JEPANG DAN
RESPONS BANGSA
INDONESIA.
ORGANISASI
BENTUKAN
JEPANG
PEMBERONTA
KAN RAKYAT
INDONESIA
DAMPAK
PENJAJAHAN
JEPANG
A. ORGANISASI BENTUKAN
JEPANG
• Pasukan Jepang selalu berusaha untuk dapat memikat hati
rakyat Indonesia. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar bangsa
Indonesia memberi bantuan kepada pasukan Jepang. Untuk
menarik simpati bangsa Indonesia maka dibentuklah orgunisasi
resmi seperti Gerakan Tiga A, Putera, dan PETA
• Gerakan Tiga A, yaitu Nippon Pelindung Asia, Nippon Cahaya
Asia, Nippon Pemimpin Asia. Gerakan ini dipimpin oleh
Syamsuddin SH. Namun dalam perkembangan selanjutnya
gerakan ini tidak dapat menarik simpati rakyat, sehingga pada
tahun 1943 Gerakan Tiga A dibubarkan dan diganti dengan
Putera
• Pusat Tenaga Rakyat (Putera) Organisasi ini dibentuk pada tahun 1943 di
bawah pimpinan "Empat Serangkai", yaitu Bung Karno, Bung Hatta, Ki Hajar
Dewantara, dan Kiyai Haji Mas Mansyur. Gerakan Putera ini pun diharapkan
dapat menarik perhatian bangsa Indonesia agar membantu pasukan Jepang dalam
setiap peperangan yang dilakukannya. Akan tetapi gerakan Putera yang
merupakan bentukan Jepang ini ternyata menjadi bume-rang bagi Jepang. Hal ini
disebabkan oleh anggota-anggota dari Putera yang memiliki sifat nasionalisme
yang tinggi.
1. Pada awal pendudukan Jepang di Aceh tahun 1942 terjadi pemberontakan di Cot
Plieng, Lhok Seumawe di bawah pimpinan Tengku Abdul Jalil. Pemberontakan ini dapat
dipadamkan, dan dua tahun kemudian, yaitu pada tahun 1944 muncul lagi pemberontakan
di Meureu di bawah pim¬pinan Teuku Hamid yang juga dapat dipadamkan oleh pasukan
Jepang.
2. Karang Ampel, Sindang (Kabupaten Indramayu) tahun 1943 terjadi perlawanan rakyat
di daerah itu kepada Jepang. Perlawanan ini dipimpin oleh Haji Madriyan dan kawan-
kawannya, namun perlawanan ini berhasil ditindas oleh Jepang dengan sangat kejamnya.
3. Sukamanah (Kabupaten Tasikmalaya), tahun 1943 terjadi perlawanan rakyat di
daerah itu kepada Jepang. Perlawanan ini dipimpin oleh Haji Zaenal Mustafa. Dalam
perlawanan ini Zaenal Mustafa berhasil mem-bunuh kaki-tangan Jepang. Dengan
kenyataan seperti ini, Jepang melaku-kan pembalasan yang luar biasa dan melakukan
pembunuhan massal terhadap rakyat.
• Hanya sebagian kecil saja yang dapat menyelamatkan diri dan lari ke Pulau Jawa.
Setelah kekalahan-kekalahan yang dialami oleh Jepang pada setiap peperangannya
dalam Perang Pasifik, akhirnya pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada
pasukan Sekutu.
b. Bidang politik
Sejak awal pemerintahannya, Jepang melarang bangsa Indonesia berserikat dan berkumpul. Oleh karena
itu, Jepang membubarkan organisasi-organisasi pergerakan nasional yang dibentuk pada mas Hindia
Belanda, kecuali MIAN. MIAI kemudian dibubarkan dan digantikan dengan Masyumi. Para tokoh
pergerakan nasional pada masa pendudukan Jepang mengambil sikap kooperatif. Dengan sikap ini,
meraka banyak yang duduk dalam badan-badan yang dibentuk oleh pemerintah Jepang, seperti Gerakan
3 A, Putera, dan Cuo Sangi In. Selain itu, para tokoh pergerakan nasional juga memanfaatkan kesatuan-
kesatuan pertahanan yang dibentuk oleh Jepang, seperti Jawa Hokokai, Heiho, Peta, dan sebagainya.
Kebijaksanaan pemerintah Jepang tersebut bertujuan untuk menarik simpati dan
mengerahkan rakyat Indonesia untuk membantu Jepang dalam perang melawan sekutu,
namun kenyataannya dimanfaatkan oleh para tokoh pergerakan nasional, sehingga
banyak memberikan keuntungan bagi perjuangan bangsa Indonesia. Dengan demikian,
pemerintah jepang berhasil melakukan pengekangan terhadap berbagi kegiatan
pergerakan nasional, namun tidak berhasil mengekang berkembangnya kesadaran
nasional bangsa Indonesia menuju Indonesia merdeka.
c. Bidang ekonomi
Jepang berusaha untuk mendapatkan dan menguasai sumber-sumber bahan mentah
untuk industri perang. Jepang membagi rencananya dalam dua tahap.
• Tahap penguasaan, yakni menguasai seluruh kekayaan alam termasuk kekayaan
milik pemerintah Hindia Belanda.
• Tahap penyusunan kembali struktur ekonomi wilayah dalam rangka memenuhi
kebutuhan perang. Sesuai denga tahap ini maka pola ekonomi perang dirancanakan
bahwa setiap wilayah harus melaksanakan autarki. Autarki, artinya setiap wilayah
harus mencukupi kebutuhan sendiri dan juga harus dapat menunjang kebutuhan
perang. Romusa mempunyai persamaan dengan kerja rodi atau kerja paksa pada
zaman Hindia Belanda, yakni kerja tanpa mendapatkan upah
d. Bidang Birokrasi
Pada pertengahan tahun 1943, kedudukan Jepang dalam Perang Pasifik mulai terdesak,
maka Jepang memberi kesempatan kepada bangsa Indonesia untuk turut mengambil
bagian dalam pememerintahan negara. Untuk itu pada tanggal 5 September 1943,
Jepang membentuk Badan Pertimbangan Karesidenan (Syi Sangi In). Banyak orang
Indonesia yang menduduki jabatan-jabatan tinggi dalam pemerintahan, seperti Prof. Dr.
Husein Jayadiningrat sebagai Kepada Departemen Urusan Agama (1 Oktober 1943)
dan pada tanggal 10 November 1943 Sutardjo Kartohadikusumo dan R.M.T.A Surio
masing-masing diangkat menjadi Kepala Pemerintahan (Syikocan) di Jakarta dan
Banjarnegara.
e. Bidang Militer
Awal 1943, keadaan Perang Pasifik mulai berubah, Ekspansi tentara Jepang berhasil
dihentikan Sekutu dan Jepang beralih dikap bertahan. Kerana sudah kehabisan tenaga
manusia, Jepang menyadari bahwa mereka memerlukan dukungan dari penduduk
masing-masing daerah yang diduduki, Pemerintah militer Jepang mulai memikirkan
pengerahan pemuda-pemudi Indonesia guna membantu perang melawan sekutu.
Jepang lalu membentuk kesatuan-kesatuan pertahanan sebagai tempat penggembleng
pemuda-pemudi Indonesia di bidang kemiliteran. Pemuda yang tergabung dalam
berbagai kesatuan pertahanan menjadi menjadi pemuda-pemuda yang terdidik dan
terlatih dalam kemiliteran. Dalam perjuangan untuk merebut kemerdekaan dan
perjuangan mempertahankan Kemerdekaan Indonesia di kemudian hari, pelatih militer
ini akan sangat berguna.
f. Bidang Kebudayaan
Pada masa Jepang, bidang pendidikan dan kebudayaan diperhatikan dan bahasa
Indonesia mulai di pergunakan. Bahasa Indonesia dijadikan sebagai pelajaran utama,
sedangkan bahasa Jepang dijadikan sebagai bahasa wajib. Dengan semakin meluasnya
penggunaan bahasa Indonesia, komunikasi antarsuku di Indonesia semakin intensif
yang pada akhirnya semakin merekatkan keinginan untuk merdeka. Pada tanggal 1
April 1943 dibangun pusat kebudayaan di Jakarta, yang bernama "Keimin Bunka
Shidoso".