Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

rahmat dan hidayah-Nya akhirnya makalah Sejarah Revolusi yang membahas

mengenai Perundingan Linggarjati selesai.

Kami selaku penyusun ingin mengucap banyak terima kasih kepada semua

pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini, baik secara langsung ataupun

tidak. Serta rasa terima kasih kepada dosen mata kuliah makalah Sejarah Revolusi

yang telah membimbing kami dalam penyelesaian makalah ini, karena telah

menularkan banyak ilmunya kepada kami.

Kami sadar makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna, oleh

karena itu kritik dan saran dari pembaca sekalian sangat kami harapkan guna

perbaikan pada tulisan kami selanjutnya.

Bandung, Desember 2010

Penyusun

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar 1

Daftar Isi 2

BAB I PENDAHULUAN 3

1.1 Latar Belakang 3


1.2 Tujuan 3
1.3 Rumusan Masalah 3
1.4 Metode Penyusunan Makalah 4
1.5 Sistematika Uraian 4

BAB II PEMBAHASAN 5

2.1 Gambaran Kondisi Indonesia Pada Masa Revolusi 5


2.2 Gambaran Umum Perundingan Linggarjati 7
2.3 Indonesia Pasca Perundingan Linggarjati 9

BAB III PENUTUP 11


3.1 Kesimpulan 11

3.2 Analisis 13

DAFTAR PUSTAKA 14

LAMPIRAN 15

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia adalah negara yang terletak di Asia Tenggara, yang merdeka pada
tanggal 17 Agustus 1945 dengan Ir.Soekarno sebagai presidennya. Pasca Proklamasi
kemerdekaan negara ini diuji oleh banyaknya persoalan dari dasar negara sampai
kembali datangnya Belanda yang tidak mengakui Kemerdekaan Indonesia. Masa
Revolusi di Indonesia dimulai dengan masuknya Sekutu diboncengi oleh Belanda
(NICA) ke berbagai wilayah Indonesia setelah kekalahan Jepang, dan diakhiri dengan
penyerahan kedaulatan kepada Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949. Terdapat
banyak sekali peristiwa sejarah pada masa itu, pergantian berbagai posisi kabinet,
Aksi Polisionil oleh Belanda, berbagai perundingan, dan peristiwa-peristiwa sejarah
lainnya.

1.2 Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan diantaranya untuk agar lebih mengetahui
dan memahami mengenai Perundingan Linggarjati.

1.3 Rumusan Masalah


Dalam Makalah ini dapat saya rumuskan yaitu “Perundingan Linggarjati
sebagai simbol Pengakuan Kedaulatan Negara Indonesia ”. Untuk Membatasi dalam Makalah
ini, saya membatasi dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana Gambaran Umum Kondisi Indonesia Pada Masa Revolusi
2. Bagaimana Gambaran dari Perundingan Linggarjati?
3. Bagaimana Kondisi Indonesia Pasca Perundingan Linggarjati?

3
1.4 Manfaat Penyusunan Makalah
1.5 Metode Penyusunan Makalah
Makalah ini disusun dengan menggunakan metode kajian pustaka. Dimana sumber-
sumber yang digunakan merupakan sumber-sumber tertulis seperti buku, catatan, artikel
dan sumber tertulis lainnya. Metode kajian pustaka dipilih karena metode ini lebih
kredibel dan dapat dipertanggungjawabkan.

1.5 Sistematika Penyusunan Makalah

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Tujuan
1.3 Metode Penyusunan Makalah
1.4 Rumusan Masalah
1.5 Sistematika Uraian

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Gambaran Kondisi Indonesia Sebelum Perundingan Linggarjati


2.2 Gambaran Umum Perundingan Linggarjati
2.3 Indonesia Pasca Perundingan Linggarjati

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan
Analisis

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

4
BAB II

PERUNDINGAN LINGGARJATI SEBAGAI SIMBOL PENGAKUAN


KEDAULATAN NEGARA INDONESIA

2.1 Gambaran Umum Kondisi Indonesia Pada Masa Revolusi.


Sebenarnya tonggak awal revolusi Indonesia dimulai sejak dikumandangkannya
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia oleh Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945.
Proklamasi menjadi tonggak baru sejarah Imdonesia yang membawa pada perubahan
yang signifikan di seluruh aspek tatanan kenegaraan. Di ibaratkan jika kemerdekaan
adalah masa depan Indonesia maka Proklamasi adalah pintu menuju kemerdekaan
tersebut. Meski di masa selanjutnya bangsa Indonesia mendapatkan tantangan dalam
mempertahankan kemerdekaannya, namun proklamasi tetap menjadi awal mula langkah
revolusioner bangsa Indonesia (Kahin, 1980: 173).
Mengungkap peristiwa penyebab revolusi kemerdekaan di Indonesia memang sangat
mudah karena telah jelas bahwa Proklamasi menjadi langkah berani bangsa Indonesia
dalam menentukan nasib masa depan sejarahnya. Namun jika mengungkap pemicu
revolusi fisik, suatu periode sejarah bangsa Indonesia yang pernah dialami dalam kurun
waktu 1945-1950 merupakan satu hal yang cukup sulit. Hal tersebut disebabkan karena
tidak ada peristiwa yang secara terang-terangan menjadi “sumbu” pemicu meletusnya
revolusi fisik yang terjadi di berbagai daerah dalam waktu yang hampir bersamaan.
Analisis awal dimulai dari peristiwa proklamasi kemerdekaan, karena peristiwa inilah
yang menjadi titik awal penentu sejarah Indonesia kedepannya. Sejak terdengar desas-
desus golongan pemuda mendorong Soekarno-Hatta untuk memproklamasikan
kemerdekaan RI, Jepang telah berang dan waspada dengan berbagai kemungkinan yang
akan terjadi. Situasi semakin memanas ketika Proklamasi benar-benar dikumandangkan,
atas perintah panglima militer Jepang di Jawa Laksamana Maeda dan stafnya langsung
ditangkap. Keesokan harinya Jepang mengumumkan bahwa Peta, Heiho, dan semua
organisasi bersenjata dibubarkan.
Tindakan yang dilakukan Jepang selanjutnya adalah pada 19 Agustus 1945 menghalang-
halangi rapat raksasa yang dilakukan di Lapangan Ikada Jakarta dengan menggunakan
tank-tank dan mobil-mobil bersenjata. Namun karena masa semakin banyak maka Jepang
tidak berani mengambil tindakan apa-apa, massa bubar dengan damai dan tentara Jepang

5
tidak melakukan aksi yang dikhawatirkan. Kemudian seiring pembubaran organisasi-
organisasi bersenjata di Indonesia, namun kebijakan tersebut ditentang oleh para pemuda.
Perlawanan ini dimulai di Jawa, pemuda anggota Peta atau organisasi bersenjata buatan
Jepang menolak untuk melucuti senjata mereka bahkan mereka malah menuntut kepada
Jepang untuk menyerah. sehingga hasilnya beberapa formasi kecil tentara di daerah-
daerah menyerah kepada para pemuda.
Sebagai simbol revolusi Soekarno memerintahkan kepada para pemuda untuk
mengibarkan bendera merah putih di semua gedung umum. Para pemuda merebut senjata
dari orang-orang Jepang, menyerang garnisun pertahanan Jepang, mengusir para
fungsionaris Jepang dari gedung pemerintahan dan tindakan-tindakan penyerangan
lainnya. Sampai kedatangan sekutu kebijakan Jepang terus tarik ulur, di satu sisi
komandan militer Jepang harus menjalankan mandat dari Allied Southeast Command
untuk mempertahankan status quo politiknya di Indonesia tapi di sisi lain penyerangan
dari pihak Indonesia pun semakin gencar.
Pada tanggal 29 September 1945 tepat ketika konflik Indonesia-Jepang dalam merebut
kekuasaan militer dan sipil memanas, datang sekutu ke Indonesia dibawah pimpinan
Laksamana Patterson dan Letnan Jendral Sir Philip Christison. Selama 2 minggu di awal
bulan Oktober terjadi peperangan Indonesia-Jepang memperebutkan kota-kota seperti
Bandung, Garut, Surakarta, Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya. Dalam situasi yang
sedang memanas ini Patterson mengumumkan bahwa pasukan sekutu datang hanyauntuk
melindungi rakyat serta memulihkan keamanan dan ketertiban dengan mengembalikan
pemeintah Hindia-Belanda berwenang lagi.
Menyusul pengumuman Letnan Jendral Christison bahwa pasukan Jepang di Jawa
sementara harus dipakai untuk memulihakan keamanan dan ketertiban. Pengumuman ini
disusul dengan pendaratan kontingen-kontingen kecil pasukan Belanda dibawah
perlindungan Inggris. Hal ini membuat Soekarno dan pemimpin-pemimpin republik
khawatir akan terjadi peristiwa yang tidak di inginkan yaitu perebutan kembali kedaulatan
RI ke tangan Belanda. Hal itu benar-benar terjadi ketika pasukan Belanda memulai
aktifitasnya di Indonesia setelah pendaratan Jendral Patterson 29 September 1945.
Dijelaskan oleh Mayor F.E. Crockett dalam Kahin (1983: 180) sebagai berikut :
“Berbarengan dengan kedatangan Jendral Van Oyen, di jalan-jalan (Jakarta) mulai
tampak barisan patroli Belanda dan Ambon (serdadu KNIL) yang getol menembak.
Mereka menembak segala yang tampak mencurigakan, dan bila tidak ada yang dapat
dijadikan sasaran, mereka tidak segan-segan merampas rumah penduduk, dan tanpa
tuduhan atau peringatan, menyeret keluar beberapa atau seluruh penghuninya.....

6
“insiden-insiden” itu meningkat. Kaum nasionalis mendapat perintah bahwa setiap kali
pihak mereka mulai bertentangan, mereka akan berurusan dengan para pejabat yang
berwenang. Untuk mencegah kerusuhan, Soekarno memerintahkan agar semua orang
Indonesia menyingkir dari jalan-jalan di Batavia pada malam hari. Menjelang jam 08.00
malam, jalan sudah kosong kecuali barisan patroli Belanda yang mondar-mandir. Ini
adalah penampilan cara Soekarno memerintah rakyat yang mengesankan”.

Kejadian seperti ini yang memperuncing situasi Indonesia saat itu. Disatu sisi konflik
dengan jepang belum berakhir, kemudian datang Belanda yang di lindungi oleh sekutu
ingin kembali menjajah Indonesia. Akhirnya muncul secara serentak perlawanan dari
rakyat Indonesia berupa perlawanan fisik yang dimulai dari pulau Jawa dan menyebar ke
seluruh pulau di Indonesia. Adapun setelah dijabarkan dalam pemaparan di atas maka
dapat digambarkan faktor awal pemicu meletusnya revolusi sebagai berikut :

OFENSIF KEDATANGAN
PROKLAMASI REVOLUSI
JEPANG SEKUTU

2.2 Gambaran Umum Perundingan Linggarjati

Perundingan Linggarjati atau kadang juga disebut Perundingan Linggajati adalah


suatu perundingan antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Jawa Barat yang
menghasilkan persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan ini
ditandatangani di Istana Merdeka Jakarta pada 15 November 1946 dan diratifikasi kedua
negara pada 25 Maret 1947. Masuknya AFNEI yang diboncengi NICA ke Indonesia
karena Jepang menetapkan status quo di Indonesia menyebabkan terjadinya konflik
antara Indonesia dengan Belanda, seperti contohnya Peristiwa 10 November, selain itu
pemerintah Inggris menjadi penanggung jawab untuk menyelesaikan konflik politik dan
militer di Asia, oleh sebab itu, Sir Archibald Clark Kerr, diplomat Inggris, mengundang
Indonesia dan Belanda untuk berunding di Hooge Veluwe, namun perundingan tersebut
gagal karena Indonesia meminta Belanda mengakui kedaulatannya atas Jawa, Sumatera
dan Madura, namun Belanda hanya mau mengakui Indonesia atas Jawa dan Madura saja.

7
Pada akhir Agustus 1946, pemerintah Inggris mengirimkan Lord Killearn ke Indonesia
untuk menyelesaikan perundingan antara Indonesia dengan Belanda. Pada tanggal 7
Oktober 1946 bertempat di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta dibuka perundingan
Indonesia-Belanda dengan dipimpin oleh Lord Killearn. Perundingan ini menghasilkan
persetujuan gencatan senjata (14 Oktober) dan meratakan jalan ke arah perundingan di
Linggarjati yang dimulai tanggal 11 November 1946.

Dalam perundingan ini, Indonesia diwakili oleh Kabinet Sjahrir III yang dipimpin oleh
Perdana Menteri Sutan Sjahrir dan tiga anggota: Mohammad Roem, Susanto Tirtoprodjo,
dan AK Gani. Belanda diwakili oleh tim yang disebut Komisi Jendral dan dipimpin oleh
Schermenhorn dengan anggota Max Van Poll, F de Boer, dan HJ Van Mook. Lord
Killearn dari Inggris bertindak sebagai mediator dalam perundingan ini.

Bulan Agustus pemerintah Belanda melakukan usaha lain untuk memecah halangan
dengan menunjuk tiga orang Komisi Jendral datang ke Jawa dan membantu Van Mook
dalam perundingan baru dengan wakil-wakil republik itu. Konferensi antara dua belah
pihak diadakan di bulan Oktober dan November di bawah pimpinan yang netral seorang
komisi khusus Inggris, Lord Killearn. Bertempat di bukit Linggarjati dekat Cirebon.
Setelah mengalami tekanan berat -terutama Inggris- dari luar negeri, dicapailah suatu
persetujuan tanggal 15 November 1946 yang pokok pokoknya sebagai berikut :

 Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan


yang meliputi Sumatra, Jawa dan Madura. Belanda harus meninggalkan wilayah de
facto paling lambat 1 Januari 1949,
 Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara
Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu
bagiannya adalah Republik Indonesia
 Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia - Belanda
dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.

Untuk ini Kalimantan dan Timur Raya akan menjadi komponennya. Sebuah Majelis
Konstituante didirikan, yang terdiri dari wakil-wakil yang dipilih secara demokratis dan
bagian-bagian komponen lain. Indonesia Serikat pada gilirannya menjadi bagian Uni
Indonesia-Belanda bersama dengan Belanda, Suriname dan Curasao. Hal ini akan
memajukan kepentingan bersama dalam hubungan luar negeri, pertahanan, keuangan dan

8
masalah ekonomi serta kebudayaan. Indonesia Serikat akan mengajukan diri sebagai
anggota PBB. Akhirnya setiap perselisihan yang timbul dari persetujuan ini akan
diselesaikan lewat arbitrase.

Kedua delegasi pulang ke Jakarta, dan Soekarno-Hatta kembali ke pedalaman dua hari
kemudian, pada tanggal 15 November 1946, di rumah Sjahrir di Jakarta, berlangsung
pemarafan secara resmi Perundingan Linggarjati. Sebenarnya Soekarno yang tampil
sebagai kekuasaan yang memungkinkan tercapainya persetujuan, namun, Sjahrir yang
diidentifikasikan dengan rancangan, dan yang bertanggung jawab bila ada yang tidak
beres.

2.3 Indonesia Pasca Perundingan Linggarjati


Dengan adanya kesepakatan perjanjian / perundingan linggar jati, Negara Indonesia
mengalami kekalahan selangkah. Selanjutnya setelah terbentuk negara RIS pihak Belanda
bertindak sewenang-wenang yang merugikan RI. Meskipun demikian Indonesia tidak
sepenuhnya mengalami kekalahan, karena dengan Perundingan Linggarjati inilah
kedaulatan Indonesia diakui oleh Belanda dan secara otomatis dunia Internasional pun
mengakui hal ini. salah satu poin dalam perundingan ini yang diharuskan Belanda
mengakui Kedaulatan Indonesia secara de Fakto inilah yang membuat Indonesia
sebenarnya tidak dirugikan secara penuh.

Bagi pihak Indonesia, keikut sertaan Soekarno-Hatta dalam perundingan merupakan


suatu keberhasilan. Dunia luar dengan demikian akan memandang Republik Indonesia
sebagai negara (meskipun belum diakui de jure), karena telah memenuhi syarat, yakni
wilayah tertentu, pemerintah yang nyata yang dipimpin oleh seorang kepala negara
(Presiden), cabinet dengan perdana mentrinya, dan adanya perwakilan rakyat (KNIP), dan
karena tercapainya persetujuan gancatan senjata (yang akan diuraikan dibawah ini), dan
adanya tentara regular. Tidak lagi seperti yang digambarkan oleh Belanda sebagai suatu
pemberontakan beberapa “ekstrimis” yang dipimpin oleh “kolabor Jepang”.

Perjanjian Linggarjati menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat


Indonesia, contohnya beberapa partai seperti Partai Masyumi, PNI, Partai Rakyat
Indonesia, dan Partai Rakyat Jelata. Partai-partai tersebut menyatakan bahwa perjanjian
itu adalah bukti lemahnya pemerintahan Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan
negara Indonesia. Untuk menyelesaikan permasalahan ini, pemerintah mengeluarkan

9
Peraturan Presiden No. 6/1946, dimana bertujuan menambah anggota Komite Nasional
Indonesia Pusat agar pemerintah mendapat suara untuk mendukung perundingan
linggarjati.

10
BAB III

3.1 KESIMPULAN

Perjanjian linggarjati atau Perundingan Linggar Jati adalah Diplomasi Sejarah


Indonesia Nasional Antara Republik Indonesia dengan Belanda, dimana Perjanjian linggar
jati adalah suatu perjanjian yang dilakukan antara Sutan Sahmi dari pihak Indonesia dengan
Dr.H.J. Van Mook dari pihak pemerintah Belanda. Kesepakatan linggar jati yang berlangsung
selama 4 (empat) hari disepakati di sebuah desa linggar jati di daerah Kabupaten Kuningan.

Perundingan ini/Perjanjian ini berawal dari hambatan yang dihadapi bangsa Indonesia
pada masa awal kemerdekaan adalah dari tentara Jepang yang masih ada di Indonesia.
Meskipun Jepang telah menyerah sama sekutu. Tetapi mereka dalam jumlah yang cukup
besar masih belum kembali ke negerinya.

Tindakan bangsa Indonesia untuk mempertahankan dan menegakkan kemerdekaan


bukan hanya melalui kekerasan senjata melainkan juga ditempuh dengan jalan damai yaitu
melalui perundingan-perundingan atau melalui jalur diplomasi.

Hasil perundingan tertuang dalam 17 pasal. 4 (Empat) isi pokok pada perundingan linggar jati
adalah :

1. Belanda mengakui secara defacto wilayah RI / Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera
dan Madura.

2. Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 januari 1946.

3. Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara Republik Indonesia Serikat atau
RIS.

4. Dalam bentuk RIS indonesia harus tergabung dalam Commonwealth / Uni Indonesia
Belanda dengan mahkota negeri Belanda debagai kepala uni.

Dengan adanya kesepakatan perjanjian / perundingan linggar jati, Negara Indonesia


mengalami kekalahan selangkah. Selanjutnya setelah terbentuk negara RIS pihak Belanda

11
bertindak sewenang-wenang yang merugikan RI. Kemudian terjadilah agresi militer I /
pertama.

Beberapa perundingan yang pernah dilakukan oleh pemerintah dengan Belanda selama masa
perang kemerdekaan (1945-1949) diantaranya adalah Perundingan Linggar Jati / perjanjian
linggarjati .

Perundingan ini diadakan di Linggar Jati sebelah selatan Cirebon 10 November 1946
dipimpin oleh Lord Killearndan ,menghasilkan suatu persetujuan. Naskah hasil perundingan
diumumkan dan farap oleh kedua belah pihak pada tanggal 15 Nov 1946. Setelah naskah
diparaf timbul berbagai macam tanggapan masyarakat Indonesia yang mendukung dan
menentang terhadap naskah itu sehingga akhirnya naskah itu baru ditandatangani 25 Maret
1947.

Meskipun persetujuan Linggar Jati telah ditandatangani namun hubungan Indonesia Belanda
tidak bertanbah baik, karena adanya perbedaan penafsiran terhadap beberapa persetujuan dan
Pihak Belanda selalu berusaha untuk melanggar persetujuan itu.

12
ANALISIS

Perundingan Linggarjati yang dilaksanakan di daerah Linggarjati, Cirebon, Jawa Barat ini
merupakan usulan dari perdana menteri Sutan Syahrir. Dilaksanakan di linggarjati karena
pada saat itu situasi politik di Ibukota negara sedang tidak stabil dengan adanya pengaruh/
desakan dari Belanda, keputusan ini disetujui oleh penengah dari Inggris. Diadakan di
Linggarjati karena selain merupakan daerah yang tidak asing bagi Sutan Syahrir karena
beliau pernah tinggal, selain itu pula daerah linggarjati yang termasuk kedalam wilayah
pemerintahan Jawa Barat secara letak geografis tidak jauh dengan ibukota negara dan jika
dilihat dari situasi tempat perundingan tersebut ketika kami berkunjung ke linggarjati ini,
memang kami pikir tempat perundingan ini yang strategis untuk melaksanakan perundingan.
Namun ada beberapa hal yang kami amati dari perundingan ini adalah selain secara
kedaulatan Indonesia diuntungkan dengan adanya perjanjian linggarjati ini karena secara
tidak langsung pihak Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia dan secara wilayah
meskipun mendapatkan hanya Jawa, Sumatera, Madura tetapi wilayah ini merupakan dapat
dikatakan sebagai wilayah centralnya negara Indonesia. Meskipun demikian kami melihat
bahwa dari hasil perundingan linggarjati ini masih menunjukkan eksistensi pihak Belanda
untuk tetap menjadikan Indonesia sebagai Negara yang masih dibawah kekuasaannya. Hal ini
terbukti dengan adanya pasal-pasal dalam peundingan ini yang menyatakan bahwa negara
Indonesia menjadi negara Indonesia Serikat yang bersifat parlementer seperti layaknya
pemerintahan Belanda sendiri atau dengan kata lain Indonesia merupakan negara yang ingin
dijadikan negara Boneka oleh Belanda.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Sumber buku
Colin Wild, Peter Carey. (1986). Gelora Api Revolusi. Jakarta: PT. Gramedia

Kahin, George. T. (1980). Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. Kuala


Lumpur: Universiti cornell

2. Sumber artikel
Sibarani, Jenny. (2008). SEJARAH INDONESIA MASA KEMERDEKAAN antara
tahun 1945 - 1950an. [Online]. Tersedia:
http://sejarahkita.comoj.com/jenny07.html [1 Oktober 2009]

14
15

Anda mungkin juga menyukai