Perundingan linggarjati adalah suatu perundingan antara Indonesia
dan Belanda di Linggarjati, Cirebon, Jawa Barat pada tanggal 10 November 1946. Tokoh : Sutan Sjahrir, Mr. Moh. Roem, Mr.Susanto Tirtoprojo, A.K. Gani. Dari pihak Belanda: H.J.Van Mook, Max Van Poll, F.de Baer Mediator adalah Lord Killearn dari Inggris. Hasil Isi Perundingan Linggarjati
1. Belanda mengakui secara de faktor bahwa wilayah RI yaitu Jawa,
Sumatera dan Madura 2. Belanda harus meninggalkan wilayah RI yang paling lambat pada tanggal 1 Januari 1949 3. Pihak Belanda dan Indonesia sepakan untuk membentuk Negara RIS 4. Dalam bentuk negara RIS Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth/persemakmuran Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri belanda sebagai kepala Uni. Dampak Positif Hasil Perjanjian Linggarjati 1. Adanya pengakuan Belanda secara de facto mengakui kekuasaan pemerintah RI atas Jawa, Madura dan Sumatera 2. Dari perundingan linggarjati, berturut-turut negara asing kini mengakui kekuasaan RI Dampak Negatif Hasil Perjanjian Linggarjati Pengakuan de facto tidak sesuai dengan luas wilayah Hindia Belanda, yang seharusnya meliputi wilayah dari Sabang dari Merauke. 2. Komisi Tiga Negara (KTN) 25 Agustus 1947, Dewan Keamanan PBB membentuk suatu komisi yang akan menjadi penengah konflik antara Indonesia dengan Belanda. Komisi ini beranggotakan tiga Negara, yaitu Australia yang dipilih oleh Indonesia, Belgia yang diilih oleh Belanda, dan Amerika Serikat yang bersifat netral. Tugas KTN : Menguasai dengan cara langsung penghentian tembak menembak sesuai dengan resolusi PBB Menjadi penengah konflik antara Indonesia serta Belanda. Memasang patok-patok wilayah status quo yang dibantu oleh TNI Mempertemukan kembali Indonesia serta Belanda dalam Perundingan Renville. 3. PERJANJIAN RENVILLE Anggota KTN melakukan kontak dengan negara yang bersengketa yaitu Indonesia dengan Belanda. Atas usul KTN perundingan antara dua negara ini sebaiknya dilakukan di tempat yang netral. Yaitu kapal milik Amerika Serikat bernama USS Renville. Pokok-poko isi perjanjian Renville, antara lain sebagai berikut : 1. Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia sampai kedaulatan Indonesia diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat yang segera terbentuk. 2. Republik Indonesia akan menjadi negara bagian dari RIS 3. Sebelum RIS terbentuk, Belanda dapat menyerahkan sebagain kekuasaannya kepada pemerintahan federal sementara. 4. Pemerintah Indonesia bersedia menarik pasukannya serta mengosongkan daerah-daerah di belakang Garis van Mook untuk kemudian masuk ke wilayah Indonesia. Perjanjian Renville ditandatangani kedua belah pihak pada tanggal 17 Januari 1948. adapun kerugian yang diderita Indonesia dengan penandatanganan perjanjian Renville adalah sebagai berikut : 1. Indonesia terpaksa menyetujui dibentuknya negara Indonesia Serikat melalaui masa peralihan. 2. Indonesia kehilangan sebagaian daerah kekuasaannya karena grais Van Mook terpaksa harus diakui sebagai daerah kekuasaan Belanda. 3. Pihak republik Indonesia harus menarik seluruh pasukanya yang berda di derah kekuasaan Belanda dan kantong-kantong gerilya masuk ke daerah republic Indonesia. Penandatanganan naskah perjanjian Renville menimbulkan akibat buruk bagi pemerinthan republik Indonesia, antra lain sebagai berikut: 4. Wilayah Republik Indonesia menjadi makin sempit dan dikururung oleh daerah- daerah kekuasaan belanda. 5. Timbulnya reaksi kekerasan dikalangan para pemimpin republic Indonesia yang mengakibatkan jatuhnya cabinet Amir Syarifuddin karena dianggap menjual negara kepada Belanda. 6. Perekonomian Indonesia diblokade secara ketata oleh Belanda 7. Indonesia terpaksa harus menarik mundur kesatuan-kesatuan militernya dari daerah-daerah gerilya untuk kemudian hijrah ke wilayah Republik Indonesia yang berdekatan. 8. Dalam usaha memecah belah Negara kesatuan republic Indonesia, Belanda membentuk negara-negara boneka, seperti; negara Borneo Barat, Negara Madura, Negara Sumatera Timur, dan Negara jawa Timut. Negara boneka tersebut tergabung dalam BFO (Bijeenkomstvoor Federal Overslag). 4. PERJANJIAN ROEM-ROYEN Perjanjian Roem Royen merupakan perjanjian yang mengakhiri sengketa penyelesaian konflik antara Indonesia dan Belanda. Perjanjian tersebut pertama kali dimulai pada tanggal 14 April 1949 - 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Dikatakan perjanjian Roem Royem karena mengambil nama dari kedua pemimpin delegasi perjanjian yaitu dari Mohammad Roem dan Herman Van Roijen. Perundingan Roem Roijen diawasi oleh Komisi PBB untuk indonesia atau UNCI. Maksud perjanjian roem royen adalah menyelesaikan beberapa masalah dalam kemerdekaan Indonesia sebelum KMB (Komisi Meja Bundar) di Den Haag di tahun yang sama. IsiPernyataan Moh. Roem dalam Perjanjian Roem Royen Pemerintah RI akan mengeluarkan perintah penghentian perang gerilya Bekerja sama untuk mengembalikan perdamaian dan menjaga keamanan serta ketertiban Belanda turut serta ikut dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) untuk mempercepat kedaulatan dan tidak bersyarat kepada RIS
IsiPernyataan Dr. J.H. Van Royen dalam Perjanjian Roem Royen
Pemerintah Belanda setuju bahwa RI harus bebas dan mengembalikan Yogyakarta Pemerintah Belanda membebaskan secara tidak bersyarat kepada pemimin RI dan tahanan politik yang ditawan dari 19 Desember 1948. Pemerintah Belanda menyutuji bahwa RI menjadi bagian Republik Indonesia Serikat (RIS) KMB akan secepatnya diadakan di Den Haag setelah pemerintah RI kembali ke Yogyakarta.
5. KONFERENSI INTER INDONESIA
Konferensi Inter Indonesia merupakan konferensi yang
berlangsung antara negara Republik Indonesia dengan negara- negara boneka atau negara bagian bentukkan Belanda yang tergabung dalam BFO. Pada awalnya pembentukkan BFO ini diharapkan oleh Belanda akan mempermudah Belanda untuk kembali berkuasa di Indonesia. Namun sikap negara-negara yang tergabung dalam BFO berubah setelah Belanda melancarkan agresi militernya yang kedua terhadap Indonesia. Karena simpati dari negara-negara BFO ini maka pemimpin- pemimpin Republik Indonesia dapat dibebaskan dan BFO jugalah yang turut berjasa dalam terselenggaranya Konferensi Inter-Indonesia. Hal itulah yang melatarbelakangi dilaksanaklannya Konferensi Inter-Indonesia pada bulan Juli 1949. Hasil kesepakatan dari Konferensi Inter-Indonesia adalah: 1. Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan demokrasi dan federalisme (serikat), 2. RIS akan dikepalai oleh seorang Presiden dibantu oleh menteri-menteri yang bertanggung jawab kepada Presiden, 3. RIS akan menerima penyerahan kedaulatan, baik dari Republik Indonesia maupun dari kerajaan Belanda, 4. Angkatan perang RIS adalah angkatan perang nasional, dan Presiden RIS adalah Panglima Tertinggi Angkatan Perang RIS, dan 5. Pembentukkan angkatan Perang RIS adalah semata-mata soal bangsa Indonesia sendiri. Angkatan Perang RIS akan dibentuk oleh Pemerintah RIS dengan inti dari TNI dan KNIL serta kesatuan-kesatuan Belanda lainnya. Dampak dari Konferensi Inter-Indonesia adalah adanya konsensus yang dibangun melalui Konferensi Intern-Indonesia yang menjadi modal berharga bagi pemerintah RI, terutama delegasi Indonesia yan dtunjuk untuk berunding dengan Belanda pada Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag. Keberadaan BFO dan sikap tegas Gde Agung untuk menolak intervensi Belanda membuat pemerintah Indonesia memiliki legitimasi yang makin kuat untuk berunding dengan Belanda di KMB. 6. KONFERENSI MEJA BUNDAR
Konferensi ini berlangsung hingga tanggal 2 November
1949 dengan hasil sebagai berikut. 1. Belanda mengakui Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. 2. Status Karesidenan Irian Barat diselesaikan dalam waktu setahun, sesudah pengakuan kedaulatan. 3. Akan dibentuk Uni Indonesia-Belanda berdasarkan kerja sama sukarela dan sederajat. 4. Republik Indonesia Serikat mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan hak-hak konsesi dan izin baru untuk perusahaan-perusahaan Belanda. 5. Republik indonesia Serikat harus membayar semua utang Belanda yang ada sejak tahun 1942 Dampak Konferensi Meja Bundar Penyerahan kedaulatan yang dilakukan di negeri Belanda bertempat di ruang takhta Amsterdam, Ratu Juliana, Perdana Menteri Dr. Willem Drees, Menteri Seberang Lautan A.M.J.A. Sasseu, dan Drs. Moh. Hatta melakukan penandatanganan akta penyerahan kedaulatan. Pada saat yang sama di Jakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Wakil Tinggi Mahkota Belanda, A.H.S. Lovink dalam suatu upacara di Istana Merdeka menandatangani naskah penyerahan kedaulatan. Dengan penyerahan kedaulatan itu, secara formal Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia dan mengakui kekuasaan negara Indonesia di seluruh bekas wilayah Hindia Belanda, kecuali Irian Barat yang akan diserahkan setahun kemudian.