Latar belakang
Masuknya AFNEI yang diboncengi NICA ke Indonesia karena Jepang menetapkan status quo di Indonesia menyebabkan
terjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda, seperti contohnya peristiwa 10 November, selain itu pemerintah
Inggris menjadi penanggung jawab untuk menyelesaikan masalah politik dan militer di Asia. Pada awalnya, Indonesia dan
Belanda diajak untuk berunding di Hoge Veluwe yang akan dilaksanakan pada tanggal 14-15 April 1946, tetapi
perundingan tersebut gagal karena Indonesia meminta Belanda mengakui kedaulatannya atas Jawa, Sumatra dan Madura,
tetapi Belanda hanya mau mengakui Indonesia atas Jawa dan Madura saja.
Pihak Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir sebagai ketua. Ditemani oleh AK Gani, Susanto Tirtoprojo,
dan Mohammad Roem.
Pihak Belanda diwakili oleh Wim Schermerhorn sebagai ketua dan ditemani oleh Max van Poll, HJ van Mook serta F
de Boer.
Pihak Inggris selaku penanggung jawab atau mediator diwakili oleh Lord Killearn
Misi pendahuluan
Pada akhir Agustus 1946, pemerintah Inggris mengirimkan Lord Killearn ke Indonesia untuk menyelesaikan perundingan
antara Indonesia dengan Belanda. Pada tanggal 7 Oktober 1946 bertempat di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta dibuka
perundingan Indonesia-Belanda dengan dipimpin oleh Lord Killearn. Perundingan ini menghasilkan persetujuan gencatan
senjata (14 Oktober) dan meratakan jalan ke arah perundingan di Linggarjati yang dimulai tanggal 11 November 1946.
Hasil perundingan
1. Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera,dan Madura.
2. Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
3. Pihak Belanda dan Indonesia sepakat membentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS).
4. Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri
Belanda sebagai kepala uni.
Mengenai RIS sendiri, Soekarno menerima kompromi tersebut untuk menghindari perlawanan terhadap Belanda yang sulit
dan pemahamannya mengenai sistem republik, maka ia dapat memimpin RIS yang mayoritasnya penduduk Indonesia.
Sementara Komisi Jenderal juga menerima kompromi tersebut karena kemungkinan perang dapat dihindari dan hubungan
Belanda dengan Indonesia dapat berlanjut
DAMPAK
Perjanjian ini memberikan dampak buruk bagi Indonesia. Indonesia harus kehilangan wilayah kekuasaannya, berdasarkan perjanjian ini
wilayah Indonesia hanya Jawa, Sumatera, dan Madura. Bagi beberapa pihak kehilangan wilayah ini adalah sebuah kesalahan besar. Langkah
ini terpaksa diambil dengan pertimbangan delegasi Indonesia adalah kekuatan militer Belanda yang hebat dan militer Indonesia yang apa
adanya, apabila perundingan ini tidak membuahkan hasil akan mengakibatkan perang kembali yang akan berdampak buruk bagi Indonesia.
Selain itu Indonesia harus ikut dalam Persemakmuran Indonesia-Belanda.[9]
Namun dalam perjanjian ini Indonesia memiliki dampak positif di mata dunia Internasional semakin meningkat dengan pengakuan Belanda
atas kemerdekaan Indonesia mendorong negara-negara lain untuk secara sah mengakui kemerdekaan Republik Indonesia.
Pelanggaran perjanjian
Pelaksanaan hasil perundingan ini tidak berjalan mulus. Pada tanggal 20 Juli 1947, Van Mook akhirnya menyatakan bahwa
Belanda tidak terikat lagi dengan perjanjian ini, dan pada tanggal 21 Juli 1947, meletuslah Agresi Militer Belanda I. Hal ini
merupakan akibat dari perbedaan penafsiran antara Indonesia dan Belanda.[10]