Anda di halaman 1dari 19

PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN MELALUI

PERUNDINGAN

Indonesia adalah negara yang cinta damai, tatepi kita lebih mencintai
kemerdekaan. Kemerdekaan wajib dipertahankan walaupun nyawa sebagai
taruhannya. Setelah para pemimpin bangsa berjuang mempertahankan
kemerdekaan secara fisik tak juga berhasil maka para pemimpin kita
melakukan perjuangan melalui meja perundingan.
Berikut adalah beberapa usaha mempertahankan kemerdekaan melalui jalan
damai atau melalui meja perundingan.

A. Perundingan Hooge Veluwe


Perubahan iklim politik di Vietnam pada kenyataannya membawa
sebuah pemikiran pada Van Mook, melihat Vietnam dan Perancis yang
kemudian terjadi sebuah kesepakatan yang membawa Vietnam menjadi
negara yang merdeka berada didalam kekuasaan federasi Indo-Cina. Maka
Van Mook pun memberikan usulan secara pribadi agar Indonesia setuju
menjadi wakil Jawa dalam upaya membentuk negara yang bebas dalam
lingkup kerajan Belanda.

Pada 27 Maret 1946 Syahrir memberikan balasan terhadap usulan yang


dikemukakan olek Van Mook tersebut dalam bentuk traktat yang merupakan
konsep persetujuan. Berikut pokok-pokok isi konsep tersebut, diantaranya
ialah.

1. Kedaulatan Republik Indonesia secara penuh atas pulau Jawa dan


Sumatra diakui oleh pemerintahan Belanda.

2. Kedua belah pihak bersama-sama membentuk Republik Indonesia


Serikat (RIS)

3. RIS secara bersama-sama dengan Suriname, Netherland dan Curacao


menjadi anggota kenegaraan dibawah kendali kerajaaan Belanda.

Dengan tercapainya usulan tersebut, kedua belah pihak yang diwakili oleh
Syahrir dari Indonesia dan Van Mook yang mewakili pihak Belanda yang
dihadiri juga oleh Archibald Clark Kerr selaku pihak yang menengahi
pertemuan tersebut. Yang kemudian hasilnya akan dibawa ke pemerintahan
Belanda untuk memperoleh persetujuan karena Van Mook mengungkapkan
bahwa dirinya tak memiliki kekuasaan untuk memenuhi usulan dari
pemerintah Indonesia tersebut.

Perundingan
Sir Archibald Clark Kerr sekali lagi ikut serta dalam sebuah perundingan
yang di laksanakan di kota Hooge Valuwe Belanda pada 14 April hingga
25April 1946. Perundingan tersebut merupakan perundingan lanjutan yang
dilakukan antara bangsa Indonesia dan Belanda. Menyusul beberapa
perundingan sebelumnya yang mengalami kebuntuan dan pengingkaran oleh
pihak Belanda, seperti yang terjadi dalam Sejarah Perjanjian Renville.
Perjanjian kali ini yang dilaksanakan di kota Hooge Valuwe berisi sebuah
konsep tentang pengakuan Belanda terhadap kedaulatan bangsa Indonesia
atas wilayah Pulau Jawa dan juga Pulau Sumatra.

Berikut beberapa delegasi yang turut serta dalam perundingan yang


dilaksnakan di kota Hooge Veluwe tersebut diantaranya pihak Indonesia
diwakili oleh:

1. dr. Sudarsono (menteri Dalam Negeri),

2. Mr. Suwandi (Menteri Kehakiman) serta

3. Mr. A.K. Pringgodigdo (Sekertaris Kabinet)

Dan dari pihak Belanda mengirimkan wakilnya diantara sebagai berikut:

1. Dr. Van Mook,

2. Dr. Idenburgh,

3. Prof. Logemann,

4. Dr. Van Royen,

5. Prof. Van Asbeck,

6. N. St Pamuncak dan Rm Setyajid (anggota perlemen Belanda)

7. Maruto Darusman (Perhimpunan Indonesia)


8. Sultan Hamid II, dan

9. Surio Santosa Kolonel KNIL

Serta Pihak sekutu yang mengutus Sir Archibald Clark Kerr sebagai wakilnya,
pihak Sekutu bertindak menjadi penengah diantara pihak yang melakukan
perundingan, dalam hal ini bangsa Indonesia dan pemerintahan Belanda.
Para utusan delegasi dari Indonesia tersebut pada 4 April 1946 mulai
diberangkatkan dengan menumpang pesawat terbang milik Maskapai
Penerbangan Belanda KLM. Perundingan yang dilaksanakan di kota Hooge
Veluwe ini pada kenyataannya mengalami kebuntuan. Hal ini karena
disebabkan oleh pihak Belanda tidak bersedia bahkan menolak kesepakatan
yang telah dilakukan antara Sjahrir, Van Mook dan juga Archibald Clark Kerr.

Hasil Perundingan
Dengan tidak mengakui kedaulatan bangsa Indonesia secara de facto atas
Pulau Jawa dan Pulau Sumatra. Namun Belanda hanya mengakui
kedaulatan bangsa Indonesia atas Pulau Jawa dan Madura beserta daerah
yang sebelumnya telah berada dibawah kependudukan Sekutu. Dengan
terjadinya kebuntuan atas perundingan yang dilakukan tersebut membuat
hubungan Indonesia dan Belanda menjadi terputus dan semakin memburuk.

Belanda yang tidak sungguh-sungguh melaksanakan setiap perjanjian yang


dibuat, membuat Belanda selalu ingin memecah belah bangsa Indonesia.
Dan dengan melakukan politik adu domba (devide et impera) ditengah-
tengah konflik internal bangsa Indonesia yang baru memulai pemerintahan.
Perpecahan ditujukan dalam upaya guna memuluskan usaha Belanda dalam
menguasai bangsa Indonesia, ini terlihat dari beberapa utusan bangsa
Inonesia yang berbalik arah dan bergabung dengan pihak Belanda.

Ditengah memburuknya keadaan hubungan bangsa Indonesia dan juga


pihak Belanda, pada 2 mei 1946 Van Mook datang kembali dengan
membawa sebuah usulan yang ditujukan pada pemerintahan Indonesia. Ada
beberapa pokok dari usulan tersebut, diantaranya sebagai berikut.

1. Pihak pemerintahan Belanda memberikan pengakuan pada Republik


Indonesia menjadi bagian dari negeri persemakmuran (gemennebest) yakni
Republik Indonesia menjadi negara yang berbentuk federasi atau
perserikatan.

2. Indonesia yang menjadi negeri federasi persemakmuran Indonesia


menjadi negeri persemakmuran Belanda yang lain seperti Nederland,
Suriname, dan Curacao yang akan menjadi bagian dari kerajaan Belanda.

3. Pemerintahan Belanda bersedia mengakui bangsa Indonesia


secara de facto atas wilayah pulau Jawa, Madura, dan Sumatera tidak
termasuk wilayah yang dikuasai oleh tentara Inggris dan Belanda (sekutu).

Usulan yang dibawa oleh Van Mook tersebut ditolak secara keras oleh
bangsa Indonesia karena selain tidak membawa keuntungan untuk rakyat
dan bangsa Indonesia secara keseluruhan hal tersebut juga hanya akan
menguntungkan bagi pihak Belanda saja. Bangsa Indonesia menjawab
usulan tersebut dengan mengajukan usulan baru kepeda pihak pemerintahan
Belanda, berikut beberpa isinya menurut Mawarti Djoened Poesponegoro
(1984:127).

1. Republik Indonesia akan berkuasa secara de facto atas pulau Jawa,


Madura, Sumatera, dan juga ditambah dengan beberapa wilayah yang
dulunya berada dibawah kendali tentara Sekutu (Inggris dan Belanda).

2. Republik Indonesia dengan sangat tegas menolak dijadikan negara


boneka atau negara federasi seperti gemeennebest, rijkverband,
koloni, trusteenship territory atau federasi ala Vietnam maupun bentuk-
bentuk federasi lainnya.

3. Republik Indonesia meminta pasukan Belanda yang dikirim ke wilayah


Indonesia segera dihentikan, dan pemerintah Indonesia pun tidak akan
melakukan penambahan pasukan.

4. Republik Indonesia tidak akan menyetujui adanya periode peralihan


atau over-gangs-periode yang berada dibawah kekuasaan kedaulatan
pemerintah Belanda.

Karena upaya perundingan mengalami kebuntuan yang membuat suasana


politik semakin memanas, akhirnya para delegai pun kembali ke tanah air
dengan tangan kosong tanpa ada kesepakatan apapun. Dalam kepulangan
delegasi Indonesia tersebut ikut pula Rm Setyajid, Sugondo dan Maruto
Darusman. Yang kemudian hri menjadi otak dari pemberontakan yang terjadi
di Madiun.

B. Perundingan Linggarjati

Sebab/Latar Belakang Terjadinya Perjanjian Linggarjati/Perundingan


Linggarjati

Masuknya AFNEI yang diboncengi NICA ke negara Indonesia karena disaat


itu Jepang menetapkan status quo di Indonesia yang menyebabkan
terjadinya konflik antara Indonesia dan Belanda, contohnya peristiwa 10
November, tidak hanya itu pemerintah Inggris bertanggung jawab
menyelesaikan konflik politik dan militer di Asia. Oleh karena itu, SirArchibald
Clark Kerr, sebagai diplomat Inggris mengundang Indonesia dan juga
Belanda dalam merundingkan di Hooge Veluwe, tetapi perundingan tersebut
gagal karena disaat itu Indonesia meminta Belanda untuk mengakui
kedaulatannya atas Jawa, Sumatera dan Pulau Madura, tetapi Belanda
hanya ingin mengakui Indonesia atas Jawa dan Madura saja.

Akhir agustus 1946, pemerintah Inggris mengirimkan Lord Killearn ke


Indonesia dalam menyelesaikan perundingan antara Indonesia dengan
Belanda. Pada 7 Oktober 1946 yang bertempat di Konsulat Jenderal Inggris
di Jakarta dibuka perundingan Indonesia Belanda yang dipimpin oleh Lord
Killearn yang dalam perundingan tersebut menghasilkan persetujuan untuk
gencatan senjata di tanggal 14 oktober dan mengambil jalan untuk semua
masalah tersebut melalui perundingan Linggarjati yang dilaksanakan pada
tanggal 11 November 1946.

Tokoh-Tokoh Dalam Perundingan Linggarjati/Perjanjian Linggarjati

Dalam perundingan linggarjati/perjanjian linggarjati dari wakil Indonesia


adalah sebagai berikut..
Ketua: Sutan Syahrir
Anggota:

 Mr.Moh. Roem
 Mr.Susanto Tirtoprojo

 A.K. Gani

Sedangkan di pihak belanda adalah komisi Tim Jenderal yang terdiri dari...
Ketua/dipimpin: Wim Schermerhorn
Anggota:

 H.J.Van Mook

 Max Van Poll

 F.de Baer

Mediator adalah Lord Killearn dari Inggris.

Hasil Isi Perjanjian Linggarjati/Perundingan Linggarjati

Isi hasil perundingan yang terdiri dari 17 pasal antara lain berisi:
1. Belanda mengakui secara de faktor bahwa wilayah RI yaitu Jawa,
Sumatera dan Madura
2. Belanda harus meninggalkan wilayah RI yang paling lambat pada tanggal
1 Januari 1949
3. Pihak Belanda dan Indonesia sepakan untuk membentuk Negara RIS
4. Dalam bentuk negara RIS Indonesia harus tergabung dalam
Commonwealth/persemakmuran Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri
belanda sebagai kepala Uni.

Dampak Perjanjian Linggarjati/Perundingan Linggarjati

Perjanjian Linggarjati memberikan dampak positif dan negatif bagi bangsa


Indonesia antara lain sebagai berikut...
1. Dampak Positif Hasil Perjanjian Linggarjati

a. Adanya pengakuan Belanda secara de facto mengakui kekuasaan


pemerintah RI atas Jawa, Madura dan Sumatera
b. Dari perundingan linggarjati, berturut-turut negara asing kini mengakui
kekuasaan RI seperti..
 Inggris: 31 Maret 1947

 Amerika Serikat 17 April 1947

 Mesir 11 Juni 1947

 Lebanon: 29 Juni 1947

 Suriah: 2 Juli 1947

 Afganistan: 23 September 1947

 Burma: 23 November 1947

 Saudi Arabia: 24 November 1947

 Yaman: 3 Mei 1948

 Rusia: 26 Mei 1948

2. Dampak Negatif Hasil Perjanjian Linggarjati


1. Belanda dapat membangun kembali kekuatan di Indonesia
2. Banyak masyarakat dan kalangan indonesia yang menetang mulai dari
Partai Masyumi, PNI, Partai Rakyat Indonesia, dan Partai Rakyat Jelata.
dimana partai tersebut menyatakan bahwa bukti lemahnya pemerintah
Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan negara Indonesia.
3. Pemimpin perundingan linggarjati Indonesia yaitu Sutan Syahrir dianggap
memberikan konsensi bagi Belanda membuat sebagian besar anggota Partai
Sosialis di Kabinet dan KNIP menarik dukungannya kepada Syahrir pada
tanggal 26 Juni 1947.

Peristiwa Setelah Perjanjian Linggajarti

Hasil perjanjian linggarjati atau perundingan linggarjati ternyata tidak berjalan


muluss, dikarena dianggap bahwa indonesia tidak mematuhi perjanjian akibat
dari indonesia melakukan hubungan diplomatik yang dianggap belanda,
Indonesia tidak memiliki hak atau tidak meminta isin kepada Belanda karena
Indonesia merupakan uni dari Belanda. Tanggal 20 Juli 1947, Gubernur
Jenderal H.J. Van Mook akhirnya menetapkkan bahwa Belanda tidak terikat
lagi dengan perjanjian tersebut dan ditanggal 21 Juli, terjadi suatu peristiwa
dimana Belanda beraksi dengan melakukan Agresi Militer Belanda 1. Dapat
disimpulkan dari permasalahan ini bahwa terdapat perbedaan penafsiran
atau kesalah pahaman mengenai Perjanjian Linggarjati antara Indonesia dan
Belanda.

C. Perundingan Renville
Perjanjian Renville merupakan perjanjian yang dimana antara
Indonesia dengan Belanda yang diadakan pada tanggal 17 Januari 1948 di
atas geladak kapal perang Amerika Serikat sebagai tempat netral USS
Renville yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Perundingan
dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dan ditengahi oleh Komisi Tiga
Negara “KTN”, Committee of Good Offices for Indonesia, yang diterdiri dari
Amerika Serikat, Australia dan Belgia.

Latar Belakang Perjanjian Renville


Diadakannya perjanjian Reville atau perundingan Renville yang bertujuan
untuk menyelesaikan segala pertikaian antara pihak Indonesia dengan pihak
Belanda. perundingan ini dilatarbelakangi adanya peristiwa penyerangan
Belanda terhadap Indonesia yang sebut dengan Agresi Militer Belanda
Pertama yang jatuh pada tanggal 21 Juli 1947 sampai 4 Agustus 1947. Diluar
negeri dengan adanya peristiwa penyerangan yang dilakukan Belanda
terhadap Indonesia, menimbulkan reaksi keras.

Pada tanggal 1 Agustus 1947, akhirnya dewan keamanan PBB


memerintahkan keduanya untuk menghentikan tembak menembaj. Pada
tanggal 4 Agustus 1947, Republik Indonesia dan Belanda mengumumkan
gencatan dan berakhir pula Agresi Militer Pertama. Agresi militer pertama
disebabkan adanya perselisihan pendapat yang diakibatkan bedanya
penafsiran yang ada dalam persetujuan linggajati, dimana Belanda tetap
mendasarkan tafsirannya pidato Ratu Wilhelmina pada tanggal 7 Desember
1942. Dimana Indonesia akan dijadikan anggota Commonwealth serta akan
dibentuk negara federasi, keinginan Belanda tersebut sangat merugikan
Indonesia.
Dengan penolakan yang diberikan pihak Indonesia terhadap keinginan
Belanda, sehari sebelum agresi militer pertama Belanda tidak terikat lagi
pada perjanjian Linggarjati, sehingga tercetuslah pada tanggal 21 Juli 1947
Agresi militer Belanda yang pertama. Perundingan pihak Belanda dan pihak
Indonesia dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 diatas kapal Renville yang
tengah berlabuh diteluk Jakarta. Perundingan ini menghasilkan saran-saran
KTN dengan pokok-pokoknya yakni pemberhentian tembak-menembak di
sepanjang Garis van Mook serta perjanjian pelatakan senjata dan
pembentukan daerah kosong militer. Pada akhirnya perjanjian Renville
ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948 dan disusul intruksi untuk
menghentikan aksi tembak-menembak di tanggal 19 Januari 1948.

Tokoh Perjanjian Renville


Yang hadir pada perundingan diatas kapal Renville ialah sebagai berikut:

 Frank Graham “ketua”, paul van Zeeland “anggota” dan Richard Kirby
“annggota” sebagai mediator dari PBB.

 Delegasi Indonesia Republik Indonesia diwakili oleh Amir Syarifuddin


“ketua”, Ali Sastroamidjojo “anggota”, Haji Agus Salim “anggota”, Dr. J.
Leimena “anggota”, Dr. Coa Tik len “anggota” dan Nasrun “anggota”.

 Delegasi Belanda diwakili oleh R. Abdulkadir Wijoyoatmojo “ketua”, Mr.


H.A.L van Vredenburgh “anggota”, Dr.P.J.Koets “anggota” dan Mr. Dr.
Chr. Soumokil “anggota”.

Isi Dari Perjanjian Renville


Berikut merupakan pokok-pokok isi perjanjian Renville yaitu:

 Belanda akan tetap berdaulat hingga terbentuknya RIS atau Republik


Indonesia Serikat.

 RIS atau Republik Indonesia Serikat memiliki kedudukan sejajar


dengan Uni Indonesia Belanda.

 Belanda dapat menyerahkan kekuasaannya ke pemerintah federal


sementara, sebelum RIS terbentuk.
 Negara Republik Indonesia akan menjadi bagian dari Republik
Indonesia Serikat.

 Enam bulan sampai satu tahun, akan diadadakan pemilihan umum


“pemilu” dalam pembentukan Konstituante RIS.

 Setiap tentara Indonesia yang berada di daerah pendudukan Belanda


harus berpindah ke daerah Republik Indonesia.

Dampak Perjanjian Renville


Akibat buruk yang ditimbulkan dari perjanjian Renville bagi pemerintahan
Indonesia yaitu:

 Semakin menyempitnya wilayah Republik Indonesia karena sebagian


wilayah Republik Indonesia telah dikuasai pihak Belanda.

 Dengan timbulnya reaksi kekerasan sehingga mengakibatkan Kabinet


Amir Syarifuddin berakhir karena dianggap menjual Negara terhadap
Belanda.

 Diblokadenya perekonomian Indonesia secara ketata oleh Belanda.

 Republik Indonesia harus memaksa menarik mundur tentara militernya


di daerah gerilya untuk ke wilayah Republik Indonesia.

 Untuk memecah belah republik Indonesia, Belanda membuat negara


Boneka antara lain negara Borneo Barat, Negara Madura, Negara
Sumatera Timur, dan Negara Jawa Timur.

Perundingan Renville yang berbuah perjanjian Renville sebuah hasil dari


perudingan setelah terjadinya Agresi Militer Belanda pertama,
berlangsungnya perundingan ini hampir satu bulan. Dalam perundingan ini
KTN menjadi penengah, wakil ketiga negara tersebut antara lain Australia
diwakili Richard Kirby, Belgia diwakili Paul Van Zeeland, Amerika Serikart
diwakili Frank Graham, untuk Indonesia sendiri oleh Amir Syarifuddin dan
Belanda oleh Abdul kadir Wijoyoatmojo seorang Indonesia yang memihak
Belanda. Dalam hal ini perjanjian ini menimbulkan banyak kerugian bagi
Indonesia sehingga timbulnya Agresi Militer Belanda yang kedua.
D. Perundingan Roem Royen
Perjanjian Roem Royen merupakan perjanjian yang dilakukan oleh
pihak Indonesia dengan pihak Belanda, yang terjadi pada tanggal 14 April
1949 dan proses penandatanganan tanggal 7 Mei 1949 yang bertempat di
Hotel Des Indes, Jakarta.
Perjanjian ini diambil dari nama ketua wakil tiap negara, untuk pihak
Indonesia yaitu Mohammad Roem dan dan untuk pihak Belanda Herman van
Royen.
Perjanjian Roem Royen bermaksud untuk menyelesaikan permasalahan
antara Indonesia dan Belanda sebelum konferensi meja bundar di Den Haag,
Belanda.

Keberhasilan membawa permasalahan antara pihak Indonesia dan pihak


Belanda ke meja perundingan merupakan inisiatif komisi PBB untuk
Indonesia.

Perundingan Roem Royen, pihak Republik Indonesia memiliki pendirian


mengembalikan pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta merupakan
kunci sebuah perundingan selanjutnya.

LATAR BELAKANG PERJANJIAN ROEM ROYEN

Diadakannya perjanjian Roem Royen karena adanya serangan tentara


Belanda ke Yogyakarta dan adanya penahanan pemimpin RI, serta
mendapatkan kecamanan dari dunia Internasional.

Dalam Agresi Militer II, Belanda mempropaganda TNI telah hancur, disini
Belanda mendapat kecaman di dunia Internasional terutama Amerika Serikat.

Perjanjian Roem Royen diselenggarakan mulai dari 14 April sampai 7 mei


1948, pihak Indonesia di wakili oleh Moh. Roem beberpa anggota seperti Ali
Sastro Amijoyo, Dr. Leimena, Ir. Juanda, Prof. Supomo, dan Latuharhary.
Untuk pihak Belanda di wakili oleh Dr.J.H. Van Royen dengan anggotanya
seperti Blom, Jacob, dr.Van, dr. Gede, Dr.P.J.Koets, Van Hoogstratendan,
dan Dr. Gieben.

Dengan adanya Agresi Militer Belanda II yang dilancarkan Belanda mendapat


kecaman dan reaksi dari Amerika Serikat dan Inggris, serta Dewan PBB.
Melihat reaksi mliter Belanda sehingga PBB membuat kewenangan KTN.

Sejak itu KTN berubah menjadi UNCI (United Nations Commission for
Indonesia). UNCI sendiri dipimpin oleh Merle Cochran dari Amerika Serikat
dan juga dibantu Critchley Australia dan juga Harremans dari Belgia.

Pada tanggal 23 Maret 1949 pihak DK-PBB perintahkan UNCI agar


membantu perundingan antara pihak Republik Indonesia dengan Belanda.

Pada tanggal 17 April 1949 perundingan Roem Royen dimulai dan bertempat
di Jakarta. UNCI sebagai penengah dan diketuai oleh Merle Cochran dari
Amerika Serikat wakil UNCI.

Perundingan berikutnya Indonesia diperkuat dengan hadirnya Drs Moh Hatta


dan juga Sri Sultan Hamengkubuwono IX.

Pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Perjanjian Roem
Royen mulai ditandatangani dan nama perjanjian ini diambil dari kedua
pemimpin delegasi, Mohammad Roem dan Herman van Royen.

Perjanjian yang sangat alot sehingga perlunya diperkuat oleh Drs Moh Hatta
yang datang dari pengasingan di Bangka, serta Sri Sultan Hamengkubuwono
IX dari Yogyakarta.

Kedatangan Sri Sultan HB IX untuk mempertegas pemerintahan Republik


Indonesia di Yogyakarta.

ISI PERJANJIAN ROEM ROYEN


Isi Perjanjian Roem Royen di Hotel Des Indes di jakarta, antara lain:

1. Tentara bersenjata Republik Indonesia harus menghentikan aktivitas


gerilya.
2. Pemerintah Republik Indonesia turut serta dalam Konferensi Meja
Bundar (KMB).
3. Kembalinya pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta
4. Tentara bersenjata Belanda harus mengehentikan operasi militer dan
pembebasan semua tahanan politik.
5. Kedaulatan RI diserahkan secara utuh tanpa syarat.
6. Dengan menyetujui adanya Republik Indonesia yang bagian dari
Negara Indonesia Serikat.
7. Belanda memberikan hak, kekuasaan, dan kewajiban kepada pihak
Indonesia.
Dampak perjanjian Roem Royen yaitu setelah perjanjian tersebut kembalinya
Sukarno dan Hatta ke Yogyakarta setelah diasingkan, Yogyakarta sebagai
ibukota sementara dari Republik Indonesia, Penyerahan mandat Sjafruddin
Prawiranegara sebagai presiden PDRI (Pemerintahan Darurat Republik
Indonesia) kepada Ir Soekarno, terjadinya gencatan senjata Belanda dan
Indonesia, serta diadakanya Konferensi Meja Bundar (KMB).

E. Perundingan Inter Indonesia


Apa itu Konferensi Inter Indonesia? Secara singkat merupakan
konferensi yang dilakukan antara Negara Indonesia dan BFO (Negara
bentukan Belanda) atau Negara boneka Belanda saat Indonesia menjadi RIS
(Republik Indonesia Serikat). Awalnya, pembentukan negara BFO bertujuan
untuk menguasai kembali Indonesia setelah merdeka. Negara bagian yang
terbentuk saat itu berjumlah 16, dibagi menjadi tiga daerah kekuasaan.
Daerah kekuasaan pertama meliputi negara bagian Pasundan, Indonesia,
Jawa Timur, Negara Indonesia Timur, Madura, Sumatera Selatan, Sumatera
Timur. Daerah kekuasaan kedua : Riau, Jawa Tengah, Dayak Besar, Bangka,
Belitung, Kaltim, Kalbar, Kalteng, Banjarmasin. Daerah kekuasaan ketiga
terdiri dari wilayah Indonesia yang tidak masuk kedalam negara bagian. Lalu,
apa latar belakang, tujuan dan hasil konferensi inter Indonesia? berikut
ulasan secara singkatnya.
Latar Belakang Konferensi Inter Indonesia

Latar belakang dilakukannya konferensi Inter Indonesia bermula ketika


hasil Perjanjian Roem Royen yang menyatakan bahwa Indonesia ikut serta
dalam KMB (Konferensi Meja Bundar). Oleh karena itu, RI harus
mempersiapkan diri dengan mengadakan konferensi antar Indonesia yang
dilakukan antara pihak Indonesia dan Negara Boneka Bentukan Belanda.
Sebab lainnya adalah perubahan sikap negara-negara bagian BFO
setelah adanya serangan kedua Belanda yang kita kenal dengan
nama Agresi Militer Belanda 2. Karena simpati, negara-negara BFO
kemudian membebaskan beberapa pemimpin-pemimpin Indonesia. BFO juga
turut andil dalam pelaksanaan Konferensi Inter Indonesia yang berlangsung
di Yogyakarta.

Tujuan Konferensi Inter Indonesia

Tujuan diadakannya konferensi inter Indonesia adalah untuk


membentuk negara Federal atau bisa disebut negara serikat, didalamnya
terdiri dari pemerintah pusat, provinsi dan daerah. Dilaksanakannya
konferensi inter Indonesia merupakan salah satu syarat yang harus dilakukan
Republik Indonesia Serikat (RIS) agar mendapat pengakuan kedaulatan dari
pemerintah Belanda. Konferensi ini dilakukan dua kali, pertama pada tanggal
19 sampai 22 Juli 1949 dan yang kedua berlangsung pada tanggal 30 Juni
1949 dengan tujuan menentukan atribut Negara dan panitia dalam KMB
(Konferensi Meja Bundar) di Den Haag, Belanda.

Hasil Konferensi Inter Indonesia Pertama

Konferensi Inter Indonesia pertama dipimpin oleh Bung Hatta (Drs.


Mohammad Hatta, dilakukan pada 19-22 Juli 1949, berikut ini 5 hasilnya :

1. Pertahanan negara adalah hak dari pemerintah RIS (Republik


Indonesia Serikat).

2. Angkatan perang RIS merupakan angkatan perang nasional.

3. RIS akan menerima kedaulatan dari pemerintah kerajaan Belanda dan


Republik Indonesia.
4. RIS dipimpin/diketuai oleh Presiden yang dipilih oleh negara bagian
Republik Indonesia dan Badan Permusyawaratan Federal
(Bijeenkomst Voor Federaal Overlag).

5. Nama negara federal yaitu Republik Indonesia Serikat (RIS).

Hasil Konferensi Inter Indonesia Kedua

Setelah penetapan negara federal Republik Indonesia Serikat (RIS),


kemudian diputuskan untuk mengadakan konferensi inter Indonesia kedua.
Berlangsung pada tanggal 30 Juli 1949, bertujuan untuk membentuk atribut
Negara dan panitia yang akan ikut dalam perjanjian KMB di Den Haag.
Berikut ini hasil konferensi kedua, antara lain :

1. Bendera Republik Indonesia Serikat adalah sang saka merah putih.

2. Lagu kebangsaan RIS adalah Indonesia Raya.

3. Bahasa resmi (Nasional) Republik Indonesia adalah bahasan


Indonesia.

4. Pemilihan Presiden ditentukan oleh negara bagian Republik Indonesia


dan BFO.

5. Membentuk panitia yang bertugas dalam Konferensi Meja Bundar.

6. Anggota MPRS (Majelis Permusyawaratan Sementara) ditentukan oleh


negara bagian yang berjumlah 16.

Setelah dilakukannya Konferensi Inter Indonesia, kemudian pelaksanaan


KMB di Den Haad dilakukan pada tanggal 23 Agustus 1949 sampai 2
November 1949. Berikut ini poin-poin isi perjanjian tersebut :

1. Belanda menyerahkan kedaulatan atas Indonesia sepenuhnya


terhadap pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS), tanpa syarat
dan dapat dicabut.

2. RIS menerima kedaulatan atas kententuan pada konstitusinya,


sementara rancangan konstitusi sudah diserahkan kepada kerajaan
Belanda.
3. Kedaulatan RIS akan diserahkan selambat-lambatnya pada tanggal 30
Desember 1949.

E. Perundingan Meja Bundar

Konferensi Meja Bundar atau Perjanjian KMB merupakan merupakan


sebuah pertemuan (konferensi) yang bertempat di Den Haag, Belanda, dari
23 Agustus sampai 2 November 1949 antara perwakilan Republik Indonesia,
Belanda, dan BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg), yang mewakili
beberapa negara yang diciptakan oleh Belanda di kepulauan Indonesia.
Sebelum konferensi ini berlangsung, sebenarnya Indonesia dan Belanda
telah melakukan tiga perjanjian besar, yaitu Perjanjian Linggarjati (1947),
Perjanjian Renville (1948), dan Perjanjian Roem-Royen (1949). Konferensi ini
berakhir dengan setujunya Belanda untuk menyerahkan kedaulatan kepada
Republik Indonesia Serikat.

LATAR BELAKANG TERJADINYA KONFERENSI MEJA BUNDAR

Usaha untuk menggagalkan kemerdekaan Indonesia dengan jalan


kekerasan berakhir dengan kegagalan. Dunia international mengutuk
perbuatan Belanda tersebut. Belanda dan Indonesia lalu mengadakan
beberapa pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini secara diplomasi,
lewat perjanjian Linggarjati dan perjanjian Renville.
Pada tanggal 28 Januari 1949, Dewan Keamanan (PBB) Perserikatan
Bangsa-Bangsa meloloskan resolusi yang mengecam serangan militer yang
dilakukan Belanda terhadap tentara Republik di Indonesia dan menuntut
dipulihkannya pemerintahan Republik Indonesia. Lalu diaturlah kelanjutan
perundingan untuk menemukan solusi damai antara dua belah pihak.

Pada tanggal 11 Agustus 1949, dibentuk perwakilan Republik Indonesia


untuk menghadapi Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda.

TUJUAN DIADAKANNYA KONFERENSI MEJA BUNDAR

1.
Perjanjian ini dilakukan untuk mengakhiri perselisihan antara Indonesia dan
Belanda dengan cara melaksanakan perjanjian-perjanjian yang sudah dibuat
antara Republik Indonesia dengan Belanda. Khususnya mengenai
pembentukan Negara Indonesia Serikat.
2.
Dengan tercapainya kesepakatan Meja Bundar, maka Indonesia telah diakui
sebagai negara yang berdaulat penuh oleh Belanda, walaupun tanpa Irian
Barat.
PERWAKILAN INDONESIA DALAM KONFERENSI MEJA BUNDAR

Pada Konferensi Meja Bundar yang dilaksanakan di Denhaag Pada tanggal


23 Agustus 1949 sampai 2 November 1949, Indonesia diwakili oleh:

1. Drs. Hatta (ketua)


2. Nir. Moh. Roem
3. Prof Dr. Mr. Supomo
4. Dr. J. Leitnena
5. Mr. Ali Sastroamicijojo
6. Ir. Djuanda
7. Dr. Sukiman
8. Mr. Suyono Hadinoto
9. Dr. Sumitro Djojohadikusumo
10. Mr. Abdul Karim Pringgodigdo
11. Kolonel T.B. Simatupang
12. Mr. Muwardi

Perwakilan BFO ini dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Pontianak. Perwakilan
Belanda dipimpin oleh Mr. van Maarseveen dan UNCI diwakili Chritchley.

ISI DARI KONFERENSI MEJA BUNDAR

1. Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS)


sebagai sebuah negara yang merdeka.
2. Status Provinsi Irian Barat diselesaikan paling lama dalam waktu
setahun, sesudah pengakuan kedaulatan.
3. Dibentuknya Uni Indonesia-Belanda untuk bekerja sama dengan status
sukarela dan sederajat.
4. Republik Indonesia Serikat akan mengembalikan hak milik Belanda
dan memberikan hak-hak konsesi serta izin baru untuk perusahaan-
perusahaan Belanda.
5. Republik indonesia Serikat harus membayar semua utang Belanda
yang dari tahun 1942.

Sementara itu, pada tanggal 29 Oktober 1949 dilakukan pengesahan


dan tanda tangan bersama piagam persetujuan Konstitusi Republik
Indonesia Serikat antara Republik Indonesia dan BFO.

Di samping itu, hasil keputusan Konferensi Meja Bundar disampaikan


kepada Komite Nasional indonesia Pusat (KNIP). Selanjutnya, KNIP
melakukan sidang dari tanggal 6-14 Desember 1949 untuk membahas hasil
dari KMB.

Pembahasan hasil keputusan KMB oleh KNIP dilakukan dengan cara


pemungutan suara dari para peserta, hasil akhir yang dicapainya adalah 226
suara setuju, 62 suara menolak, dan 31 suara meninggalkan ruang sidang.

Dengan demikian, KNIP resmi menerima hasil KMB. Lalu pada tanggal
15 Desember 1949 diadakan pemilihan Presiden Republik Indonesia
Serikat(RIS) dengan caIon tunggal Ir. Soekarno yang akhirnya terpilih
sebagai presiden.

Kemudian Ir. Soekarno dilantik dan diambil sumpahnya pada tanggal


17 Desember 1949. Kabinet RIS di bawah pimpinan Drs. Moh. Hatta.

Drs. Moh. Hatta diangkat sebagai perdana menteri oleh Presiden


Soekarno pada tanggal 20 Desember 1949. Setelahnya pada tanggal 23
Desember 1949 perwakilan RIS berangkat ke negeri Belanda untuk
menandatangani akta penyerahan kedaulatan.
Pada tanggal 27 Desember 1949, pada kedua negara, Indonesia dan negeri
Belanda dilaksanakan upacara penandatanganan akta penyerahan
kedaulatan.

DAMPAK DARI KONFERENSI MEJA BUNDAR

Penyerahan kedaulatan Indonesia yang dilakukan di negeri Belanda


bertempat di ruangan takhta Amsterdam.
Ratu Juliana, Menteri Seberang Lautan A.M.J.A. Sasseu, Perdana Menteri
Dr. Willem Drees dan Drs. Moh. Hatta adalah tokoh yang terlibat dalam
melakukan penandatanganan akta penyerahan kedaulatan.

Pada saat yang bersamaan di Jakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan
Wakil Tinggi Mahkota Belanda, A.H.S. Lovink menandatangani naskah
penyerahan kedaualatan dalam suatu upacara di Istana Merdeka.

Penyerahan kedaulatan itu berarti Belanda telah mengakui berdirinya


Republik Indonesia Serikat dan mengakui kekuasaan Indonesia di seluruh
bekas wilayah jajahan Hindia – Belanda secara formal kecuali Irian Barat.
Irian barat diserahkan oleh Belanda setahun kemudian.

Sebulan kemudian, tepatnya pada tanggal 29 Januari 1950, Jenderal Besar


Sudirman yang telah banyak berjuang terutama pada perang gerilya ketika
agresi militer Belanda akhirnya wafat pada usia 34 tahun. Beliau merupakan
panutan bagi para anggota TNI.

Anda mungkin juga menyukai