Anda di halaman 1dari 9

TEKS LAPORAN HASIL OBSERVASI

GEDUNG NASKAH LINGGARJATI

KELAS IX G
ANGGOTA :
- ALYA RACHMA DITHA
- DINI TRI HANDAYANI

TAHUN AJARAN 2019-2020


SMP NEGERI 1 KUNINGAN
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Segala
Puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam. Sehingga teks laporan hasil observasi yang kami
buat ini dapat selesai tanpa halangan yang berarti. Teks laporan ini saya beri judul “Teks
Laporan Hasil Observasi Gedung Naskah Linggarjati”.
Teks laporan ini kami buat dan susun dengan usaha maksimal juga atas bantuan dari
berbagai pihak yang berkenan meluangkan waktu, tenaga dan fikirannya untuk
menyelesaikan makalah ini. Oleh karenanya kami sampaikan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada segenap pihak yang telah ikut serta dalam menyelesaikan teks laporan
ini.
Terlepas dari itu semua kami menyadari masih banyak kekurangan dalam teks laporan
yang kami buat. Mungkin dari segi bahasa, susunan kalimat atau hal lain yang tidak
kami sadari. Oleh karenanya kami sangat mengharapkan kritik dan saran sebagai sarana
perbaikan karya ilmiah yang lebih baik.
Dan semoga teks laporan ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan masyarakat
luas. Akhir kata kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas perhatiannya.
Kuningan, 21 Agustus 2019

Penulis
A. Pengertian
Gedung Perundingan Linggarjati adalah tempat diadakannya perundingan antara
Republik Indonesia dengan Pemerintah belanda pasca perang kemerdekaan. terletak di
desa Linggajati kecamatan Cilimus kabupaten Kuningan.
B. Latar Belakang
Masuknya AFNEI yang diboncengi NICA ke Indonesia karena Jepang menetapkan
'status quo' di Indonesia menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dengan
Belanda, seperti contohnya peristiwa 10 November, selain itu pemerintah Inggris
menjadi penanggung jawab untuk menyelesaikan konflik politik dan militer di Asia.
Oleh sebab itu, Sir Archibald Clark Kerr, Diplomat Inggris, mengundang Indonesia dan
Belanda untuk berunding di Hooge Veluwe, tetapi perundingan tersebut gagal karena
Indonesia meminta Belanda mengakui kedaulatannya atas Jawa, Sumatera dan Pulau
Madura, tetapi Belanda hanya mau mengakui Indonesia atas Jawa dan Madura saja.
C. Misi Pendahuluan
Pada akhir Agustus 1946, pemerintah Inggris mengirimkan Lord Killearn ke
Indonesia untuk menyelesaikan perundingan antara Indonesia dengan Belanda. Pada
tanggal 7 Oktober 1946 bertempat di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta dibuka
perundingan Indonesia-Belanda dengan dipimpin oleh Lord Killearn. Perundingan ini
menghasilkan persetujuan gencatan senjata (14 Oktober) dan meratakan jalan ke arah
perundingan di Linggarjati yang dimulai tanggal 11 November 1946.
D. Jalannya Perundingan
Dalam perundingan ini Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir, Belanda diwakili oleh
tim yang disebut Komisi Jendral dan dipimpin oleh Wim Schermerhorn dengan anggota
H.J. van Mook,dan Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai mediator dalam
perundingan ini.
E. Sejarah
Gedung Perundingan Linggajati merupakan saksi sejarah tempat dilaksanakannya
Perundingan Linggajati pada bulan November 1946. Karena tidak memungkinkan
perundingan dilakukan di Jakarta maupun di Yogyakarta (ibu kota sementara RI), maka
diambil jalan tengah jika perjanjian diadakan di Linggajati, Kuningan. Hari Minggu
pada tanggal 10 November 1946 Lord Killearn tiba di Cirebon. Ia berangkat dari Jakarta
menumpang kapal fregat Inggris H.M.S. Veryan Bay. Ia tidak berkeberatan menginap
di Hotel Linggajati yang sekaligus menjadi tempat perundingan.
Delegasi Belanda berangkat dari Jakarta dengan menumpang kapal terbang
“Catalina” yang mendarat dan berlabuh di luar Cirebon. Dari “Catalina” mereka pindah
ke kapal perang “Banckert” yang kemudian menjadi hotel terapung selama perjanjian
berlangsung. Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Sjahrir menginap di desa
Linggasama, sebuah desa dekat Linggajati. Presiden Soekarno dan Wakil Presiden
Muhammad Hatta sendiri menginap di kediaman Bupati Kuningan. Kedua delegasi
mengadakan perundingan pada tanggal 11-12 November 1946 yang ditengahi oleh Lord
Kilearn, penengah berkebangsaan Inggris.
F. Hasil perundingan
Hasil perundingan tersebut menghasilkan 17 pasal yang antara lain berisi:
1. Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa,
Sumatera dan Madura.
2. Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
3. Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara RIS.
4. Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam
Commonwealth/Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri
Belanda sebagai kepala uni.
5. Sepakat untuk menyelesaikan masalah melalui arbitrase di setiap perselisihan
yang mungkin timbul dan tidak dapat menyelesaikan sendiri.
G. Pro dan Kontra di kalangan masyarakat Indonesia
Perjanjian Linggarjati menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat
Indonesia, contohnya beberapa partai seperti Partai Masyumi, PNI, Partai Rakyat
Indonesia, dan Partai Rakyat Jelata. Partai-partai tersebut menyatakan bahwa perjanjian
itu adalah bukti lemahnya pemerintahan Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan
negara Indonesia. Untuk menyelesaikan permasalahan ini, pemerintah mengeluarkan
Peraturan Presiden No. 6/1946, dimana bertujuan menambah anggota Komite Nasional
Indonesia Pusat agar pemerintah mendapat suara untuk mendukung perundingan
linggarjati.
H. Pelanggaran Perjanjian
Pelaksanaan hasil perundingan ini tidak berjalan mulus. Pada tanggal 20 Juli 1947,
Gubernur Jendral H.J. van Mook akhirnya menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi
dengan perjanjian ini, dan pada tanggal 21 Juli 1947, meletuslah Agresi Militer Belanda
I. Hal ini merupakan akibat dari perbedaan penafsiran antara Indonesia dan Belanda.
I. Kesimpulan
Pasca kemerdekaan Republik Indonesia, gedung naskah yang berlokasi di Desa
Linggarjati, Kecamatan Cilimus, ini digunakan sebagai tempat diadakannya
Perundingan Linggarjati di tahun 1946 yang menghasilkan 17 pasal. Mengingat
peranannya yang penting dalam usaha menciptakan kemerdekaan Indonesia yang
sepenuhnya, gedung ini kemudian diresmikan sebagai museum pada tahun 1976.
Bernama lengkap Museum Gedung Perundingan Linggarjati, museum ini menjadi
saksi bagaimana perjuangan diplomatik yang dilakukan oleh para pendiri bangsa.
Diketuai oleh Sutan Syahrir, Soesanto, Tirtoprodjo, Mr. Mohammad Roem, dan Dr. A.
K Gani delegasi Indonesia ini berunding dengan delegasi dari Belanda, yaitu Prof. Mr.
Schrmerhorn, Dr. F. De Boer, Mr. Van Poll, Dr. Van Mook, dan diplomat Inggris Lord
Killearn sebagai mediator.
J. Saran
Meskipun kemerdekaan Indonesia telah tercapai 74 tahun yang lalu, rakyat
Indonesia harus tetap menjaga persatuan dan kesatuan dengan sesama rakyat Indonesia,
dan tetap menjaga kerukunan dengan lingkungan luar negeri.
Gedung Perundingan Linggarjati adalah tempat diadakannya perudingan antara
Republik Indonesia dengan Pemerintah Belanda pasca perang kemerdekaan, yang
menghasilkan persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia.
Letak gedung ini berada di bagian timur Kota Kuningan. Gedung tua bergaya
kolonial Belanda ini sebelum difungsikan sebagai museum sempat mengalami beberapa
pergantian fungsi dan kepemilikan. Pada masa kolonial, gedung tua ini sempat menjadi
markas tentara. Kemudian diubah fungsi lagi menjadi Sekolah Dasar dan pernah juga
menjadi hotel.
Gedung Perundingan Linggajati merupakan saksi sejarah tempat
dilaksanakannya Perundingan Linggajati pada bulan November 1946. Karena tidak
memungkinkan perundingan dilakukan di Jakarta maupun di Yogyakarta (ibu kota
sementara RI), maka diambil jalan tengah jika perjanjian diadakan di Linggajati,
Kuningan. Hari Minggu pada tanggal 10 November 1946 Lord Killearn tiba di Cirebon.
Ia berangkat dari Jakarta menumpang kapal fregat Inggris H.M.S. Veryan Bay. Ia tidak
berkeberatan menginap di Hotel Linggajati yang sekaligus menjadi tempat
perundingan.
Delegasi Belanda berangkat dari Jakarta dengan menumpang kapal terbang
“Catalina” yang mendarat dan berlabuh di luar Cirebon. Dari “Catalina” mereka pindah
ke kapal perang “Banckert” yang kemudian menjadi hotel terapung selama perjanjian
berlangsung. Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Sjahrir menginap di desa
Linggasama, sebuah desa dekat Linggajati. Presiden Soekarno dan Wakil Presiden
Muhammad Hatta sendiri menginap di kediaman Bupati Kuningan. Kedua delegasi
mengadakan perundingan pada tanggal 11-12 November 1946 yang ditengahi oleh Lord
Kilearn, penengah berkebangsaan Inggris.
Dalam perundingan ini Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir, Belanda diwakili
oleh tim yang disebut Komisi Jendral dan dipimpin oleh Wim Schermerhorn dengan
anggota H.J. van Mook,dan Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai mediator
dalam perundingan ini.
Hasil perundingan tersebut menghasilkan 17 pasal yang antara lain berisi:
1. Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa,
Sumatera dan Madura.
2. Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
3. Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara RIS.
4. Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam
Commonwealth/Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri
Belanda sebagai kepala uni.
5. Sepakat untuk menyelesaikan masalah melalui arbitrase di setiap perselisihan
yang mungkin timbul dan tidak dapat menyelesaikan sendiri.
Perjanjian Linggarjati menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat
Indonesia, contohnya beberapa partai seperti Partai Masyumi, PNI, Partai Rakyat
Indonesia, dan Partai Rakyat Jelata. Partai-partai tersebut menyatakan bahwa
perjanjian itu adalah bukti lemahnya pemerintahan Indonesia untuk
mempertahankan kedaulatan negara Indonesia. Untuk menyelesaikan permasalahan
ini, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 6/1946, dimana bertujuan
menambah anggota Komite Nasional Indonesia Pusat agar pemerintah mendapat
suara untuk mendukung perundingan linggarjati.
Pelaksanaan hasil perundingan ini tidak berjalan mulus. Pada tanggal 20 Juli
1947, Gubernur Jendral H.J. van Mook akhirnya menyatakan bahwa Belanda tidak
terikat lagi dengan perjanjian ini, dan pada tanggal 21 Juli 1947, meletuslah Agresi
Militer Belanda I. Hal ini merupakan akibat dari perbedaan penafsiran antara
Indonesia dan Belanda.

Anda mungkin juga menyukai