Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-
Nya akhirnya makalah Sejarah Revolusi yang membahas mengenai Perundingan Linggarjati selesai.

Kami selaku penyusun ingin mengucap banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan makalah ini, baik secara langsung ataupun tidak. Serta rasa terima kasih
kepada dosen mata kuliah makalah Sejarah Revolusi yang telah membimbing kami dalam
penyelesaian makalah ini, karena telah menularkan banyak ilmunya kepada kami.

Kami sadar makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari pembaca sekalian sangat kami harapkan guna perbaikan pada tulisan kami selanjutnya.

Bogor, 31 Juli 2023

Penyusun

DAFTAR ISI
Kata Pengantar
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Tujuan
3. Rumusan Masalah
4. Metode Penyusunan Makalah
5. Sistematika Uraian
BAB II PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kondisi Indonesia Pada Masa Revolusi
B. Gambaran Umum Perundingan Linggarjati
C. Indonesia Pasca Perundingan LLinggarjat
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Analisis
C. Daftar Pustaka
D. Lampiran

BAB I

PENDAHULUAN

1.Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang terletak di Asia Tenggara, yang merdeka pada tanggal 17 Agustus
1945 dengan Ir.Soekarno sebagai presidennya. Pasca Proklamasi kemerdekaan negara ini diuji
oleh banyaknya persoalan dari dasar negara sampai kembali datangnya Belanda yang tidak
mengakui Kemerdekaan Indonesia. Masa Revolusi di Indonesia dimulai dengan masuknya Sekutu
diboncengi oleh Belanda (NICA) ke berbagai wilayah Indonesia setelah kekalahan Jepang, dan
diakhiri dengan penyerahan kedaulatan kepada Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949.
Terdapat banyak sekali peristiwa sejarah pada masa itu, pergantian berbagai posisi kabinet, Aksi
Polisionil oleh Belanda, berbagai perundingan, dan peristiwa-peristiwa sejarah lainnya.
2. Makalah ini disusun dengan tujuan diantaranya untuk agar lebih mengetahuidan memahami
mengenai Perundingan Linggarjati.
3. Rumusan Masalah
Dalam Makalah ini dapat saya rumuskan yaitu “
Perundingan Linggarjatisebagai simbol Pengakuan Kedaulatan Negara Indon
esia ”. Untuk Membatasi dalam Makalah
ini, saya membatasi dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1.Bagaimana Gambaran Umum Kondisi Indonesia Pada Masa Revolusi

2.Bagaimana Gambaran dari Perundingan Linggarjati?

3.Bagaimana Kondisi Indonesia Pasca Perundingan Linggarjati

BAB II

PERUNDINGAN LINGGARJATI SEBAGAI SIMBOL PENGAKUAN KEDAULATAN NEGARA INDONESIA


A. Gambaran Umum Kondisi Indonesia Pada Masa Revolusi

Sebenarnya tonggak awal revolusi Indonesia dimulai sejak dikumandangkannya Proklamasi


kemerdekaan Republik Indonesia oleh Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945. Proklamasi menjadi
tonggak baru sejarah Imdonesia yang membawa pada perubahan yang signifikan di seluruh aspek
tatanan kenegaraan. Di ibaratkan jika kemerdekaan adalah masa depan Indonesia maka Proklamasi
adalah pintu menuju kemerdekaan tersebut. Meski di masa selanjutnya bangsa Indonesia
mendapatkan tantangan dalam mempertahankan kemerdekaannya, namun proklamasi tetap
menjadi awal mula langkah revolusioner bangsa Indonesia (Kahin, 1980: 173).

Mengungkap peristiwa penyebab revolusi kemerdekaan di Indonesia memang sangat mudah


karena telah jelas bahwa Proklamasi menjadi langkah berani bangsa Indonesia dalam menentukan
nasib masa depan sejarahnya. Namun jika mengungkap pemicu revolusi fisik, suatu periode sejarah
bangsa Indonesia yang pernah dialami dalam kurun waktu 1945-1950 merupakan satu hal yang
cukup sulit. Hal tersebut disebabkan karena tidak ada peristiwa yang secara terang-terangan
menjadi “sumbu” pemicu meletusnya revolusi fisik yang terjadi di berbagai daerah dalam waktu
yang hampir bersamaan.

Analisis awal dimulai dari peristiwa proklamasi kemerdekaan, karena peristiwa inilah yang menjadi
titik awal penentu sejarah Indonesia kedepannya. Sejak terdengar desas-desus golongan pemuda
mendorong Soekarno-Hatta untuk memproklamasikan kemerdekaan RI, Jepang telah berang dan
waspada dengan berbagai kemungkinan yang akan terjadi. Situasi semakin memanas ketika
Proklamasi benar-benar dikumandangkan, atas perintah panglima militer Jepang di Jawa
Laksamana Maeda dan stafnya langsung ditangkap. Keesokan harinya Jepang mengumumkan
bahwa Peta, Heiho, dan semua organisasi bersenjata dibubarkan.

Tindakan yang dilakukan Jepang selanjutnya adalah pada 19 Agustus 1945 menghalang-halangi
rapat raksasa yang dilakukan di Lapangan Ikada Jakarta dengan menggunakan tank-tank dan
mobil-mobil bersenjata. Namun karena masa semakin banyak maka Jepang tidak berani mengambil
tindakan apa-apa, massa bubar dengan damai dan tentara Jepang tidak melakukan aksi yang
dikhawatirkan. Kemudian seiring pembubaran organisasi-organisasi bersenjata di Indonesia, namun
kebijakan tersebut ditentang oleh para pemuda. Perlawanan ini dimulai di Jawa, pemuda anggota
Peta atau organisasi bersenjata buatan Jepang menolak untuk melucuti senjata mereka bahkan
mereka malah menuntut kepada Jepang untuk menyerah. Sehingga hasilnya beberapa formasi kecil
tentara di daerah-daerah menyerah kepada para pemuda.

Sebagai simbol revolusi Soekarno memerintahkan kepada para pemuda untuk mengibarkan
bendera merah putih di semua gedung umum. Para pemuda merebut senjata dari orang-orang
Jepang, menyerang garnisun pertahanan Jepang, mengusir para fungsionaris Jepang dari gedung
pemerintahan dan tindakan-tindakan penyerangan lainnya. Sampai kedatangan sekutu kebijakan
Jepang terus tarik ulur, di satu sisi komandan militer Jepang harus menjalankan mandat dari Allied
Southeast Command untuk mempertahankan status quo politiknya di Indonesia tapi di sisi lain
penyerangan dari pihak Indonesia pun semakin gencar.

Pada tanggal 29 September 1945 tepat ketika konflik Indonesia-Jepang dalam merebut kekuasaan
militer dan sipil memanas, datang sekutu ke Indonesia dibawah pimpinan Laksamana Patterson
dan Letnan Jendral Sir Philip Christison. Selama 2 minggu di awal bulan Oktober terjadi
peperangan Indonesia-Jepang memperebutkan kota-kota seperti Bandung, Garut, Surakarta,
Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya. Dalam situasi yang sedang memanas ini Patterson
mengumumkan bahwa pasukan sekutu datang hanyauntuk melindungi rakyat serta memulihkan
keamanan dan ketertiban dengan mengembalikan pemeintah Hindia-Belanda berwenang lagi.

Menyusul pengumuman Letnan Jendral Christison bahwa pasukan Jepang di Jawa sementara harus
dipakai untuk memulihakan keamanan dan ketertiban. Pengumuman ini disusul dengan pendaratan
kontingen-kontingen kecil pasukan Belanda dibawah perlindungan Inggris. Hal ini membuat
Soekarno dan pemimpin-pemimpin republik khawatir akan terjadi peristiwa yang tidak di inginkan
yaitu perebutan kembali kedaulatan RI ke tangan Belanda. Hal itu benar-benar terjadi ketika
pasukan Belanda memulai aktifitasnya di Indonesia setelah pendaratan Jendral Patterson 29
September 1945.

Dijelaskan oleh Mayor F.E. Crockett dalam Kahin (1983: 180) sebagai berikut :

“Berbarengan dengan kedatangan Jendral Van Oyen, di jalan-jalan (Jakarta) mulai tampak barisan
patroli Belanda dan Ambon (serdadu KNIL) yang getol menembak. Mereka menembak segala yang
tampak mencurigakan, dan bila tidak ada yang dapat dijadikan sasaran, mereka tidak segan-segan
merampas rumah penduduk, dan tanpa tuduhan atau peringatan, menyeret keluar beberapa atau
seluruh penghuninya..... “insiden-insiden” itu meningkat. Kaum nasionalis mendapat perintah bahwa
setiap kali pihak mereka mulai bertentangan, mereka akan berurusan dengan para pejabat yang
berwenang. Untuk mencegah kerusuhan, Soekarno memerintahkan agar semua orang Indonesia
menyingkir dari jalan-jalan di Batavia pada malam hari. Menjelang jam 08.00 malam, jalan sudah
kosong kecuali barisan patroli Belanda yang mondar-mandir. Ini adalah penampilan cara Soekarno
memerintah rakyat yang mengesankan”.

Kejadian seperti ini yang memperuncing situasi Indonesia saat itu. Disatu sisi konflik dengan
jepang belum berakhir, kemudian datang Belanda yang di lindungi oleh sekutu ingin kembali
menjajah Indonesia. Akhirnya muncul secara serentak perlawanan dari rakyat Indonesia berupa
perlawanan fisik yang dimulai dari pulau Jawa dan menyebar ke seluruh pulau di Indonesia. Adapun
setelah dijabarkan dalam pemaparan di atas maka dapat digambarkan faktor awal pemicu
meletusnya revolusi sebagai berikut :

PROKLAMASI > OFENSIF JEPANG > KEDATANGAN SEKUTU > REVOLUSI

B. Gambaran Umum Perundingan Linggarjati

Perundingan Linggarjati atau kadang juga disebut Perundingan Linggajati adalah suatu
perundingan antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Jawa Barat yang menghasilkan
persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan ini ditandatangani di
Istana Merdeka Jakarta pada 15 November 1946 dan diratifikasi kedua negara pada 25 Maret
1947. Masuknya AFNEI yang diboncengi NICA ke Indonesia karena Jepang menetapkan status quo
di Indonesia menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda, seperti contohnya
Peristiwa 10 November, selain itu pemerintah Inggris menjadi penanggung jawab untuk
menyelesaikan konflik politik dan militer di Asia, oleh sebab itu, Sir Archibald Clark Kerr, diplomat
Inggris, mengundang Indonesia dan Belanda untuk berunding di Hooge Veluwe, namun
perundingan tersebut gagal karena Indonesia meminta Belanda mengakui kedaulatannya atas Jawa,
Sumatera dan Madura, namun Belanda hanya mau mengakui Indonesia atas Jawa dan Madura saja.
Pada akhir Agustus 1946, pemerintah Inggris mengirimkan Lord Killearn ke Indonesia untuk
menyelesaikan perundingan antara Indonesia dengan Belanda. Pada tanggal 7 Oktober 1946
bertempat di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta dibuka perundingan Indonesia-Belanda dengan
dipimpin oleh Lord Killearn. Perundingan ini menghasilkan persetujuan gencatan senjata (14
Oktober) dan meratakan jalan ke arah perundingan di Linggarjati yang dimulai tanggal 11
November 1946.

Dalam perundingan ini, Indonesia diwakili oleh Kabinet Sjahrir III yang dipimpin oleh Perdana
Menteri Sutan Sjahrir dan tiga anggota: Mohammad Roem, Susanto Tirtoprodjo, dan AK Gani.
Belanda diwakili oleh tim yang disebut Komisi Jendral dan dipimpin oleh Schermenhorn dengan
anggota Max Van Poll, F de Boer, dan HJ Van Mook. Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai
mediator dalam perundingan ini.

Bulan Agustus pemerintah Belanda melakukan usaha lain untuk memecah halangan dengan
menunjuk tiga orang Komisi Jendral datang ke Jawa dan membantu Van Mook dalam perundingan
baru dengan wakil-wakil republik itu. Konferensi antara dua belah pihak diadakan di bulan Oktober
dan November di bawah pimpinan yang netral seorang komisi khusus Inggris, Lord Killearn.
Bertempat di bukit Linggarjati dekat Cirebon. Setelah mengalami tekanan berat -terutama Inggris-
dari luar negeri, dicapailah suatu persetujuan tanggal 15 November 1946 yang pokok pokoknya
sebagai berikut :

• Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang
meliputi Sumatra, Jawa dan Madura. Belanda harus meninggalkan wilayah de facto paling
lambat 1 Januari 1949,

• Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia
Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu bagiannya adalah
Republik Indonesia

• Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia – Belanda dengan
Ratu Belanda sebagai ketuanya.

Untuk ini Kalimantan dan Timur Raya akan menjadi komponennya. Sebuah Majelis Konstituante
didirikan, yang terdiri dari wakil-wakil yang dipilih secara demokratis dan bagian-bagian komponen
lain. Indonesia Serikat pada gilirannya menjadi bagian Uni Indonesia-Belanda bersama dengan
Belanda, Suriname dan Curasao. Hal ini akan memajukan kepentingan bersama dalam hubungan
luar negeri, pertahanan, keuangan dan masalah ekonomi serta kebudayaan. Indonesia Serikat akan
mengajukan diri sebagai anggota PBB. Akhirnya setiap perselisihan yang timbul dari persetujuan
ini akan diselesaikan lewat arbitrase.
Kedua delegasi pulang ke Jakarta, dan Soekarno-Hatta kembali ke pedalaman dua hari kemudian,
pada tanggal 15 November 1946, di rumah Sjahrir di Jakarta, berlangsung pemarafan secara resmi
Perundingan Linggarjati. Sebenarnya Soekarno yang tampil sebagai kekuasaan yang
memungkinkan tercapainya persetujuan, namun, Sjahrir yang diidentifikasikan dengan rancangan,
dan yang bertanggung jawab bila ada yang tidak beres.

C. Indonesia Pasca Perundingan Linggarjati

Dengan adanya kesepakatan perjanjian / perundingan linggar jati, Negara Indonesia mengalami
kekalahan selangkah. Selanjutnya setelah terbentuk negara RIS pihak Belanda bertindak sewenang-
wenang yang merugikan RI. Meskipun demikian Indonesia tidak sepenuhnya mengalami kekalahan,
karena dengan Perundingan Linggarjati inilah kedaulatan Indonesia diakui oleh Belanda dan secara
otomatis dunia Internasional pun mengakui hal ini. Salah satu poin dalam perundingan ini yang
diharuskan Belanda mengakui Kedaulatan Indonesia secara de Fakto inilah yang membuat
Indonesia sebenarnya tidak dirugikan secara penuh.

Bagi pihak Indonesia, keikut sertaan Soekarno-Hatta dalam perundingan merupakan suatu
keberhasilan. Dunia luar dengan demikian akan memandang Republik Indonesia sebagai negara
(meskipun belum diakui de jure), karena telah memenuhi syarat, yakni wilayah tertentu, pemerintah
yang nyata yang dipimpin oleh seorang kepala negara (Presiden), cabinet dengan perdana
mentrinya, dan adanya perwakilan rakyat (KNIP), dan karena tercapainya persetujuan gancatan
senjata (yang akan diuraikan dibawah ini), dan adanya tentara regular. Tidak lagi seperti yang
digambarkan oleh Belanda sebagai suatu pemberontakan beberapa “ekstrimis” yang dipimpin oleh
“kolabor Jepang”.

Perjanjian Linggarjati menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia, contohnya
beberapa partai seperti Partai Masyumi, PNI, Partai Rakyat Indonesia, dan Partai Rakyat Jelata.
Partai-partai tersebut menyatakan bahwa perjanjian itu adalah bukti lemahnya pemerintahan
Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan negara Indonesia. Untuk menyelesaikan
permasalahan ini, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 6/1946, dimana bertujuan
menambah anggota Komite Nasional Indonesia Pusat agar pemerintah mendapat suara untuk
mendukung perundingan linggarjati.

BAB III
A. KESIMPULAN

Perjanjian linggarjati atau Perundingan Linggar Jati adalah Diplomasi Sejarah Indonesia Nasional
Antara Republik Indonesia dengan Belanda, dimana Perjanjian linggar jati adalah suatu perjanjian
yang dilakukan antara Sutan Sahmi dari pihak Indonesia dengan Dr.H.J. Van Mook dari pihak
pemerintah Belanda. Kesepakatan linggar jati yang berlangsung selama 4 (empat) hari disepakati
di sebuah desa linggar jati di daerah Kabupaten Kuningan.

Perundingan ini/Perjanjian ini berawal dari hambatan yang dihadapi bangsa Indonesia pada masa
awal kemerdekaan adalah dari tentara Jepang yang masih ada di Indonesia. Meskipun Jepang telah
menyerah sama sekutu. Tetapi mereka dalam jumlah yang cukup besar masih belum kembali ke
negerinya.

Tindakan bangsa Indonesia untuk mempertahankan dan menegakkan kemerdekaan bukan hanya
melalui kekerasan senjata melainkan juga ditempuh dengan jalan damai yaitu melalui perundingan-
perundingan atau melalui jalur diplomasi.

Hasil perundingan tertuang dalam 17 pasal. 4 (Empat) isi pokok pada perundingan linggar jati
adalah :
1. Belanda mengakui secara defacto wilayah RI / Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera dan
Madura.

2. Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 januari 1946.

3. Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara Republik Indonesia Serikat atau
RIS.

4. Dalam bentuk RIS indonesia harus tergabung dalam Commonwealth / Uni Indonesia
Belanda dengan mahkota negeri Belanda debagai kepala uni.
Dengan adanya kesepakatan perjanjian / perundingan linggar jati, Negara Indonesia mengalami
kekalahan selangkah. Selanjutnya setelah terbentuk negara RIS pihak Belanda bertindak sewenang-
wenang yang merugikan RI. Kemudian terjadilah agresi militer I / pertama.

Beberapa perundingan yang pernah dilakukan oleh pemerintah dengan Belanda selama masa
perang kemerdekaan (1945-1949) diantaranya adalah Perundingan Linggar Jati / perjanjian
linggarjati .

Perundingan ini diadakan di Linggar Jati sebelah selatan Cirebon 10 November 1946 dipimpin
oleh Lord Killearndan ,menghasilkan suatu persetujuan. Naskah hasil perundingan diumumkan dan
farap oleh kedua belah pihak pada tanggal 15 Nov 1946. Setelah naskah diparaf timbul berbagai
macam tanggapan masyarakat Indonesia yang mendukung dan menentang terhadap naskah itu
sehingga akhirnya naskah itu baru ditandatangani 25 Maret 1947.

Meskipun persetujuan Linggar Jati telah ditandatangani namun hubungan Indonesia Belanda tidak
bertanbah baik, karena adanya perbedaan penafsiran terhadap beberapa persetujuan dan Pihak
Belanda selalu berusaha untuk melanggar persetujuan itu.

B. ANALISIS

Perundingan Linggarjati yang dilaksanakan di daerah Linggarjati, Cirebon, Jawa Barat ini
merupakan usulan dari perdana menteri Sutan Syahrir. Dilaksanakan di linggarjati karena pada saat
itu situasi politik di Ibukota negara sedang tidak stabil dengan adanya pengaruh/ desakan dari
Belanda, keputusan ini disetujui oleh penengah dari Inggris. Diadakan di Linggarjati karena selain
merupakan daerah yang tidak asing bagi Sutan Syahrir karena beliau pernah tinggal, selain itu pula
daerah linggarjati yang termasuk kedalam wilayah pemerintahan Jawa Barat secara letak geografis
tidak jauh dengan ibukota negara dan jika dilihat dari situasi tempat perundingan tersebut ketika
kami berkunjung ke linggarjati ini, memang kami pikir tempat perundingan ini yang strategis untuk
melaksanakan perundingan. Namun ada beberapa hal yang kami amati dari perundingan ini adalah
selain secara kedaulatan Indonesia diuntungkan dengan adanya perjanjian linggarjati ini karena
secara tidak langsung pihak Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia dan secara wilayah
meskipun mendapatkan hanya Jawa, Sumatera, Madura tetapi wilayah ini merupakan dapat
dikatakan sebagai wilayah centralnya negara Indonesia. Meskipun demikian kami melihat bahwa
dari hasil perundingan linggarjati ini masih menunjukkan eksistensi pihak Belanda untuk tetap
menjadikan Indonesia sebagai Negara yang masih dibawah kekuasaannya. Hal ini terbukti dengan
adanya pasal-pasal dalam peundingan ini yang menyatakan bahwa negara Indonesia menjadi
negara Indonesia Serikat yang bersifat parlementer seperti layaknya pemerintahan Belanda sendiri
atau dengan kata lain Indonesia merupakan negara yang ingin dijadikan negara Boneka oleh
Belanda.

DAFTAR PUSTAKA

Sumber bukuColin Wild, Peter Carey. (1986). Gelora Api Revolusi. Jakarta: PT. GramediaKahin,
George. T. (1980). Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. KualaLumpur: Universiti cornell2.

Sumber artikelSibarani, Jenny. (2008).


SEJARAH INDONESIA MASA KEMERDEKAAN antaratahun 1945 – 1950an
. [Online]. Tersedia:http://sejarahkita.comoj.com/jenny07.html [1 Oktober 2009]

AboutPressBlogPeoplePapersTopicsAcademia BiologyAcademia EngineeringAcademia MedicineJob


Board We’re Hiring! Help Center
TermsPrivacyCopyrightAcademia ©2023

Anda mungkin juga menyukai