BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah satu-satunya agama yang tidak hanya mengatur hubungan antara
manusia dengan Tuhan saja (ibadah) melainkan juga mengatur hubungan antar manusia
dengan manusia (muamalah). Hal ini dibuktikan dalam kitab suci Islam yakni al-Qur’an
yang di dalamnya memuat berbagai macam aspek ilmu baik ilmu dunia maupun akhirat
dan aturan-aturan tertentu untuk tujuan kemaslahatan manusia. Selain itu, terdapat pula
hadits yang berfungsi untuk menjelaskan kandungan al-Qur’an dan memuat hukum yang
tidak ada dalam al-Qur’an.
Salah satu bagian dari ilmu fiqh yang mengatur hubungan manusia dengan
manusia serta urusan keduniawian adalah fiqh muamalah. Sebagai makhluk social,
manusia pasti memerlukan manusia lain, oleh karena itu islam memperhatikan hal
tersebut dan menganggapnya sebagai sesuatu yang urgen dan vital. Salah satu contoh
yaitu tidak semua orang memiliki barang yang ia butuhkan, sedangkan orang lain
memiliki barang tersebut, dengan adanya kesepakatan antara kedua belah pihak, maka
akan terjadi suatu transaksi. Kesepakatan tersebut timbul apabila kedua belah pihak telah
terikat satu sama lain dalam suatu ijab dan qabul. Inilah yang disebut dengan akad dalam
islam. Akad tersebut digunakan dalam melakukan suatu transaksi maupun kerjasama
dengan orang lain. Dari paparan di atas, penulis tertarik untuk menyusun sebuah yang
membicarakan tentang konsep akad dalam akad dari segi fungsinya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akad
Dalam Al-Qur’an, ada dua istilah yang berkaitan dengan perjanjian, yakni
al-‘aqdu dan al-‘ahdu. Kata al-‘aqdu terdapat dalam QS. al-Maidah (5): 1.
َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوْا َأْو ُفوْا ِباْلُع ُقوِد ُأِح َّلْت َلُك م َبِهيَم ُة اَألْنَع اِم ِإَّال َم ا ُيْتَلى َع َلْيُك ْم َغْيَر ُمِح ِّلي الَّصْيِد
)1 : (المائدة.َو َأنُتْم ُحُر ٌم ِإَّن َهّللا َيْح ُك ُم َم ا ُيِر يُد
“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah akad-akad. Hewan ternak
dihalalkan bagimu, kecuali yang akan disebutkan kepadamu, dengan tidak
menghalalkan berburu ketika kamu sedang berihram (haji atau umrah).
Sesungguhnya Allah Menetapkan hukum sesuai dengan yang Dia Kehendaki.”
Secara etimologi, akad (al-‘aqdu) berarti perikatan, perjanjian, dan
pemufakatan (al-ittifaq).1 Dikatakan ikatan karena memiliki maksud menghimpun
atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan salah satunya pada yang
lainnya hingga keduanya bersambung dan menjadi seutas tali yang satu. 2
Sedangkan menurut Wahbah Az-zuhaily, yaitu3
الربط بين أطراف الشيء سواء أكان ربًطا حسيًيا أم معنوًيا من جانٍب أو من جانبين
“Ikatan antara dua perkara, baik ikatan secara nyata maupun ikatan
secara maknawi, dari satu segi maupun dari dua segi.”
Sedangkan al-‘ahdu secara etimologis berarti masa, pesan,
penyempurnaan, dan janji atau perjanjian.4 Kata al-‘ahdu terdapat dalam QS. Ali
Imran (3): 76.
)٧٦ : (آل عمران. َبَلى َم ْن َأْو َفى ِبَع ْهِدِه َو اَّتَقى َفِإَّن َهّللا ُيِح ُّب اْلُم َّتِقيَن
“Sebenarnya barangsiapa menepati janji dan bertakwa, maka sungguh,
Allah Mencintai orang-orang yang bertakwa.”
1
Faturrahman Djamil, “Hukum Perjanjian Syariah”, dalam Kompilasi Hukum Perikatan oleh Mariam
Darus Badrulzaman, et al., cet. 1, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), 247
2
Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, cet. 1, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), 75
3
Wahbah Az-zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuh, juz. IV, (Damsyik: Dar Al-Fikr, 1989), 80
4
Faturrahman Djamil, 247
3
8
Gemala Dewi, et al., Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), 146-147
5
Akan tetapi, jumhur ulama’ fiqh menyatakan bahwa akad yang batil dan
akad yang fasid mengandung esensi yang sama, yaitu tidak sah dan akad
itu tidak mengakibatkan akibat hukum apapun.
2. Ditinjau dari segi penamaannya, para ulama fiqih membagi akad menjadi dua
macam, yaitu:10
9
Burhanuddin S., Hukum Kontrak Syariah, (Yogyakarta: BPFE, 2009), 15
10
Gemala Dewi, et al., 148
6
BAB III
KESIMPULAN
A. Pengertian
14
Teuku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, 111
8
DAFTAR PUSTAKA
10