Anda di halaman 1dari 9

“HUKUM-HUKUM UMUM DALAM AKAD”

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Fiqih Ekonomi

Dosen Pengampu : Suaib Lubis, MA.

Disusun Oleh :

Kelompok 4

BIMO SETIAWAN

RAFIKA WINATA NENGSIH

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARI’AH (3A)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

JAM’IYAH MAHMUDIYYAH

TANJUNG PURA

LANGKAT

2022
A. PENDAHULUAN

Akad atau perjanjian dalam kehidupan masyarkat menduduki


posisi yang sangat penting. Akad merupakan salah satu dasar dari sekian
banyak aktivitas keseharian manusia. Melalui akad berbagai kegiatan
bisnis dan usaha manusia dapat dijalankan. Akad memfasilitasi setiap
orang dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingannya. Karena akad
itulah yang membatasi hubungan antara kedua belah pihak yang terlibat
dalam usaha tersebut dan akan mengikat hubungan itu dimasa sekarang
maupun masa yang akan datang. Warisan ilmu fikih memuat berbagai
rincian dan penetapan dasar perjanjian usaha tersebut sehingga dapat
merealisasikan tujuannya, memenuhi kebutuhan umat pada saat yang
sama, serta melahirkan beberapa kaidah dan pandangan bagi umat islam
untuk digunakan memenuhi kebutuhan modern saat ini.
Semakin jelas rincian dan kecermatan dalam membuat akad, maka
semakin kecil pula adanya konflik dan pertentangan antara kedua belah
pihak di masa yang akan datang. Akad menurut Ahmad Azhar Basyir
adalah suatu perikatan antara ijab dan kabul dengan cara yang dibenarkan
oleh syara’ yang menetapkan adanya akibat-akibat hukum pada obyeknya.
Aktivitas ekonomi terus mengalami perkembangan dalam
kehidupan masyarakat, sehingga dalam perkembangan tersebut perlu
adanya perhatian khusus supaya tidak ada pihak-pihak yang merasa
dirugikan serta menimbulkan ketidak adilan bahkan tekanan-tekanan dari
pihak tertentu.
Hubungan antara manusia dengan manusia lain dalam memenuhi
kebutuhan, harus terdapat atauran yang menjelaskan tentang suatu hak dan
kewajiban diantara keduanya berdasarkan kesepakatan. Kesepakatan
tersebut dalam rangka memenuhi hak dan kewajiban yang disebut dengan
proses untuk berakad.
Akad yang digunakan untuk bertransaksi sangat beragam,
diantaranya sesuai dengan spesifikasi kepentingan dan karakteristik, serta
tujuan antar pihak. Akad atau perjanjian tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia, hal tersebut bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
manusia, karenanya dapat dibenarkan bila dikatakan bahwa akad
merupakan sarana sosial umat manusia untuk mendukung kehidupannya
sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan dan
jasa orang lain.

2
B. PEMBAHASAN

1. Pengertian Akad
Pengertian akad berasal dari bahasa Arab, al-‘aqd yang berarti
perikatan, perjanjian, persetujuan dan pemufakatan. Kata ini juga bisa
di artikan tali yang mengikat karena akan adanya ikatan antara orang
yang berakad. Dalam kitab fiqih sunnah, kata akad di artikan dengan
hubungan dan kesepakatan
Secara istilah fiqih, akad di definisikan dengan “pertalian ijab
(pernyataan penerimaan ikatan) daa kabul (pernyataan penerimaan
ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh kepada
objek perikatan.
Pencantuman kata-kata yang “sesuai dengan kehendak syariat”
maksudnya bahwa seluruh perikatan yang di lakukan oleh dua pihak
atau lebih tidak di anggap sah apabila tidak sejalan dengan kehendak
syara‟. Misalnya, kesepakatan untuk melakukan transaksi riba, menipu
orang lain, atau merampok kekayaan orang lain. Adapun pencantuman
kata-kata “berpengaruh kepada objek perikatan” maksudnya adalah
terjadinya perpindahan pemilikan dari satu pihak (yang melakukan
ijab) kepada pihak lain (yang menyatakan qabul).1
Hasbi Ash-Shiddieqy mengutip definisi yang di kemukakan oleh
Al-Sanhury, akad ialah “perikatan ijab qabul yang di benarkan syara‟
yang menetapkan kerelaan kedua belah pihak”. Adapula yang
mendefinisikan , akad ialah “ikatan, pengokohan dan penegasan dari
satu pihak atau kedua belah pihak”.2
Berdasarkan pengertian tersebut dapat di simpulkan bahwa akad
adalah “pertalian ijab (ungkapan tawaran di satu pihak yang
mengadakan kontrak) dengan qabul (ungkapan penerimaan oleh pihak
pihak lain) yang memberikan pengaruh pada suatu kontrak.

1
Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamalat, (Jakarta : Kencana, 2010), h. 51.
2
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalat, (Jakarta : Amzah, 2010), h.15.

3
Dasar hukum di lakukannya akad dalam AlQur‟an adalah surah
Al-Maidah ayat 1 sebagai berikut :
‫ر ُم ِحلِّى‬Cَ C‫ا يُ ْت ٰلى َعلَ ْي ُك ْم َغ ْي‬CC‫ام اِاَّل َم‬C ْ Cِ‫وْ ا ب‬CCُ‫وا اَوْ ف‬Cْٓ Cُ‫ا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمن‬CCَ‫ٰيٓاَيُّه‬
ْ َّ‫ال ُعقُوْ ۗ ِد اُ ِحل‬C
ِ C‫ ةُ ااْل َ ْن َع‬C‫ت لَ ُك ْم بَ ِه ْي َم‬
‫هّٰللا‬
‫ص ْي ِد َواَ ْنتُ ْم حُ ُر ۗ ٌم ِا َّن َ يَحْ ُك ُم َما ي ُِر ْي ُد‬
َّ ‫ال‬
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.
Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan
kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu
ketika kamu sedang mengerjakan haji.Sesungguhnya Allah
menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya”. (Q.S Al-
Maidah : 1)3

2. Pembagian Akad
Pembagian akad dibedakan menjadi beberapa bagian berdasarkan
sudut pandang yang berbeda, yaitu:
1) Berdasarkan ketentuan syara’
a. Akad shahih adalah : akad yang memenuhi unsur dan syarat yang
ditetapkan oleh syara’. Dalam istilah ulama Hanafiyah, akad
shahih adalah akad yang memenuhi ketentuan syara’ pada
asalnya dan sifatnya.
b. Akad tidak shahih adalah : akad yang tidak memenuhi unsur dan
syarat yang ditetapkan oleh syara’. Dengan demikian, akad ini
tidak berdampak hukum atau tidak sah. Jumhur ulama selain
Hanafiyah menetapkan akad bathil dan fasid termasuk kedalam
jenis akad tidak shahih, sedangkan ulama Hanafiyah
membedakan antara fasid dengan batal.
Menurut ulama Hanafiyah, akad batal adalah akad yang tidak
memenuhi memenuhi rukun atau tidak ada barang yang
diakadkan seperti akad yang dilakukan oleh salah seorang yang
bukan golongan ahli akad. Misalnya orang gila, dan lain-lain.
Adapun akad fasid adalah akad yang yang memenuhi persyaratan
dan rukun, tetapi dilarang syara’ seperti menjual barang yang
tidak diketahui sehingga dapat menimbulkan percekcokan.
2) Berdasarkan ada dan tidak adanya qismah:
a. akad musamah, yaitu akad yang telah ditetapkan syara’ dan telah
ada hukum-hukumnya, seperti jual beli, hibah, dan ijarah.
b. Ghair musamah yaitu akad yang belum ditetapkan oleh syara’
dan belum ditetapkan hukumnya.4

3
Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Semarang : PT Karya Toha Putra, 2002),
h.141.
4
https://an-nur.ac.id/jenis-jenis-akad/ (diakses 25 oktober 2022, pukul 23:11)

4
3) Berdasarkan zat benda yang diakadkan :
a. benda yang berwujud
b. benda tidak berwujud.
4) Berdasarkan adanya unsur lain didalamnya :
a. Akad munjiz yaitu akad yang dilaksanakan langsung pada waktu
selesainya akad. Pernyataan akad yang diikuti dengan pelaksaan
akad adalah pernyataan yang disertai dengan syarat-syarat dan
tidak pula ditentukan waktu pelaksanaan adanya akad.
b. Akad mu’alaq adalah akad yand didalam pelaksaannya terdapat
syarat-syarat yang telah ditentukan dalam akad, misalnya
penentuan penyerahan barang-barang yang diakadkan setelah
adanya pembayaran.
5) Berdasarkan disyariatkan atau tidaknya akad :
a. Akad musyara’ah ialah akad-akad yang debenarkan syara’
seperti gadai dan jual beli.
b. Akad mamnu’ah ialah akad-akad yang dilarang syara’ seperti
menjual anak kambing dalam perut ibunya.
6) Berdasarkan sifat benda yang menjadi objek dalam akad :
a. akad ainniyah ialah akad yang disyaratkan dengan penyerahan
barang seperti jual beli.
b. Akad ghair ‘ainiyah ialah akad yang tidak disertai dengan
penyerahan barang-barangg karena tanpa penyerahan barangpun
akad sudah sah.
7) Berdasarkan cara melakukannya:
a. akad yang harus dilaksanakan dengan upacara tertentu seperti
akad pernikahan dihadiri oleh dua saksi, wali, dan petugas
pencatat nikah.
b. Akad ridhaiyah ialah akad yang dilakukan tanpa upacara tertentu
dan terjadi karena keridhaan dua belah pihak seperti akad-akad
pada umumnya.
8) Berdasarkan berlaku atau tidaknya akad :
a. akad nafidzah, yaitu akad yang bebas atau terlepas dari
penghalang-penghalang akad
b. akad mauqufah, yaitu akad –akad yang bertalian dengan
persetujuan-persetujuan seperti akad fudluli (akad yang berlaku
setelah disetujui pemilik harta)5

5
https://an-nur.ac.id/jenis-jenis-akad/ (diakses 25 oktober 2022, pukul 23:11)

5
9) Berdasarkan luzum dan dapat dibatalkan :
a. Akad lazim yang menjadi hak kedua belah pihak yang tidak
dapat dipindahkan seperti akad nikah. Manfaat perkawinan,
seperti bersetubuh, tidak bisa dipindahkan kepada orang lain.
Akan tetapi, akad nikah bisa diakhiri dengan dengan cara yang
dibenarkan syara’
b. Akad lazim yang menjadi hak kedua belah pihak, dapat
dipindahkan dan dapat dirusakkan seperti akad jual beli dan lain-
lain.
c. Akad lazimah yang menjadii hak kedua belah pihak tanpa
menunggu persetujuan salah satu pihak. Seperti titipan boleh
diambil orang yang menitip dari orang yang dititipi tanpa
menungguu persetujuan darinya. Begitupun sebalikanya, orang
yang dititipi boleh mengembalikan barang titipan pada orang
yang menitipi tanpa harus menunggu persetujuan darinya.
10) Berdasarkan tukar menukar hak :
a. Akad mu’awadhah, yaitu akad yang berlaku atas dasar timbal
balik seperti akad jual beli
b. Akad tabarru’at, yaitu akad-akad yang berlaku atas dasar
pemberian dan pertolongan seperti akad hibah.
c. Akad yang tabaru’at pada awalnya namun menjadi akad
mu’awadhah pada akhirnya seperti akad qarad dan kafalah.
11) Berdasarkan harus diganti dan tidaknya :
a. akad dhaman, yaitu akad yang menjadi tanggung jawab pihak
kedua setelah benda-benda akad diterima seperti qarad.
b. Akad amanah, yaitu tanggung jawab kerusakan oleh pemilik
benda bukan, bukan oleh yang memegang benda, seperti titipan.
c. Akad yang dipengaruhi oleh beberapa unsur, salah satu seginya
adalah dhaman dan segi yang lain merupakan amanah, seperti
rahn.
12) Berdasarkan tujuan akad :
a. tamlik: seperti jual beli
b. mengadakan usaha bersama seperti syirkah dan mudharabah
c. tautsiq (memperkokoh kepercayaan) seperti rahn dan kafalah
d. menyerahkan kekuasaan seperti wakalah dan washiyah
e. mengadakan pemeliharaan seperti ida’ atau titipan6

6
https://an-nur.ac.id/jenis-jenis-akad/ (diakses 25 oktober 2022, pukul 23:11)

6
13) Berdasarkan faur dan istimrar :
a. akad fauriyah, yaitu akad-akad yang tidak memerlukan waktu
yang lama, pelaksaaan akad hanya sebentar saja seperti jual beli.
b. Akad istimrar atau zamaniyah, yaitu hukum akad terus berjalan,
seperti I’arah.
14) Berdasarkan asliyah dan tabi’iyah :
a. akad asliyah yaitu akad yang berdiri sendiri tanpa memerlukan
adanya sesuatu yang lain seperti jual beli dan I’arah.
b. Akad tahi’iyah, yaitu akad yang membutuhkan adanya yang lain,
seperti akad rahn tidak akan dilakukan tanpa adanya hutang.7
3. Rukun Akad
Rukun-rukun akad adalah sebagai berikut :
1) ‘Aqid
Aqid adalah orang yang berakad (subjek akad).Terkadang masing-
masing pihak terdiri dari salah satu orang, terkadang terdiri dari
beberapa orang. Misalnya, penjual dan pembeli beras di pasar
biasanya masingmasing pihak satu orang berbeda dengan ahli
waris sepakat untuk memberikan sesuatu kepada pihak yang lain
yang terdiri dari beberapa orang.
2) Ma‟qud ‘Alaih
Ma‟qud ‘alaih adalah benda-benda yang akan di akadkan (objek
akad), seperti benda-benda yang di jual dalam akad jual beli, dalam
akad hibah atau pemberian, gadai, dan utang.
3) Maudhu ‘al-‘Aqid
Maudhu ‘al-‘Aqid adalah tujuan atau maksud mengadakan
akad.Berbeda akad maka berbedalah tujuan pokok akad.Dalam
akad jual beli misalnya, tujuan pokoknya yaitu memindahkan
barang dari penjual kepada pembeli dengan di beri ganti.
4) Shighat al-‘Aqid
Sighat al-‘Aqid yaitu ijab qabul. Ijab adalah ungkapan yang
pertama kali di lontarkan oleh salah satu dari pihak yang akan
melakukan akad, sedangkan qabul adalah pernyataan pihak kedua
untuk menerimanya. Pengertian ijab qabul dalam pengalaman
dewasa ini ialah bertukarnya sesuatu dengan yang lain sehingga
penjual dan pembeli dalam membeli sesuatu terkadang tidak
berhadapan atau ungkapan yang menunjukkan kesepakatan dua
pihak yang melakukan akad, misalnya yang berlangganan majalah,
pembeli mengirim uang melalui pos wesel dan pembeli menerima
majalah tersebut dari kantor pos.8

7
https://an-nur.ac.id/jenis-jenis-akad/ (diakses 25 oktober 2022, pukul 23:11)
8
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogayakarta : Pustaka Kencana,
2010), h. 51

7
4. Macam-Macam Akad
a. Akad munjiz yaitu akad yang dilaksanakan langsung pada saat
selesainya akad.
b. Akad Mu’alaq yaitu akad yang dalam pelaksanaannya terdapat
syarat yang telah ditentukan dalam akad
c. Akad Mudhaf yaitu akad yang dalam pelaksanaannya terdapat
syarat-syarat mengenai penangguhan pelaksanaan akad, pernyataan
yang pelaksanaannya ditangguhkan hingga waktu yang ditentukan,
perkataan tersebut sah dilakukan pada waktu akad.

5. Penyebab Batalnya Akad


Akad berakhir di sebabkan oleh beberapa hal, di antaranya sebagai
berikut :9
a. Berakhirnya masa berlaku akad tersebut, apabila akad tersebut tidak
mempunyai tenggang waktu.
b.Di batalkan oleh pihak-pihak yang berakad, apabila akad tersbeut
sifatnya tidak mengikat.
c. Dalam akad sifatnya mengikat, suatu akad dapat dianggap berakhir
jika :
1) Jual beli yang di lakukan fasad, seperti terdapat unsur-unsur
tipuan salah satu rukun atau syaratnya tidak terpenuhi,
2) Berlakunya khiyar syarat, aib, atau rukyat,
3) Akad tersebut tidak di lakukan oleh salah satu pihak secara
sempurna,
4) Salah satu pihak yang melakukan akad meninggal dunia.

9
Abdul Rahman Ghazaly, Op.,Cit, h. 58-59.

8
C. PENUTUP

Pengertian akad berasal dari bahasa Arab, al-‘aqd yang berarti


perikatan, perjanjian, persetujuan dan pemufakatan. Kata ini juga bisa
di artikan tali yang mengikat karena akan adanya ikatan antara orang
yang berakad. Dalam kitab fiqih sunnah, kata akad di artikan dengan
hubungan dan kesepakatan
Pembagian akad terbagi beberapa macam yaitu : Berdasarkan
Ketentuan Syara’, Berdasarkan ada dan tidak adanya qismah,
Berdasarkan zat benda yang diakadkan, Berdasarkan adanya unsur lain
didalamnya, Berdasarkan disyariatkan atau tidaknya akad, Berdasarkan
sifat benda yang menjadi objek dalam akad, Berdasarkan cara
melakukannya, Berdasarkan berlaku atau tidaknya akad, Berdasarkan
luzum dan dapat dibatalkan, Berdasarkan tukar menukar hak,
Berdasarkan harus diganti dan tidaknya, Berdasarkan tujuan akad,
Berdasarkan faur dan istimrar, Berdasarkan asliyah dan tabi’iyah
Rukun akad adalah sebagai berikut : ‘Aqid, Ma’qud ‘Alaih,
Maudhu Al-‘Aqid, Shighat Al-‘Aqid
Macam-Macam Akad : Akad Munjiz, Akad Mu’alaq, Akad
Mudhaf
Penyebab batalnya akad : Berakhirnya masa berlaku akad tersebut,
apabila akad tersebut tidak mempunyai tenggang waktu, Di batalkan
oleh pihak-pihak yang berakad, apabila akad tersbeut sifatnya tidak
mengikat, Dalam akad sifatnya mengikat, suatu akad dapat dianggap
berakhir

DAFTAR PUSTAKA

Ghazaly, Abdul Rahman. 2010. Fiqh Muamalat. Jakarta : Kencana

Azzam, Abdul Aziz Muhammad. 2010. Fiqh Muamalat. Jakarta : Amzah.

Depag RI. 2002. Al-Qur‟an dan Terjemahnya. Semarang : PT Karya Toha Putra.

Djuwaini, Dimyauddin. 2010. Pengantar Fiqh Muamalah. Yogayakarta : Pustaka

Kencana.

Anda mungkin juga menyukai