Anda di halaman 1dari 14

AKAD DALAM ISLAM

MAKALAH

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Ekonomi Islam

Dosen Pengampu:

Andi Bisyriani, S. H., M. E

Disusun Oleh:

REZA SYARIPUDDIN

PUTRI HASMA

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
DARUD DA’WAH WAL IRSYAD
(STAI DDI) PINRANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya. Atas berkat rahmat dan hidayah-Nya serta berbagai
upaya tugas makalah ini yang berjudul “Akad dalam Islam” ini dapat diselesaikan
dengan baik dan tepat waktu.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Ekonomi
Islam. Ucapan terima kasih juga kami ucapkan kepada semua pihak yang telah
membantu penulisan makalah ini.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bagi kami sebagai penyusun merasa
bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Pinrang, 23 Maret 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Akad atau perjanjian dalam kehidupan masyarkat menduduki posisi yang


sangat penting. Akad merupakan salah satu dasar dari sekian banyak aktivitas
keseharian manusia. Melalui akad berbagai kegiatan bisnis dan usaha manusia
dapat dijalankan. Akad memfasilitasi setiap orang dalam memenuhi kebutuhan
dan kepentingannya. Karena akad itulah yang membatasi hubungan antara kedua
belah pihak yang terlibat dalam usaha tersebut dan akan mengikat hubungan itu
dimasa sekarang maupun masa yang akan datang1. Warisan ilmu fikih memuat
berbagai rincian dan penetapan dasar perjanjian usaha tersebut sehingga dapat
merealisasikan tujuannya, memenuhi kebutuhan umat pada saat yang sama, serta
melahirkan beberapa kaidah dan pandangan bagi umat islam untuk digunakan
memenuhi kebutuhan modern saat ini.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian akad ?


2. Bagaimana syarat – syarat akad ?
3. Apa macam – macam akad dalam islam ?
4. Bagaimana perbedaan akad dengan kontrak ?

C. TUJUAN

1. Mengetahui pengertian akad


2. Mengetahui syarat – syarat akad
3. Menegetahui macam – macam akad dalam islam
4. Mengetahui perbedaan akad dengan kontrak

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN AKAD

Pengertian akad berasal dari bahasa Arab, al-„aqdyang berarti perikatan,


perjanjian, persetujuan dan pemufakatan. Kata ini juga bisa di artikan tali yang
mengikat karena akan adanya ikatan antara orang yang berakad.
Hasbi Ash-Shiddieqy mengutip definisi yang di kemukakan oleh Al-
Sanhury, akad ialah “perikatan ijab qabul yang di benarkan syara‟ yang
menetapkan kerelaan kedua belah pihak”. Adapula yang mendefinisikan , akad
ialah “ikatan, pengokohan dan penegasan dari satu pihak atau kedua belah
pihak”.2 Berdasarkan pengertian tersebut dapat di simpulkan bahwa akad adalah
“pertalian ijab (ungkapan tawaran di satu pihak yang mengadakan kontrak)
dengan qabul (ungkapan penerimaan oleh pihak pihak lain) yang memberikan
pengaruh pada suatu kontrak.
Kata ‘aqad dalam istilah bahasa berarti ikatan dan tali pengikat. Akad
berasal dari bahasa Arab Al-aqdu dalam bentuk jamak disebut al-uqud yang
berarti ikatan atau simpul tali. Menurut ulama fiqh, kata akad yang didefinisikan
sebagai hubungan antara hijab dan qabul sesuai dengan kehendak syariat yang
menetapkan adanya pengaruh (akibat) hukum dalam objek perikatan.
Akad (Ikatan, keputusan, atau penguatan) atau perjanjian atau transaksi
dapat diartikan sebagai kemitraan yang berbingkai dengan nilainilai syariah.
Dalam istilah Fiqih, secara umum akad berarti sesuatu yang menjadi tekad
seseorang untuk melaksanakan, baik yang muncul dari satu pihak, seperti wakaf,
talak, sumpah, maupun yang muncul dari dua pihak, seperti jual beli, sewa,
wakalah, dan lain-lain. Secara khusus akad berarti kesetaraan antara ijab
( pernyataan penawaran/ pemindahan kepemilikan) dan kabul (pernyataan
penerima kepemilikan) dalamlingkup yang diisyaratkan dan pengaruh pada
sesuatu.

2
3

Menurut komplikasi Hukum Ekonomi Syariah yang dimaksud dengan


akad kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk
melakukan perbuatan hukum tertentu.
WJS. Poerwaradarminta dalam bukunya Kamus Umum Bahasa Indonesia
memberikan definisi perjanjian adalah “persetujuan tertulis atau dengan lisan
yang dibuat oleh kedua belah pihak atau lebih yang mana berjanji akan menaati
apa yang tersebut dalam perjanjian itu”.
Perjajian atau akad adalah perbuatan hukum yang dilakuakan oleh dua
belah pihak yang bertujuan untuk saling mengikatkan diri satu sama lainnya,
dengan diwujudkan dalam ijab dan qabul yang objeknya sesuai dengan ketentuan
syariah, dan perjanjian tersebut berlandaskan keridhoan atau kerelaan secara
timbal balik dari kedua belah pihak terhadap objek yang diperjanjikan dan tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
Akad menurut bahasa artinya ikatan atau persetujuan, sedangkan menurut
istilah akad adalah transaksi atau kesepakatan antara seseorang (yang
menyerahkan) dengan orang lain (yang menerima) untuk pelaksanaan suatu
perbuatan. Contohnya : akad jual beli, akad sewa menyewa, akad pernikahan.
Dasar hukum dilakukannya akad adalah :“Hai orang-orang yang beriman,
penuhilah akad-akad itu.” (QS. Al-Maidah : 1)
Berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami bahwa melakukan isi perjanjian
atau akad itu hukumnya wajib. Menurut Misbahuddin dalam bukunya yang
dikutip dari buku sabri samin menjeleaskan bahwa akad dapat dilakukan dengan
cara lisan maupun tulisan, yang penting adalah ijab dengan qabulnya jelas, pasti
dan dapat dipahami oleh kedua belah pihak yang mengadakan perikatan.
Akad adalah perjanjian tertulis yang memuat ijab (penawaran) dan qabul
(penerimaan). Istilah al-aqdu (akad) dapat disamakan dengan istilah verbintenis
(perikatan) dalam KUHPerdata. Sedangkan istilah al-ahdu (janji) dapat
disamakan dengan istilah perjanjian.
4

B. SYARAT – SYARAT AKAD

Syarat-syarat dalam akad6adalah sebagai berikut :


a. Kedua orang yang melakukan akad cakap bertindak (ahli). Tidak sah
akad orang yang tidak cakap bertindak, seperti pengampuan, dan karena
boros.
b. Yang di jadikan objek akad dapat menerima hukumnya,
c. Akad itu di izinkan oleh syara‟, di lakukan oleh orang yang mempunyai
hak melakukannya, walaupun dia bukan „aqid yang memiliki barang,
d. Janganlah akad itu akad yang di larang oleh syara‟, seperti jual beli
mulasamah. Akad dapat memberikan faedah, sehingga tidaklah sah bila
rahn (gadai) di anggap sebagai imbalan amanah (kepercayaan),
e. Ijab itu berjalan terus, tidak di cabut sebelum terjadi qabul. Maka apabila
orang berijab menarik kembali ijabnya sebelum qabul maka batallah
ijabnya,
f. Ijab dan qabul harus bersambung, sehingga bila seseorang yang berijab
telah berpisah sebelum adanya qabul, maka ijab tersebut menjadi batal.

Secara umum yang menjadi syarat sahnya suatu akad /perjanjian


adalah :
a. Tidak menyalahi hukum syari’ah
b. Harus sama ridha dan ada pilihan
Akad yang dibuat oleh masing-masing pihak harus didasari oleh
keridha’an dari masing-masing pihak. Apabila masing-masing pihak sepakat
dan sama-sama ridha, maka isi dari perjanjian dapat dibenarkan dengan kata
lain harus berdasarkan keinginan dan kemauan dari masing-masing pihak
yang melakukan perjanjian. Di dalam suatu perjanjian para pihak berhak
untuk memilih untuk melakukan perjanjian atau menolak dari isi perjanjian
tersebut, sebab di dalam suatu perjanjian tidak ada unsur paksaan, maka
perjanjian tesebut tidak dapat dibenarkan dan tidak ada kekuatan hukum
terhadap perjanjian ini.
c. Harus jelas dan gambling
5

Di dalam agama Islam, apabila seseorang melaksanakan sesuatu


perjanjian dengan pihak lain, maka isi perjanjian tersebut haruslah jelas dan
terang, tidak mengandung unsur kesamaran (penipuan) yang tersembunyi di
balik perjanjian. Apabila terdapat kesamaran di dalam perjanjian maka akan
menimbulkan hal-hal yang merugikan salah satu pihak yang dapat
menimbulkan permusuhan dikemudian hari, akibat dari perjanjian yang
dilaksanakan secara tidak jelas.
Dengan demikian, pada saat melaksanakan perjanjian, maka masing-
masing pihak haruslah mempunyai sikap yang sama tentang apa yang
mereka perjanjikan baik itu terhadap isi perjanjian maupun hal-hal yang
timbul dikemudian hari.

C. MACAM – MACAM AKAD DALAM ISLAM

Akad dibagi menjadi beberapa jenis, yang setiap jenisnya sangat


bergantung pada sudut pandangnya. Jenis akad tersebut adalah :
1. Berdasarkan pemenuhuan syarat dan rukun, seperti sah atau tidak sahnya
suatuakad.
2. Berdasarkan apakah syara’ telah memberi nama atau belum, seperti contoh
akad yang telah dinamai syara’, seperti jual-beli, hibah, gadai dan lain-
lain. Sedangkan akad yang belum dinamai syara’, tetapi disesuaikan
dengan perkembangan jaman.
3. Berdasarkan barang diserahkan atau tidak , ( dibaca: zatnya), baik berupa
benda yang berwujud (al-‘ain) maupun tidak berwujud ( ghair al-‘ain).
Dalam transaksi lembaga keuangan syariah dibagi dalam beberapa bagian
yaitu:
1. Tabungan/penghimpun dana (Funding)
a. Wadi’ah artinya Titipan, dalam terminologi, artinya menitipkan barang
kepada orang lain tanpa ada upah. Jika Bank meminta imbalan (ujrah)
atau mensyaratkan upah, maka akad berubah menjadi ijaroh. Pada
bank Syariah seperti Giro berdasarkan prinsif wadi’ah
6

b. Mudharobah adalah Kerja sama antara dua pihak di mana yang satu
sebagai penyandang dana (shohib al-maal) dan yang kedua sebagai
pengusaha (mudhorib)sementara keuntungan dibagi bersama sesuai
nisbah yang disepakati dan kerugian finansial ditanggung pihak
penyandang dana. Dalam bank syariah seperti Tabungan maunpun
Deposito berdasarkan prinsip mudharobah
2. Berbasis jual beli (al- bay) seperti murabahan, salam dan istishna.
a. Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati,
b. Salam adalah pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari,
sementara pembayarannya dilakukan di muka
c. Istishna, adalah merupakan suatu jenis khusus dari bai’ as-salam yang
merupakan akad penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam
akad ini pembuat barang menerima pesanan dari pembeli, pembuat
barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli
barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya
kepada pembeli akhir.
3. Berbasis Sewa Menyewa, seperti Ijarah dan Ijarah Muntahiiyah Bit-
Tamlik
a. Ijarah adalah, pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan
nasabah untuk memiliki suatu barang/jasa dengan kewajiban menyewa
barang tersebut sampai jangka waktu tertentu sesuai dengan
kesepakatan akad. Atau kata istilah lain akad untuk mendapatkan
manfaat dengan pembayaran. Aplikasinya dalam perbankan berupa
leasing
b. Ijarah Muntahiiyah Bit-Tamlik, adalah akad sewa menyewa barang
antara bank dengan penyewa yang diikuti janji bahwa pada saat
ditentukan kepemilikan barang sewaan akan berpindah kepada
penyewa, ringkasnya adalah Sewa yang berakhir dengan kepemilikan.
4. Berbasis Upah/Jasa Pelayanan, seperti Kafalah, Wakalah, Hiwalah, Rahn
dan
7

a. Kafalah adalah yaitu jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil)


kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang
ditanggung (makfuul ‘anhu, ashil). Dalam produk perbankan kafalah
dipakai untuk LC, Bank guarantee dll.
b. Wakalah yaitu pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak
lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Dalam perbankan wakalah
biasanya dengan upah (ujroh) dan dipakai dalam fee based income
seperti pembayaran rekening listrik, telpon dll.
c. Hiwalah yaitu akad pengalihan hutang dari satu pihak yang berhutang
kepada pihak lain yang wajib menanggung (membayar)-nya. Dalam
industri perbankan hawalah dengan upah (fee, ujroh) dipergunakan
untuk pengalihan utang dan bisa juga untuk LC.
d. Rahn (gadai) yaitu adalah menyimpan sementara harta milik si
peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diberikan oleh si
piutang, perbedaan gadai syariah dengan kpnvensional adalah hal
pengenaan bunga. Gadai Syariah menerapkan beberapa sistem
pembiayaan, antara lain qardhun hasan (pinjaman kebajikan),
mudharobah ( bagi hasil) dan muqayyadah ( jual beli).
e. Jualah, yaitu jasa pelayanan pesanan/permintaan tertentu dari nasabah,
misalnya untuk pemesanan tiket pesawat atau barang dengan
menggunakan kartu debit/cek/transfer. Atas jasa pelayanan ini bank
memperoleh fee, Selain di dunia perbankan, akad juga dikenal dalam
perasuransian syariah atau dikenal dengan akad takaful, yaitu akad
dimana saling menanggung. Para peserta asuransi takaful memiliki
rasa tanggung jawab bersama untuk membantu dan menolong peserta
lain yang mengalami musibah atau kerugian dengan niat ikhlas, karena
memikul tanggung jawab dengan niat ikhlas adalah ibadah.
8

D. PERBEDAAN AKAD DENGAN KONTRAK

Perjanjian dalam hukum Islam dikenal dengan istilah al-'aqd yang berarti
perikatan, permufakatan. Secara terminologi fiqh akad didefinisikan dengan :
"Pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan qabul (pernyataan penerimaan
ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh pada objek perikatan"
Sementara dalam pasal 1313 KUH Perdata disebutkan bahwa perjanjian
adalah: "Suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana
dua orang itu saling berjanji untuk melakukan suatu hal".
Dengan demikian, setelah adanya perjanjian yang menimbulkan perikatan
maka timbulah yang dinamakan kontrak atau disebut perjanjian tertulis sebagai
media atau bukti kedua belah pihak.
Perbedaan yang mendasar akad dan kontrak yaitu terletak pada akad
berada pada syariah dan kontrak berada pada konvensional :
1. Dari segi Landasan filosofis: Dalam akad syariah terdapat nilai-nilai
agama (Religius Transedental ), sedangkan dalam kontrak konvensional
tidak terdapat nilai-nilai agama (sekuler).
2. Berdasarkan Sifatnya: akad syariah bersifat individu proporsional
sedangkan dalam kontrak konvensional bersifat individu/ liberal.
3. Berdasarkan Substansinya: Dalam akad syariah terdapat hubungan
manusia dengan Allah (vertikal), manusia dengan manusia, benda dan
lingkungan (horizontal). Sedangkan Dalam kontrak konvensional hanyalah
sebatas hubungan manusia dengan manusia, dan manusia dengan benda
(horizontal).
4. Dari proses Terbentuknya: Dalam akad syariah tedapat pengertian al-ahdu
(perjanjian)-persetujuan-al-akhdu (perikatan), sebagaimana dalam QS.Ali
Imron:76 dan QS.Al-Maidah:1. Sedangkan dalam kontrak konvensional
terdapat pengertian perjanjian (overeenkomst) dan perikatan
(verbintebsis). Pasal (1313 dan 1233 BW).
5. Dari segi sahnya perikatan: Dalam akad syariah harus memenuhi unsur
halal, sepakat, cakap, tanpa paksaan serta ijab dan qabul. Adapun dalam
9

kontrak konvensional harus memenuhi unsur : kesepakatan, kecakapan, hal


tertentu dan halal (1320 BW).
6. Berdasarkan sumbernya: dalam akad syariah terdapat Sikap tindak yang
didasarkan Syariat (persetujuan yang tidak melanggar Syariah). Sedangkan
dalam kontrak konvensional harus adanya persetujuan dari undang-
undang.
BAB II

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. akad adalah “pertalian ijab (ungkapan tawaran di satu pihak yang


mengadakan kontrak) dengan qabul (ungkapan penerimaan oleh pihak
pihak lain) yang memberikan pengaruh pada suatu kontrak.
2. Secara umum yang menjadi syarat sahnya suatu akad /perjanjian adalah :
Tidak menyalahi hukum syari’ah, Harus sama ridha dan ada pilihan dan
harus jelas dan gambling.
3. Akad dibagi menjadi beberapa jenis, yang setiap jenisnya sangat
bergantung pada sudut pandangnya. Jenis akad tersebut adalah :
Berdasarkan pemenuhuan syarat dan rukun, seperti sah atau tidak sahnya
suatuakad, Berdasarkan apakah syara’ telah memberi nama atau belum,
seperti contoh akad yang telah dinamai syara’, seperti jual-beli, hibah,
gadai dan lain-lain. Sedangkan akad yang belum dinamai syara’, tetapi
disesuaikan dengan perkembangan jaman, dan Berdasarkan barang
diserahkan atau tidak , ( dibaca: zatnya), baik berupa benda yang
berwujud (al-‘ain) maupun tidak berwujud ( ghair al-‘ain).
4. Perbedaan yang mendasar akad dan kontrak yaitu terletak pada akad
berada pada syariah dan kontrak berada pada konvensional.

B. SARAN

Demikianlah makalah yang kami buat mudah – mudahan apa yang kami
paparkan bisa menjadi tambahan pengetahuan bagi kita semua untuk lebih
mengenal Akad dalam Islam. Kami  menyadari apa yang kami paparkan dalam
makalah ini tentu  masih belum  sesuai apa yang di harapkan,untuk itu
kami  berharap masukan yang lebih banyak lagi dari guru pengampu dan teman –
teman semua.

10
DAFTAR PUSTAKA

Al-Muslih Abdul dan Shalah Ash-Shawi, terj Abu Umar Basyir. 2004. Fikih
Ekonomi Keuangan Islam. Jakarta: Darul Haq.

Ascara. 2007. Akad Dan Produk Bank Syariah. Jakarta: Rajawali Pers.

Aziz Muhammad Azzam Abdul. 2010. Fiqh Muamalat. Jakarta : Amzah.

Rahman Ghazaly Abdul. 2010. Fiqh Muamalat. Jakarta : Kencana.

Edwin Nasution Mustafa, et al.,eds., Pengenalan Ekonomi Islam.

Ghofur Anshori Abdul. 2010. Hukum Perjanjian di Indonesia. Yogyakarta: Gajah


Mada University Pers.

Poewaradarminta WJS. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai


Pustaka..

Rachmat Syafe’i. 2006. Fiqih Muamalah. Bandung. Pustaka Setia.

Anda mungkin juga menyukai