Anda di halaman 1dari 12

NAMA: NURFAHIMA

PRODI: KEPERAWATAN
N I M : B200222009
ANALISIS JURNAL
APLIKASI JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION
UNTUK MEMPREDIKSI PENYAKIT THT DI RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS

1. Kelebihan Jurnal
 Memiliki struktur dan pembahasan yang lengkap.
2. Kekurangan Jurnal
 Banyak menggunakan kata yang kurang dimengerti oleh pembaca jurnal tersebut.
3. Saran
 Sistem jaringan yang telah dibuat menunjukkan jaringan dapat mengenali pola dengan
sempurna, ini karena data yang diujikan adalah data yang sempurna (data lengkap). Untuk
mengetahui keandalan jaringan dapat diuji dengan data yang tidak sempurna.
 Jaringan syaraf ada banyak jenisnya, salah satunya backpropagation seperti yang digunakan
pada penelitian ini. Untuk mengetahui kinerja jaringan syaraf tiruan yang lebih optimal,
perlu digunakan algoritma pelatihan selain backpropagation.
 Untuk lebih memudahkan pengguna, maka perlu dibuat suatu interface seperti GUI
(graphical user interface)

APLIKASI JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION
UNTUK MEMPREDIKSI PENYAKIT THT
DI RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS

Arif Jumarwanto
Rudy Hartanto, Dhidik Prastiyanto

ABSTRACT

Artificial neural network (ANN) is a modern computing paradigm. That can be used for the pattern
recognition and other. Backpropagation is artificial neural network which using hidden layer addition.
Computation of artificial neural network through some certain step like training phase and examination.
After both the step reached, so a neural network capable to recognize pattern to be entered will be found.
The purpose of this research is simulation of artificial neural network that capable to pattern recognition
from output of electrocardiogram by helped of MATLAB program. Input of result electrocardiogram record, then
input of data can be normalization after that data can be proccesed by backpropagation computing with two step
(training phase and examination phase). Output of ANN is like explaning condition of patient is normal, rhinitis
kronis or epistaksis.

Keyword : rhinitis kronis, epistaksis, artificial neural network.

I. PENDAHULUAN
berdasarkan gejala klinis. Jaringan syaraf tiruan
Latar Belakang Masalah
backpropagation merupakan topologi yang cukup
Salah satu permasalahan yang ada di
popular dan paling banyak dipakai untuk
masyarakat adalah semakin banyaknya jenis
berbagai aplikasi terutama pengenalan pola.
penyakit yang bermunculan. Salah satu jenis
Jaringan syaraf tiruan backpropagation adalah
penyakit yang sering dijumpai di masyarakat
jenis supervised learning dimana output dari
adalah penyakit THT. Hal ini dikarenakan banyak
jaringan dibandingkan dengan target yang
penyakit sistematis yang bermanifestasi di daerah
diharapkan sehingga diperoleh error output,
telinga, hidung dan tenggorokan. Penelitian ini
kemudian error ini dipropagasikan balik untuk
dikhususkan untuk memprediksi jenis penyakit
memperbaiki bobot jaringan dalam rangka
THT pada bagian hidung, yaitu rinitis kronis dan
meminimasi error. Pada sistem prediksi penyakit
Epistaksis.
THT Rinitis kronis dan Epistaksis berbasis
Nafas manusia dimulai dari lubang
jaringan saraf tiruan keberhasilan tergantung
hidung. Usaha bernafas menghantarkan udara
pada data-data yang telah diberikan pada fase
lewat saluran pernafasan atas dan bawah kepada
pelatihan.
elveoli paru dalam volume, tekanan kelembaban,
suhu dan kebersihan yang cukup untuk Rumusan Masalah
menjamin suatu kondisi ambil oksigen yang Bertitik tolak dari latar belakang masalah
optimal, dan pada proses sebaliknya juga tersebut di atas, skripsi yang akan dibuat
menjamin proses eliminasi karbondioksida yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
optimal, yang diangkut ke alveoli lewat aliran 1. Bagaimana merancang arsitektur jaringan
darah. syaraf tiruan backpropagation sehingga
Pada skripsi ini jaringan syaraf tiruan dapat memprediksi penyakit THT rinitis
backpropagation yang akan dicoba diterapkan kronis dan epistaksis ?
untuk diagnosis awal suatu penyakit yang 2. Bagaimana tingkat akurasi yang dihasilkan
berkembang di masyarakat yaitu THT bagian dari jaringan syaraf tiruan tersebut
hidung yaitu Rinitis kronis dan Epistaksis terkait dengan pengenalan pola dari
penyakit THT rinitis kronis dan
Bagian awal, berisi : halaman
epistaksis?
sampul depan, halaman judul,
Batasan Masalah
halaman pengesahan, prakata,
Batasan masalah dalam penulisan skripsi ini
daftar isi, daftar tabel, daftar
adalah:
gambar, daftar lampiran, arti
1. Penyakit yang dibahas dalam penelitian
lambang (jika ada), singkatan, dan
ini dikhususkan untuk penyakit hidung
instisari.
yaitu Rinitis Kronis dan epistaksis
Bagian utama skripsi :
2. Jaringan syaraf yang digunakan adalah
BAB I : PENDAHULUAN
backpropagation
Meliputi latar belakang permasalahan yaitu
3. Program dibuat dengan matlab 7.04
latar belakang jaringan saraf tiruan, penyakit
Tujuan Penelitian
THT terutama rinitis kronis dan epistaksis.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
Berdasarkan latar belakang masalah
1 Merancang arsitektur jaringan syaraf
tersebut, penulis menyusun rumusan
tiruan yang dapat memprediksi penyakit
masalah yang diperjelas dengan pembatasan
THT rinitis kronis dan epistaksis.
masalah yang akan diangkat dalam tugas
2. Menghitung tingkat akurasi / kehandalan
akhir ini. Manfaat penelitian akan dapat
jaringan syaraf tiruan yang dibuat
dirasakan apabila tujuan penelitian telah
Manfaat Penelitian tercapai. Metodologi penelitian merupakan
tahapan dalam menuntun penulis dalam
Manfaat yang akan diperoleh dari
mencapai tujuan skripsi
penelitian ini adalah membantu kerja para
BAB II : LANDASAN TEORI
ahli dibidangnya terutama rinitis kronis da
Berisi teori-teori pendekatan yang digunakan
epistaksis
untuk menganalisis masalah dan teori yang
dipakai dalam mengolah data yang digunakan
Metode Penelitian
dalam penelitian. Uraian pada landasan teori
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini
ini akan menunjukan bahwa permasalahan
adalah metode pengumpulan data dengan
yang diteliti memiliki dasar teori dan dapat
melaksanakan kegiatan sebagai berikut:
dipecahkan melalui penelitian yang akan
1. Wawancara dengan pihak–pihak yang
dilakukan penulis.
terkait dengan permasalahan yang diteliti,
BAB III : PERANCANGAN SISTEM
dalam hal ini adalah dari bagian diklit,
Bab ini merupakan tahap dasar dari
Unit penyakit THT dirumah sakit Mardi
pencapaian tujuan yaitu aplikasi jaringan
Rahayu Kudus.
saraf tiruan backpropagation untuk
2. Observasi atau pengumpulan data pasien
memprediksi penyakit THT terutama rinitis
yang terjangkit penyakit THT terutama
kronis dan epistaksis. Bab ini berisi
rinitis kronis dan epistaksis
penjabaran perancangan system yang terdiri
3. Studi literatur dengan mencari literatur
dari perangkat perancangan sistem,
dan artikel yang menunjang penyusunan
identifikasi sistem, data pelatihan, data
skripsi baik itu tentang penyakit THT dan
pengujian, dan perancangan JST
tentang jaringan syaraf tiruan.
Backpropagation untuk memprediksi penyakit
THT terutama rinitis kronis dan epistaksis.
Sistematika Penulisan
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
Penulisan skripsi ini terbagi menjadi tiga
Bab Meliputi pembahasan prosedur
bagian yang mencakup bagian awal, bagian
pembuatan program sebagai wujud dari
utama yang terdiri atas lima bab, dan bagian
penggunaan aplikasi jaringan saraf tiruan.
akhir.
Program disusun mulai dari pembentukan
neuron input sampai dengan proses prediksi
suatu penyakit yaitu dihasilkannya produk
klebsiella, stafilokok, streptokok, dan
yang sama dengan target.
pseudomonas aerginosa. Keluhan subyektif
BAB V : PENUTUP
yang sering ditemukan pada pasien biasanya
Bab ini berisi kesimpulan serta saran,
napas bau, pasien menderita anosmia, ingus
kesimpulan merupakan hasil dari analisis
kental hijau, kusta hijau, gangguan
data serta perancangan dan implementasi
penciuman, sakit kepala, dan hidung
program. Berdasarkan tujuan awal tugas
tersumbat. Gambar penyakit rinitis kronis
akhir kesimpulan harus dapat mencapai poin
ditunjukan oleh gambar dibawah ini
tujuan tersebut. Salah satu dari poin tujuan
adalah menghasilkan metode untuk prediksi
awal suatu penyakit dengan mengaplikasikan
jaringan saraf tiruan. Saran dari tugas akhir
ini merupakan dasar dari pengembangan
penelitian selanjutnya yang belum sampai
dibahas dalam tugas akhir ini.

II. LANDASAN TEORI


THT (Telinga, Hidung, Tengorok)
(“Kapita selekta kedokteran”, 2001)
Banyak penyakit sistematis yang
Gambar 1. penyakit Rinitis Kronis
bermanifestasi di daerah telinga, hidung dan
tenggorokan. Demikian juga sebaliknya. Jenis
2.2.1.Teori Jaringan Syaraf Tiruan
penyakit yang menyerang telinga antara lain :
a. Pengertian Jaringan Syaraf Tiruan
otitis, gangguan pendengaran, presbikusis,
Menurut Hermawan, Arief . 2006 .
tuli, meniere, dll. Sedangkan yang menyerang
bagian hidung antara lain : epistaksis, Jaringan Syaraf Tiruan, Teori dan Aplikasi.

sinusitis, rinitis, tumor, dll. Pada bagian “Jaringan syaraf tiruan didefinisikan sebagai
tenggorokan antara lain: esofagitis, tumor, suatu sistem pemrosesan informasi yang
laryngitis, dll. mempunyai karakteristik menyerupai
Hidung bekerja sebagai indera pencium jaringan saraf manusia”. Jaringan saraf
dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap tiruan tercipta sebagai suatu generalisasi
rongga hidung, konka superior dan sepertiga model matematis dari pemahaman manusia
bagian atas septum. Partikel bau dapat (human cognition) yang didasarkan atas
mencapai daerah ini dengan cara difusi asumsi sebagai berikut :
dengan palut lendir atau bila menarik nafas 1. Pemrosesan informasi terjadi pada
dengan kuat. elemen sederhana yang disebut neuron.
Epistaksis adalah perdarahan dari 2. Isyarat mengalir di antara sel saraf /
hidung yang terjadi akibat lokal ataupun neuron melalui suatu sambungan
sebab sistemik. Diagnosis awalnya biasanya penghubung.
karena penyakit kardiovaskular, kelainan 3. Setiap sambungan penghubung memiliki
darah, infeksi sistemik, gangguan endokrin, bobot yang bersesuaian.
ataupun kelainan kongenital. 4. Setiap sel saraf akan merupakan fungsi
Sedangkan penyakit Rinitas Kronis aktivasi terhadap isyarat hasil
merupakan suatu penyakit infeksi hidung penjumlahan berbobot yang masuk
kronik dengan tanda adanya atrofi progresif kepadanya untuk menentukan isyarat
tulang dan mukosa konka. Mukosa hidung keluarannya.
menghasilkan secret kental dan cepat
mengering, sehingga terbentuk krusta berbau
busuk. Penyebabnya bisa berupa spesies
b. Pemodelan Jaringan Syaraf Tiruan
mendapatkan keseimbangan antara
Jaringan syaraf terdiri atas beberapa neuron
kemampuan jaringan untuk mengenali pola
dan ada hubungan antara neuron– neuron
yang digunakan selama pelatihan serta
tersebut. Neuron adalah sebuah unit pemroses
kemampuan untuk memberikan respon yang
informasi yang menjadi dasar pengoperasian
benar terhadap pola masukan yang serupa
jaringan syaraf tiruan. Syaraf adalah sebuah
dengan pola yang dipakai selama pelatihan.
unit pemroses informasi dengan tiga elemen
d. Arsitektur JST Backpropagation
dasar yaitu :
1. Satu set link yang terhubung
2. Sebuah penjumlah untuk menghitung
besarnya penambahan pada sinyal
masukan
3. Sebuah fungsi aktivasi untuk membatasi
banyaknya keluaran pada syaraf
Sebagian besar jaringan syaraf
melakukan penyesuaian bobot–bobotnya
selama menjalani pelatihan. Pelatihan dapat
berupa pelatihan terbimbing (supervised
training) di mana diperlukan pasangan
masukan–sasaran untuk tiap pola yang
dilatihkan. Jenis kedua adalah pelatihan tak
Gambar 3. Model jaringan backpropagation
terbimbing (unsupervised training). Gambar
dibawah ini menggambarkan model
Backpropagation memiliki beberapa
jaringan syaraf tiruan.
unit yang ada dalam satu atau lebih lapis
tersembunyi. Gambar 2.3 diatas adalah
arsitektur backpropagation dengan n buah
masukan (X1, X2, X3, ......., Xn) ditambah
sebuah bias, sebuah lapis tersembunyi yang
terdiri dari j unit ditambah sebuah bias, serta
k buah unit keluaran.

e. Algoritma Backpropagation
Pelatihan backpropagation meliputi tiga fase.
Fase I : Propagasi Maju
Selama propagasi maju, sinyal
masukan (= xi) dipropagasikan ke lapis
tersembunyi menggunakan fungsi
Gambar 2. Model Jaringan Syaraf Tiruan aktivasi yang ditentukan. Keluaran dari
setiap unit lapis tersembunyi (= zj )
c. Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation tersebut selanjutnya dipropagasikan maju
JST dengan layar tunggal memiliki lagi ke lapis tersembunyi di atasnya
menggunakan fungsi aktivasi yang
keterbatasan dalam pengenalan pola.
ditentukan. Demikian seterusnya hingga
Kelemahan ini bisa ditanggulangi dengan
menghasilkan keluaran jaringan (= yk).
menambahkan satu atau beberapa layar
Berikutnya, keluaran jaringan (= yk)
tersembunyi diantara layar masukan dan
dibandingkan dengan target yang harus
layar keluaran. Jaringan syaraf tiruan
dicapai (= tk). Selisih tk-yk adalah
backpropagation (JST-BP) melatih jaringan
kesalahan yang terjadi. Jika kesalahan ini jaringan mencapai titik minimum lokal atau
lebih kecil dari batas toleransi yang global, dan seberapa cepat konvergensinya.
ditentukan, maka iterasi dihentikan. Bobot yang menghasilkan nilai turunan
Akan tetapi apabila kesalahan masih aktivasi yang kecil sedapat mungkin dihindari
lebih besar dari batas toleransinya, maka karena akan menyebabkan perubahan
bobot setiap garis dalam jaringan akan bobotnya menjadi sangat kecil. Demikian pula
dimodifikasikan untuk mengurangi nilai bobot awal tidak boleh terlalu besar
kesalahan yang terjadi. karena nilai turunan fungsi aktivasinya
Fase II : Propagasi Mundur menjadi sangat kecil juga.
Berdasarkan kesalahan tk-yk, 2) Jumlah unit tersembunyi
dihitung faktor δk (k=1, 2, …, m) yang Hasil teoritis yang didapat menunjukkan
dipakai untuk mendistribusikan bahwa jaringan dengan sebuah lapis
kesalahan di unit yk ke semua unit tersembunyi sudah cukup bagi
tersembunyi yang terhubung langsung backpropagation untuk mengenali sembarang
dengan yk. δk juga dipakai untuk perkawanan antara masukan dan target
mengubah bobot garis yang dengan tingkat ketelitian yang ditentukan.
menghubungkan langsung dengan unit Akan tetapi panambahan jumlah lapis
keluaran. tersembunyi kadangkala membuat pelatihan
Dengan cara yang sama, dihitung δ j lebih mudah dan bisa jadi pelatihan dapat
di setiap unit di lapis tersembunyi sebagai lebih mencapai target.
dasar perubahan bobot semua garis yang 3) Jumlah pola pelatihan

berasal dari unit tersembunyi di lapis di Tidak ada kepastian tentang berapa banyak

bawahnya. Demikian seterusnya hingga pola yang diperlukan agar jaringan dapat

faktor δ di unit tersembunyi yang dilatih dengan sempurna. Jumlah pola yang

berhubungan langsung dengan unit dibutuhkan dipengaruhi oleh banyaknya

masukan dihitung. bobot dalam jaringan serta tingkat akurasi


Fase III : Perubahan Bobot yang diharapkan.
Setelah semua faktor δ dihitung, 4) Lama iterasi
bobot semua garis dimodifikasi Tujuan utama penggunaan backpropagation
bersamaan. Perubahan bobot suatu garis adalah mendapatkan keseimbangan antara
didasarkan atas faktor δ neuron di lapis penganalan pola pelatihan secara benar dan
atasnya. Sebagai contoh, perubahan respon yang baik untuk pola lain yang
bobot garis yang menuju ke lapis sejenis. Jaringan dapat dilatih terus menerus
keluaran didasarkan atas dasar δk yang hingga semua pola pelatihan dikenali dengan
ada di unit keluaran. benar. Akan tetapi hal itu tidak menjamin
Ketiga fase tersebut diulang-ulang terus jaringan akan mampu mengenali pola
hingga kondisi penghentian dipenuhi. Umumnya pengujian dengan tepat. Jadi tidaklah
kondisi penghentian yang sering dipakai adalah bermanfaat untuk meneruskan iterasi hingga
jumlah iterasi atau kesalahan. Iterasi akan semua kesalahan pola pelatihan sama dengan
dihentikan jika jumlah iterasi yang dilakukan 0 (nol).
sudah melebihi jumlah maksimum iterasi yang 5) Parameter laju pelatihan

ditetapkan, atau jika kesalahan yang terjadi Parameter laju pelatihan (learning rate)

sudah lebih kecil dari batas toleransi yang sangat berpengaruh pada proses pelatihan.
Begitu pula terhadap efektivitas dan
diijinkan.
kecepatan mencapai konvergensi dari

f. Optimalitas jaringan backpropagation pelatihan. Nilai optimum dari learning rate

1) Pemilihan bobot dan bias awal tergantung

Bobot awal akan mempengaruhi apakah


permasalahan yang diselesaikan, prinsipnya
Variasi lain yang dapat dilakukan pada
dipilih sedemikian rupa sehingga tercapai
standar backpropagation adalah merubah
konvergensi yang optimal dalam proses
bobotnya sekaligus setelah semua pola
pelatihan.
dimasukkan. Prosedur ini memberikan efek
Nilai learning rate yang cukup kecil menjamin
yang lebih halus dalam perubahan bobot.
penurunan gradient terlaksana dengan baik,
Dalam beberapa kasus, variasi perubahan ini
namun ini berakibat bertambahnya jumlah
akan meningkatkan kemungkinan
iterasi.
konvergensi ke titik minimum lokal.

g. Variasi Backpropagation h. Sum Square Errorn dan Root Mean Square


Variasi ini biasa digunakan untuk keperluan Error
khusus, atau teknik modifikasi bobot untuk Kesalahan pada keluaran jaringan
mempercepat pelatihan dalam kasus tertentu. merupakan selisih antara keluaran
Beberapa variasi backpropagation sebenarnya dengan keluaran yang diinginkan.
diantaranya adalah : Selisih yang dihasilkan antara keduanya
1) Momentum biasanya ditentukan dengan cara dihitung
Penambahan momentum dimaksudkan menggunakan suatu persamaan.
untuk menghindari perubahan bobot yang Sum Square Error (SSE) dihitung sebagai
mencolok akibat adanya data yang sangat berikut :
berbeda dengan yang lain. Modifikasi yang 1. Hitung keluaran jaringan syaraf untuk
dapat dilakukan adalah melakukan masukan pertama.
perubahan bobot yang didasarkan atas arah 2. Hitung selisih antara nilai keluaran
gradien pola terakhir dan pola sebelumnya jaringan syaraf dan nilai target / yang
yang dimasukkan. diinginkan untuk setiap keluaran.
Dengan penambahan momentum, bobot 3. Kuadratkan setiap keluaran kemudian
hitung seluruhnya.
baru pada waktu ke- (t  didasarkan atas Adapun rumusnya adalah:
1)
bobot pada waktu t dan t-1. Jika µ adalah
konstanta yang menyatakan momentum,
SSE    (T j  X jp ) 2
Dengan : p
p
j
maka bobot baru dihitung berdasarkan T jp = nilai keluaran jaringan syaraf
persamaan (JJ Siang, 2005: 113) : X jp = nilai target/yang diinginkan untuk
wkj t 
t  1     k  w kj t   setiap keluaran
wkj zk wkj 1
dan Root Mean Square Error (RMS Error):
vji t  1  v ji t   j ix   jiv t  ji v t  1. Hitung SSE

1
2. Hasilnya dibagi dengan perkalian antara
banyaknya data pada pelatihan dan
2) Delta – Bar – Delta banyaknya keluaran, kemudian
Laju pemahaman () merupakan suatu diakarkan.
konstanta yang dipakai dalam seluruh Rumus :
RMS Error =  (T jp  X jp )2
iterasinya. Perubahan dapat dilakukan p j

Dengan : np no
dengan memberikan laju pemahaman yang
berbeda-beda untuk setiap bobotnya, atau Tjp = nilai keluaran jaringan syaraf
tiap iterasinya. Perubahan bobot dalam
aturan delta-bar-delta adalah sebagai berikut X jp = nilai target/yang diinginkan untuk
: setiap keluaran
wkj t  1  wkj t    kj t  1 n p = jumlah seluruh pola
kz j no = jumlah keluaran

3) Perubahan Bobot Berkelompok


III. PERANCANGAN SISTEM
 Diberi nilai 0 jika ‘tidak’
Perangkat yang
 Diberi nilai 1jika ‘ya’
dipakai Perangkat
e. Hidung gatal ( X5)
Keras (Hardware)
 Diberi nilai 0 jika ‘tidak’
PC (Personal Computer) dengan spesifikasi
 Diberi nilai 1 jika ‘ya’
: CPU : Intel Pentium 4 Celeron 1.7 Ghz
f. Batuk ( X6)
RAM : 256 MB
 Diberi nilai 0 jika ‘tidak’
HRD : 80 GB
 Diberi nilai 0,50 jika ‘ya’ tetapi batuk
VGA : On Board share 128 MB
ringan
Monitor : 15” SVGA
 Diberi nilai 1 jika ‘ya’ dengan batuk berat
Printer : Canon ip1000
atau berdahak
Perangkat Lunak (Software)
g. Alergi ( X 7 )
OS Windows XP Service Pack 1
 Diberi nilai 0 jika ‘tidak’
MATLAB 7.04
 Diberi nilai 1 jika ‘ya’
h. Nyeri kepala ( X8)
Identifikasi sistem
 Diberi nilai 0 jika ‘tidak’
Data Masukan
 Diberi nilai 1jika ‘ya’
Data ini dapat berupa suatu masukan
i. Demam ( X9)
suatu device ataupun data statistik dari suatu
 Diberi nilai 0 jika ‘tidak’
percobaan. Nilai data adalah bebas artinya nilai
 Diberi nilai 1 jika ‘ya’
dapat diisi dengan sembarangan bilangan.
j. Keluar darah ( X 10 )
Untuk perancangan sistem ini menggunakan
 Diberi nilai 0 jika ‘tidak’
data masukan berupa numeric dari gejala
 Diberi nilai 0,50 jika ‘ya’ tetapi kurang
penyakit THT rinitis kronis dan epistaksis itu
dari 5 ml
sendiri meliputi Hidung Tersumbat, pilek,
 Diberi nilai 1 jika ‘ya’ dan
bersin, keluar sekret, hidung gatal, batuk,
melebihi 5 ml
alergi, nyeri kepala, demam, keluar darah,
k. Lemas ( X 11 )
lemas
 Diberi nilai 0 jika ‘tidak’
a. Hidung tersumbat ( X 1 )
 Diberi nilai 1jika ‘ya’
 Diberi nilai 0 jika ‘tidak’
 Diberi nilai 1 jika ‘ya’
Normalisasi
b. Pilek ( X2) Sebelum digunakan untuk proses
 Diberi nilai 0 jika ‘tidak’
pelatihan, perlu dilakukan penskalaan terhadap
 Diberi nilai 0,25 jika ‘ya’ tetapi lama pilek
nilai-nilai masukan dan target sedemikian
kurang dari 3 minggu
hingga data-data masukan dan target tersebut
 Diberi nilai 0,50 jika ‘ya’ tetapi lama pilek
masuk dalam suatu range tertentu yang disebut
antara 3 sampai 8 minggu
preprocessing atau normalisasi data. Tujuan
 Diberi nilai 1jika ‘ya’ dengan lama pilek
utama normalisasi adalah agar terjadi
lebih dari 8 minggu
sinkronisasi data, disamping itu juga untuk
c. Bersin ( X 3 )
memudahkan dalam proses komputasi. Pada
 Diberi nilai 0 jika ‘tidak’
MATLAB ada beberapa tools untuk
 Diberi niali 0,25 jika ‘ya’ tetapi kadang –
preprocessing diantaranya premnmx dan prestd
kadang dan periode bersinnya tidak tetap.
 Diberi nilai 0,50 jika ‘ya’ tetapi dengan
Perancangan Sistem 3.4.1Perancangan
serangan kurang dari 5 kali per periode.
Jaringan Syaraf Tiruan
 Diberi nilai 1 jika ‘ya’ dengan serangan
a) Penentuan arsitektur jaringan
lebih besar deri 5 kali per periode.
d. Keluar sekret ( X4)
Penentuan arsitektur jaringan
Setiap variasi parameter diamati dengan
pada JST tidak memiliki rumusan
menghitung MSE dan lama iterasinya.
khusus, untuk itu diperlukan adanya
Setelah nilai yang optimal didapatkan maka
percobaan-percobaan. Percobaan pertama
nilai tersebut nantinya digunakan untuk
dengan 1 hidden layer. Dengan unit melakukan pengujian jaringan.
hidden layer juga dirandom mulai dari 11
unit sampai 40 unit. Percobaan yangPerancangan Pengujian Jaringan
kedua dengan menambahkan 1 hidden Pengujian mutlak dilakukan setelah
layer lagi sehingga terdapat 2 hidden langkah pelatihan selesai dan didapatkan
layer. Untuk menentukan unit hidden nilai-nilai bobot dan bias yang optimal.
layer yang kedua juga dilakukan dengan Jaringan yang telah jadi tersebut kemudian
mengurutkan nilai mulai dari 6 unit diuji dengan dua pengujian yaitu pengujian
sampai 25 unit. Untuk lapisan keluaran dengan set-data pelatihan dan pengujian
ada 3 unit yang menjelaskan mengenai dengan set-data pengujian. Set-data
kondisi seseorang, yaitu normal, rinitis pengujian adalah set-data yang belum
kronis atau epistaksis. pada Matlab pernah dilatihkan sebelumnya (yang tidak
menggunakan instruksi newff. digunakan untuk proses pelatihan).
Net = newff(PR,[S1 S2 S3],{TF1 TF2
TF3},BTF)
Perancangan Analisis Hasil Pengujian
b) Penentuan fungsi aktivasi
Kinerja dari suatu jaringan syaraf tiruan
Ada beberapa model fungsi aktivasi
setelah dilakukan pelatihan dapat diukur
yang disediakan diantaranya yaitu,
dengan melihat error hasil pelatihan, dan
logsig, tansig, purelin. Pada penelitian
pengujian terhadap sekumpulan data
ini fungsi aktivasi yang digunakan
masukan baru. Hasil pelatihan dan
adalah logsig. Nilai logsig digunakan
pengujian dapat dianalisis dengan
karena nilai ini mudah untuk
mengamati ketepatan atau akurasi antara
komputasi dan mudah diturunkan
target dengan keluaran jaringan, yang
(determinan).
dirumuskan :
c) Penentuan variasi jaringan
JumlahDataUji  JumlahKesalahanKeluaranJST
variasi jaringan yang digunakan pada PK%  JumlahData Uji 100%
penelitian ini berguna untuk
membatasi eksekusi dari program Keluaran jaringan akan dibandingkan
diantaranya adalah menentukan dengan hasil diagnosa dokter. Dari hasil
jumlah epoch maksimum, menentukan perbandingan ini akan diketahui
nilai momentum dan pesat belajar, dan keunggulan ataupun kelemahan jaringan
menentukan target yang ingin dicapai. syaraf tiruan dibandingkan dengan
diagnosa dokter ataupun ahli tersebut.
3.4.2 Perancangan Pelatihan Jaringan
Pelatihan jaringan digunakan untuk
melatih set data yang telah dibuat, yaitu IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
data input berupa nilai dari data-data hasil Analisis pertama
perekaman alat EKG. Sedangkan data Analisis Layer tersembunyi
targetnya adalah kondisi seseorang Hasil pelatihan memiliki kesamaan dan
tersebut apakah denyut jantungnya normal perbedaan. Kesamaannya terletak pada
atau abnormal. Pelatihan dapat dilakukan performanya. Keduanya menunjukkan
secara standar dengan ditambahkan bahwa goal (kinerja tujuan) yang ingin
berbagai variasi untuk optimasi target. dicapai hasilnya tidak tercapai semuanya
(pelatihan pertama dan kedua), meskipun
pertimbangan diatas adalah jaringan
epoch yang diinginkan tercapai. Ini
dengan satu hidden layer sudah cukup
menunjukkan bahwa jaringan masih belum
yaitu 11-29-3, karena dengan 2 hidden
mampu mengenali pola masukan yang
layer perbedaan MSE sangat tipis dari satu
diberikan dengan benar. Sebenarnya ini
hidden layer, jadi untuk mempercepat
bukan suatu masalah karena grafik yang
proses iterasi digunakan satu hidden layer
dihasilkan selama pelatihan menunjukkan
Analisis Laju belajar dan moentum
adanya penurunan MSE. Analisis kedua bertujuan untuk
Ada beberapa masalah yang menganalisis pelatihan ketiga. Dari hasil
mengakibatkan goal tidak tercapai pada pengamatan bahwa untuk nilai laju belajar
kedua pelatihan diatas. Pertama epoch yang yang cukup kecil menjamin penurunan
disediakan 10000 epoch, kalau gradient terlaksana dengan baik, namun ini
menginginkan kinerja tujuan tercapai maka berakibat bertambahnya jumlah iterasi
perlu ditambah epoch lagi sampai sehingga untuk mencapai konvergensi
takberhingga hingga kinerja tujuan berlangsung lebih lama. Jika konstanta
laju belajar bertambah besar maka
tercapai. Ini menjadi kendala sebab akan
konvergensi akan berlangsung lebih cepat.
membutuhkan banyak waktu. Padahal yang
Kemudian penggunaan konstanta
dibutuhkan waktu yang relatif singkat.
momentum berfungsi untuk mempercepat
Kedua kecilnya laju belajar. Laju belajar konvergensi dan juga untuk mencegah
yang digunakan pada pelatihan pertama terjebaknya pelatihan ke dalam minimum
dan kedua adalah 0.1, ini membuat lokal, jika momentum semakin besar maka
jaringan sulit untuk mengenali pola. Akan konvergensi akan cepat tercapai. Akan
lebih baik jika laju belajar ditambahkan, ini tetapi penggunaan konstanta momentum
akan dibahas pada sub-bab berikutnya. jangan terlalu tinggi, sebab kemungkinan
Ketiga momentum yang kecil. Momentum gelombang yang dihasilkan akan terjadi
yang kecil akan berakibat pada penurunan noise. Gambar grafik perlatihan ketiga pada
sub-bab 3.4 menjelaskan bahwa
gradien. Idealnya momentum yang
penggunaan pesat belajar dan momentum
digunakan berkisar antara 0.4 sampai
yang terus bertambah mengakibatkan
dengan 0.8.
jaringan akan mencapai target yang
Perbedaan yang terjadi antara
diinginkan
penggunaan satu hidden layer dengan dua
Nilai 0,8 untuk pesat belajar (LR) dan
hidden layer tersebut ada pada MSE-nya. 0,2 untuk momentum dipilih dengan
Memang MSE yang diinginkan tidak mempertimbangkan beberapa aspek.
tercapai, tetapi dari hasil pelatihan MSE Pertama aspek prosentase data uji. Ada
yang dihasilkan relatif kecil. Hasil-hasil beberapa pasangan LR dan momentum
pelatihan diatas tetap digunakan dengan yang mencapai target yang diinginkan,
melihat MSE yang paling kecil dari tabel namun ketika diberi data uji pasangan
diatas. MSE terkecil pada pelatihan tersebut belum mampu menghasilkan
pertama adalah 0.00275369, sedangkan prosentase yang sempurna (100 %).
Aspek kedua adalah aspek grafik.
pada pelatihan kedua MSE yang terkecilnya
Grafik yang dihasilkan dari berbagai
adalah 0.00170939. Dari perbedaan MSE
pasangan berbeda-beda meski pencapaian
ini menjelaskan bahwa penggunaan layer
targetnya sama. Jika fungsi alih yang
tersembunyi dapat meningkatkan performa digunakan adalah logsig artinya logaritmik,
dari jaringan yang dibuat. maka grafik yang dihasilkan harusnya
Dari hasil pelatihan pertama dan kedua berbentuk logaritmik pula. Akan lebih baik
maka dapat disimpulkan bahwa arsitektur jika grafik yang dihasilkan tidak terdapat
jaringan yang optimal berdasar noise
Hasil terbaik terjadi pada laju
Dari berbagai pertimbangan diatas
belajar 0,8 dan konstanta momentum 0,2
maka variasi yang paling baik adalah
yang menghasilkan MSE sebesar
menggunakan traingdx. Selain
0.000999981. Hasil terbaik tersebut
menghasilkan waktu komputasi yang
disajikan pada Gambar 4
singkat, grafiknya juga baik.

4.1. Analisis kedua


analisis kedua adalah Proses pengujian,
pengujian dilakukan dengan dua data yaitu
set-data pelatihan dan set-data pengujian.
Hasil yang didapatkan yaitu keduanya
masing-masing memiliki kemampuan 100 %,
ini artinya jaringan mampu untuk mengenali
pola yang diberikan.

V. KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan pada bab sebelumnya dapat diambil
kesimpulan, sebagai berikut :
Gambar 4. pelatihan terbaik 1. Berdasar dari hasil MSE, jumlah epoch yang
Analisis variasi jaringan diinginkan dan gambar grafik yang dihasilkan
Analisis ini bertujuan maka dapat dijabarkan bahwa Arsitektur
menganalisis pelatihan keempat yakni jaringan syaraf tiruan yang dibuat memiliki
pelatihan untuk menentukan variasi satu lapisan tersembunyi dengan arsitektur
jaringan. Tujuan dari pelatihan ini adalah jaringan 11-29-3, dengan pesat belajar 0,8
mencari variasi jaringan yang mampu dan nilai momentum 0,2. Fungsi aktivasi yang
menghasilkan kesalahan terkecil dengan digunakan logsig dan algoritma pelatihan
waktu komputasi yang cepat. Pelatihan yang digunakan adalah traingdx.
dilakukan dengan hasil pelatihan terbaik 2. Jaringan saraf tiruan yang dihasilkan pada
sebelumnya yaitu arsitektur jaringan 11- penelitian ini memiliki tingkat akurasi 100 %,
29-3, laju belajar 0,8; momentum 0,2; baik pada tahap pelatihan maupun tahap
target error (MSE) 0,001 dan maksimum pengujian. Artinya jaringan syaraf turuan
epochnya 10000 epoch. yang dibuat dapat mengenali pola data THT
Ada beberapa variasi jaringan yang dengan sempurna (benar).
dapat digunakan dalam JST
backpropagation. Setiap variasi yang Saran
dilatihkan memiliki karakteristik masing- 1. Sistem jaringan yang telah dibuat
masing. Untuk menentukan variasi yang menunjukkan jaringan dapat mengenali pola
digunakan perlu melihat MSE, jumlah dengan sempurna, ini karena data yang
epoch dan prosentase hasil pengujian. diujikan adalah data yang sempurna (data
Ada beberapa variasi yang MSE-nya lengkap). Untuk mengetahui keandalan
tercapai namun prosentsenya tidak jaringan dapat diuji dengan data yang tidak
tercapai, ada yang MSE tidak tercapai sempurna.
namun prosentasenya tercapai. Selain 2. Jaringan syaraf ada banyak jenisnya, salah
itu, perlu juga melihat grafik yang satunya backpropagation seperti yang
dihasilkan digunakan pada penelitian ini. Untuk
mengetahui kinerja jaringan syaraf tiruan
yang lebih optimal, perlu digunakan algoritma
pelatihan selain backpropagation.
3. Untuk lebih memudahkan pengguna, maka
perlu dibuat suatu interface seperti GUI
(graphical user interface)

DAFTAR PUSTAKA

Aston, Richard. 1991. Principles Of Biomedical


Instrumentation And Measurement.
Maxwell Macmillan International Editions
Hermawan, Arief. 2006. Jaringan Saraf Tiruan
Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: ANDI
OFFSET.
Kusumadewi. Sri 2003. Artificial Intelligence
Teknik dan Aplikasi. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Puspitaningrum, Diyah. 2006. Pengantar
Jaringan Saraf Tiruan. Yogyakarta: ANDI
OFFSET.
Setiawan, Sandi. 1993. Artificial Intelligence.
Yogyakarta: ANDI OFFSET.
Siang.JJ 2005. Jaringan Syaraf Tiruan dan
Pemrogramannya Menggunakan Matlab.
Yogyakarta: ANDI.

www.elekroindonesia.com/jst diupload tanggal 28


Agustus 2007 pukul 14.40 WIB

http://telkomnika.elektrouad.net/?Volume_2%2C
_No_2:Desain_Dan_Penggunaan_%22E2glite
_Expert_System_Shell%22_Untuk_Diagnosis
_Penyakit_THT diupload tanggal 28 Agustus
2007 pukul 14.23 WIB

BIOGRAFI

Arif Jumarwanto, Pendidikan terakhir S1 Teknik


Elektro Unnes
Rudy Hartanto, dosen Teknik Elektro UGM,
menekuni bidang konsentrasi Sistem Informasi
dan Teknologi Komputer.
Dhidik Prastiyanto, dosen Teknik Elektro Unnes,
menekuni bidang konsentrasi Sistem Informasi
dan Teknologi Komputer

Anda mungkin juga menyukai