Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tanggal 15 Juli 1947, van Mook mengeluarkan ultimatum supaya RI
menarik mundur pasukan sejauh 10 km. dari garis demarkasi. Tentu pimpinan RI
menolak permintaan Belanda ini.
Tujuan utama agresi Belanda adalah merebut daerah-daerah perkebunan yang
kaya dan daerah yang memiliki sumber daya alam, terutama minyak. Namun sebagai
kedok untuk dunia internasional, Belanda menamakan agresi militer ini sebagai Aksi
Polisionil, dan menyatakan tindakan ini sebagai urusan dalam negeri. Letnan Gubernur
Jenderal Belanda, Dr. H.J. van Mook menyampaikan pidato radio di mana dia
menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Linggarjati. Pada saat
itu jumlah tentara Belanda telah mencapai lebih dari 100.000 orang, dengan persenjataan
yang modern, termasuk persenjataan berat yang dihibahkan oleh tentara Inggris dan
tentara Australia.
B. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui kronologis terjadinya peristiwa Agresi Militer Belanda I tanggal
21 Juli 1947
2. Untuk mengetahui dampak terjadinya Agresi Militer Belanda I bagi Indonesia dan
Belanda
C. Rumusan Masalah
1. Pengertian Agresi Militer Belanda I atau operasi produk?
2. Tujuan Belanda mengadakan Agresi Militer Belanda I?
3. Bagaimanakah awal terjadinya Agresi Militer Belanda I?
4. Bagaimana dampak Agresi Militer Belanda I bagi bangsa Indonesia dan
perjuangannya?
5. Bagaimana tindakan PBB dalam mengatasi Agresi Militer Belanda I di Indonesia?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Agresi Militer I
Operatie Product (bahasa Indonesia: Operasi Produk) atau yang dikenal di
Indonesia dengan nama Agresi Militer Belanda I adalah operasi militer Belanda di Jawa

dan Sumatera terhadap Republik Indonesia yang dilaksanakan dari 21 Juli 1947 sampai 5
Agustus 1947. Operasi militer ini merupakan bagian Aksi Polisionil yang diberlakukan
Belanda dalam rangka mempertahankan penafsiran Belanda atas Perundingan
Linggarjati. Dari sudut pandang Republik Indonesia, operasi ini dianggap merupakan
pelanggaran dari hasil Perundingan Linggarjati.
B. Tujuan Belanda mengadakan Agresi Militer I
Adapun tujuan Belanda mengadakan agresi militer I yaitu sebagai berikut:
Tujuan politik
Mengepung

ibu

kota

Republik

Indonesia

dan

menghapus

kedaulatan

Republik Indonesia.
Tujuan ekonomi
Merebut pusat-pusat penghasil makanan dan bahan ekspor.
Tujuan militer
Menghancurkan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
C. Kronologis terjadinya Agresi Militer Belanda I
Pada bulan-bulan Oktober 1946

telah

dilaksanakan

perundingan-perundingan hingga disepakati suatu gencatan


senjata di Jawa dan Sumatera. Pada bulan November 1946,
di Linggarjati (didekat Cirebon) dilaksanakan persetujuan
yaitu

Persetujuan

Linggarjati,

yang

isinya

adalah

sebagai berikut:
1. Pemerintah belanda mengakui kekuasaan de facto Republik Indonesia atas Jawa,
Madura, dan Sumatera.
2. Pemerintah Indonesia

dan

Belanda

bersama-sama

akan

membentuk suatu negara demokrasi federal yang berdaulat, yaitu Republik


Indonesia Serikat, terdiri dari tiga negara bagian, yaitu: Republik Indonesia (Jawa dan
Sumatera), Negara Bagian Kalimantan, dan Negara Indonesia Timur (meliputi semua
wilayah Indonesia lainnya, yaitu wilayah-wilayah yang dulu termasuk dalam Negara
Hindia Timur Belanda, terbentang dari Jawa Timur sampai dengan Kalimantan Timur,
dan Kalimantan Tenggara).
3. Pemerintah Indonesia dan Belanda akan bekerjasama membentuk suatu Uni
Indonesia-Belanda, terdiri dari Negeri Belanda (meliputi Negeri Belanda, Suriname,
Curacao), dan Republik Indonesia Serikat. Uni itu akan diketuai oleh Ratu Belanda.
4. Uni Indonesia-Belanda dan Republik Indonesia Serikat akan dibentuk sebelum
tanggal 1 Januari 1949 dan Uni tersebut akan menentukan sendiri badan-badan
2

perwakilannya untuk mengatur masalah-masalah kepentingan bersama di negaranegara anggota, terutama masalah luar negeri.
5. Akhirnya persetujuan itu menjamin bahwa kedua belah pihak akan mengurangi
kekuatan pasukannya masing-masing dari wilayah Indonesia, tetapi secepatnya dan
konsisten dengan menjaga hukum dan ketertiban, serta menjamin kedaulatan
Republik atas semua tuntutan bangsa-bangsa asing untuk memperoleh ganti rugi dan
mengelola hak-hak serta milik mereka di dalam wilayah-wilayah Republik. (Kahin,
George McTurnan 1995:247-248).

Namun persetujuan perdamaian ini hanya berlangsung singkat. Sesudah


penandatanganan Persetujuan Linggarjati, Belanda berusaha keras memaksakan
interpretasi mereka sendiri dan berjalan sendiri untuk membentuk negara-negara bagian
yang akan menjadi bagian dari negara Indonesia Serikat, sesuai dengan keinginan
mereka. Hal ini diawali dengan konferensi yang diselenggarakannya di Malino, Sulawesi
Selatan dan kemudian di Depansar, Bali. Disana mereka berhasil membentuk negara
boneka Indonesia Timur dengan dibantu oleh orang-orang yang pro Belanda seperti
Sukawati dan Anak Agung Gede. Anak Agung Gede memang sejal awal sudah
memusuhi pemuda-pemuda pro Republik di daerahnya, serta mengkejar-kejar dan
menangkapinya.
Memang tujuan utama Belanda penandatanganan Perjanjian Linggarjati ialah
menjadikan negara Republik Indonesia yang sudah mendapatkan pengakuan de facto dan
de jure oleh beberapa negara, kembali menjadi satu negara bagian saja seperti juga
negara-negara boneka yang didirikannya, yang akan diikutsertakan dalam pembentukan
suatu negara Indonesia Serikat. Langkah Belanda selanjutnya ialah mengajukan
bermacam-macam tuntutan yang pada dasarnya hendak menghilangkan sifat negara
berdaulat Republik dan menjadikannya hanya negara bagian seperti negara boneka yang
diciptakannya di Denpasar. Yang menjadi sasaran utamanya ialah menghapus TNI dan
perwakilan-perwakilan Republik di luar negeri, karena keduanya merupakan atribut
negara berdaulat.
Konferensi pers pada malam 20 Juli di istana, di mana Gubernur Jenderal HJ Van
Mook mengumumkan pada wartawan tentang dimulainya Aksi Polisionil Belanda
pertama. Serangan di beberapa daerah, seperti di Jawa Timur, bahkan telah dilancarkan
tentara Belanda sejak tanggal 21 Juli malam, sehingga dalam bukunya, J. A. Moor
menulis agresi militer Belanda I dimulai pada tanggal 20 Juli 1947. Belanda berhasil

menerobos ke daerah-daerah yang dikuasai oleh Republik Indonesia di Sumatera, Jawa


Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Fokus serangan tentara Belanda di tiga tempat, yaitu Sumatera Timur, Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Di Sumatera Timur, sasaran mereka adalah daerah perkebunan
tembakau, di Jawa Tengah mereka menguasai seluruh pantai utara, dan di Jawa Timur
sasaran utamanya adalah wilayah dimana terdapat perkebunan tebu dan pabrik-pabrik
gula.
Pada agresi militer pertama ini, Belanda juga mengerahkan kedua pasukan
khusus, Korps Speciale Troepen (KST) di bawah Westerling yang kini berpangkat
Kapten dan Pasukan Para I (1e para compagnie) di bawah Kapten C. Sisselaar. Pasukan
KST (pengembangan dari DST) yang sejak kembali dari Pembantaian Westerling kini
ditugaskan tidak hanya di Jawa, melainkan dikirim juga ke Sumatera Barat.
Agresi tentara Belanda berhasil merebut daerah-daerah di wilayah Republik
Indonesia yang sangat penting dan kaya seperti kota pelabuhan, perkebunan, dan
pertambangan.
Pada 29 Juli 1947, pesawat Dakota Republik dengan simbol Palang Merah di
badan pesawat yang membawa obat-obatan dari Singapura, sumbangan Palang Merah
Malaya ditembak jatuh oleh Belanda dan mengakibatkan tewasnya Komodor Muda
Udara Agustinus Adisucipto, Komodor Muda Udara dr. Abdulrahman Saleh dan Perwira
Muda Udara I Adisumarmo Wiryokusumo.

D. Campur Tangan PBB


Republik Indonesia secara resmi mengadukan agresi militer Belanda ke PBB,
karena agresi militer tersebut dinilai telah melanggar suatu perjanjian Internasional, yaitu
Perjanjian Linggarjati.
Belanda ternyata tidak memperhitungkan reaksi keras dari dunia internasional,
termasuk Inggris yang tidak lagi menyetujui penyelesaian secara militer. Atas permintaan
India dan Australia, pada 31 Juli 1947 masalah agresi militer yang dilancarkan Belanda
dimasukkan ke dalam agenda Dewan Keamanan PBB yang kemudian mengeluarkan

resolusi No. 27 tanggal 1 Agustus 1947 yang isinya menyerukan agar konflik bersenjata
dihentikan.
Dewan Keamanan PBB de facto mengakui eksistensi Republik Indonesia. Hal ini
terbukti dari semua resolusi PBB sejak tahun 1947, Dewan Keamanan PBB secara resmi
menggunakan nama Indonesia dan bukan lagi Netherlands Indies. Sejak resolusi pertama
yaitu yaitu resolusi No. 27 tanggal 1 Augustus 1947, kemudian resolusi No. 30 dan 31
tanggal 25 Agustus 1947 , resolusi No. 36 tanggal 1 November 1947, serta resolusi No.
67 tanggal 28 Januari 1949 , Dewan Keamanan PBB selalu menyebutkan konflik antara
Republik Indonesia dengan Belanda sebagai The Indonesian Question.
Atas tekanan Dewan Keamanan PBB, pada tanggal 15 Agustus 1947 pemerintah
Belanda akhirnya menyatakan akan menerima resolusi Dewan Keamanan untuk
menghentikan pertempuran.
Pada 17 Agustus 1947 pemerintah Republik Indonesia dan pemerintah Belanda
menerima resolusi Dewan Keamanan untuk tidak melakukan gencatan senjata, dan pada
25 Agustus 1947 Dewan Keamanan membentuk suatu komite yang akan menjadi
penengah konflik antara Indonesia dan Belanda. Komite ini awalnya hanyalah
sebagai Committee of Good Offices for Indonesia (Komite Jasa Baik Untuk Indonesia)
dan lebih dikenal sebagai Komisi Tiga Negara (KTN), karena beranggotakan tiga negara,
yaitu Australia yang dipilih oleh Indonesia, Belgia yang dipilih oleh Belanda dan
Amerika Serikat sebagai pihak yang netral. Australia diwakili oleh Richard C. Kirby,
Belgia diwakili oleh Paul van Zeeland dan Amerika Serikat menunjuk Dr. Frank Graham.

E. Dampak Agresi Militer I bagi Bangsa Indonesia


Dampak yang diperoleh bangsa Indonesia akibat adanya agresi militer I oleh
pihak Belanda yaitu sempat dikuasainya beberapa daerah-daerah perkebunan yang cukup
luas di Sumatera Timur, Palembang, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Meski PBB telah turut
membantu mengatasi agresi militer yang dilakukan Belanda terhadap Indonesia dengan
diadakan penghentian tembak menembak tidak berarti bahwa tindakan militer Belanda
langsung terhenti. Mereka terus-menerus mengadakan gerakan pembersihan untuk
mengamankan dareah-dareah yang telah didudukinya. Dalam gerakan pembersihan ini
sering pula terjadi tindakan kejam oleh pasukan Belanda, terutama di daerah-daerah yang
5

sudah mereka duduki namun tidak dapat dikuasai umpanya daerah sekitar Kerawang
Bekasi.
Disekitar Bekasi beroperasi pasukan yang dipimpin oleh Lukas Kustrayo. Setelah
pembentukan KBR ia langsung bergabung dan pasukan yang dibentuknya beroperasi
disekitar Bekasi. Setelah Belanda menyerang pada bulan Juli 1947, Lukas tetap
beroperasi disana dan tetap menganggu kehadiran Belanda di daerah itu juga setelah
diadakan pengehentian tembak-menembak. Kegiatan Lukas sangat menjengkelkan
Belanda, sehingga Lukas diberi julukan Tijger van West Jawa (Harimau Jawa Barat).
Belanda terus-menerus berusaha mengejar Lukas dan pasukannya, tetapi selalu tidak
berhasil. Setelah mereka mengetahui bahwa Lukas bermarkas di desa Rawagede, mereka
menyerbu desa itu pada tanggal 9 Desember 1947, dan lagi-lagi Lukas dan pasukannya
lolos. Dalam kemarahan dan frustasi karena usaha mereka tidak berhasil, pasukan
Belanda menembaki rakyat desa Rawagede secara membabi buta dan membunuh 491
orang dewasa dan anak-anak. Kekejaman Belanda ini tidak pernah kita ungkapkan ke
dunia luar.
Kekejaman Belanda yang lain adalah pembantaian pembantaian rakyat Sulawesi
Selatan pada bulan Januari 1948 oleh pasukan Kapten Wasterling yang juga tidak pernah
dihukum. Juga peristiwa kapten api maut di Jawa Timur, ketika prajurit-prajurit Republik
Indonesia yang tertawan oleh Belanda dimasukkan dalam gerbong kereta api yang
kemudian ditutup rapat tanpa ventilasi sehingga semua tawanan mati lemas karena
kepanasan dan kehabisan udara.

F. Perjuangan Bangsa Indonesia terhadap Agresi Militer Belanda


a. Keampuhan Strategi Diplomasi
TNI mengalami pukulan berat saat agresi militer Belanda I. Akan tetapi,
kekalahan itu tidak akan menyurutkan perjuangan mempertahankan kemerdekaan
Indonesia. Ketika itulah diplomasi memegang peranan penting. Tanpa kenal lelah
para tokoh Indonesia di luar negeri membela kepentingan Indonesia. Mereka
berusaha menunjukkan pada dunia internasional bahwa Indonesia layak dan mampu
berdaulat.
Keberhasilan perjuangan diplomasi terbukti dari munculnya reaksi keras
terhadap tindakan agresi militer Belanda. India dan Australia mengajukan resolusi
kepada Dewan Keamanan PBB. Amerika Serikat menyerukan agar Indonesia dan
6

Belanda menghentikan permusuhan. Polandia dan Uni Soviet mendesak agar


pasukan Belanda ditarik dari wilayah RI. Di tengah reaksi dunia internasional, pada
tanggal 3 Agustus 1947, Belanda menerima resolusi Dewan Keamanan PBB untuk
menghentikan tembak-menembak.
b. Perundingan Renville
Pada tanggal 18 September

1947,

Dewan

Keamanan

PBB

membentuk Commite of Good Offices (Komite Jasa-jasa Baik). Komite itu


kemudian terkenal dengan sebutan Komisi Tiga Negara (KTN). Anggota KTN
terdiri atas wakil Australia, Richard Kiby; wakil Belgia, Paul van Zeeland; dan wakil
Amerika Serikat, Frank Graham. Terpilihnya Australia dalam KTN merupakan
permintaan pihak Indonesia, sedangkan terpilihnya Belgia merupakan permintaan
pihak Belanda. Kemudian Australia dan Belgia menentukan anggota KTN ketiga,
yaitu Amerika Serikat.
Tugas pokok KTN adalah mencari penyelesaian damai terhadap masalah
perselisihan antara Indonesia dan Belanda. Untuk itu, KTN menawarkan
perundingan kepada kedua negara. Amerika Serikat mengusulkan tempat
pelaksanaan perundingan yang di luar wilayah pendudukan Belanda maupun
wilayah Republik Indonesia. Tempat yang dimaksud adalah sebuah kapal AS
bernama Renville yang sedang berlabuh di Tanjung Priok. Perundingan itu terkenal
dengan sebutan Perundingan Renville.
Dalam perundingan itu, delegasi Indonesia dipimpin oleh Amir Syarifuddin,
sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh Abdullah Wijoyoatmojo. Perundingan
berlangsung alot karena baik Indonesia maupun Belanda cenderung berpegang teguh
pada pendirian masing-masing. Akhirnya, pada tanggal 17 Januari 1948, hasil
Perundingan Renville disepakati dan ditandatangani.
Akibat Perundingan Renville, wilayah Indonesia yang diakui menjadi semakin
sempit. Itulah sebabnya, hasil Perundingan Renville mengundang reaksi keras dari
kalangan partai politik, hasil perundingan itu memperlihatkan kekalahan perjuangan
diplomasi. Bagi TNI, hasil prundingan itu mengakibatkan harus ditinggalkannya
sejumalh wilayah pertahanan yang telah susah payah dibangun. Ketidakpuasan yang
semakin memuncak terhadap hasil Perundingan Renville mengakibatkan Kabinet
Amir Starifuddin jatuh.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
1. Agresi militer Belanda yang terjadi pada tanggal 21 Juli 1947, yang sasaran utamanya
adalah di tiga tempat yaitu tiga tempat, yaitu Sumatera Timur, Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Sasaran mereka adalah kawasan perkebunantembakau, di Jawa Tengah mereka
menguasai seluruh pantai utara, dan di Jawa Timur, serta wilayah di mana terdapat
perkebunan tebu dan pabrik-pabrik gula.
2. Konferensi pers pada malam 20 Juli di istana, di mana Gubernur Jenderal HJ Van
Mook mengumumkan pada wartawan tentang dimulainya Aksi Polisionil Belanda
pertama.
3. Tujuan utama Belanda penandatanganan Perjanjian Linggarjati ialah menjadikan
negara Republik Indonesia yang sudah mendapatkan pengakuan de facto dan de jure
oleh beberapa negara, kembali menjadi satu negara bagian saja seperti juga negaranegara boneka yang didirikannya, yang akan diikutsertakan dalam pembentukan suatu
negara Indonesia Serikat.
4. Pada tanggal 15 Agustus 1947 pemerintah Belanda akhirnya menyatakan akan
menerima resolusi Dewan Keamanan untuk menghentikan pertempuran.
5. Penyelesaian agresi militer yang pertama ini yaitu dengan perjanjian Renville.

DAFTAR PUSTAKA
http://komunitaspecintasejarah.blogspot.com/2011/10/perjuangan-kemerdekaan-indonesiapada.html
http://qinqinluvoz.blogspot.com/2011/03/makalah-sejarah-revolusi-agresimiliter.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Agresi_Militer_Belanda_I.html

10

Anda mungkin juga menyukai