada ucapan lain yang
memisahkan di antara perkataan akad.

Ijab tidak boleh diulangi atau dibatalkan sebelum ada jawaban


qabul.

c. Akad yang tidak memerlukan persambungan tempat

Telah dijelaskan bahwa semua ijab dan qabul harus berada


dalam satu tempat, baik kedua pihak hadir dalam tempat yang sama
atau berada pada tempat yang berbeda.

d. Pembatalan Ijab

1. Pengucapan ijab menarik pernyataannya sebelum qabul


2. adanya penolakan dari salah satu yang akad
3. berakhirnya tempat akad, yakni kedua pihak yang akad berpisah
4. Pengucap ijab tidak lagi menguasai hidupnya, seperti meninggal
dan gila.
5. Rusaknya sesuatu yang sedanv dijadikan akad, seperti butanya
hewan yang akan dijual atau terkelupasnya kulit anggur.
11

Al-Aqid (Orang yang Akad)

Al-Aqid adalah orang yang melakukan akad. Keberadaanya sangay


penting sebab tidak dapt dikatakan akad jika tidak ada Aqid. Begitu pula tidak
akan terjadi ijab dan qabul tabpa adanya aqid.

Secara umum, aqid disyaratkan harus ahli dan memiliki kemampuan untuk
melakukan akad atau mampu menjadi pengganti orang lain jika ia menjadi wakil.

Ulama Malikiyah dan Hanafiyah mensyaratkan Aqid harus berakal, yakni


sudah mumayyiz, anak yang agak besar yang pembicaraannya yang dilantarkannya
dapat dipahami, serta berumur mininal 7 tahun. Oleh karena itu, dipandang sah
suatu akad yang dilakukan oleh anak kecil yang belim mumayyiz, orang gila.

Adapun ulama Syafi'iyah dan Hanabilah mensyaratkan aqid harus baligh, berakal,
telah mampi memelihara agama dan hartanya. Dengan demikian, Ulama
Hanabillah membolehkan seorang anak kecil membeli barang yang sederhana dan
tasharruf atas seizin walinya.

1. Ahli Akad

Secara bahasa, ahli adalah suatu kepantasan atau kelayakan. Sedangkan


menurut istilah adalah kepantasan seseorang untuk menetapkan hak yang
telah ditetapkan baginya dan pantas untuk beraktivitas atas barang tersebut.

Ahli akad terbagi dua, yaitu ahli wujud dan ahli 'ada.

A. Ahli wajib

Yaitu kepantasan atau kelayakan seseorang untuk menetapkan


suatu kemestian yang harus menjadi haknya, seperti pantas menetapkan
harga yang harus diganti oleh orang yang telah merusak barangnya atau
menetapkan harga.
12

B. Ahli 'Ada

Yaitu kelayakan seseorang untuk memenuhi kewajiban yang telah


ditetapkan syara' seperti shalat, puasa, dan haji. Landasan yang
memenuhi kewajiban ini adalah mumayyiz, berakal, dan mengetahui.

2. Al - Wilayah (Kekuasaan)

Wilayah menurut bahasa adalah pengausaan terhadap suatu urusan dan


kemampuan menegakkannya. Menurut istilah wilayah adalah kekuasaan
seseorang berdasarkan syara' yang menjadikannya mampu untuk melakukan
akad dan tasharruf.

Perbedaan antara ahli dan wilayah, antara lain ahli adalah kepantasan
seseorang untuk berhubungan dengan akad, sedangkan al-wilayah adalah
kepantasan seseorang untuk melaksanakan akad.

Mahal Aqd (Al-Ma'qud Alaih)

Mahal Aqd (Al-Ma'qud Alaih) adalah objek akad atau benda-benda yang
dijadikan akad yang bentuknya tampak dan membekas. Barang tersebut dapat
berbentuk harta benda, seperti barang dagangan, seperti dalam akad pernikahan;
dab dapat pula berbentuk suatu kemanfaatan.

Dalam Islam, tidak semua barang dapat dijadikan objek akad misalnya
minuman keras. Oleh karena ifu, fuqaha menetapkan empat syarat dalam objek
akad berikut ini.

1. Ma'qud 'alaih (barang) harus ada ketika akad

Berdasarkan syarat ini, barang yang tidak ada ketika akad tidak sah
dijadikan objek akadz seperti jual-beli sesuatu yang masih dalam tanah atau
menjual anak kambing yang masih dalam kandungan induknya. Namun
demikian, antara para ulama tidak terjadi perbedaan pendapat tentang akad
atas barang yang tidak tampak. Ulama Syafi'iyah dan Hanafiyah melarang
13

secara mutlak berbagai urusan atau barang apa saja yang tidak tampak,
kecuali dalam beberapa hal, seperti upah-mengubah, dan menggarap tanah.

Berkenaan dengan syarat ini, ulama Malikiyah hanya menetapkan pada


akad yang sifatnya paling menyerahkan dalam urusan harta, seperti jual beli.
Adapun akad yang bersifat tabarru' seperti hibah dan sedekah, mereka tidak
mempermasalahkannya.

Ulama Hanabilah tidak menggunakan syarat ini, tetapi menganggap cukup


atas larangan-larangan syara' terhadap beberapa akad.

2. Ma'qud 'alaih harus masyru' (sesuai ketentuan syara')

Ulama fiqh sepakat bahwa barang yang dijadikan akad harus sesuai
ketentuan akad. Oleh karena itu, dipandangan tidak sah, akad atas barang
yang diharamkan syara'.

3. Dapat diberikan waktu akad

Disepakati oleh ulama fiqh bahwa barang yang dijadikan akad harus
dapat diserahkan ketika akad. Dengan demikian, ma'qud alaih yang tidak
diserahkab ketika akan seperti jual-beli burungbyang ada diudara, harta yang
sudah diwakafkan.

4. Ma'qud 'alaih harus diketahui oleh kedua pihak yang akad

Ulama fiqh menetapkan bahwa ma'qud 'alaih harus jelas diketahui oleh
kedua pihak yang akad. Larangan As-Sunnah sangat jelas dalam jual-beli
gharar (barang yang samar mengandung penipuan), dan baranga yang tidak
diketahui oleh pihak akad.

5. Ma'qud 'alaih harus suci

Ulama selain Hanafiyah menerangkan bahwa ma'qud 'alaih harus suci,


tidak najis dan mutanajis (terkena najis). Dengan kata lain, ma'qud 'alaih yang
14

dapat dijadikan akad adalah segala sesuatu yang suci, yakni yang dapat
dimanfaat menurut syara'.

E. Syarat-syarat Akad

1.) Syarat terjadinya akad

Syarat terjadinya akad adalah segala sesuatu yang disyaratkan untuk


terjadinya akad secara syara'. Jika tidak memenuhi syarat tersebut, akad
menjadi batal. Syarat ini terbagi atas dua bagian:

a. Umum, yakni syarat-syarat yang harus ada pada setiap akad.

b. Khusus, yakni syarat-syarat yang harus ada pada sebagian akad, dan
tidak diisyaratkan pada bagian lainnya.

2.) Syarat Sah Akad

Syarat Sah Akad adalah segala sesuatu yang disyaratkan syara'


untuj menjamin dampak keabsahan akad. Jika tidak terpenuhi, akad
tersebut rusak.

Ada kekhususan syarat sah akad setiap akad. Ulama Hanafiyah


mensyaratkan terhindarnya seorang dari enam kecacatan dalam jual-beli,
yaitu kebodohan, paksaan, pembatasan waktu, perkiraan, ada unsur
kemadharatan, dan syarat jual-beli rusak.

3. Syarat Pelaksanaan Akad

Dalam pelaksaan akad, ada dua syarat yaitu kepemilikan dan


kekuasaan. Kepemilikan adalah sesuatu yang dimiliki oleh seseorang
sehingga ia bebas beraktivitas dengan apa-apa yang dimilikinya sesuai
aturan syara'.

Dalam menanggapi persoalan ini terdapat perbedaan pendapat ulama,


yaitu :
15

a. Ulama Hanafiyah dan Hanabilah membolehkan akad dengan perbuatan


terhadap barang-barang yang sangat diketahui secara umum oleh
manusia.
b. Madzhab Imam Maliki dan pendapat awal Imam Ahmad
memperbolehkan akad dengan perbuatan jika jelas menunjukkan
kerelaan, baik barang tersebut dikethui secara umumpatau tidak , kecuali
dalam pernikahan.
c. Ulama Syafi’yah, Syi’ah Zhahiriyyah berpendapat bahwa akad dengan
perbuatan tidak dibenarkan karena tidak ada petunjuk yang kuat terhadap
akad tersebut.

Adapun akad dalam pernikahan, para ulama sepakat hanya


diperbolehkan menggunakan ucapan begitu pula dalam talak dan ruju’.
Apabila tidak mampu berbicara, yang lebih utama adalah tulisan
dibandingkan dengan isyarat.

1. Akad dengan Isyarat


Bagi orang yang mampu berbicara, tidak dibenarkan akad dengan
isyarat, elainkan menggunakan lisan atau tulisan. Adapun bagi mereka
yang tidak bisa berbicara, boleh menggunakan isyarat, tetapi jika
tulisannya bagus dianjurkan menggunakan tulisan.
2. Akad dengan Tulisan
Dibolehkan dengan tulisan, baik bagi orang yang mampu berbicara
ataupun tidak, dengan syarat tulisan tersebut harus jelas, tampak, dan
dapat dipahami oleh keduanya. Sebab tulisan sebagaimana dalam
qaidah fiqhiyah : (Tulisan bagaikan perintah).
F. Macam - Macam Akad

Adapun yang termasuk macam-macam akad adalah :

a. 'Aqad Munjiz yaitu akad yang dilaksanakan langsung pada


saat selesainya akad. Pernyataan akad yang diikuti dengan
pelaksanaan akad ialah pernyataan yang tidak disertai dengan
16

syarat - syarat dan tidak pula ditentukan waktu pelaksanaan


setelah adanya akad.
b. 'Aqad Mu'alaq yaitu akad yang dalam pelaksanaannya terdapat
syarat-syarat yang telah ditentukan dalam akad, seperti
penentuan penyerahan barang-barang yang diakadkan setelah
adanya pembayaran.
c. 'Aqad Mudhaf yaitu akad yang dalam pelaksanaannya
terdapat syarat-syarat mengenai penangguhan pelaksanaan
akad, pernyataan yang pelaksanaannya ditangguhkan hingga
waktu yang ditentukan, perkataan tersebut sah dilakukan pada
waktu akad, tetapi belum mempunyai akibat hukum sebelum
tibanya waktu yang telah ditentukan.

Di samping akad munjiz, mu'alaq dan mudhaf, pada dasarnya macam-


macam akad masih banyak jenisnya, tergantung dari sudut tinjauannya.
Perbedaan-perbedaan tinjauan akad dapat diklasifikasikan dari segi :

1. Ada dan tidaknya qismah pada akad, dalam segi ini akad dibagi menjadi
dua bagian :

a. Akad musammah yaitu akad yang telah ditetapkan syara'dan telah ada
hukum-hukumnya, seperti jual-beli, hibah dan ijarah.
b. Akad ghair musammah ialah akad yang belum ditetapkan oleh syara'
dan belum ditetapkan hukum-hukumnya.

2. Disyari'atkan dan tidaknya akad, ditinjau dari segi ini akad dibagi menjadi
dua bagian :

a. Akad musyara'ah ialah akad-akad yang dibenarkan oleh syara' seperti


gadai dan jual-beli.
b. Akad mamnu'ah ialah akad-akad yang dilarang syara' seperti menjual
ikan dalam kolam atau anak binatang masih dalam induknya.

3. Sah dan batalnya akad, ditinjau dari segi ini terbagi menjadi :
17

a. Akad shahihah yaitu suatu akad yang dilarang syarat-syarat yang


ditetapkan, baik syarat yang bersifat umum ataupun khusus.
b. Akad fasidh yaitu akad-akad yang cacat karena tidak memenuhi syarat
yang ditentukan, baik dalam syarat umum ataupun khusus.

4. Sifat bendanya, ditinjau dari sifat ini benda akad dibagi menjadi :

a. Akad 'ainiyah yaitu akad yang disyaratkan dengan penyerahan barang-


barangnya, seperti jual-beli.
b. Akad ghair 'ainiyah yaitu akad yang tidak disertai dengan penyerahan
barangpun akad telah berhasil, seperti akad amanah.

5. Akad ditinjau dari segi cara melakukannya, terbagi :

a. Akad yang harus dilakukan dengan upacara tertentu seperti akad


pernikahan yang harus dihindari oleh kedua saksi, wali maupun petugas
pencatat nikah.

b. Akad ridha'iyah yaitu akad-akad yang dilakukan tanpa upacara tertentu


dan terjadi karena kedua belah pihak saling meridhai.

6. Berlaku dan tidaknya akad, dari segi ini dapat terbagi menjadi dua bagian :

i. Akad nafidzah yaitu akad yang bebas atau terlepas dari penghalang-
penghalang akad.
ii. Akad mauqufah yaitu akad-akad yang bertalian dengan peesetujuan-
persetujuan, seperti akad fudhuli (akad yang berlaku setelah disetujui
oleh pemilik harta).

7. Luzum dan dapat dibatalkannya dari segi ini akad dapat dibagi menjadi
empat:

a. Akad lazim yang menjadi hak kedua belah pihak yang tidak dapat
dipindahkan seperti akad kawin, manfaat perkawinan tidak dapat
dipindahkan kepada orang lain seperti bersetubuh. Tetapi akad nikah
18

dapat diakhiri dengan cara yang dibenarkan syara' seperti thalak dan
khulu'.
b. Akad lazim yang menjadi hak kedua belah pihak dan dapat dipindahkan
dan dirusakkan, seperti peesetujuan jual-beli dan akad-akad lainnya.
c. Akad lazim yang menjadi salah satu pihak seperti rahn, orang yang
menggadaikan sesuatu benda punya kebebasan kapan saja dia dapat
melepaskan rahn atau menebus kembail barangnya.
d. Akad lazim yang menjadi hak kedua belah pihak tanpa menunggu
persetujuan salah satu pihak, seperti titipan boleh diminta oleh orang
yang menitipkan tanpa menunggu persetujuan dari orang yang
menerima titipan atau orang yang menerima titipan boleh
mengembalikan barang yang dititipkan tanpa menunggu persetujuan
dari yang menitipkan.

8. Tukar-menukar hak, dari segi ini akad dibagi menjadi tiga bagian :

a. Akad mi'awadhah yaitu yang berlaku atas dasar timbal balik seperti
jual-beli.
b. Akad tabarru'at yaitu akad-akad yang berlaku atas dasar pemberian dan
pertolongan, seperti hibah.
c. Akad yang tabarru'at pada awalnya dan menjadi akad mu'awadhah pada
akhirnya seperti qiradh dan kafalah.

9. Harus dibayar ganti dan tidaknya, dari segi ini akad dibagi menjadi tiga
bagian :

a. Akad dhaman yaitu akad yang menjadi tanggung jawab pihak kedua
sesudah benda-benda itu ditetima seperti qiradh.
b. Akad amanah yang tanggung jawab kerusakan oleh pemilik benda,
bukan oleh pihak yang memegang barang, seperti titipan (ida').
c. Akad yang dipengaruhi oleh beberapa unsur, salah satu segi
merupakan dhaman, dari segi yang lain merupakan amanah, seperti
rahn (gadai).
19

10. Tujuan akad yaitu dari segi tujuannya akad dapat dibagi menjadi lima
golongan:

a. Bertujuan memilik (tamlik), seperti jual-beli.


b. Bertujuan untuk mengadakan usaha bersama (perkongsian) seperti
syairkah dan mudharabah.
c. Bertujuan memperkokoh kepercayaan (tautsiq) saja, seperti rahn
dan kafalah.
d. Bertujuan menyerahkan kekuasaan, seperti wakalah dan washiyah.

11. Temporer (faur) dan berkesinambungan (istimrar), dari segi akad ini
dibagi manjadi dua bagian :

a. Akad fauriyah yautu akad-akad yang dalam pelaksanaannya tidak


memerlukan waktu yang lama, pelaksanaan akad hanya sebentar saja
(kontemporer), seperti jual-beli.
b. Akad istimrar disebut juga akad zamaniyah, yaitu hukum akad terus
berjalan seperti 'ariyah.

12. Ashliyah dan thabi'iyah, dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian :

a. Akad ashliyah yaitu akad yang berdiri sendiri tanpa memerlukan


adanya sesuatu dari yang lain, seperti jual-beli.

b. Akad thabi'iyah yaitu akad yang membutuhkan adanya yang lain,


seperti adanya rahn tidak dilakukan bila tidak ada hutang.6

G. Akad Dan Konsekuensi Hukum

Dalam pembahasan sebelumnya telah dijelaskan mengenai rukun-rukun


akad, dimana rukun-rukun akad tersebut harus memenuhi sejumlah persyaratan.
Secara garis besar persyaratan rukun akad dapat dikelompokkan menjasi empat
macam:

6
Qomarul Huda, 2011, Fiqh Muamalah, (Depok: TERAS), ....., 33
20

1. Syarat in`iqad yaitu persyaratan yang berkenaan dengan berlansung dan


tidak berlansungnya akad. Persyaratan itu mutlak harus dipenuhi bagi
keberadaan akad. Karena itu jika persyaratan ini tidak terpenuhi mka
akibatnya akad menjadi batal (gagal).
2. Syarat shihah (sah) adalah syarat yang di tetapkan oleh syara` yang
berkenaan dengan ada atau tidaknya akibat hukum. Apabila syarat ini
tidak terpenuhi maka akadnya menjadi rusak (fasad).
3. Syarad nafadh adalah persyaratan yang di tetapkan oleh syara` berkenaan
dengan berlaku dan tidak berlakunya sebuah akad. Jika persyaratan ini
tidak terpenuhi akadnya menjadi mauquf (ditangguhkan). Syarat nafadh
ada dua: pertama,milik atau wilaya, artinya orang-orang yang melakukan
akad dengan benar-bebar sebagai pemilik barang atau dia mempunyai
otoritas atas obyek akad. Kedua , obyek akad harus terbebas dari hak-hak
pihak ketiga.
4. Syarat luzum yaitu persyaratan yang ditetapkan oleh syara` berkenaan
dengan kepastian sebuah akad, karena akad sendiri adalah sebuah ilzam
(kepastian). Jika sebuah akad belum dapat dipastikan berlakunya seperti
masih ada unsur-unsur tertentu yang menimbulkan hak kyiyar, maka akad
seperti ini dalam kondisi ghair luzum (tidak pasti), sebab masing-masing
pihak masih mempunyai hak untuk tetap melangsungkan atau
membatalkan akadnya.

H. Pengertian Khiyar

Khiyar adalah hak yang dimiliki oleh dua pihak yang berakad ('aqidain)
untuk memilih antara meneruskan akad, atau membatalkannya dalam khiyar
syarat dan khiyar 'aib, atau hak memilih salah satu dari sejumlah benda dalam
khiyar ta'yin. Menurut Wahbah az-Zulaihi ada tuhuh belas macam khiyar,
namun di dalam kitabnya hanya menyebutkan enam macam khiyar yang
populer, sebagaimana yang dijelaskan berikut ini:
21

1. Khiyar Majlis
Khiyar Majlis adalah setiap 'aqidain mempunyai hak untuk
memilih antara meneruskan akad atau mengurungkannya sepanjang
keduanya belum berpisah. Khiyar majlis ini tidak berlaku pada setiap
akad, melainkan hanya berlaku pada akad al-mu'awadhah al-maliyah,
seperti akad jual-beli dan ijarah.
2. Khiyar Ta'yin
Khiyar ta'yin adalah hak yang dimiliki oleh pembeli untuk
memastikan pilihan atas sejumlah benda sejwnis atau setara sifat atau
harganya.
3. Khiyar Syarat
Khiyar syarat adalah hak 'aqidain untuk melangsungkan atau
membatalkan akad selama batas waktu tertentu yang dipersyaratkan ketika
akad berlangsung.
4. Khiyar 'Aib (karena adanya cacat)
Khiyar 'aib adalah hal yang dimiliki oleh salah seorang dari 'aqidain
untuk membatalkan atau tetap melangsungkan akad ketika dia menemukan
cacat pada obyek akad yang mana pihak lain tidak memberitahukannya
pada saat akad.
5. Khiyar Ru'yah (melihat)
Khiyar ru'yah adalah hak pembeli untuk membatalkan atau tetap
melangsungkan akad ketika dia melihat obyek akad dengan syarat dia
belum pernah melihatnya ketika berlangsung akad atau sebelumnya dia
pernah melihatnya dalam batas waktu yang memungkinkan telah terjadi
perubahan atasnya.
6. Khiyar Naqd (pembayaran)

Khiyar naqd tersebut terjadi apabila dua pihak melakukan jual beli
dengan ketentuan jika pihak pembeli tidak melunasi pembayaran, atau
pihak penjual tidak menyerahkan barang dalam batas waktu tertentu. Maka
22

pihak yang dirugikan mempunyai hak untuk membatalkan atau tetap


melangsungkan akad.

I. Berakhirnya Akad
Akad dengan pembatalan, meninggal dunia, atau tanpa adanya izin dalam
akad mauqud (ditangguhkan).
Akad Habis dengan Pembatalan
Akad dengan pembatalan, terkadang dihilangkan dari asalnya,
seperti pada masa khiyar, terkadang dikaitkan pada masa yang akan
datang, seperti pembatalan dalam sewa-menyewa dan pinjam-meminjam
yang telah disepakati selama 5 bulan, tetapi sebelum sampai lima bulan,
telah dibatalkan.
Pada akad ghair lazim, yang kedua pihak dapat membatalkan akad,
pembatalan ini sangat jelas, seperti pada penitipan barang, perwakilan dan
lain-lain, atau yang ghair lazim pada satu pihak dan lazim pada pihak
lainnya, sedperti gadai. Orang yang menerima gadai dibolehkan
membatalkan akad walaupun tanpa sepengetahuan orang yang
menggadaikan barang.
Adapun pembatalan pada akad lazim, terdapat dalam beberapa hal
berikut:
a. ketika akad rusak,
b. adanya khiyar,
c. pembatalan akad,
d. tidak mungkin melaksanakan akad,
e. masa akad berakhir.
23

BAB III
Penutup

Akad adalah bagian dari macam-macam tasharruf (perpindahan), yang


dimaksud dengan tasharruf ialah ”segala yang keluar dari seorang manusia dengan
kehendaknya dan syara’ menetapkan beberapa haknya”. Bahwa akad secara
bahasa berarti sambungan, janji, dan mengikat. Rukun-rukun dalam melakukan
akad yaitu dengan adanya akid orang yang berakat, Ma’qud Alaih (suatu yang
diakadkan), dan adanya ijab qobul. Akad juga memiliki rukun-rukun yaitu syarat
terjadinya akad, syarat sah akad dan syarat pelaksanaan akad.

Thasharruf lebih umum cakupannya dibandingkkan akad. Akad merupakan


bagian dari thasharruf yang bersifat ucapan (Thasharruf Qauli), sedangkan
thasharruf masuk di dalamnya berbagai macam bentuk perjanjian, komitmen,
mengembalikan barang yang dijual dengan khiyar syarat, khiyar ‘Aib maupun
khiyar Majlis (akan dibahas dalam tema tersendiri dalam kaitannya dengan jual-
beli). Dengan kata lain, semua akad dapat dinamakan thasharruf, namun tidak
semua thasharrf dinamakan akad.

Sedangkan iltizam adalah; sebuah thasharruf (perbuatan) yang mengandung


keinginan untuk melahirkan satu hak atau mengakhiri satu hak atau
menggugukannya baik datang dari satu pihak seperti thalak atau datang dari kedua
belah pihak seperti akad jual beli dan sewa menyewa. Jadi kesimpulannya
perbedaan antara iltizam (perikatan) dengan akad (perjanjian) hanya terletak pada
akibat yang ditibulkan kalau iltizam pihak terkait sudah terkena akibat hukum dan
akad belum.

Pembentukan Akad

a. Rukun Akad
b. Unsur – Unsur Akad
24

Syarat terjadinya akad adalah segala sesuatu yang disyaratkan untuk


terjadinya akad secara syara'. Jika tidak memenuhi dyarat tersebut, akad menjadi
batal. Syarat ini terbagi atas dua bagian:

a. Umum, yakni syarat-syarat yang harus ada pada setiap akad.

b. Khusus, yakni syarat-syarat yang harus ada pada sebagian akad, dan tidak
diisyaratkan pada bagian lainnya.

Tahap akad diantaranya yaitu Al-’ahdu (perjanjian) dan persetujuan. Di


dalam akad juga memiliki unsur yaitu pertalian ijab dan qabul, dibenarkan syara’,
dan mempunyai akibat hukum. Akad merupakan pertalian antara ijab dan qabul
yang dibenarkan oleh syara’ yang menimbulkan akibat hukum terhadap obyeknya.
Secara garis besar, akad itu ada kalanya shahih dan ada kalanya tidak shahih.
Macam – macam Akad :
1.) Akad munjiz
2.) Akad mu'alaq dan
3.) Akad mudhaf

Di samping akad munjiz, mu'alaq dan mudhaf, pada dasarnya macam-macam


akad masih banyak jenisnya, tergantung dari sudut tinjauannya.

Khiyar adalah hak yang dimiliki oleh dua pihak yang berakad ('aqidain) untuk
memilih antara meneruskan akad, atau membatalkannya dalam khiyar syarat dan
khiyar 'aib, atau hak memilih salah satu dari sejumlah benda dalam khiyar ta'yin.

Berakhirnya akad :
a. ketika akad rusak,
b. adanya khiyar,
c. pembatalan akad,
d. tidak mungkin melaksanakan akad,
e. masa akad berakhir.
25

Daftar Pustaka
Ghufron A. Mas’Adi, 2002, Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada
Rachmat Syafe’i, 2001, Fiqh Muamalah, Bandung: CV PUSTAKA SETIA
Qomarul Huda, 2011, Fiqh Muamalah, Depok: TERAS
http://kseifeunj.blogspot.com/2011/04/akad.html?m=1 Pukul 13.33 WIB, tanggal
10 mei 2018
http://www.koranku45.com/2017/10/perbedaan-iltizam-perikatan-dan-
akad.html?m=1 Pukul 13.51 WIB, tanggal 10 mei 2018

Anda mungkin juga menyukai