Anda di halaman 1dari 53

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu pengetahuan di bidang kedokteran semakin

berkembang yaitu dengan ditemukannya alat dan metode yang

dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa terhadap

penderita dilakukan berbagai cara lain seperti pemeriksaan fisik,

pemeriksaan labolatorium dan pemeriksaan secara radiologis.

Pemeriksaan secara radiologis dapat memberikan

informasi secara radiografi yang optimal baik keadaaan anatomis

maupun fisologi dari organ yang tidak dapat diraba dan dilihat

secara langsung.

Pemeriksaan radiologi secara garis besar dibagi

menjadi dua bagian yaitu, pemriksaan radiologi dengan bahan

kontras dan tanpa kontras. Salah satu pemeriksaan tanpa

kontras yaitu pemeriksaan sinus parasnasalis.

Pemeriksaan ini dapat dilakukan karena adanya indikasi

seperti sinusitis, osteomalitis, dan sinus polip.selama

melaksanakan PKL II DI RSUD LAMADUKELLENG SENGKANG

telah melakukan beberapa jenis pemeriksaan dan salah satu

yang saya angkat sebagai contoh kasus disajikan dalam bentuk


2

laporan berjudul TEKNIK RADIOGRAFI SINUS PARANASALIS

PADA KASUS SINUSITIS MAXILLARIS DEXTRA

Saya mengambil pemeriksaan ini karena merupakan

salah satu kasus yang selalu dianggap sepele karena dan tak

diketahui secara luas baik dari segi teknik pemeriksaan maupun

dikalangagn masyarakat itu sendiri.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas penulis

mengemukan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana teknik pemeriksaan radiografi sinus paranasalis

dengan kasus sinusitis maxillaris dextra di instalasi radiologi

RSUD.Lamadukelleng Sengkang?

2. Bagaimana hasil radiograf sinus paranasalis dengan kasus

sinusitis di RSUD. Lamaddukkelleng Sengkang?

C. Tujuan Penulisan

Dalam penulisan laporan kasus ini penulis mempunyai

tujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana teknik pemeriksaan sinus

paranasalis dengan kasus sinusitis maxillaries dextra.

2. Untuk mengetahui sejauh mana informasi yang diperoleh

dari teknik pemeriksaan yang dilakukan dalam rangka

penegakan diagnosa pada kasus sinusitis maxillaris dextra.


3

3. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktek

Kerja Lapangan II semester 4 jurusan Teknik

Radiodiagnostik dan Radioterapi Atro Muhammadiyah

Makassar

D. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan dalam laporan ini beberapa diantaranya :

1. Manfaat praktis

Dalam penulisan laporan ini diharapkan dapat meningkatkan

kemampuan mahasiswa dan menggali wawasan serta

mampu menerapkan ilmu yang telah didapatkan mengenai

teknik pemeriksaan pada setiap kasus untuk kepentingan

individual maupun masyarakat ynag bermanfaat.

2. Manfaat ilmiah

Hasil dari laporan ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran dalam memperkaya wawasan konsep

praktek tenga medis yang tentang kesehatan ataupun

menjaga kekebalan tubuh kita dan keluarga

3. Manfaat institusi

a. Bagi RSUD.lamadukelleng sengkang diharapkan dapat

berguna sebagai bahan perencanaan dan evaluasi

permasalahan yang ada khususnya pada kasus patologi

sinus paranasalis dengan klinis sinusitis maxillaris dextra


4

b. Bagi instansi pendidikan diharapkan dapat berguna

sebagai bahan masukan bagi institusi khususnya, ATRO

MUHAMMADIYAH MAKASSAR dalam meningkatkan

wawasan mahasiswa mengenai teknik pemeriksaan

radiografi dengan kasus sinusitis maxillaris dextra.

4. Manfaat masyarakat

Sebagai informasi pentingnya kesehatan dalam kehidupan dan

meningkatkan kewaspadaan mereka mengenai penyakit

sinusitis.
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Lokasi PKL

1. Tinjauan Umum Tentang RSUD Lamaddukkelleng Sengkang

Pada tahun 1930 di Kabupaten Wajo didirikan sebuah

asrama tentang Belanda, sesuai asrama juga berfungsi sebagai

Rumah Sakit. Rumah Sakit di Kabupaten Wajo berfungsi penuh

dibawah pengawasan daerah Kabupaten Bone sampai tahun

1964. Sejak tahun 1964 sampai sekarang, telah berdiri sendiri

menjadi Rumah Sakit Umum Sengkang, dan tidak berada

dibawah pengawasan kab.Bone.

Rumah Sakit mengalami perbaikan dan rehabilitasi

dengan dibangunnya satu ruangan rontgen pada tahun 1987.

Demi peningkatan mutu pelayanan kesehatan maka pemerintah

kabupaten Dati II Wajo mendirikan Rumah Sakit Umum pada

tahun 1994 yang terletak di jalan Kartika Chandra Kirana Kel.

Maddukkelleng Kec.tempe yang sebelumnya teerletak di jalan

Ahmad yani , sedangkan gedung RSU yang lama difungsikan

sebagai Institusi pendidikan tenaga kesehatan yaitu Sekolah

Perawat Kesehatan ( SPK ) PEMDA Tk.II Wajo.


6

Berdasakan SK.MENKES RI NO.

359/MENKES/SK/1994 tanggal 28 april 1994 Rumah Sakit

Umum Sengkang ditinggalkan tipenya dari D ke C, begitupula

namanya berubah menjadi Rumah Sakit Umum

Lamaddukkelleng Sengkang dengan Luas 52.824 m 2 dan

diresmikan pemakaiannya oleh gubernur Sulawesi selatan pada

tanggal 3 September 1994.

Sejak berdirinya RSUD Lamaddukkelleng telah

mengalami beberapa pergantian direktur sebagai berikut :

a. dr Mahler

b. dr.H.M. Sanusi Karateng

c. dr.M Badwi

d. dr.widiarta T.J.Widya Utama

e. dr.sofyan Syamsudin

f. dr.H.Abdul Azis M.,M.kes

g. dr.Hj.Relaty Sri Rejeki, M.kes

h. dr.H.Baso Rahmanuddin, MM, M.kes

i. dr.H.Muhammad Nur Tangsi S.ked

2. Tinjauan Umum Tentang Unit Radiologi

Pada tahun 1987 adalah masa berdirinya unit instalasi

radiologi di RSUD Lamaddukkelleng Sengkang Kab. Wajo,

direktur RSUD Sengkang saat itu dipimpin oleh dr.H.M. Sanusi

Karateng.
7

Dan sekarang direktur RSUD Lamadukkelleng

Sengkang dipimpin dr.H. Muhammad Nur Tangsi S.Ked, dan

Kepala Instalasi Radiologi di kepalai oleh dr. H. Mustamin M.Kes.

Sp.Rad, dan Kepala ruangan Andi Muhammad Fahmi Amd.Rad,

Adapun petugas radiografer sebagai berikut :

a. Radiasi Nasaruddin, AMR. S.ST,

b.Hastina Amd.Rad

c. Erma Yuliani Amd.Rad,

d. Besse Rosneni Amd.Rad

e. Nurul Mutmainnah Amd.Rad

f. Jumriani Amd.Rad

g. Jumriana Amd.Rad

h. Besse Ervi Yuliana Amd.Rad

Petugas admin radiologi Reski Fadilah, Suhadirman, Fuji Pratiwi

SE.

Instalasi Radiologi RSUD Lamaddukkelleng Sengkang

memiliki falsafah tempat pengalaman iptek bidang radiologi

dengan mengupayakan pelayanan prima dan terunggul , dan

memiliki tujuan seperti membantu dalam penegakan diagnosa,

mengamalkan dan mengembangkan iptek bidang radiologi ,

mendukung tercapainya visi RSUD Lamaddukkelleng Sengkang

kabupaten wajo dengan tercapainya juga menjadi instalasi

radiologi yang prima dan terunggul pada tahun 2014 , yang


8

memiliki MOTTO sehat , puas, dan BAHAGIA adalah harapanku

karena kami akan melayani dengan hati yang ikhlas .

Denah ruangan Instalasi Radiologi RSUD

Lamaddukkelleng Sengkang Terdiri dari :

a. Ruangan Administrasi

b. Ruang USG

c. Kamar pemeriksaan

d. Ruang Operator

e. Kamar Gelap

f. Ruang Pengeringan film

g. Kamar Petugas

h. Ruang Tunggu Pasien

i. Ruang Ganti

j. Toilet

Keseluruhan pesawat yang ada di Instalasi Radiologi

RSUD Lamaddukkelleng Sengkang :

1. Pesawat sinar-x konvensional 1 buah

2. Pesawat sinar-x mobile 3 buah

3. Pesawat Panoramik 1 buah

4. Pesawat USG 2 buah


9

B. Tinjauan Umum Tentang Anatomi,Fisiologi, dan Patologi

a. Anatomi Sinus Paranasalis

Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh

manusia yang sulit dideskripsikan karena bentuknya sangat

bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal,

mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal,sinus

etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri.

Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-

tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang.Semua

sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.

Semua sinus dilapisi oleh epitel saluran pernafasan

bersilia yang mengalami modifikasi dan mampu menghasilkan

mukus serta secret yang disalurkan kedalam rongga hidung.Pada

orang sehat, sinus terutamanya berisi udara.

Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di

meatus media, ada muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus

frontal, dan sinus etmoid anterior. Daerah ini rumit dan sempit, dan

dinamakan Kompleks Ostio-Meatal (KOM), terdiri dari infudibulum

etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus

frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan

ostiumnya dan ostum sinus maxilla.


10

Gambar 2.1 anatomi fisiologi sinus paranasalis

1. Sinus maxsillaris

Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang

terbesar. Sinus maksila disebut juga antrum highmore. Saat

lahir, sinus maksila bervolume 6-8 ml. Sinus ini kemudian

berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran

maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa. Sinus maksila berbentuk

piramid. Dinding anterior sinus adalah permukaan fasial os

maksila yang disebut fossa canina, dinding posteriornya adalah

permukaan infratemporal maksila, dinding medialnya adalah

dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya adalah dasar

orbita, dan dinding inferiornya adalah prosesus alveolaris dan

palatum.
11

Gambar 2.2 anatomi radiografi sinus maxillaris

Ostium sinus maksilla berada di sebelah superior

dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris

melalui infundibulum eithmoid.

Menurut Soetjipto dan Mangunkusomo (2007) dari segi

klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah;

dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang

atas yaitu premolar (P1 dan P2), mol r (M1 dan M2), dan

kadang- kadang juga gigi taring dan gigi M3, bahkan akar-akar

gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus sehingga infeksi

gigi rahang atas mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis.

Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita.

Ostium sinus maksila terletak harus melalui infudibulum yang

sempit.infudibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan

pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat


12

menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya

menyebabkan sinusitis

2. Sinus frontal

Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk

sejak bulan ke empat fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal

atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus

frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan

mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun.

Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih

besar daripada lainya dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di

garis tengah.

Kurang lebih 15% orang dewasa hanya mempunyai

satu sinus frontal dan kurang lebih lima persen sinus frontalnya

tidak berkembang.Ukuran sinus frontal adalah mempunyai tinggi

2.8 cm lebarnya 2.4 cm dan dalamnya 2 cm. Sinus frontal

biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. tidak

adanya gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk dinding

sinus pada foto Rontgen menunjukkan adanya infeksi sinus

Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita

dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal

mudah menjalar ke daerah ini.


13

Gambar 2.3 Anatomi sinis frontalis

3. Sinus eitmoid

Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling

penting karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus

lainnya. Pada orang dewasa bentuk

sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya di

bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm,

tinggi 2.4 cm dan lebarnya 0.5 cm di bagian anterior dan 1.5 cm

di bagian posterior.

Gambar 2.4 Anatomi sinus Etmoidalis


14

Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang

menyerupai sarang tawon, yang terdapat di dalam massa

bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka media

dan dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi.

Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid

anterior yang bermuara ke meatus media dan sinus etmoid

posterior drior bermuara ke di meatus superior. Sel-sel etmoid

anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di depan

lempeng yang menghubungkan bagian posterior konka media

dengan dinding lateral (lamina basalis), sedangkan sel-sel sinus

etmoid posterior biasanya lebih besar dan sedikit jumlahnya dan

terletak di posterior dari lamina basalis.

Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian

yang sempit, disebut resesus frontal, yang berhubungan dengan

sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula etmoid. Di

daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang

disebut infundibulum, tempat bermuaranya ostiumsinus maksila.

Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal dapat

menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di

infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksila

Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis

berbatasan dengan lamina kribrosa. Dinding lateral sinus adalah


15

lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid

dari rongga orbit.

4. Sinus sphenoid

Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang

sinus etmoid posterior. Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang

disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm tingginya,

dalamnya 2.3 cm dan lebarnya 1.7 cm. Volumenya bervariasi

dari 5-7.5 ml. saat sinus berkembang, pembuluh darah dan

nervus di bagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat

berdekatan dengan rongga sinus.

Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa

superior serebri media dan kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya

atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus

kavernosus dan arteri karotis interna dan di sebelah

posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah

pons.

Gambar 2.5 Anatomi sinus Spenoidalis


16

b. Fisiologi Sinus Paranasalis

sampai saat ini belum ada persesuaian pendapat

mengenai fisiologi sinus paranasal. Ada yang berpendapat

bahwa sinus paranasal ini tidak mempunyai fungsi apa-apa,

karena terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka.

Fungsi sinus paranasalis antara lain ;

1). Sebagai pengatur kondisi udara

Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan

dan mengatur kelembaban udara inspirasi.

2). Sebagai penahan suhu

Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas,

melindungi orbita dan fosa serebri dari suhu rongga hidung

yang berubah-ubah.

a). Membantu keseimbangan kepala

Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi

berat tulang muka, akan tetapi bila udara dalam sinus

diganti dengan tulang, hanya akan memberikan

pertambahan berat sebesar satu persen dari berat kepala,

sehingga teori ini dianggap tidak bermakna.

b). Membantu resonansi udara

Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi

suara dan mempengaruhi kualitas suara.

c). Sebagai perendam perubahan tekanan udara


17

Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan besar dan

mendadak, misalnya pada waktu bersin atau membuang

ingus.

d). Membantu produksi mucus

Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang

jumlahnya kecil dibandingkan dengan mukus dari rongga

hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang

turut masuk dengan udara inspirasi.

Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga

terdapat mukosa bersilia dan palut lendir di atasnya. Di dalam

sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan lendir

menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah

tertentu polanya. Pada dinding lateral hidung terdapat dua aliran

transport mukosiliar dari sinus. Lendir yang berasal dari kelompok

sinus anterior yang bergabung di infundibulu metmoid dialirkan ke

nasofaring di depan muara tuba Eustachius. Lendir yang berasal

dari kelompok sinus posterior bergabung dengan resesus

sfenoetmoidalis, dialirkan ke nasofaring di postero-superior

muara tuba. Inilah sebabnya pada sinusitis didapati sekret pasca-

nasal (post nasal drip), tetapi belum tentu ada sekret di rongga

hidung.
18

c. Patologi sinus paranasalis

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-

ostiumsinus dan lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary

clearance) di dalam kompleks osteo-meatal. Sinus dilapisi oleh sel

epitel respiratorius. Lapisan mukosa yang melapisi sinus dapat

dibagi menjadi duayaitu lapisanviscous superficial dan lapisan

serous profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh sel epitel untuk

membunuh bakterimaka bersifat sebagai antimikroba serta

mengandungi zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme

pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara

pernafasan.Cairan mukus secara alami menuju ke ostium untuk

dikeluarkan jika jumlahnya berlebihan.

Secara umum sinus paranasal sering mengalami

kelainan yang diakibatkan karena adanya peradangan. Indikasi

lain dari pemeriksaan sinus paranasal adalah sinusitis yang terjadi

jika pada rongga sinus terdapat cairan, trauma pada kepala bagian

muka yang memungkin pendarahan dan polip pada rongga sinus,

tumor dirongga sinus. ada beberapa penyebab terjadinya sinusitis

yaitu :

1). Infeksi sinus paranasalis

Infeksi pada sinus paranasal sangat sering terjadi

dengan gejala klinis yang nyata. Yang paling sering adalah

rhinitis dengan sinusitis sebagai komplikasi, yang terbanyak


19

adalah sinusitis bacterial, yaitu sinusitis yang terjadi karena

adanya infeksi dari sinus ke sinus yang menyebabkan ostium

tersumbat yang diikuti pembentukan secret yang berlebihan.

Sinusitis akut adalah peradangan akut mukosa pada sebagian

atau seluruh sinus paranasal. Sedangkan sinusitis kronis

adalah proses peradangan kronis pada mukosa dan dinding

tulang dari sinus paranasal. Bakteri yang sering ditemukan

pada sinusitis adalah streptococcus, pneumococcus,

stafilococcus.

2). Trauma

Infeksi sinus paranasal juga sering terjadi oleh

adanya trauma pada muka, yang selajuntnya harus secepat

mungkin dilakukan pemeriksaan radiologi, oleh karena ada

beberapa informasi yang sangat penting yang harus diketahui.

Antara lain ada atau tidaknya fraktur yang menyebabkan

gangguan fisilogis normal sinus, mulut, dasar hidung dan

orbita.

Fraktur pada tulang tulang muka dapat

menyebabkan perselubungan pada sinus paranasal, hal ini

karena adanya pendarahan (fraktur pada salah satu dinding

sinus) atau gangguan aliran (drainase) pada daerah bagian

bawah sinus.
20

3). Kista Retensi

Kista retensi terbentuk dar kelenjar kelenjar

mucus sekresi yang tersumbat pada mukosa yang terdapat di

dinding sinus. Biasanya yang sering terserang adalah sinus

maxillaris, bentuknya conveks dan homogen. Dan apabila kista

ini makin lama makin besar maka akan membentuk air fluid

level.

4). Tumor

Tumor pada sinus paranasal biasanya disekitar

cavum nasi, ditandai dengan gejala gejala yang sesuai

denga lokasi massa tersebut, antara lain penyumbatan hidung.

Tumor ini sangat jarang memberikan gejala yang khas,

sehingga baru dapat didiagnosis setelah tumor ini meluas

kemana mana. Oleh karena itu pemeriksaan lebih awal

mempunyai peranan yang sangat penting untuk menegakkan

diagnosa dini dan menentukan peta luasnya daerah yang

terserang. Tanda klasi tumor ini adalah destruksi (merusak)

tualng tulang yang agresif dan meliputi seluruh ruangan

sinus.

Tetapi ada gejala tertentu yang timbul berdasarkan

sinus yang terkena. Secara garis besarnya :


21

a). Sinusitis maksillaris

Menyebabkan nyeri pipi tepat dibawah mata, sakit gigi,

dan sakit kepala.

b). Sinusitis frontalis

Menyebabkan sakit kepala di dahi.

c). Sinusitis di eitmoidalis

Menyebabkan nyeri di belakang dan diantara mata serta

sakit kepala di dahi. Peradangan eitmoidalis juga biasa

menyebabkan nyeri bila pinggiran hidung ditekan.

Berkurangnya indera penciuman dan hidung tersumbat.

d). Sinusitis sfenoidalis

Menyebabkan nyeri yang lokasinya tidak dapat dipastikan

dan bias dirasakan di puncak kepala bagian depan

ataupun belakang atau kadang menyebabkan sakit telinga

dan sakit leher.

Klasifikasi secara klinis untuk sinusitis dibagi atas

sinusitis akut, subakut dan kronis .Sedangkan berdasarkan

penyebabnya sinusitis dibagi kepada sinusitis tipe rinogen dan

sinusitis tipe dentogen. Sinusitis tipe rinogen terjadi

disebabkan kelainan atau masalah di hidung dimana segala

sesuatu yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat

menyebabkan sinusitis. Sinusitis tipe dentogen pula terjadi


22

disebabkan kelainan gigi serta yang sering menyebabkan

sinusitis adalah infeksi pada gigi geraham atas yaitu gigi pre

molar dan molar.

Gejala klinis :

Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 2 atau lebih gejala mayor

atau 1 gejala mayor dan 2 gejala minor. Pemeriksaan fisik THT

dengan menggunakan nasoendoskopi dan foto poloshidung

dan sinus paranasal atau SPN.

1. Gejala mayor

Hidung tersumbat, sekret pada hidung / sekret belakang

hidung / PND, sakit kepala, nyeri / rasa tekan pada wajah,

kelainan penciuman (hiposmia / anosmia).

2. Gejala minor

Demam, halitosis, pada anak biasanya batuk, iritabilitas,

sakit gigi, sakit telinga / nyeri tekan pada telinga / rasa

penuh pada telinga, kriteria lain dalam menegakkan

rinosinusitis adalah, berdasarkan European Position Paper

On Rhinosinusitis And Nasal Polyps (EPOS), maka

panduan untuk penatalaksanaan rhinosinusitis kronis pada

orang dewasa bagi para dokter spesialis THT adalah

sebagai berikut :

a. Gejala dan tanda


23

Gejala yang timbul lebih dari 12 minggu. Dua atau lebih

gejala, salah satu yang seharusnya dijumpai adalah

hidung tersumbat / pembengkakan / keluarnya cairan

dari hidung ( cairan hidung yang menetes keluar bisa

melalui anterior maupun posterior) :

b. disertai rasa sakit pada wajah / rasa tertekan pada

wajah

c. berkurang / hilangnya penciuman

Berdasarkan anamnesis ada tanda-tanda alergi

seperti bersin , ingus yang cair, hidung gatal dan mata gatal

berair. Jika positif dijumpai tanda-tanda alergi tersebut maka

dilakukan tes alergi.

Pada kasus sinusitis maxillaries ada beberapa

gejala yang perlu diketahui Gejala infeksi sinus maksilaris akut

berupa demam, malaise, dan nyeri kepala yang tidak jelas

yang biasanya reda dengan pemberian analgetik biasanya

seperti aspirin. Wajah terasa bengkak, penuh, dan gigi terasa

nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu naik

dan turun tangga.

Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan

menusuk, serta nyeri di tempat lain karena nyeri alih(referred

pain). Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan


24

terkadang berbau busuk.Batuk iritatif non-produktif juga

seringkali ada.

Sinusitis maksilaris dari tipe odontogen harus dapat

dibedakan dengan rinogen karena terapi dan prognosa

keduanya sangat berlainan. Pada sinusitis maksilaris tipe

odontogenik ini hanya terjadi pada satu sisi serta pengeluaran

pus yang berbau busuk. Di samping itu, adanya kelainan

apikal atau periodontal mempredisposisi kepada sinusitis tipe

dentogen. Gejala sinusitis dentogen menjadi lebih lambat dari

sinusitis tipe rinogen.

Salah satu contoh gambar radiograf dalam kasus sinusitis

maxillaris dextra seperti gambar dibawah ini :

Gambar.2.6 contoh gambar radiograf sinusitis maxillaries

Sinusitis maxillaris sendiri bisa disebabkan alergi atau

infeksi odontogen yang kronis. Ceritanya, gigi yang berlubang

karena kuman dan tidak dirawat dengan benar akan


25

mengakibatkan radang di daerah akar gigi (di dalam gusi).

Keradangan yang tidak dirawat tuntas dan tidak dihilangkan

penyebabnya akan meluas dan berlanjut menjadi bernanah.

Ujung akar gigi belakang kiri dan kanan atas,

terutama gigi geraham paling depan, menempel persis di

bawah rongga di bawah hidung (sinus maxillaris). Apabila gigi

tersebut berlubang dan tidak dirawat, akan terjadi radang pada

bagian bawah (lantai) sinus maxillaris. Radang itulah yang

mengakibatkan timbulnya lendir di dalam rongga hidung.

Sehingga, akan terus-menerus ingusan. Ciri2 lainnya bau

mulut tak sedap, lendir yang timbul berbau, rasa nyeri di

daerah pipi dan gigi yang terinfeksi.

Beberapa pemeiksaan penunjang untuk menegakkan

diagnosis diantaranya adalah transiluminasi,rongtgen sinus

paranasalis akan menunjukkan gambaran berupa penebalan

mukosa, opasifikasi sinus (berkurangnya pneumatisasi)

gambaran air fluid level yang khas akibat akumulasi pus yang

dapat dilihat pada foto waters position. Ct scan ,sinoscopy,dan

pemeriksaan mikrobiologi.

Komplikasi sinusitis adalah kelainan orbital

disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan

mata. Yang paling sering ialah sinusitis etmoid, kemudian

sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui


26

tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang timbul ialah

edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses

orbita dan selanjutnya dapat terjadi thrombosis sinus

kavernosus (Mangunkusomo dan Soetjipto,2007).Komplikasi

lain adalah infeksi orbital menyebabkan mata tidak dapat

digerakkan serta kebutaan karena tekanan pada nervus

optikus.

Osteomielitis dan abses subperiosteal paling sering

timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada

anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul

fistula oroantral atau fistula pada pipi (Tucker dan Schow,

2008)

Infeksi otak yang paling berbahaya karena penyebaranbakteri

ke otak melalui tulang atau pembuluh darah.Ini dapat juga

mengakibatkan meningitis, abses otakdan abses ekstradural

atau subdural (Hilger, 1997).Komplikasi sinusitis yang lain

adalah kelainan paru seperti bronkitis kronis dan bronkiektasi.

Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan

kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu, dapat juga

menyebabkan kambuhnya asma bronchial yang sukar

dihilangkan sebelum sinusitisnya disembuhkan.


27

C. Tinjauan Umum Teknik Pemeriksaan

Teknik radiografi sinus paranasal secara umum Ada 4 yaitu :

1. Proyeksi Lateral

Menurut Bontrager (2010), tujuan dilakukannya proyeksi

lateral adalah untuk menampakkan patologi sinusitis, osteomilitis

dan polip. Teknik pemeriksaan proyeksi lateral:

a). Posisi pasien : Atur pasien posisi berdiri

b). Posisi objek : Letakkan lateral kepala yang sakit dekat

dengan kaset. Atur kepala hingga benar-

benar pada posisi lateral (MSP sejajar

kaset). IPL tegak lurus kaset. Atur dagu

hingga IOML tegak lurus terhadap samping

depan kaset

2.7.posisi pasien Proyeksi lateral

c). Arah Sinar : Arah sinar tegak lurus horizontal terhadap

kaset

d). Titik Pusat : Tegak lurus terhadap kaset diantara outer

canthus dan EAM


28

e). FFD : 90 - 100 cm

f). kriteia gambar : Tampak sinus maksillaris, sinus spenoid,

sinus frontal dan sinus ethimoid tampak

secara lateral.

Gambar 2.8 hasil radiograf proyeksi lateral yang tampak

2. Proyeksi PA (Cadwell method)

Menurut Bontrager (2010), tujuan dilakukannya proyeksi

PA (Cadwell method) adalah untuk menampakkan patologi

adalah sinusitis, osteomilitis dan polip.teknik pemeriksaanya :

a). Posisi pasien : Atur pasien dalam keadaan erect

b). Posisi objek :Letakkan hidung dan dahi pasien

menempel pada kaset, atau ekstensikan

kepala hingga OML membentuk sudut

150 dari kaset. MSP tegak lurus kaset

c). Arah Sinar : Horizontal, sejajar dengan kaset

d). Titik Pusat : Selevel nasion

e). FFD : 90 - 100 cm


29

f). Kriteria radiograf :Tampak sinus frontal diatas sutura

frontonasal, cairan anterior etmoid

tergambarkan secara lateral terhadap

tulang nasal langsung dibawah sinus

frontal

Gambar 2.9 proyeksi PA (Cadwell method)

Gambar. 2.10 hasil radiograf proyeksi PA Caldwell mmethod yang

tampak

3. Proyeksi Parietoacanthial (waters methode close mouth)

Menurut Bontrager (2010), tujuan dilakukannya

proyeksi parietoacanthial (waters methode close mouth) adalah

untuk menampakkan patologi sinusitis, osteomilitis dan polip.


30

Teknik pemeriksaan proyeksi parietoacanthial (waters method

close mouth):

a). Posisi pasien : Atur pasien dalam posisi erect

b). Posisi objek : Ekstensikan leher, letakkan dagu dan

hidung pada permukaan kaset. Atur

kepala hingga MML (mento meatal

line) tegak lurus kaset, sehingga OML

akan membentuk sudut 370 dari kaset.

MSP tegak lurus terhadap grid

c). Arah Sinar : horizontal tegak lurus pertengahan

kaset

d). Titik Pusat : keluar dari acanthion

e). FFD : 90 - 100 cm

f). Kriteria radiograf : Sinus maksillaris tampak tidak super

posisi dengan prosesus alveolar dan

petrous ridges.Inferior orbital rim tampak

Sinus frontal tampak oblique


31

Gambar. 2.11 proyeksi parietoacanthial

(waters methode close mouth)

Gambar 2.12 hasil radiograf proyeksi parietoacanthial (waters methode

close mouth) yang tampak

4. Proyeksi Submentovertex (SMV)

Menurut Bontrager (2010), tujuan dilakukannya proyeksi

Submentovertex (SMV) adalah untuk menampakkan patologi

sinusitis, osteomilitis dan polip. teknik pemeriksaan proyeksi

Submentovertex (SMV).

a). Posisi Pasien : Atur pasien dalam keadaan erect (berdiri),

jika memungkinkan untuk menampakkan

batas ketinggian cairan.


32

b). Posisi Objek : MSP tegak lurus kaset. Tengadahkan

Dagu, hyperextensikan leher jika

memungkinkan hingga IOML paralel kaset.

Puncak kepala menempel pada kaset.

c). Arah Sinar : Arah sinar tegak lurus IOML

d). Titik Pusat : di pertengahan sudut mandibular

e). FFD : 90 - 100 cm

f). Kriteriaradiograf:Tampak sinus sphenoid,ethmoid,maksillaris

Gambar 2.13 proyeksi Submentovertex (SMV)

Gambar. 2.14 hasil radiograf proyeksi Submentovertex


33

D. Tinjauan Umum Tentang Proteksi Radiasi

Konsep untuk mencapai suatu tingkat serendah mungkin

merupakan hal mendasar yang perlu dikendalikan, tidak hanya untuk

radiasi tetapi juga untuk semua hal yang membahayakan

lingkungan.Mengingat bahwa tidak mungkin menghilangkan paparan

radiasi secara keseluruhan, maka paparan radiasi diusahakan pada

tingkat yang optimal sesuai dengan kebutuhan dan manfaat dari sisi

kemanusiaan.

1). Proteksi radiasi untuk masyarakat umum :

a). Nilai batas dosis radiasi untuk masyarakat umum adalah 5

mSv/tahun atau 1/10 dari pekerja radiasi.

b). Nilai batas dosis untuk penyinaran lokal adalah 50 mSv (5

rem) / tahun selain lensa mata 15 mSv (1,5 rem) / tahun.

c). Pengantar pasien atau perawat tidak diperbolehkan berada di

dalam ruang pemeriksaan pada waktu eksposi.

d). Bangunan instalasi radiologi dirancang sedemikian rupa

sehingga radiasi hambur dapat diserap.

2). Proteksi radiasi untuk pasien :

a). Membatasi luas lapangan penyinaran.

b). Gunakan apron untuk melindungi gonad pasien, ini

seharusnya dilakukan pada pasien.

c). Mengatur dosis radiasi sesuai kondisi obyek yang akan

diperiksa/meminimalisasi dosis radiasi.


34

d). Memposisikan pasien dengan benar sehingga dapat

mengurangi terjadinya pengulangan pemotretan.

3). Proteksi radiasi untuk pekerja radiasi :

a). Nilai batas dosis pekerja radiasi adalah 50 mSv/tahun atau (5

rem)/ tahun.

b). Pekerja radiasi tidak dibenarkan memegang pasien selama

eksposi.

c). Hindari penyinaran bagian-bagian yang tidak terlindungi.

d). Pemakaian sarung tangan, apron yang berlapis Pb dengan

tebal 0,5 mmPb.

e). Gunakan alat pengukur radiasi.

f). Periksa perlengkapan-perlengkapan yang akan digunakan

apabila ada kemungkinan bocor/rusak.


35

BAB III

METODE PEMERIKSAAN

A. Tempat dan Waktu Pemeriksaan

Tempat pemeriksaan yaitu di ruang unit radiologi RSUD.

LAMADUKELLENG SENGKANG. Tepatnya pagi hari pukul 10.51

WITA pada tanggal 7 JUNI 2017

B. Kronologis Riwayat Pasien

Pasien merasakan nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di

gigi yang dapat menyebabkan komplikasi pada orbita sehingga

terjadilah sinusitis maksilla. Pasien datang ke ruangan radiologi

dengan kondisi koperatif, membawa surat pengantar dengan

permintaan foto sinus paranasalis dengan proyeksi Postero Anterior

(AP).

C. Persiapan Pasien

1. Pasien harus melepaskan anting pada telinga atau semua benda

yang dapat menggagu hasil gambar nantinya

2. Petugas harus mengecek kembali identitas pasien yang akan

diperiksa.

3. Petugas memposisikan pasien.


36

D. Prosedur Kerja

1. Mencatat data pasien pada buku registrasi radiologi

2. Memanggil pasien masuk kedalam ruang pemeriksaan

3. Pasien di instruksikan untuk melepas benda-benda yang dapat

mengganggu saa pemeriksaan, yang mengkibatkan dekter salah

diagnos. Jngan lupa memakai grid agar kontrasnya bagus.

4. Pasien diarahkan untuk Tidur mopang di atas meja pemeriksaan

dan mengikuti instruksi radiographer.


37

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pemeriksaan Laporan Kasus

1. Data Pasien

Nama lengkap : X

Umur : 37 tahun

Jenis kelamin : Laki laki

Alamat : Jl. Irian

Dokter pengirim : dr. Muh. Iqbal, Sp. THT.KL

Klinis : Sinusitis

Pemeriksaan : Sinus paranasalis (waters position)

2. Persiapan Alat Dan Bahan Yang Digunakan

a). Kaset ukuran 24 x 30 cm

b). Grid

c). Pesawat sinar-x

d) Apron

e). CR

f). Meja pemeriksaan


38

3. Teknik Pemeriksaan

a. Pengertian

Teknik pemeriksaan sinus paranasalis adalah teknik yang

dilakukan dengan menggunakan sinar-x untuk memeperlihatkan

bagian-bagian atau struktur dari sinus.

b. Tujuan Pemeriksaan

Tujuan pemeriksaan radiologi atau rontgen pada kasus sinusitis

maxillaries dextra yaitu :

1). Untuk melihat gambaran melihat keempat sinus di wajah

2). Menentukan bagian kepala dengan melihat posisi dari

samping untuk meliht TMJ dan MAE

3). Untuk mengidentifikasi kasus atau kelainan pada sinus

c. Proyeksi pemeriksaan

Teknik radiografi sinus paranasal yang rutin digunakan Di

RSUD. LAMADUKELLENG SENGKANG untuk kasus sinusitis

pada sinus maksilaris ada 1 yaitu Proyeksi Postero Anterior

(AP) :

1). Posis pasien : Pasien berdiri menghadap bucky

stand, kedua tangan berpegangan

dibucky

2). Posisi objek : MSP kepala harus perpendicular

terhadap kaset; aturlah kepala

(ekstensikan) sehingga MML tegak


39

lurus terhadap kaset. OML

membentuk sudut 37 derajat

terhadap kaset, dagu diletakkan

pada kaset, dan accantion berada

dipertengahan kaset.

3). Arah Sinar : vertikal tegak lurus bidang film

4). Titik Pusat : pada Parietooccipital menembus

Accantion

5). FFD : 90 cm

6). Kolimasi :

a). Batas atas : vertex

b). batas bawah :kartilago tyroid

7). Faktor eksposi : kV : 60, mAs : 100, mA : 16

8). Processing film : automatic processing


40

4. Analisa Radiografi

a. Hasil radiografi

Gambar 2.15 Hasil Radiograf pada Pemeriksaan Sinus Paranasalis

b. Kriteria Gambar

1). Sinus Maxilaris dan Fossa Nasalis tampak

2). Orbita dan sinus maxilaris simetris

3). Jarak antara batas lateral tengkorak dan batas lateral

orbita sama

4). Petrosum bagian inferior terproyeksi dibawah sinus

maxilaris

5). Tampak marker R/L

6). Kolimasinya sesuai dengan objek yang diperiksa.

c. Hasil Interpretasi Dokter

1). Tampak perselubungan pada sinus maxillaris kanan

2). Tulang-tulang lainnya baik


41

Kesan : sinusitis maxillaris dextra

d. Kelebihan dan Kekurangan Hasil Foto

1).Dapat memperlihatkan gambaran tulang sinus

paranasalis

2). Dapat memperlihatkan sinusitis maxilaris dextra

3). Kontras (faktor eksposi) kurang baik

4). Kolimasi kurang baik

B. Pembahasan Laporan Kasus

Teknik pemeriksaan sinus paranasalis merupakan teknik

pemeriksaan radiologi dengan menggunakan sinar-X untuk

memperlihatkan anatomi, fisiologi, serta kelainan-kelainan pada

sinus.

Sinusitis adalah imflamasi atau peradangan pada rongga

sinus yang disebabkan oleh bakteri atau virus. Prosedur

pemeriksaan sinus paranasalis pada kasus sinusitis di RSUD.

Lamaddukkelleng Sengkang yaitu menggunakan proyeksi Postero

Anterior (PA), dengan central point (CP) pada MSP setinggi

achantion ke tengah kaset, arah sinar vertikal tegak lurus,

menggunakan FFD 90 cm dengan faktor eksposi : kV : 80, mAs : 100,

mA : 40, menggunakan kaset ukuran 24 x 30 cm. Pada proyeksi ini

bertujuan untuk melihat sinus frontal, ethmoid dan maksilla, os

petrosum, os mandibula, os zygomaticum, septum nasi, os nasal,

vomer palatum lakrimale, dan air cell.


42

Berdasarkan waktu terjadi diklasifikasikan dalam sinusitis

kronik dan jika ditinjau dari tipe termasuk dalam sinusitis non infeksi.

Adapun hasil radiograf sinus paranasalis yang tampak

pada kasus sinusitis di instalasi radiologi RSUD. Lamaddukkelleng

Sengkang, yaitu dengan kesan sinusitis maxilaris dextra.


43

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Sinusitis adalah imflamasi atau peradangan pada rongga sinus

yang disebabkan oleh bakteri atau virus. Proyeksi yang digunakan

pada pemeriksaan sinus paranasalis pada kasus sinusitis di

instalasi radiologi RSUD. Lamaddukkelleng Sengkang

menggunakan proyeksi Postero Anterior (PA).

2. Berdasarkan hasil radiograf tampak sinusitis maxilaris dextra,

ditinjau dari tipe peradangan termasuk sinusitis non infeksi, dilihat

dari waktu terjadinya, diklasifikasikan ke dalam sinusitis kronik.

B. Saran

1. Perlunya penjelasan tentang persiapan pemeriksaan pada pasien

agar penderita paham maksud dan tujuan dari pemeriksaan yang

akan dilakukan. Sebaiknya lebih memperhatikan proteksi radiasi

agar mengurangi radiasi yang diterima pasien, petugas dan

masyarakat umum.

2. Proteksi radiasi bagi pasien perlu ditingkatkan dengan membatasi

luas lapangan penyinaran sesuai dengan luas obyek yang akan

difoto. Proteksi radiasi bagi masyarakat umum hendaknya

pengantar pasien atau orang yang tidak berkepentingan dilarang

memasuki ruang pemeriksaan, kecuali sangat dibutuhkan apabila


44

pasien tidak kooperatif dan dipersilahkan menunggu di depan

kamar pemeriksaan dan pintu ditutup rapat.


45

DAFTAR PUSTAKA

Aswin, S. 1998. Struktur dan Patologi (Vol,1). Jakarta : PT Penebar


Swadaya
Wilknis, W.a. 1998. Therapeutic Exercise. Sidney : Third Edition
Anonim.2015.Case Report Sinusitis Stase THT Koas.(Online).
http://miamayaaziza.blogspot.co.id. Diakses 09 Juni
2017
Anonim. 2013.Laporan Kasus THT Sinusitis Maxilaris.(Online)
http://www.academia.edu/31339865/blogspot.co.id
46

LAMPIRAN-1
FOTOCOPY SURAT PENGANTAR FOTO

Pengantar foto dengan permintaan foto sinus paranasalis (waters)


47

LAMPIRAN-2
FOTOCOPY HASIL BACA FOTO LAPORAN KASUS

Hasil baca foto laporan kasus


48

LAMPIRAN-3
STRUKTUR ORGANISASI RADIOLOGI RSUD.
LAMADDUKKELLENG SENGKANG

KABID. PELAYANAN &


KEPERAWATAN

Dr. Hj. ST. RAMLAH A. DASRI

KABID. PEL & PENUNJANG MEDIK

Hj. SUKRAWATI,SKM.M.kES

KEPALA INSTALASI RADIOLOGI

Dr. H. MUSTAMIN, M.Kes. Sp.Rad

KEPALA RUANGAN RADIOLOGII

A.MUH. FAHMI, AMR

RADIOGRAFER RADIOGRAFER RADIOGRAFER

ERMA YULIANAAmd. Rad NASARUDDIN AMR,S.ST HASTINA, Amd. Rad

RADIOGRAFER RADIOGRAFER RADIOGRAFER

BESSE ROSNENI Amd.Rad NURUL M. Amd.Rad JUMRIANA Amd.Rad

RADIOGRAFER ADM. RADIOLOGI RADIOGRAFER

JUMRIANI Amd. Rad RESKI FADILAH BESSE ERVI.Y, Amd. Rad

OPERATOR RADIOLOGI OPERATOR RADIOLOGI

FUJI PRATIWI, SE, MM SUHARDIMAN


49

LAMPIRAN-4
DESIGN DENAH RADIOLOGI

Denah ruangan pemeriksaan radiologi


50

LAMPIRAN-5
DENAH RUANGAN PROCESSING FILM RADIOLOGI

Keterangan :
1. Ruang operator
2. Ruang Pengering
a. Alat Pengering
3. Pintu
4. Kamar Gelap
a. Automatic Processing
b. Meja Box Film
c. Bak Air
d. Safe light
51

LAMPIRAN-6
DOKUMENTASI KEGIATAN MAHASISWA PKL II

Foto saat seminar

Foto di depan RSUD. Lamaddukkelleng Sengkang


52

Foto di depan Instalasi Radiologi RSUD. Lamaddukkelleng Sengkang

Foto saat seminar


53

Foto bersama radiografer

Foto bersama supervisi

Anda mungkin juga menyukai