Anda di halaman 1dari 5

NAMA : KHAERUNNISA

NIS /NO. URUT : 9729/14


KELAS : XII MIPA 4

TELADAN PARA TOKOH

1. RAJA YANG BERKORBAN UNTUK BANGSA


(IDA ANAK AGUNG GDE AGUNG)

   Ida Anak Agung Gde Agung adalah tokoh asal Bali yang
diangkat menjadi Pahlawan Nasional. Ia merupakan seorang
ahli sejarah dan tokoh politik Indonesia. Di Bali, ia menjadi
seorang Raja Gianyar, menggantikan sang ayah.  Agung
menjadi menteri masalah-masalah kemasyarakatan pada
Kabinet Persatuan Nasional.

Ida Anak Agung Gde Agung lahir di Gianyar, Bali, 24 Juli 1921
dan wafat pada 22 April 1999. Ia mengawali pendidikan
sekolahnya di Hollandsc Inlandsche School atau setingkat
sekolah dasar.  Kemudian, ia melanjutkan pendidikan di
Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs (MULO) atau setingkat SMP. Setelah lulus dari MULO, Ida
Anak Agung Gde Agung melanjutkan sekolah di Algemeene Lagere atau SMA. Setelah itu, ia
bersekolah di sekolah tinggi hukum dan mendapat gelar Sarjana Hukum di Rechts Hoge
School.

Peran Ida Anak Agung Gde Agung di dunia politik dimulai di Negara Indonesia Timur (NIT).
Awalnya ia menjadi Menteri Dalam Negeri. Lalu sebagai Perdana Menteri pada Desember
1947 sampai Desember 1949.  Meskipun saat itu NIT berada di bawah pengaruh
Belanda, Ida Anak Agung Gde Agung menjalankan politiknya dengan cara yang berbeda.
Pada Januari 1948, Anak Agung melaksanakan pertemuan dengan Perdana Menteri RI, Amir
Sjarifuddin, untuk bersama-sama mencari solusi terkait masalah nasionalisme Indonesia.
Berdasarkan pertemuan itu, pada 19 Januari 1948, pemerintah RI mengakui adanya NIT.
Pada Februari 1948, NIT mengirim misi parlementer ke Yogyakarta. Politik yang dilakukan
Anak Agung ini dikenal sebagai politik sintesis.  Ia menentang keras keinginan Belanda untuk
membentuk pemerintahan federal sementara sebelum Negara Indonesia Serikat (RIS)
terbentuk. Sikap dukungan Anak Agung terhadap Indonesia pun semakin terlihat saat
Belanda melancarkan Agresi Militer II pada 19 Desember 1948.  Untuk menunjukkan proses
pada aksi itu, Anak Agung langsung mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Perdana
Menteri NIT. Ia diangkat kembali pada 12 Januari 1949 sebagai Perdana Menteri NIT.
Pada awal Februarai 1949, Anak Agung memimpin delegasi BFO atau Pertemuan
Musyawarah Federal ke Bangka untuk melakukan pembicaraan dengan pemimpin RI yang
ditawan Belanda. Sebulan setelahnya, BFO menuntut agar Belanda segera menghentikan
aksi Agresi Militernya dan membebasakan para pemimpin RI. Untuk menyamakan pendapat
antara RI dengan BFO dalam menghadapi Belanda, Anak Agung memprakarsai diadakannya
Konferensi Antar Indonesia.  Konferensi ini berlangsung dua kali, yaitu di Yogyakarta pada
19-22 Juli dan Jakarta pada 30 Juli hingga 2 Agustus.  Dalam konferensi ini dicapai
kesepakatan, di mana bendera negara tetap merah putih dan lagu kebangsaan tetap
Indonesia Raya. Lalu disepakati juga untuk membentuk Angkatan Perang RIS.  Perundingan
Konferensi Meja Bundar terjadi pada 23 Agustus sampai 2 November 1949.

Anak Agung menjadi wakil ketua delegasi BFO sekaligus ketua delegasi NIT. Dalam
perundingan KMB ini, Anak Agung menuntut agar wilayah Irian Barat digabungkan dalam
RIS. Namun, Belanda tetap mempertahankan bahwa Irian Barat berada di bawah kekuasaan
mereka. Pada akhirnya, disepakati bahwa Irian Barat akan diserahkan ke Indonesia satu
tahun setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda. Berkat sumbangsihnya, Ida Anak Agung
Gde Agung diberi penghargaan oleh pemerintah RI yaitu Bintang Mahaputra Adipradana dan
dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

2. MEWUJUDKAN INTEGRASI BANGSA MELALUI SENI DAN SASTRA


(AMIR HAMZAH)
Tengkoe Amir Hamzah yang bernama lengkap Tengkoe
Amir Hamzah Pangeran Indra Poetera, atau lebih dikenal
hanya dengan nama pena Amir Hamzah (lahir di Tanjung
Pura, Langkat, Sumatera Timur, 28 Februari 1911 –
meninggal 20 Maret 1946 pada umur 35 tahun). Ia adalah
sastrawan Indonesia angkatan Poedjangga Baroe dan
Pahlawan Nasional Indonesia.  Dia lahir dalam lingkungan
keluarga bangsawan Melayu (Kesultanan Langkat). Amir
mulai menulis puisi saat masih remaja meskipun karya-
karyanya tidak bertanggal, yang paling awal diperkirakan
telah ditulis ketika ia pertama kali melakukan perjalanan
ke Jawa. Amir Hamzah mulai mengenyam pendidikan pada
umur 5 tahun dengan bersekolah di Langkatsche School di
Tanjung Pura. Amir Hamzah melanjutkan pendidikannya di MULO, sekolah tinggi di Medan.
Setahun kemudian, Amir Hamzah pindah ke Batavia (Jakarta) untuk melanjutkan sekolah di
Christelijk MULO Menjangan dan lulus . Amir Hamzah kemudian melanjutkan studinya di
AMS (Aglemenee Middelbare School), sekolah lanjutan tingkat atas di Solo, Jawa Tengah.
Di sana dia mengambil disiplin ilmu pada Jurusan Sastra Timur. Amir Hamzah adalah seorang
siswa yang memiliki kedisiplinan tinggi. Selama mengenyam pendidikan di Solo, Amir
Hamzah mulai mengasah minatnya pada sastra sekaligus obsesi kepenyairannya. Pada
waktu-waktu itulah Amir Hamzah mulai menulis beberapa sajak pertamanya yang kemudian
terangkum dalam antologi Buah Rindu yang terbit pada tahun 1943. Setelah menyelesaikan
studinya di Solo, Amir Hamzah kembali ke Jakarta untuk melanjutkan studi ke Sekolah
Hakim Tinggi pada awal tahun 1934. Semasa di Jakarta, rasa kebangsaan di dalam jiwa Amir
Hamzah semakin kuat dan berpengaruh pada wataknya. Amir Hamzah mulai menyiarkan
sajak-sajak karyanya ketika masih tinggal di Solo. Di majalah Timboel yang diasuh Sanusi
Pane, Amir Hamzah menyiarkan puisinya berjudul “Mabuk” dan “Sunyi” yang menandai
debutnya di dunia kesusastraan Indonesia. Sejak saat itu, banyak sekali karya sastra yang
dibuat oleh Amir Hamzah. Setelah kembali ke Sumatera, ia berhenti menulis.

Revolusi sosial yang meletus pada 3 Maret 1946 menjadi akhir bagi kehidupan Amir
Hamzah. Dia menjadi salah satu korban penangkapan yang dilakukan oleh pasukan Pesindo.
Amir Hamzah kemudian diangkat menjadi Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan SK
Presiden RI Nomor 106/ tahun 1975, tanggal 3 November 1975.

Hingga kematiannya, Amir Hamzah telah mewariskan 50 sajak asli, 77 sajak terjemahan, 18
prosa liris, 1 prosa liris terjemahan, 13 prosa, dan 1 prosa terjemahan. Jumlah keseluruhan
karya itu adalah 160 tulisan. Jumlah karya tersebut masih ditambah dengan Setanggi Timur
yang merupakan puisi terjemahan, dan terjemahan Bhagawat Gita. Dari jumlah itu, ada juga
beberapa tulisan yang tidak sempat dipublikasikan.

3. PEREMPUAN PEJUANG
(CUT NYAK DIEN)

Cut Nyak Dien, salah satu pahlawan wanita Indonesia


asal Aceh yang terkenal dalam perlawanan melawan
penjajah. Cut Nyak Dien, ikut berperang langsung
bersama para pejuang melawan penjajah. Meski seorang
wanita, Cut Nyak Dien tidak gentar dan terus memimpin
perlawan melawan Belanda. Cut Nyak Dien, merupakan
sosok yang ditakuti oleh Belanda. Karena mampu
mengobarkan semangat perlawanan rakyat Aceh.
Pada usia 12 tahun, Cut Nyak Dien sudah dinikahkan
oleh orang tuanya pada tahun 1862 dengan Teuku Cek
Ibrahim Lamnga,. Cut Nyak Dien lahir di Lampadang,
Kerajaan Aceh 1848 dari keluarga bangsawan yang taat beragama di Aceh Besar. Dia, mulai
ikut mengangkat senjata dan berperang melawan Belanda pada 1880. Itu tidak lepas dari
tewasnya suami Cut Nyak Dien, Teuku Cek Ibrahim Lamnga saat bertempur pada 29 Juni
1878. Kematian suaminya membuat Cut Nyak Dien sangat marah dan bersumpah akan
menghancurkan Belanda. Pada 1880, Cut Nyak Dien menikah dengan Teuku Umar dan
mempersilahkan ikut bertempur di medan perang. Bergabungnya Cut Nyak Dien berhasil
meningkatkan moral semangat perjuangan Aceh melawan Belanda. Kemudian perang
dilanjutkan secara gerilnya dan dikorbankan perang fisabillah. Siasat perang Pada 30
September 1893, Teuku Umar membuat siasat dengan menyerahkan diri kepada Belanda
bersama pasukan. Cara itu dilakukan untuk mempelajari taktik perang Belanda. Namun itu
membuat rakyat Aceh marah dan menganggap Teuku Umar sebagai penghianat karena
telah bekerjasama. Setelah beberapa tahun bergabung dengan Belanda, Teuku Umar dan
Cut Nyak Dien balik menyerang Belanda. Setelah fasilitas lengkap dan mencukupi Teuku
Umar mengumpulkan rakyatnya membagikan senjata dan menyerang belanda kembali.
Perang yang dilakukan Teuku Umar secara gerilnya. Naas, saat perang yang terjadi pada 11
Februari 1899 membuat Teuku Umar tewas tertembak.

Meski suaminya meninggal, Cut Nyak Dien lalu memimpin perlawanan Belanda di daerah
pedalaman Meulaboh. Dengan kondisi Cut Nyak Dien semakin rentan. Matanya mulai rabun
dan terkena encok.  Ditambah sumber makanan yang tidak pasti karena benar-benar telah
habis dan jumlah pasukan yang juga berkurang. Kondisi itu membuat pasukannya iba dan
salah satu anak buahnya melaporkan lokasi markasnya kepada Belanda. Dengan mudah
Belanda menyerang markas Cut Nyak Dien di Beutong Le Sageu dan membuatnya terkejut. 
Mereka tetap berperang matia-matian, tapi berhasil digagalkan oleh pasukan Belanda. 

Cut Nyak Dien pun akhirya tertangkap. Sementara anak Cut Nyak Dien bernama Cut
Gambang berhasil melarikan diri hutan. Setelah ditangkap Cut Nyak Dien kemudian dibawa
ke Banda Aceh. Di Banda Aceh, Cut Nyak Dien sempat mendapatkan perawatan untuk
penyakitnya.  Bahkan penyakitnya, seperti rabun dan encok berangsur-angsur sembuh.
Dibuang Setelah ditangkap dan mendapatkan perawatan, Cut Nyak Dien selanjutnya
dibuang atau dipindahkan ke Sumedang, Jawa Bara. Jadi Suri Teladan Daerah Lain
Pemindahan tersebut dilakukan karena Belanda merasa ketakutan dan khawatir. Karena
kehadirannya akan menciptakan semangat perlawanan bagi rakyat Aceh.  Apalagi masih
banyak pejuang-pejuang Aceh yang belum tunduk dengan Belanda.  Di Sumedang, ditahan
bersama tahanan politik Aceh lain. Pada 6 November 1908, Cut Nyak Dien meninggal karena
usianya yang sudah tua. Cut Nyak Dien dimakamkam di daerah pengasingan. Bahkan makam
Cut Nyak Dien baru ditemukan pada 1959. Pada 2 Mei 1962, Presiden Sokarno melalui SK
Presiden RI Nomor 106 Tahun 1964 diangkat menjadi pahlawan nasional.  

Anda mungkin juga menyukai