Anda di halaman 1dari 3

TUGAS ARTIKEL SEJARAH INDONESIA

Nama: Aisyah Nurul Fajri


Kelas: XII MIPA 2

Perundingan Linggarjati (10-15 November 1946)

Setelah Jepang menyerah pada Perang Dunia kedua, kemerdekaan Indonesia


dideklarasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Soekarno. Belanda datang kembali dan
berusaha untuk kembali berkuasa di Indonesia dan oleh karena itu berkonflik dengan
pemerintah Indonesia, yang pengaruhnya hanya dalam lingkup Jawa dan Sumatera. Setelah
kepergian pasukan Sekutu, Belanda dan republik Indonesia memulai diplomasi, yang
berujung pada Perjanjian Linggarjati yang ditandatangani di Istana Negara yang berada di
Jakarta pada tanggal 25 Maret 1947.Isi utama dari perjanjian tersebut yaitu Belanda
mengakui Indonesia secara defacto di Jawa, Sumatera dan Madura. Indonesia dan Belanda
akan bekerja sama untuk membentuk Negara Indonesia Serikat yang terdiri dari seluruh
wilayah Hindia Belanda, Republik Indonesia, Kalimantan, dan Timur Raya.. Kedua pemerintah
akan bekerja sama dalam mendirikan Uni Belanda-Indonesia dengan ratu Belanda selaku
kepalanya. Baik Republik Indonesia dan Belanda akan dibentuk paling lambat tanggal 1
Januari 1949. Kedua pemerintah akhirnya sepakat untuk menyelesaikan setiap konflik yang
mungkin akan timbul nantinya.

Setelah terjadi konflik berkepanjangan terjadilah perundingan antara Indonesia dan


Belanda di Linggajati, Kuningan pada tanggal 10 November 1946. Perjanjian Linggarjati
terjadi karena pada Perundingan Hooge Veluwe tidak diperoleh kesepakatan diantara
Indonesia dan Belanda. Inggris menjadi penengah dalam perjanjian Linggarjati yang diwakili
oleh Lord Killearn, Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir, Mohammad Roem, Mr. Susanto
Tirtoprojo, S.H., dan Dr. A.K. Gani, dan Belanda diwakili oleh Prof. Schermerhorn, De Boer,
dan Van Pool.Sebagai tindak lanjut atas beberapa pertemuan awal, dihelat forum di Hoge
Veluwe, Belanda, pada 4-24 April 1946, yang membahas tentang persoalan status
kenegaraan, kemerdekaan, dan wilayah Indonesia. Namun, pemerintah Kerajaan Belanda
tidak setuju dan menawarkan opsi bahwa Indonesia akan menjadi negara bawahan dalam
persemakmuran Belanda. Soetan Sjahrir sebagai wakil delegasi Indonesia tentu saja
menolak mentah-mentah. Indonesia ingin kedaulatan penuh. Perundingan kembali
dilanjutkan pada 7 Oktober 1946 dengan tujuan untuk mengurai persoalan demi persoalan.
Delegasi Indonesia dalam forum ini adalah Soetan Sjahrir, A.K. Gani, Amir Sjarifuddin,
Soesanto Tirtoprodjo, Mohammad Roem, dan Ali Boediardjo. Sementara dari pihak Belanda
diwakili oleh Prof. Dr. Ir. W. Schermerhorn dan Inggris sebagai penengah diwakili oleh Lord
Killearen. Pada 14 Oktober 1946 disepakati bahwa akan dilakukan pembicaraan lebih lanjut
mengenai pengakuan Indonesia dari pihak Belanda. Waktu yang disepakati untuk pertemuan
penting itu adalah dari 12 November 1946 di Linggarjati, Kuningan, Jawa Barat.
Isi Perjanjian Linggarjati
Perundingan Linggarjati dilangsungkan selama 3 hari, yakni hingga tanggal 15
November 1946 yang membuahkan kesepakatan bersama. A.B Lafian melalui buku
Menelusuri Jalur Linggarjati Diplomasi dalam Perspektif Sejarah (1992) memaparkan,
perjanjian tersebut disepakati pada rapat penutup pukul 13.30. Adapun isi dari Perjanjian
Linggarjati adalah sebagai berikut: Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia
dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Belanda sudah
harus meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1 Januari 1949. Republik
Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negeri Indonesia Serikat,
dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS), yang salah satu negara bagiannya adalah
Republik Indonesia (RI). RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan
Ratu Belanda selaku ketuanya. Karta Sasmita dalam buku 30 Tahun Indonesia Merdeka
1945-1960 (1995) menyebutkan bahwa isi Perjanjian Linggarjati masih menimbulkan
polemik di kalangan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Hal tersebut menyebabkan
penandatanganan Perjanjian Linggarjati baru terlaksana pada 25 Maret 1947 di Istana Istana
Merdeka, Jakarta. Nantinya, Belanda mengingkari kesepakatan dalam Perjanjian Linggarjati
tersebut dengan melancarkan agresi militer pertama pada 21 Juli 1947.

Tokoh-Tokoh dalam Perjanjian Linggarjati


Delegasi Belanda: Hubertus vanMook dan Prof. Dr. Ir. W. Schermerhorn Delegasi Indonesia:
Soetan Sjahrir, A.K. Gani, Amir Sjarifuddin, Soesanto Tirtoprodjo, Mohammad Roem, dan Ali
Boediardjo Delegasi Inggris (Penengah): Lord Inverchapel dan Lord Killearen. Perjanjian
resmi pertama yang dilakukan Belanda dan Indonesia setelah kemerdekaan adalah
Perundingan Linggarjati. Van Mook bertindak langsung sebagai wakil Belanda, sedangkan
Indonesia mengutus Soetan Sjahrir, Mohammad Roem, Susanto Tirtoprojo, dan A.K. Gani.
Inggris sebagai pihak penengah diwakili oleh Lord Killearn. Perundingan ini menghasilkan
sejumlah kesepakatan:
(1) Belanda mengakui Jawa dan Madura sebagai wilayah RI secara de facto;
(2) Belanda meninggalkan wilayah RI paling lambat 1 Januari 1949;
(3) Belanda dan Indonesia sepakat membentuk negara RIS (Republik Indonesia Serikat);
(4) RIS menjadi negara persemakmuran di bawah naungan negeri Belanda (Ide Anak Agung
Gde Agung, Persetujuan Linggarjati, 1995:164).
Isi kesepakatan ini tentu saja merugikan Indonesia karena pada akhirnya nanti tetap saja
menjadi bawahan Belanda, dan sempat terjadi pro-kontra. Namun, para petinggi
pemerintahan RI kala itu terpaksa sepakat karena bagaimanapun juga, jalan damai adalah
pilihan utama, serta belum cukup kuatnya angkatan perang yang dimiliki Indonesia.
Namun, realisasi di lapangan tidak sepenuhnya berjalan mulus. Beberapa kali pasukan
Belanda berulah dan memicu bentrokan di sejumlah daerah. Hingga akhirnya, tanggal 15 Juli
1947, van Mook mengeluarkan ultimatum agar RI menarik mundur pasukan sejauh 10
kilometer dari garis demarkasi yang telah disepakati (Abdul Haris Nasution, Sekitar Perang
Kemerdekaan Indonesia, 1991:439). Kehendak Belanda tersebut tentu saja ditolak oleh
pemerintah RI. Van Mook semakin murka dan pada 20 Juli 1947 ia menyatakan melalui
siaran radio bahwa Belanda tidak terikat lagi pada hasil Perundingan Linggarjati. Kurang dari
24 jam setelah itu, Agresi Militer Belanda I pun dimulai.

Anda mungkin juga menyukai