Anda di halaman 1dari 36

TEKNIK PEMERIKSAAN CT- SCAN KEPALA PADA KASUS

MENINGIOMA DI INSTALASI RADIOLOGI RSU KARDINAH TEGAL

Laporan Praktek Kerja Lapangan III


Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Praktek Kerja Lapangan III

Disusun Oleh :
RATNA ISTININGRUM
NIM. P17430103032

PRODI D-III TEKNIK RADIODIAGNOSTIK


JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG
2005
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan studi kasus dari mahasiawa :


Nama : Ratna Istiningrum
NIM : P17430103032
Judul Laporan Kasus : TEKNIK PEMERIKSAAN CT-SCAN KEPALA
PADA KASUS MENINGIOMA DI INSTALASI
RADIOLOGI RSU KARDINAH TEGAL.

Telah diperiksa dan disahkan untuk memenuhi persyaratan mata kuliah


Praktek Kerja Lapangan III pada Prodi D-III Teknik Radiodiagnostik
Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan
Semarang pada :
Hari/ tanggal :
Tempat : RSU Kardinah Tegal.

Tegal, Desember 2005.

Mengetahui :

Pembimbing PKL III Dosen Penguji

Derman Nagarontak, AMR


NIP. 500108059
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas karuniaNya


sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Praktek Kerja Lapangan III
di RSU Kardinah Tegal dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah PKL III
pada Prodi D-III Teknik Radiodiagnostik Jurusan Teknik Radiodiagnostik
dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Semarang.
Dalam penulisan studi kasus ini, penulis banyak mendapatkan bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, ijinkan penulis
menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak M. Irwan Katili, S.Pd, M.Kes selaku Kepala Jurusan RR.
2. Ibu Santi Irawati, AMR selaku Kepala Ruang Radiologi RSU
Kardinah Tegal.
3. Bapak Dr. H. Alip Asmadi, Sp. Rad selaku Radiolog RSU Kardinah
Tegal.
4. Bapak Herman, Bapak Taufiq, Bapak Sokasari, Bapak Saidum,
Bapak Imam, Bapak Derman yang selalu membimbing kami.
5. Orang tua serta adik-adikku tercinta dirumah yang selalu
mendukung langkah-langkahku.
6. Mas Puput yang selalu memberiku semangat untuk menjalani hari-
harii dengan penuh keceriaan.
7. Panji, Andi, Mbahe yang berjuang bersamaku dalam suka dan duka
di Tegal.
8. Teman-teman seperjuanganku Angkatan XIX Jurusan RR Poltekes
Semarang.

Tak ada gading yang tak retak. Penulis menyadari masih banyak
kekurangan dalam penyusunan laporan ini. Oleh sebab itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan di
masa yang akan datang. Penulis mengharapkan semoga laporan ini
bermanfaat bagi pembaca.

Tegal, Desember 2005.

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Computed Tomography Scanning atau yang lebih dikenal
dengan istilah CT Scan pertama kali diperkenalkan oleh Godfrey
Hounsfield seorang Insiyur dari EMI Limited London dengan James
Ambrosse seorang teknisi dari Atkinson Morley’s Hospital di London
Inggris pada tahun 1970.
CT Scan merupakan perpaduan antara teknologi sinar-X,
komputer dan televiso pada CT Scan komputer menggantikan peranan
pasien dan menyinarinya, kemudian masing – masing detektor yang
berhadapan dengan tabung sinar – X menangkap sisa – sisa sinar – X
yang telah menembus pasien. Semua data dikirimkan ke komputer
untuk selajutnya dilakukan pengolahan. Hasil pengolahan ditampilkan
di layar monitor dalam bentuk penampang bagian tubuh. Keunggulan
dari teknologi inilah yang dimanfaatkan untuk dapat memberikan
diagnosa yang lebih tepat terutama terutama kelainan – kelainan di
dalam otak seperti adanya tumor.
Pemeriksanaan CT – Scan kepala dengan kasus menirgoma
jarang dilakukan di Instalasi Radiologi RSU Kardinah Tegal
dikarenakan kasus tersebut jarang ditemukan. Hal yang mendasari
penulis untuk mengambil kasus meningioma ialah meningioma
termasuk dalam klasifikasi tumor jinak tetapi dalam perkembangannya
dapat terjadi di berbagai tempat pada lapisan selaput otak (meninges)
dan sering menimbulkan kematian pada pasiennya.
Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis ingin mengkaji lebih
lanjut tentang teknik pemeriksaan CT – Scan Kepala di Instalasi
Radiologi RSU Kardinah Tegal dan mengangkatnya dalam bentuk
laporan kasus dengan judul “ TEKNIK PEMERIKSAAN CT – SCAN
KEPALA PADA KASUS MENINGIOMA DI INSTALASI RADIOLOGI
RSU KARDINAH TEGAL”.

Rumusan Masalah
Rumusan masalah laporan kasus ini adalah : bagaimana teknik
pemeriksaan CT – Scan Kepala pada kasus meningoma di Instalasi
Radiologi RSU Kardinah Tegal ?

Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan kasus ini yaitu :
Mengetahui teknik pemeriksaan CT – Scan kepala pada kasus
meninggoma di Instalasi Radiologi RSUD Kardinah Tegal.
Mengetahui hal – hal yang berkaitan dengan teknik pemeriksaan CT –
Scan kepala pada kasus meningoma di Instalasi Radiologi RSU
Kardinah Tegal.
Memenuhi tugas mata kuliah Praktek Kerja Lapangan III

Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penulisan karya tulis ini adalah
:
Menambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis, pembaca dan
civitas akademika tentang pemeriksaan CT – Scan kepala.
Dapat mengetahui dan melaksanakan pemeriksaan CT – Scan kepala.

Sistematika Penulisan
Dalam penulisan tugas akhir ini sistematika penulisan yang
penulis gunakan secara garis besar antara lain :
Bab I : merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, serta
sistematika penulisan.
Bab II : merupakan tinjuan pustaka yang berisi tentang anatomi dan
fisiologi kepala, patologi meninges, dasar – dasar CT –
Scan dan teknik pemeriksaan CT – Scan kepala.
Bab III : merupakan hasil dan pembahasan yang berisi tentang
paparan kasus dan pembahasan.
Bab IV : merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran
Daftar Pustaka
Lampiran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Kepala


1. Anatomi dna Fisiologi Otak
Otak merupakan suatu alat tubuh yang sangat penting karena
merupakan pusat komputer dari semua alat tubuh, bagian dan
saraf sentral yang terletak di dalam rongga tengkorak (kranium)
yang dibungkus oleh selaput yang kuat. Otak terletak dalam rongga
kranium, terdiri dari otak besar (serebrum) dan otak kecil
(serebellum) (Syaifuddin, 1997).
Serebrum merupakan bagian yang terluas dan terbesar dari
otak, berbentuk telur, mengisi penuh bagian depan atas rongga
kranium. Masing – masing disebut fossa kranialis anterior dan
fossa kranialis media. Pada serebrum ditemukan beberapa lobus
yaitu :
a. Lobus frontalis, adalah bagian dari serebrum yang terletak di
depan sulkus sentralis.
b. Lobus parietalis, terletak di depan sulkus sentralis dan
dibelakangi oleh karaco oksipitalis.
c. Lobus temporalis, terdapat di bawah lateral dari fisura serebralis
dan di depan lobus oksipitalis.
d. Oksipitalis, yang mengisi bagian belakang dari serebrum.
Serebellum, terletak pada bagian bawah dan belakang
tengkorak dipisahkan dengan serebrum oleh fisura transversalis
dibelakangi oleh pons varoli dan diatas medulla oblongata. Organ
ini banyak menerima serabut aferen sensorial merupakan pusat
koordinasi dan integrasi. Bentuknya oval, bagian yang mengecil
pada sentral disebut vermis dan bagian yang melebar pada lateral
disebut hemisfer. Serebellum berhubungan dengan batang otak
melalui pendunkulus serebri inferior (korpus retiformi) (Syaifuddin,
1997).

Gambar 1. Otak (Syaifuddin, 1997)


Keterangan :
a. Otak depan g. Serebrum
b. Meningen h. Konvolusi
c. Tulang tengkorak i. Diensefalon
d. Otak tengah j. Serebellum
e. Pons k. Hindbrain
f. Medulla oblongata l. Medulla spinalis

2. Anatomi dan Fisiologi Meninges


Jaringan susunan saraf pusat yang halus, lembut dan lunak
perlu perlindungan yang sempurna. Kulit kepala dan tulang
tengkorak melindungi otak dari berbagai bahaya mekanik apapun
dari luar. Di dalam tengkorak terdapat lagi suatu system
perlindungan yang dibentuk oleh selaput yang khas, yang dalam
keseluruhannya dikenal sebagai meninges. Di sela antara selaput
yang langsung melekat pada jaringan susunan saraf pusat dan
selaput berikutnya terdapat cairan otak, sehingga terbentuk suatu
bantal cairan, yang berperan sebagai penahan kocokan. Selaput
yang langssung membalut jaringan susunan saraf pusat ini
berperan pula sebagai garis pertahanan bila ada bahaya yang
menyelundup dari dalam.
Meninges terdiri atas tiga selaput, yang dari luar ke dalam
secara berturut – turut dinamakan duramater, arakhnoid mater, dan
piamater. Secara kolektif arakhonoid mater dan piamater disebut
juga leptomeninges sedangkan durameter dikenal sebagai
pakimeninges.
a. Dura mater
Terdiri dari jaringan ikat koagen padat, tebal dan keras.
Lapisan yang paling luar berpadu dengan tengkorak dan
merupakan periosteum. Lapisan dalam merupakan selaput yang
melapisi otak dan sumsum belakang. Pada otak lapisan ini
bersatu dengan lapisan luar sehingga tidak terdapat ruang
epidural yang sejati. Pada sumsum belakang kedua lapisan
terpisah, sehingga terdapat ruang epidural yang berisi lemak,
pembuluh darah dan jaringan ikat areoler.
Pada beberapa tempat di otak lapisan dalam dura mater
memeisahkan diri dan membentuk lipatan – lipatan, yaitu falks
serebri antara kedua hemisfer otak, falks serebelli, diafragma
sellae dan tentium serebelli. Lipatan – lipatan dura meter ini
mengndung sinus – sinus berlapisan endotel, yang menyangkut
darah venosa, misalnya sinus sagitalis superior.
b. Araknoidea mater
Merupakan selaput halus berbentuk seperti sarang laba –
laba yang tersusun atas sel mesotel. Pada beberapa tempat,
terutama pada sinus sagitalis superior, terdapat proliferasi sel
mesotel yang disebut villus arachnoidalis, yang menonjol ke
dalam sinus itu dan berperan penting dalam aliran liquor
cerebrispinalis. Antara arakhnoid dan pia meter terdapat ruang
sub arakhnoid, terdiri atas berbagai serabut (terutama serabut
kolagen dengan sedikit serabut elastin dan retikulin) yang
terjalin seperti sarang laba – laba. Ruang ini berisi liquor
cerebrispinalis, selain itu terdapat juga pembuluh darah, saraf,
makrofag dan melanofor (paling banyak dasar otak).
c. Pia mater
Pia mater terdiri atas selapis sel mesotel, yang
berhubungan erat dengan otak. Juga membentuk sebagian sel
choriodea, atap ventrikel keempat dan secara tidak langsung
juga plexus choroideus. Pada bagian kaudal, pia mater berakhir
pada vertebra lumbal kedua dan kemudian membentuk filum
terminale. Pembuluh darah leptomeninges yang masuk kedalam
parenkim otak disertai oleh pia meter dan sekitar pembuluh
darah terdapat ruang perivaskuler (Virchow – Robin).

Gambar 2. Bagian potongan melintang daerah dorsomedial


hemisferium serebri pada fisura longitudinalis serebri, yang
memperlihatkan meninges dan ruang sub arakhnoid (Sidharta, 1986)
Keterangan :
a. Trabekula arakhnoidalis f. Vilus arakhnoidalis
b. Ruang subdural terbuka
c. Arakhnoidalis mater g. Sinus sagitalis superior
d. Pia mater h. Sela Virchow – Robin
e. Vilus arakhnoidalis i. Dura mater
tertutup j. Korteks serebri
k. Falks serebri
l. Ruang subarakhnoid
B. Patologis Meninges
Mneurut Robins dan Kumar (1995) tumor (neoplasma)
hanyalah merupakan suatu benjolan atau pembengkakan yang
diantaranya dapat disebabkan oleh edema atau perdarahan dalam
jaringan. Namun istilah tumor sekarang ini diterapkan hanya semata –
mata untuk massa neoplasmatik yang dapat menyebabkan benjolan
pada permukaan tubuh.
Proses neoplasmatik atau proses malignitas di susunan saraf
mencakup neoplasma saraf primer dan non saraf atau metastasik. Kira
– kira 10 % dari semua proses neoplasmatik di seluruh tubuh
ditemukan pada susunan saraf dan selaputnya, 8 % berlokasi di ruag
intra cranial dan 2 % di ruang kanalis spinalis. Bilamana statistik
proses neoplasmatik saraf primer saja yang ditinjau, maka dapat
dinyatakan antara 3 – 7 orang dari 100.000 penduduk mempunyainya.
Untuk frekuensi neoplasma di dalam ruang intra cranial adalah sebagai
berikut : glioma (41 %), meningioma (17 %), adenoma hipofisis (13 %),
neurilemoma (12 %), sisanya neoplasma metastastik dan neoplasma
pembuluh darah serebral. Pembagian tumor dalam kelompok benigna
dan maligna tidak berlaku secara histologik, dapat menduduki tempat
yang vital, sehingga menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat
(Mardjono, 1989).
Meningioma adalah tumor (neoplasma) yang tumbuh dari sel
arakhnoid atau sel – sel lapisan dalam dura meter. Lokasinya sering
disebelah kanan dan kiri sutura sagital, di krista sfenoidea, di sekitar
sela tursika dan di daerah nervus olfaktorius. Meningioma juga
dijumpai di dalam kanalis vertebra tetapi frekuensinya sangat jarang.
Meningioma yang jinak menyebabkan tekanan terhadap jaingan di
sekitarnya. Yang ganas menyusup jaringan tulang maupun jaringan
otak yang dinamakan meningeosarkoma. Ada jenis lain meningioma
yang ganas local dan hanya tumbuh menyebuk ke dalam tulang, jenis
ini dinamakan meningioma infiltrans. Tumor ini dapat menebus tulang
tengkorak dan terdapat di dalam otot – otot dibawah kulit kepala
(Markam, 1992).
Secara makroskopis, meningioma biasanya merupakan massa
yang bulat berbenjol – benjol tidak teratur, yang melekat erat pada
dura meter dan mengidentasi permukaan otak tetapi jarang
menerobosnya. Pertubuhannya kadang terjadi dalam bentuk seperti
dijumpai hiperostosis tuang diatasnya dan kadang – kadang ada invasi
dipermukaannya. Bisanya merupakan tumor yang kenyal dan padat,
sering membentuk pola seperti pusaran (a whorl – like pattern) pada
penampung melintang (Robins & Kumar, 1995).
Menurut Robins & Kumar (1995) secara mikroskopis ada 3
jenis gambaran histologis yang penring yaitu : sinsitial, fibroblasti, dan
transisional. Mereka lebih membentuk suatu spectrum daripada
merupakan 3 jenis kesatuan yang sama sekali terpisah.
1. Meningioma sinsitial, cenderung mengikhtisarkan sel
meningotelial yang normal, dengan pusaran sel yang jelas dan
berbentuk nodul. Batas sel tidak jelas dan pada mikroskop electron
tampak hubungan jalur yang kompleks diantara membran sel,
dengan demosom dan hubungan celah.
2. Meningioma fibroblastic, mempunyai sel biopar berbentuk
kumparan terjalin dalam pita – pita dan petak – petak. Intinya
cenderung lebih memanjang dan mempunyai kromatin yang lebih
padat, sehingga menyerupai fibroblastic.
3. Meningioma transisional, menunjukkan sifat pertengahan
dan sering berisi badan psammoma (psammoma bodies) yang
merupakan struktur berbentuk bola yang kasar, berlapis dan
berkapur. Badan psammoma ini juga sering ditemukan dalam
jumlah kecil pada kedua jenis meningioma sinsitial dan fibroblastic.
Gambar 3. Gambaran Mikroskopis dari meningioma, menunjukkan
banyak pusaran konsentris dan sebuah badan psammoma (Robins
& Kumar, 1995)
Pemeriksaan CT Scan merupakan salah satu cara untuk
mendeteksi ada tidaknya tumor ini. Secara ekstrinsik tumor ini berada
di luar jaringan otak, efek massanya dapat berupa pergeseran garis
tengah, kompresi ventrukuler dan kadang hidrosefalus (sekunder
terhadap lesi ventrikel ketiga atau fossa posterior). Efek terhadap
tulang yang berdekatan terjadi hiperostosis, lesi single atau multiple
tergantung keganasannya. Efek penguatan kontras berupa homogen
setelah pemasukan media kontras (Saanin, 2002).
C. Dasar – Dasar CT Scan
CT Scan merupakan perpaduan antara teknologi sinar – X,
komputer dan televisi. Prinsip kerjanya yaitu berkas sinar – X yang
terolomasi dan adanya detector – detector. Tabung sinar – X memutari
pasien dan menyinarina kemudian masing – masing detector yang
berhadapan dengan tabung sinar – X menangkap sisa – sisa sinar – X
yang telah menembus pasien. Selanjutnya berkas – berkas sisa sinar
– X yang telah diterima detector dikirimkan ke komputer. Di dalam
komputer terjadi proses pengolahan dan perekonstuksian gambar
dengan penerapan prisnip matematika atau yang lebih dikenal dengan
rekonstruksi algorithma. Setelah proses pengolahan selesai maka data
– data yang telah diperoleh berupa data digital yang selanjutnya
diubah menjadi daa analog untuk ditampilkan ke layar monitor.
Gambar yang ditampilkan dalam layar monitor berupa informasi
anatomis irisan tubuh (Radas, 1992). Pada CT Scan prinsip kerjanya
hanya dapat men-scanning tubuh dengan irisan melintang tubuh
(poongan axial). Namun dengan memanfaatkan teknologi komputer
maka gambaran axial yang telah didapatkan dapat direformat kembali
sehingga didapatkan gambaran coronal, sagital, obliq, diagonal
bahkan bentuk 3 dimensi dari obyek tersebut (Tortorici, 1995).

Gambar 4. Prinsip Kerja CT Scan (www.emedline.com)


Keterangan :
a. Tabung sinar – X c. Detektor e. Komputer
b. Kolimator d. Monitor
1. Perkembangan CT Scan
Setelah Godfrey Hounsfield dari EMI Limited London dan
James Ambrosse dari Atikson Morleys Hospital mulai
memperkenalkan CT Scan pada tahun 1970 di London Inggris
maka CT Scan mengalami perkembangan yang cukup pesat. CT
Scan pada masa tersebut hanya dapat men-scanning kepala
dengan waktu pemeriksaan yang cukup lama. Pada periode –
periode selanjutnya CT Scan mengalami berbagai pembaharuan
dimulai dari CT Scan generasi kedua hingga CT Scan generasi
kelima. Pada prisipnya pembaharuan tersebut terletak pada fungsi
pemeriksaan dan waktu pemeriksaan yang semakin singkat
(Rasas, 1992)
Pada tahun 1990, CT Scan mengalami kemajuan yang
cukup penting yaitu diperkenalkannya CT Helical atau CT Spiral.
Keunggulan dari pirantu ini adalah waktu eksposi yang semakin
singkat. CT Helical menggunakan metode slip ring yang pada
prinsipnya menggantikan kabel – kabel tegangan tinggi yang
terpasang pada tabung sinar – X didalam gantry yang disertai
dengan pergerakan meja. Dengan metode ini tabung sinar – X
dapat berotasi secara terus menerus sambil mengeksposi pasien
yang bergerak secara sinkron. Prinsip inilah yang dikenal sebagai
spiral. Di dalam CT Helical dikenal prinsip single slice dan multi
slice. Perbedaan utama dari kedua prinsip ini terletak pada jumlah
jalur detector yang berpengaruh pada lamanya pemeriksaan dan
resolusi gambar yang dihasilkan (Hu, 1999).
2. Komponen Dasar CT Scan
Menurut Tortorici (1995) CT Scan memiliki tiga komponen
utama yaitu : gantry, meja pemeriksaan (couch), dan konsul.
Gantry dan couch berada didalam ruang pemeriksaan sedangkan
konsul diletakkan terpisah dalam ruang kontrol.
a. Gantry
Di dalam CT Scan, pasien berada diatas meja
pemeriksaan dan meja tersebut dapat bergerak menuju gantry.
Gantry ini terdiri dari beberapa perangkat keras yang
keberadaannya sangat diperlukan untuk menghasilkan suatu
gambaran. Perangkat keras tersebut antara lain : tabung sinar
– X, kolimator dan detector.
1) Tabung sinar – X
Berdasarkan strukturnya, tabung sinar – X sangat
mirip dengan tabung sinar – X konvensional namun
perbedaannya terletak pada kemampuannya untuk
menaham panas dan output yang tinggi. Panas yang cukup
tinggi disebabkan karena perputaran anoda yang tinggi
dengan elektron-elektron yang menumbukinya. Ukuran
focal spot yang kecil (kurang dari 1mm) sangat dibutuhkan
untuk menghasilkan resolusi yang tinggi.
2) Kolimator
Kolimator berfungsi untuk mengurangi radiasi
hambur, membatasi jumlah sinar-X yang sampai ke tubuh
pasien serta untuk meningkatkan kualitas gambaran. Tidak
seperti pada pesawat radiografi konvensional, CT Scan
mengunakan 2 buah kolimator. Kolimator pertama
diletakkan pada rumah tabung sinar-X yang disebut Pre
pasien kolimator dan kolimator yang kedua diletakkan
antara pasien dan detektor yang disebut pre detektor
kolimator atau post pasien kolimator.
3) Detektor
Selama eksposi, berkas sinar-X (foton) menembus
pasien dan mengalami perlemahan (atenuasi). Sisa-sisa
foton yang telah teratenuasi kemudian ditangkap oleh
detector. Ketika detector menerima sisa-sisa foton tersebut,
foton berinteraksi dengan detector dan memproduksi sinyal
dengan arus yang kecil yang disebut sinyal output analog,.
Sinyal ini besarnya sebanding dengan intensitas radiasi
yang terima. Kemampuan penyerapan detector yang tinggi
akan berakibat kualitas gambar yang dihasilkan menjadi
lebih optimal.

b. Meja Pemeriksaan (couch)


Meja pemeriksaan merupakan tempat untuk
memposisikan pasien. Meja ini biasanya terbuat dari fiber
karbon. Dengan adanya bahan ini maka sinar-X yang
menembus pasien tidak terhalangi jalannya untuk menuju ke
detector. Meja ini harus kuat dan kokoh mengingat fungsinya
untuk menopang tuibuh pasien selama meja bergerak ke
dalam gantry.
c. Sistem Konsul
Konsul tersedia dalam berbagai variasi. Model yang
lama masih menggunakan dua system konsul yaitu untuk
pengoperasian CT Scan sendiri dan untuk perekaman dan
pencetakan gambar. Model yang terbaru sudah memakai
system satu konsul dimana memiliki banyak kelebihan dan
banyak fungsi. Bagian dari system konsul ini yaitu :
1. Sistem Kontrol
Pada bagian ini petugas dapat mengontrol
parameter-parameter yang berhubungan dengan
beroperasinya CT Scan seperti pengaturan kV, mA, waktu
scaning, ketebalan irisan (slice thicknes), dan lain-lain.
Juga dilengkapi dengan keyboard untuk memasukan data
pasien dan pengontrolan fungsi tertentu dalam komputer.
2. Sistem Pencetakan Gambar
Setelah gambaran CT Scan diperoleh, gambaran
tersebut dipindahkan ke dalam bentuk film. Pemindahan
ini dengan menggunakan kamera multiformat. Cara
kerjanya yaitu kamera merekam gambaran di monitor dn
memindahkannya kedalam film. Tampilan gambar di film
dapat mencapai 2 – 24 gambar tergantung ukuran filmnya
(biasaya 8 x 10 inchi atau 14 x 17 inchi)
3. Sistem Perekaman Gambar
Merupakan bagian penting yang lain dari CT Scan.
Data – data pasien yang telah ada disimpan dan dapat
dipanggil kembali dengan cepat. Biasanya system
perekaman ini beupa disket optik dengan kemampuan
penyimpanan sampai ribuan gambar. Ada pula yang
menggunakan magnetic tape dengan kemampuan
penyimpanan data yang sampai 200 gambar.

Gambar 5. Komponen Dasar CT Scan


(www.shimadzu.com)
Keterangan :
a. Meja pemeriksaan
b. Gantry
c. System konsul

3. Parameter CT Scan
Gambar pada CT Scan dapat terjadi sebagai hasil dari
berkas – berkas sinar – X yang mengalami perlemahan setelah
menembus obyek, ditangkap detector, dan dilakukan pengolahan
dalam komputer. Penampilan gambar yang baik tergantung pada
kualitas gambar yang dihasilkan sehingga aspek klinis dari gambar
tersebut dapat dimanfaatkan dalam rangka untuk penegakakn
diagnosa. Sehubungan dengan hal tersebut maka dalam CT Scan
dikenal beberapa parameter untuk pengontrolan ekposi dan
aoutput gambar yang optimal.

a. Slice thickness
Slice thickness adalah tebalnya irisan atau potongan
dari obyek yang diperiksa. Nilainya dapat dipilih antara 1 mm –
10 mm sesuai dengan keperluan klinis. Pada umumnya ukuran
yang tebal akan menghasilkan gambaran dengan detail yang
rendah sebaliknya ukuran yang tipis akan menghasilkan
gambaran dengan detail yang tinggi.
b. Range
Range atau rentang adalah perpaduan / kombinasi dari
beberapa slice thikness. Sebagai contoh untuk CT Scan
kepala, range yang digunakan adalah dua. Range pertama
lebih tipis dari range kedua. Range pertama meliputi irisan dari
basis cranii hingga pars petrosus dan range kedua dari pars
petrosus hingga verteks. Pemanfaatan dari range adalah untuk
mendapatkan ketebalan irisan yang berbeda pada satu
lapangan pemeriksaan.

Gambar 6. Teknik dua range pada pemeriksaan CT Scan


Kepala (Journal, 2003)
c. Volume Investigasi
Volume investigasi adalah keseluruhan lapangan dari
obyek yang akan diperiksa. Lapangan obyke ini diukur dari
batas waktu obyek hingga batas akhir obyek yang akan diiris.
Besarnya volume investigasi tergantung pada keperluan klinis
dan pada umumnya nilai yang semakin tinggi akan berakibat
dosis yang diterima pasien akan semakin besar.
d. Faktor Eksposi
Faktor eksposi adalah faktor – faktor yang
berpangaruh terhadap eksposi meliputi tegangan tabung (kV),
arus tabung (mA) dan waktu eksposi (s). besarnya tegangan
tabung dapat dipilih secara otomatis pada tiap – tiap
pemeriksaan. Namun kadang – kadang pengaturan tegangan
tabung diatur ulang untuk menyesuaikan ketebalan obyek yang
akan diperiksa (rentangnya antara 80 – 140 kV). Tegangan
tabung yang tinggi biasanya dimanfaatkan untuk pemeriksaan
paru dan struktur tulang seperti pelvis dan vertebra. Tujuannya
adalah untuk mendapatkan resolusi gambar yang tinggi
sehubungan dengan letak dan struktur penyusunnya.
e. Field of View (FOV)
Field of view adalah diameter maksimal dari gambaran
yang akan direkonstuksi. Besarnya bervariasi dan biasanya
berada pada rentang 12 – 50 cm. FOV yang kecil akan
meningkatkan resolusi gambaran karena dengan FOV yang
kecil maka akan mereduski ukuran pixel (picture element).
Sehingga dalam proses rekonstuksi matriks hasil gambarnya
akan menjadi lebih teliti. Naun jika ukuran FOV terlalu kecil
maka area yang mungkin dibutuhkan untuk keperluan klinis
menjadi sulit untuk dideteksi.
f. Gantry Tilt
Gantry tilt adalah sudut yang dibentuk antara bidang
vertical dengan gantry (tabung sinar – X dan detektor). Rentang
penyudutan antara 250 sampai + 250. Penyudutan dari gantry
bertujuan untuk keperluan diagnosa dari masing – masing
kasus yang dihadapi. Disamping itu bertujuan untuk mereduksi
dosis radiasi terhadap organ – organ yang sensitive seperti
mata.
g. Rekonstuksi Matriks
Rekonstruksi matriks adalah deretan baris dan kolom
dari picture element (pixel) dalam proses perekonstruksian
gambar. Rekonstruksi matriks ini merupakan salah satu stuktur
elemen dalam memori komputer yang berfungsi untuk
merekonstruksi gambar. Pada umumnya matriks yang
digunakan berukuran 512 x 512 (512 2) yaitu 512 baris dan 512
kolom. Rekonstruksi matriks ini berpengaruh terhadap resolusi
gambar yang akan dihasilkan. Semakin tinggi matriks yang
dipakai maka semakin tinggi resolusi yang akan dihasilkan.
h. Rekonstruksi Algorithma
Rekonstuksi alogarithma adalah prosedur matematis
(alogarithma) yang digunakan dalam merekonstruksi gambar.
Penampakan dan karakteristik dari gambar CT Scan tergantung
pada kuatnya alogarithma yang dipilih. Sebagian besar CT
Scan sudah abdomen, dan lain – lain. Semakin tinggi resolusi
alogarithma yang dipilih maka semakin tinggi pula resolusi
gambar yang akan di hasilkan. Dengan adanya metode ini
maka gambaran seperti tulang, soft tissue dan jaringan –
jaringan lain dapat dibedakan dengan jelas pada layar monitor.
Window W242424242424242424ow width adalah
rentang nilai computed tomography yang dikonversi menjadi
gray levels untuk ditampilkan dalam TV monitor. Setelah
komputer menyelesaikan pengolahan gambar melalui
rekonstruksi matriks dan alogarithma maka hasilnya akan
dikonversi menjadi skala numerik yang dikenal dengan nama
nilai computed tomography. Nilai ini mempunyai satuan HU
(Hounsfield Unit) yang diambil dari nama penemu CT Scan
kepala pertama kali yaitu Godfrey Hounsfield.
Table Nilai CT pada jaringan yang berbeda dan
penampakannya
dalam layar monitor (Bontrager, 2001)
Tipe Jaringan Nilai CT (HU) Penampakan
Tulang + 1000 Putih
Otot + 50 Abu – abu
Materi putih + 45 Abu – abu menyala
Materi abu – abu + 40 Abu – abu
Darah + 20 Abu – abu
CSF + 15 Abu – abu
Air 0
Lemak -100 Abu – abu gelap ke
Paru - 200 hitam
Udara - 1000 Abu – abu gelap ke
hitam
Hitam

Dasar pemberian nilai ini adalah air dengan nilai 0 HU.


Untuk tulang mempunyai nilai + 1000 HU kadang sampai +
3000 HU. Sedangkan untuk kondisi udara nilai yang dimiliki –
1000 HU. Diantara rentang tersebut merupakan jaringan atau
substansi lain dengan nilai yang berbeda – beda pula
tergantung pada tingkat perlemahannya. Dengan demikian
maka penampakan tulang dalam layar monitor menjadi putih
dan penampakan udara hitam. Jaringan dan substansi lain
akan dikonversi menjadi warna abu – abu yang bertingkat yang
disebut gray scale. Khusus untuk darah yang semula dalam
penampakannya berwarna abu – abu dapat menjadi putih jika
diberi media kontras iodine.
i. Window Level
Window level adalah nilai tengah dari window yang
digunakan untuk penampilan gambar. Nilainya dapat dipilih dan
tergantung pada karakteristik perlemahan dari struktur obyek
yang diperiksa. Window level ini menentukan densitas gambar
yang akan dihasilkan.
4. Teknik Pemeriksaan CT Scan Kepala
a. Pengertian
Teknik pemeriksaan CT Scan kepada adalah teknik
pemeriksaan secara radiology untuk mendapatkan informasi
anatomis irisan atau penampung melintang kepada yang diolah
dengan menggunakan teknologi komputer (Brooker, 1986)
b. Indikasi Pemeriksaan (Bontrager, 2001)
1) Tumor, massa dan lesi
2) Metastase otak
3) Perdarahan intra krinal
4) Aneurisma
5) Abses
6) Atropi otak
7) Kelainan post trauma (epidural dan subdural
hematom)
8) Kelainan kongential
c. Persiapan Pemeriksaan
1) Persiapan pasien
Tidak ada persiapan khusus bagi penderita, hanya saja
instruksi – isntruksi yang menyangkut posisi penderita dan
prosedur pemeriksaan harus diberitahukan dengan jelas
terutama jika pemeriksaan dengan menggunakan media
kontras. Benda aksessoris seperti gigi paslu, rambut palsu,
anting – anting, penjepit rambut dan alat bantu pendengar
harus dilepas terlebih dahulu sebelum dilakukan
pemeriksaan karena akan menyebabkan artefak. Untuk
kenyamanan pasien mengingat pemeriksaan dilakukan pada
ruangan ber-AC sebaiknya tubuh pasien diberi selimut
(Brooker, 1986).
2) Persiapan Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan untuk pemeriksaan CT
Scan kepala secara umum adalah pesawat CT Scan lengkap
dengan komponen pendukungnya seperti media pencetakan
gambar. Alat pemifiksasi, selimut, tabung oksigen. Jika
pemeriksaan dengan menggunakan media kontras maka
alat dan bahan tambahan yang diperlukan adalah sebagai
berikut :
a) Peralatan steril :
(1) Alat – alat suntik
(2) Spuit
(3) Kassa dan kapas
(4) Alkohol
b) Peralatan non seteril :
(1) Media kontras
3) Persiapan Media Kontras
Dalam pemeriksaan CT Scan dibutuhkan penggunaan
media kontas agar stuktur – struktur anatomi tubuh seperi
pembuluh darah dan organ – organ tubuh lainnya dapat
dibedakan dengan jelas. Selain itu dengan penggunaan
media kontas maka dapat menampakkan adanya kelainan –
kelainan dalam tubuh seperti adanya tumor.
a) Teknik Injeksi sevara intra vena
(1) Jenis media kontras : angiografin, omnipaque,
visipaque
(2) Volume pemakaian : 30 ml – 50 ml
(3) Injeksi rate : Injeksi cepat (3 ml / detik)
(4) Waktu scan : Scanning seharusnya dilakukan
pada saat 20 – 30 detik setelah pemasukan awal
media kontras.
4) Teknik Pemeriksaan
a) Posisi pasien : supine diatas meja
pemeriksaan dengan posisi kepala dekat dengan gantry.
b) Posisi obyek : kepala hiperfleksi dan
diletakkan pada head holder. Kepala diposisikan
sehingga Mid Sagital Plane (MSP) tubuh sejajar dengan
lampu indikator horizontal. Lengan pasien diletakkan
diatas perut atau disamping tubuh. Untuk mengurangi
pergerakan dahi dan tubuh pasien sebaiknya difiksasi
dengan head clem pada head holder dan meja
pemeriksaan. Lutut diberi pengganjal untuk kenyamanan
pasien (Nesseth, 2000).

Gambar 7, Pengaturan posisi pasien


(www.emedline.com)
c) Scan Parameter :
(1) Scanogram : kepala lateral
(2) Range : range 1 dari basis cranii sampai pars
petrosus dn range II dari pars petrosus sampai
verteks.
(3) Slice thickness : 2 – 5 mm (range 1) dan 5 – 10
mm (range II)
(4) FOV : 24 cm
(5) Gantry tilt : sudut gantry tergantung pada besar
kecilnya sudut yang terbentuk oleh orbito meatal
line (OML) dengan garis vertical.
(6) kV : 120
(7) mAs : 250 – 300
(8) Rekonstruksi alogarithma : soft tissue
(9) Window width : 0 – 90 HU (otak supratentorial)
110 – 160 HU (otak pada fossa
posterior)
2000 – 3000 HU (tulang)
(10) Window level : 40 – 45 HU (otak supratentorial)
30 – 40 HU (otak pada fossa
posterior)
200 – 400 HU (tulang)
d) Foto sebelum dan sesduah pemasukan
media kontras
Secara umum pemeriksaan CT Scan kepala
membutuhkan 10 – 12 irisan axial. Namun ukuran
tersebut dapat bervariasi tergantung keperluan
diagnosa. Untuk kasus seperti tumor maka jumlah irisan
akan mencapai dua kalinya karena harus dibuat foto
sebelum dan sesudah pemasukan media kontras.
Tujuan dibuat foto sebelum dan sesusah pemasukan
media kontras adalah agar dapat membedakan dengan
jelas apakah organ tersebut mengalami kelainan atau
tidak.
e) Gambar yang dihasilkan dalam
pemeriksaan CT Scan kepala pada umumnya dapat
terwakili oleh beberapa criteria dibawah ini :
(1) Potongan axial 1
Merupakan bagian paling superior dari otak yang
disebut hemisfere. Kriteria gambarnya adalah
tampak :
(a) Bagian anterior
sinus superior sagital
(b) Centrum semi
ovale (yang berisi materi serebrum)
(c) Fissura longitudinal
(bagian dari falks serebri)
(d) Sulcus
(e) Gyrus
(f) Bagian posterior
sinus superior sagital
Gambar 8 Posisi Irisan Axial I pada Otak (Bontrager,
2001)

Gambar 9, Gambar Irisan Axial I pada CT Scan dan


Jaringan Otak (Bontrager, 2001)
(2) Potongan axial IV
Merupakan irisan axial yang ke empat yang disebut
tingkat medial ventrikel. Kriteria gambarnya tampak :
(a) Anterior corpus
callosum
(b) Anterior horn dari
vertikel lateral kiri
(c) Nucleus caudate
(d) Thalamus
(e) Vertikel tiga
(f) Kelanjar pineal
(agak sedikit menggalami klasifikasi)
(g) Posterior horn dari
ventrikel lateral kiri
Gambar 10, Posisi Irisan Axial Otak 9Bontrager,
2001)

Gambar 11, Gambar Irisan Axial pada CT Scan dan


Jaringan Otak (Bontrager, 2001)
(3) Potongan Axial V
Menggambarkan jaringan otak dalam ventrikel medial
tiga. Criteria gambar tampak :
(a) Anterior corpus
callosum
(b) Anterior horn
ventrikel lateral kiri
(c) Ventrikel tiga
(d) Kelenjar pineal
(e) Protuberaia
occipitak interna

Gambar 12, Posisi Irisan Axial V Otak 9Bontrager,


2001)

Gambar 13, Gambar Irisan Axial Vpada CT Scan dan


Jaringan Otak (Bontrager, 2001)
(4) Potongan axial VII
Irisan ke tujuh meruakan penggamaran jaringan dari
bidang orbita. Struktur dalam irisan ini sulit untuk
ditampakkan dengan baik dalam CT Scan. Modifikasi
– modifikasi sudut posis kepala dilakukan untuk
mendapatkan gambaran rongga orbita yang lebih
baik. Kriteria gambarannya adalah tampak :
(a) Bola mata / ocular
bulb
(b) Nervus optik kanan
(c) Optika chiasma
(d) Lobus temporal
(e) Otak tengah
(f) Serebellum
(g) Lobus oksipikal
(h) Air cell mastoid
(i) Sinus ethmoid dan
sinus sfenoid

Gambar 14, Posisi Irisn Axial VII Otak (Bontrager, 2001)

Gambar 15, Gambar Irisan Axial VII pada CT Scan dan


Jaringan Otak (Bontrager, 2001)

Anda mungkin juga menyukai