Anda di halaman 1dari 2

Perundingan Linggarjati

Perundingan Linggarjati atau Perundingan Kuningan adalah suatu perundingan antara


Indonesia dan Belanda di Linggarjati, kuningan, Jawa Barat yang menghasilkan persetujuan
mengenai status kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan ini ditandatangani di Istana
Merdeka Jakarta pada 15 November 1946 dan ditandatangani secara sah oleh kedua negara
pada 25 Maret 1947.

Masuknya AFNEI yang diboncengi NICA ke Indonesia karena Jepang menetapkan status quo
di Indonesia menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda, seperti
contohnya peristiwa 10 November, selain itu pemerintah Inggris menjadi penanggung jawab
untuk menyelesaikan masalah politik dan militer di Asia. Pada awalnya, Indonesia dan
Belanda diajak untuk berunding di Hoge Veluwe yang akan dilaksanakan pada tanggal 14-15
April 1946, tetapi perundingan tersebut gagal karena Indonesia meminta Belanda mengakui
kedaulatannya atas Jawa, Sumatra dan Madura, tetapi Belanda hanya mau mengakui
Indonesia atas Jawa dan Madura saja.

Dalam perjanjian tersebut terdapat beberapa tokoh yang datang sekaligus mewakili
masing-masing pihak. Para tokoh yang terdapat dalam perjanjian bersejarah tersebut, yaitu:

Pihak Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir sebagai ketua. Ditemani oleh AK Gani, Susanto
Tirtoprojo, dan Mohammad Roem.
Pihak Belanda diwakili oleh Wim Schermerhorn sebagai ketua dan ditemani oleh Max van
Poll, HJ van Mook serta F de Boer.
Pihak Inggris selaku penanggung jawab atau mediator diwakili oleh Lord Killearn

Pada akhir Agustus 1946, pemerintah Inggris mengirimkan Lord Killearn ke Indonesia untuk
menyelesaikan perundingan antara Indonesia dengan Belanda. Pada tanggal 7 Oktober 1946
bertempat di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta dibuka perundingan Indonesia-Belanda
dengan dipimpin oleh Lord Killearn. Perundingan ini menghasilkan persetujuan gencatan
senjata (14 Oktober) dan meratakan jalan ke arah perundingan di Linggarjati yang dimulai
tanggal 11 November 1946.

Setelah pemilihan umum Belanda pada tahun 1946, koalisi pemerintahan yang baru terbentuk
memutuskan untuk mendirikan "Komisi Jenderal" untuk memulai negosiasi dengan
Indonesia. Pemimpin dari komisi ini adalah Wim Schermerhorn. Tujuan didirikannya komisi
ini adalah untuk mengatur konstitusi Hindia Belanda pada pasca-Perang Dunia II tanpa
memerdekakan koloninya.

Dalam perundingan ini, Wim Schermerhorn beserta komisinya dan Hubertus van Mook
mewakili Belanda, sementara Soetan Sjahrir mewakili Indonesia, dan Lord Killearn dari
Inggris bertindak sebagai mediator dalam perundingan ini.
Hasil perundingan tersebut menghasilkan 17 pasal yang antara lain berisi:

Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera,dan
Madura.
Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
Pihak Belanda dan Indonesia sepakat membentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS).
Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam Persemakmuran Indonesia-Belanda
dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni.
Mengenai RIS sendiri, Soekarno menerima kompromi tersebut untuk menghindari
perlawanan terhadap Belanda yang sulit dan pemahamannya mengenai sistem republik, maka
ia dapat memimpin RIS yang mayoritasnya penduduk Indonesia. Sementara Komisi Jenderal
juga menerima kompromi tersebut karena kemungkinan perang dapat dihindari dan hubungan
Belanda dengan Indonesia dapat berlanjut.

Perundingan ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia, contohnya
beberapa partai seperti Partai Masyumi, PNI, Partai Rakyat Indonesia, dan Partai Rakyat
Jelata. Partai-partai tersebut menyatakan bahwa perundingan itu adalah bukti lemahnya
pemerintahan Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan negara Indonesia.

Perjanjian ini memberikan dampak buruk bagi Indonesia. Indonesia harus kehilangan wilayah
kekuasaannya, berdasarkan perjanjian ini wilayah Indonesia hanya Jawa, Sumatera, dan
Madura. Bagi beberapa pihak kehilangan wilayah ini adalah sebuah kesalahan besar. Langkah
ini terpaksa diambil dengan pertimbangan delegasi Indonesia adalah kekuatan militer
Belanda yang hebat dan militer Indonesia yang apa adanya, apabila perundingan ini tidak
membuahkan hasil akan mengakibatkan perang kembali yang akan berdampak buruk bagi
Indonesia. Selain itu Indonesia harus ikut dalam Persemakmuran Indonesia-Belanda.

Namun dalam perjanjian ini Indonesia memiliki dampak positif di mata dunia Internasional
semakin meningkat dengan pengakuan Belanda atas kemerdekaan Indonesia mendorong
negara-negara lain untuk secara sah mengakui kemerdekaan Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai