Anda di halaman 1dari 4

Perjanji

an
Nama : I Gusti Ngurah Satya Mukti
Kelas : XII Mipa 2 Linggarj
Absen : 18

ati
Perngertian Perjanjian Linggarjati
Perundingan Linggarjati merupakan salah satu
perjanjian antara Indonesia dan Belanda dalam
sejarah kemerdekaan. Sebelum Perjanjian
Linggarjati dilaksanakan, telah digelar rangkaian
perundingan di Jakarta maupun Belanda, namun
kedua belah pihak belum menemukan titik temu
mengenai status Indonesia sebagai negara yang
merdeka.

Perundingan Linggarjati ini sendiri dilaksanakan


di Linggarjati, Kuningan Jawa Barat yang melibatkan pihak Indonesia dan Belanda atau NICA.
dalam perundingan ini Britania Raya menjadi pihak yang menengahi antara Indonesia dan
Belanda (NICA)

Latar belakang
Bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaan
pada 17 Agustus 1945 setelah sekian lama
dijajah bangsa-bangsa Eropa, terutama
Belanda, dan kemudian Jepang. Meskipun
sudah memproklamirkan kemerdekaan,
namun Indonesia masih diincar oleh Belanda
yang ingin berkuasa kembali. Setelah
Indonesia merdeka, Pasukan Belanda yang
tergabung dalam NICA (Netherlands-Indies
Civiele Administration) kembali ke Indonesia dengan membonceng pasukan Sekutu yang
telah memenangkan perang melawan Jepang. Maka, digelarlah rangkaian perundingan
untuk membahas status kemerdekaan RI. Pertemuan pertama dilangsungkan pada 23
Oktober 1945 di Jakarta oleh perwakilan RI dan NICA. Namun gagal mencapai kesepakatan.
Pertemuan kedua digelar pada 13 Maret 1946 yang berlanjut tanggal 16-17 Maret 1946 dan
menghasilkan naskah yang dikenal dengan sebutan Batavia Concept atau Rumusan Jakarta.
Naskah ini adalah nota kesepahaman untuk menginjak fase perundingan berikutnya.
Delegasi Belanda dalam pertemuan itu adalah Perdana Menteri Prof. Dr. Ir. W.
Schermerhorn, sedangkan wakil Indonesia dipimpin oleh Soetan Sjahrir. Pihak Inggris
(Sekutu) bertindak sebagai penengah yang diwakili oleh Sir Archibald Clark Kerr atau Lord
Inverchapel. A.H. Nasution dalam buku Sekitar Perang Kemerdekaan: Periode Linggarjati
(1994), mengungkapkan bahwa perjanjian tersebut telah disepakati melalui rumusan naskah
persetujuan pendahuluan yang ditandatangani oleh Soetan Sjahrir dan Hubertus van Mook
(Gubernur Jenderal Hindia Belanda terakhir) pada 30 Maret 1946.

Kronologi
Sebagai tindak lanjut atas beberapa pertemuan awal, dihelat forum di Hoge Veluwe,
Belanda, pada 4-24 April 1946, yang membahas tentang persoalan status kenegaraan,
kemerdekaan, dan wilayah Indonesia. Namun, pemerintah Kerajaan Belanda tidak setuju
dan menawarkan opsi bahwa Indonesia akan menjadi negara bawahan dalam
persemakmuran Belanda. Soetan Sjahrir sebagai wakil delegasi Indonesia tentu saja
menolak mentah-mentah. Indonesia ingin kedaulatan penuh. Perundingan kembali
dilanjutkan pada 7 Oktober 1946 dengan tujuan untuk mengurai persoalan demi persoalan.
Delegasi Indonesia dalam forum ini adalah Soetan Sjahrir, A.K. Gani, Amir Sjarifuddin,
Soesanto Tirtoprodjo, Mohammad Roem, dan Ali Boediardjo. Sementara dari pihak Belanda
diwakili oleh Prof. Dr. Ir. W. Schermerhorn dan Inggris sebagai penengah diwakili oleh Lord
Killearen. Pada 14 Oktober 1946 disepakati bahwa akan dilakukan pembicaraan lebih lanjut
mengenai pengakuan Indonesia dari pihak Belanda. Waktu yang disepakati untuk
pertemuan penting itu adalah dari 12 November 1946 di Linggarjati, Kuningan, Jawa Barat.

Isi Perjanjian Linggarjati


Perundingan Linggarjati dilangsungkan selama 3 hari, yakni hingga tanggal 15 November
1946 yang membuahkan kesepakatan bersama.
A.B Lafian melalui buku Menelusuri Jalur Linggarjati Diplomasi dalam Perspektif Sejarah
(1992) memaparkan, perjanjian tersebut disepakati pada rapat penutup pukul 13.30.
Adapun isi dari Perjanjian Linggarjati adalah sebagai berikut:

1. Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan


yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura.
2. Belanda sudah harus meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1 Januari
1949.
3. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negeri
Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS), yang salah satu
negara bagiannya adalah Republik Indonesia (RI).
4. RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda
selaku ketuanya.
Karta Sasmita dalam buku 30 Tahun Indonesia Merdeka 1945-1960 (1995) menyebutkan
bahwa isi Perjanjian Linggarjati masih menimbulkan polemik di kalangan Komite Nasional
Indonesia Pusat (KNIP).
Hal tersebut menyebabkan penandatanganan Perjanjian Linggarjati baru terlaksana pada 25
Maret 1947 di Istana Istana Merdeka, Jakarta. Nantinya, Belanda mengingkari kesepakatan
dalam Perjanjian Linggarjati tersebut dengan melancarkan agresi militer pertama pada 21
Juli 1947.

Makna bagi Indonesia dalam Upaya Mendapatkan Pengakuan Kedaulatan


Setelah perundingan, akhirnya Belanda mau memberikan pengakuan de facto atas
beberapa daerah kekuasaan Indonesia.
Berikut adalah dampak-dampak yang di timbulkan Perundingan Linggarjati:
Dampak positifnya, yaitu:
1. Citra Indonesia di mata dunia semakin kuat, dengan adanya pengakuan Belanda
terhadap Kemerdekaan Indonesia.
2. Belanda mengakui negara Republik Indonesia atas kuasa Pulau Jawa, Madura, dan
Sumatera secara de facto.
3. Selesainya konflik antara Belanda dan Indonesia.

Dampak negatif Beberapa dampak negatif bagi Indonesia, yaitu:


1. Indonesia hanya memiliki wilayah kekuasaan yang kecil. Selain itu Indonesia harus
mengikuti persemakmuran Indo-Belanda.
2. Memberikan waktu Belanda untuk mempersiapkan melanjutkan agresi militer.
3. Perjanjian ini ditentang oleh sejumlah masyarakat, seperti Partai Masyumi, PNI,
Partai Rakyat Indonesia, dan Partai Rakjat Sosialis.

Masalah/perdebatan dalam Perundingan Linggarjati ( Tambahan )


Dalam perundingan tersebut, Sutan Syahrir telah dianggap memberikan dukungan pada
Belanda. Sehingga membuat anggota dari Partai Sosialis dan KNIP mengambil langkah
penarikan dukungan pada 26 Juni 1947.
Tak hanya itu, sejumlah partai, seperti Partai Masyumi, PNI, Partai Rakyat Indonesia dan
Partai Rakyat Jelata juga menanggapi negatif perjanjian ini. Partai-partai tersebut
menyatakan bahwa perundingan itu adalah bukti lemahnya pemerintahan Indonesia untuk
mempertahankan kedaulatan negara Indonesia.
Dan benar saja. Dalam perjalanannya pelaksanaan hasil perundingan atau perjanjian ini
memang tidak berjalan mulus. Pada tanggal 20 Juli 1947, Van Mook akhirnya menyatakan
bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan perjanjian ini, dan pada tanggal 21 Juli 1947,
meletuslah Agresi Militer Belanda I.

Peta Hasil Perundingan Linggarjati

Anda mungkin juga menyukai