Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

Sejarah Rangkaian Perundingan


Atau Perjanjian Linggarjati

Mata Pelajaran
Sejarah Indonesia

Guru Pembimbing
Yarlis, S.Ag

Disusun Oleh :
Nama : Muamar
Kelas : XI IPA

SMA NEGERI 9 SAROLANGUN


TAHUN AKADEMIK
2022

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan
dari  penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Mata Pelajaran. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang perkembangan serta
pengetahuan bagi para  pembaca dan juga bagi penulis. Saya mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Ibu yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah  pengetahuan
dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.Saya juga mengucapkan terima
kasih kepada teman saya, serta semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Air Hitam, 06 Oktober 2022


Penyusun

A. Perundingan atau perjanjian Linggarjati


Perundingan atau perjanjian Linggarjati merupakan salah satu perjanjian antara
Indonesia dan Belanda dalam sejarah kemerdekaan. Perjanjian ini digelar di Linggarjati, Jawa
Barat, dan ditandatangani di Istana Merdeka Jakarta, terkait status kemerdekaan RI.

Sebelum Perjanjian Linggarjati dilaksanakan, telah digelar rangkaian perundingan di


Jakarta maupun Belanda, namun kedua belah pihak belum menemukan titik temu mengenai
status Indonesia sebagai negara yang merdeka.

Hingga akhirnya, tanggal 11-13 November 1946 digelar pertemuan di Linggarjati,


Jawa Barat. Hasil perundingan ini diteken pada 15 November 1946 lalu diratifikasi secara
resmi pada 25 Maret 1947 di Istana Merdeka, Jakarta.

Bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 setelah sekian


lama dijajah bangsa-bangsa Eropa, terutama Belanda, dan kemudian Jepang. Meskipun sudah
memproklamirkan kemerdekaan, namun Indonesia masih diincar oleh Belanda yang ingin
berkuasa kembali.

Setelah Indonesia merdeka, Pasukan Belanda yang tergabung dalam NICA


(Netherlands-Indies Civiele Administration) kembali ke Indonesia dengan membonceng
pasukan Sekutu yang telah memenangkan perang melawan Jepang.

Maka, digelarlah rangkaian perundingan untuk membahas status kemerdekaan RI.


Pertemuan pertama dilangsungkan pada 23 Oktober 1945 di Jakarta oleh perwakilan RI dan
NICA. Namun gagal mencapai kesepakatan.

Pertemuan kedua digelar pada 13 Maret 1946 yang berlanjut tanggal 16-17 Maret
1946 dan menghasilkan naskah yang dikenal dengan sebutan Batavia Concept atau Rumusan
Jakarta. Naskah ini adalah nota kesepahaman untuk menginjak fase perundingan berikutnya.

Delegasi Belanda dalam pertemuan itu adalah Perdana Menteri Prof. Dr. Ir. W.
Schermerhorn, sedangkan wakil Indonesia dipimpin oleh Soetan Sjahrir. Pihak Inggris
(Sekutu) bertindak sebagai penengah yang diwakili oleh Sir Archibald Clark Kerr atau Lord
Inverchapel.

A.H. Nasution dalam buku Sekitar Perang Kemerdekaan: Periode Linggarjati (1994),
mengungkapkan bahwa perjanjian tersebut telah disepakati melalui rumusan naskah
persetujuan pendahuluan yang ditandatangani oleh Soetan Sjahrir dan Hubertus van Mook
(Gubernur Jenderal Hindia Belanda terakhir) pada 30 Maret 1946.
B. Kronologi Sejarah Perundingan Linggarjati

Sebagai tindak lanjut atas beberapa pertemuan awal, dihelat forum di Hoge Veluwe,
Belanda, pada 4-24 April 1946, yang membahas tentang persoalan status kenegaraan,
kemerdekaan, dan wilayah Indonesia.

Namun, pemerintah Kerajaan Belanda tidak setuju dan menawarkan opsi bahwa
Indonesia akan menjadi negara bawahan dalam persemakmuran Belanda. Soetan Sjahrir
sebagai wakil delegasi Indonesia tentu saja menolak mentah-mentah. Indonesia ingin
kedaulatan penuh.

Perundingan kembali dilanjutkan pada 7 Oktober 1946 dengan tujuan untuk mengurai
persoalan demi persoalan. Delegasi Indonesia dalam forum ini adalah Soetan Sjahrir, A.K.
Gani, Amir Sjarifuddin, Soesanto Tirtoprodjo, Mohammad Roem, dan Ali Boediardjo.

Sementara dari pihak Belanda diwakili oleh Prof. Dr. Ir. W. Schermerhorn dan Inggris
sebagai penengah diwakili oleh Lord Killearen. Pada 14 Oktober 1946 disepakati bahwa akan
dilakukan pembicaraan lebih lanjut mengenai pengakuan Indonesia dari pihak Belanda.

Waktu yang disepakati untuk pertemuan penting itu adalah dari 12 November 1946 di
Linggarjati, Kuningan, Jawa Barat.

C. Isi Perjanjian Linggarjati

Perundingan Linggarjati dilangsungkan selama 3 hari, yakni hingga tanggal 15


November 1946 yang membuahkan kesepakatan bersama.

A.B Lafian melalui buku Menelusuri Jalur Linggarjati Diplomasi dalam Perspektif
Sejarah (1992) memaparkan, perjanjian tersebut disepakati pada rapat penutup pukul 13.30.

Adapun isi dari Perjanjian Linggarjati adalah sebagai berikut:

1. Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan


yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura.
2. Belanda sudah harus meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1 Januari
1949.
3. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negeri
Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS), yang salah satu
negara bagiannya adalah Republik Indonesia (RI).
4. RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda
selaku ketuanya.

Karta Sasmita dalam buku 30 Tahun Indonesia Merdeka 1945-1960 (1995)


menyebutkan bahwa isi Perjanjian Linggarjati masih menimbulkan polemik di kalangan
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).

Hal tersebut menyebabkan penandatanganan Perjanjian Linggarjati baru terlaksana


pada 25 Maret 1947 di Istana Istana Merdeka, Jakarta.

Nantinya, Belanda mengingkari kesepakatan dalam Perjanjian Linggarjati tersebut


dengan melancarkan agresi militer pertama pada 21 Juli 1947.

D. Tokoh-Tokoh dalam Perjanjian Linggarjati


 Delegasi Belanda: Hubertus vanMook dan Prof. Dr. Ir. W. Schermerhorn
 Delegasi Indonesia: Soetan Sjahrir, A.K. Gani, Amir Sjarifuddin, Soesanto
Tirtoprodjo, Mohammad Roem, dan Ali Boediardjo
 Delegasi Inggris (Penengah): Lord Inverchapel dan Lord Killearen.

Perjanjian resmi pertama yang dilakukan Belanda dan Indonesia setelah kemerdekaan
adalah Perundingan Linggarjati. Van Mook bertindak langsung sebagai wakil Belanda,
sedangkan Indonesia mengutus Soetan Sjahrir, Mohammad Roem, Susanto Tirtoprojo, dan
A.K. Gani. Inggris sebagai pihak penengah diwakili oleh Lord Killearn.

Perundingan ini menghasilkan sejumlah kesepakatan: (1) Belanda mengakui Jawa dan
Madura sebagai wilayah RI secara de facto; (2) Belanda meninggalkan wilayah RI paling
lambat 1 Januari 1949; (3) Belanda dan Indonesia sepakat membentuk negara RIS (Republik
Indonesia Serikat); (4) RIS menjadi negara persemakmuran di bawah naungan negeri
Belanda (Ide Anak Agung Gde Agung, Persetujuan Linggarjati, 1995:164).

Isi kesepakatan ini tentu saja merugikan Indonesia karena pada akhirnya nanti tetap
saja menjadi bawahan Belanda, dan sempat terjadi pro-kontra. Namun, para petinggi
pemerintahan RI kala itu terpaksa sepakat karena bagaimanapun juga, jalan damai adalah
pilihan utama, serta belum cukup kuatnya angkatan perang yang dimiliki Indonesia.

Namun, realisasi di lapangan tidak sepenuhnya berjalan mulus. Beberapa kali pasukan
Belanda berulah dan memicu bentrokan di sejumlah daerah. Hingga akhirnya, tanggal 15 Juli
1947, van Mook mengeluarkan ultimatum agar RI menarik mundur pasukan sejauh 10
kilometer dari garis demarkasi yang telah disepakati (Abdul Haris Nasution, Sekitar Perang
Kemerdekaan Indonesia, 1991:439).

Kehendak Belanda tersebut tentu saja ditolak oleh pemerintah RI. Van Mook semakin
murka dan pada 20 Juli 1947 ia menyatakan melalui siaran radio bahwa Belanda tidak terikat
lagi pada hasil Perundingan Linggarjati. Kurang dari 24 jam setelah itu, Agresi Militer
Belanda I pun dimulai.
DAFTAR PUSTAKA

Herkusumo, Arniati Prasedyawati . 1982. Chuo Sangi In, Jakarta: Rosda Jayaputra.
https://www.google.co.id/search-batas +wilayah, 5-1-2016.
https://www.google.co.id/search-jenderal +sudirman, 4-1-2016.
Ingleson, John, 1983. Jalan Pengasingan. (alih bahasa: Zamakhsyari Dhofier),
Jakarta: LP3ES.
Kahin, George Mc.Turnan. 2013. Nasionalisme & Revolusi Indonesia, Sejarah Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai