Anda di halaman 1dari 20

PERAN MR ASSAAT DALAM PEMBENTUKAN NEGARA

REPUBLIK INDONESIA SERIKAT (1949-1950)

NAMA : Muhammad Hayat Bugis

NMP : 201615500032

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI 2021

BAB l

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proklamasi kemerdekaan yang dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945,

bukanlah akhir dari perjuangan bangsa Indonesia Akan tetapi, merupakan awal dari
perjuangan dalam membangun sebuah tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Setelah kekalahan Jepang, Sekutu membentuk komando khusus untuk mengurusi

wilayah Indonesia yakni, Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) pimpinan

Letnan Jenderal Sir Philips Cristison. Dalam sebuah wawancara pers internasional, Sir

Philips Cristison mengatakan bahwa tugas AFNEI datang ke Indonesia hanya

menerima penyerahan kekuasaan dari tangan Jepang, membebaskan para tawanan

perang dan interniran sekutu, melucuti dan mengumpulkan orang Jepang untuk

dipulangkan, menegakkan dan mempertahankan keadaan damai, dan bermaksud untuk

melakukan perundingan dengan pihak Republik Indonesia (RI).

Pada mulanya, kedatangan sekutu disambut baik oleh bangsa Indonesia. Dalam

sebuah perundingan yang diselenggarakan pada tanggal 1 Oktober 1945 antara pihak

Sekutu dan pihak RI yang menghasilkan kesepakatan antara lain; kerjasama antara

pemerintah RI dengan sekutu, menjaga keamanan dan ketentraman, dan tidak akan

memasukkan serdadu Belanda. Akan tetapi, setelah diketahui bahwa di dalam pasukan

Sekutu terdapat serdadu Belanda dan aparat Netherlands Indies Civil Administration

(NICA) yang dimana mereka telah bekerjasama dan membuat perjanjian bahwa

Indonesia akan dikembalikan pada kekuasaan Belanda. Dalam hal ini, pihak RI

beranggapan bahwa Sekutu telah mengingkari kesepakatan yang telah dibuat. Pihak

RI menilai bahwa Sekutu juga telah menodai proklamasi kemerdekaan Indonesia dan

bertentangan dengan semangat perjuangan bangsa Indonesia.

Hal yang dilakukan oleh Sekutu dan Belanda tersebut tentunya merupakan

ancam serius bagi keberlangsungan kemerdekaan yang telah dicapai. Dengan

demikian, perjuangan bangsa Indonesia masih terus berlanjut dalam mempertahankan

eksistensi kemerdekaan, baik perjuangan melalui jalur perang maupun jalur

diplomasi. Pertempuran antara tentara Indonesia dan tentara sekutu maupun tentara
Belanda tidak dapat dihindarkan. Pertempuran dan pergolakan terjadi di seluruh

wilayah Indonesia yang diduduki oleh pasukan sekutu maupun Belanda, seperti

pertempuran Surabaya (10 November 1945), pertempuran Ambarawa (12-15

Desember 1945), pertempuran Medan Area (10 Desember 1945 hingga 10 Agustus

1946), pertempuran Bandung Lautan Api (23 Maret 1946) dan pertempuran di

wilayah-wilayah Indonesia lainnya.

Dengan melihat banyaknya korban dalam pergolakan dan pertempuran yang

terjadi di beberapa daerah tersebut, pihak RI dan Belanda bersedia untuk mengadakan

perundingan. Maka pada tanggal 15 November 1946, terlaksanalah sebuah

perundingan di desa Linggarjati, Kuningan, Jawa Barat yang kemudian dikenal

dengan sebutan Perjanjian Linggarjati. Dalam perundingan ini, pihak RI di wakili oleh

Perdana Menteri Sutan Syahri, sedangkan pihak Belanda diwakili oleh Prof.

Schermerhorn, dan yang menjadi perantara untuk keduanya adalah Lord Killearn dari

pasukan Inggris. kesepakatan yang dicapai dalam perundingan ini antara lain:

1. Belanda secara de facto mengakui pemerintah RI atas Jawa Madura dan Sumatera.

2. RI dan Belanda akan bekerjasama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat,

yang dimana RI termasuk didalamnya.

3. Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu

Belanda selaku ketuanya.

Hasil kesepakatan yang telah dicapai dalam perjanjian Linggarjati tersebut tidak

langsung disetujui oleh Parlemen Belanda dan Komite Nasional Indonesia Pusat

(KNIP). Pihak Belanda berpendapat bahwa terlalu banyak kekuasaan yang akan

diberikan kepada RI semasa peralihan, sedang pihak RI menganggap bahwa hasil


kesepakatan tersebut terlalu menguntungkan pihak Belanda dan tidak sejalan dengan

tuntutan kemerdekaan. Namun pada akhirnya dengan penuh pertimbangan, kedua

belah pihak pun menyetujui hasil kesepakatan tersebut. Delegasi dari masing-masing

pihak menandatangani persetujuan pada tanggal 25 Maret 1947.

Dalam upaya pelaksanaan hasil kesepakatan perundingan Linggarjati pada

tanggal 21 Juli 1947, Belanda secara sepihak melancarkan serangan ke wilayah-

wilayah RI. Penyerangan yang kemudian dikenal dengan sebutan Agresi Militer I.

Aksi penyerangan yang dilakukan oleh Belanda mendapat kecaman dari dunia

internasional yang menaruh simpati terhadap RI. Kemudian, Dewan Keamanan

Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK-PBB) membentuk suatu komisi sebagai penengah

konflik antara Belanda dan RI yakni, Komisi Tiga Negara (KTN). Negara-negara yang

tergabung dalam KTN Amerika Serikat, Australia dan Belgia.

Pada tanggal 17 Januari 1948. KTN berhasil mempertemukan pihak Belanda

dan RI di atas sebuah kapal perang Amerika Serikat yang bernama USS Renville yang

kemudian disebut sebagai Perjanjian Renville. Pihak RI diwakili oleh Mr. Amir

Syarifuddin dan Pihak Belanda diwakili oleh R. Abdulkadir Widjojoatmodjo.

Kesepakatan yang dicapai dalam Perjanjian Renville antara lain:

1. Belanda tetap berdaulat sampai terbentuknya Republik Indonesia Serikat.

2. Sebelum Republik Indonesia Serikat terbentuk, Belanda dapat menyerahkan

kekuasaannya kepada pemerintah federal sementara.

3. Republik Indonesia menjadi negara bagian dari RI.Wilayah Indonesia hanya

meliputi Yogyakarta, Jawa Tengah dan Sumatera, dan tentara Indonesia harus
ditarik mundur dari wilayah Jawa Barat dan Jawa Timur atau wilayah-wilayah

kekuasaan Belanda.

Hasil kesepakatan tersebut tentunya semakin mempersempit wilayah RI. Pihak

RI awalnya menolak isi perjanjian Renville. Namun, dengan pertimbangan apabila

perang dengan Belanda terus dilanjutkan maka akan memakan banyak korban jiwa.

Oleh sebab itu, mau dan tidak mau, pihak RI harus menerima hasil kesepakatan

tersebut. Penandatanganan hasil kesepakatan dalam perjanjian Renville dilaksanakan

pada tanggal 19 Januari 1948.

Hasil kesepakatan dalam perjanjian Renville yang telah ditandatangani ternyata

tidak bisa menghentikan permusuhan antara RI dan Belanda. Pada tanggal 19

Desember 1948, Belanda yang pada dasarnya ingin menguasai seluruh wilayah

Indonesia, kembali melakukan penyerangan di ibukota (Yogyakarta) dan pusat

pemerintahan serta seluruh wilayah-wilayah RI lainnya. Aksi penyerangan ini dikenal

dengan agresi militer II. Dalam penyerangan ini, Belanda menangkap Presiden Ir.

Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan beberapa tokoh RI lainnya. Mereka

kemudian diasingkan ke Bangka. Sebelum penangkapan tersebut, Ir. Soekarno

mengirim pesan kepada menteri kemakmuran RI, Mr. Syarifuddin Prawiranegara

untuk membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan tujuannya

untuk mempertahankan dan menggunakan pemerintahan RI.

Penyerangan yang digencarkan oleh Belanda tersebut kembali mendapat

kecaman dari dunia internasional karena Belanda dianggap telah melanggar perjanjian

Renville yang dimana saat penandatanganan perjanjian tersebut dihadiri KTN dan

wakil dari PBB. Dalam hal ini, PBB pun mengeluarkan resolusi agar Belanda dan RI

melakukan gencatan senjata dan kembali ke meja perundingan. Maka pada tanggal 17
April 1949, terlaksanalah sebuah perundingan antara pihak Belanda dan wakil dari

pihak RI. Perundingan ini dikenal dengan sebutan Perjanjian Roem-Roijen.

Kesepakatan yang dihasilkan dalam Perjanjian Roem-Roijen antara lain:

1. Pengembalian pemerintah RI ke Yogyakarta-Jakarta akan dilaksanakan pada

tanggal 4 Juni 1949.

2. Belanda dan RI akan bekerjasama untuk mengembalikan ketertiban, keamanan dan

menjaga perdamaian.

3. Konferensi Meja Bundar (KMB) akan dilaksanakan di Den Haag, Belanda.

Hasil kesepakatan ini kemudian ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949.

Setelah penandatanganan hasil kesepakatan dalam perjanjian Roem-Roijen,

diselenggarakanlah Konferensi Inter-Indonesia di Yogyakarta pada tanggal 19-22 Juli

1949 antara RI dan negara-negara yang tergabung dalam Bijeenkomst voor Federal

Oveleg (BFO). Konferensi ini dimaksudkan untuk membicarakan terkait konsep dan

teknis pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS). Kesepakatan yang dihasilkan

dalam konferensi ini antara lain:

1. Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama RIS berdasarkan demokrasi dan

federalisme.

2. RIS dikepalai oleh seorang presiden dan dibantu oleh menteri-menteri yang akan

bertanggung jawab terhadap presiden.

3. RIS akan menerima penyerahan kedaulatan, baik dari RI maupun dari Kerajaan

Belanda.
Kemudian pada tanggal 30 Juli 1949, konferensi Inter-Indonesia dilanjutkan di

Jakarta dengan pembahasan terkait pelaksanaan dari pokok persetujuan yang telah

disepakati di Yogyakarta. Indonesia dan BFO bersepakat untuk membentuk panitia

persiapan nasional yang bertugas menyelenggarakan KMB. Setelah pengesahan hasil

dari konferensi Inter-Indonesia, RI secara keseluruhan telah siap untuk menghadapi

KMB.

Pada tanggal 23 Agustus 1949 dimulai KMB di kota Den Haag, Belanda.

Dalam konferensi ini, delegasi RI dipimpin oleh Drs. Mohammad Hatta, delegasi BFO

dipimpin oleh Sultan Hamid dan delegasi Belanda dipimpin oleh Van Maarseveen.

Kesepakatan yang di hasilkan dalam KMB antara lain:

1. Belanda mengakui kedaulatan RIS sebagai sebuah negara yang merdeka.

2. Dibentuknya Uni Indonesia-Belanda untuk mengadakan kerjasama antara RIS dan

dan Belanda yang dikepalai oleh raja Belanda.

3. Kedaulatan akan diserahkan selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949.

Terkait kesepakatan yang dicapai dalam KMB, masih perlu diratifikasi oleh

semua negara yang akan tergabung dalam anggota RIS. Setelah pelaksanaan KMB,

rombongan delegasi RI kembali ke Indonesia dan tiba di Yogyakarta pada tanggal 14

November 1949. Pimpinan delegasi, Mohammad Hatta menyerahkan hasil

kesepakatan dalam KMB kepada KNIP. Pada tanggal 7 Desember 1949 KNIP

mengadakan sidang pleno dengan pembahasan terkait kesepakatan yang telah

ditandatangani oleh delegasi RI sebelumnya.

Dalam persidangan tersebut, terjadi perdebatan yang sengit antara para peserta

sidang. Banyak peserta yang tidak menerima hasil-hasil KMB karena dianggap
semakin merugikan pihak Indonesia. Sementara para delegasi menyatakan bahwa

hasil-hasil KMB tersebut adalah yang terbaik yang bisa didapatkan oleh pihak

Indonesia. Para delegasi juga menyatakan bahwa dalam sebuah perundingan, tidak

mudah untuk mendapatkan hal yang diinginkan oleh masing-masing peserta

perundingan. Hal ini menyebabkan sedang berjalan dengan alat dan membutuhkan

waktu berhari-hari karena sulit dicapainya satu suara.

Pada hari terakhir sidang, tepat pada tanggal 15 Desember 1949, dengan melihat

perdebatan diantara peserta yang tidak ada jalan keluarnya, maka pimpinan sidang

terpaksa membuat keputusan untuk melakukan pemungutan suara atau voting. Dalam

sidang tersebut terdapat 319 anggota yang hadir dan memiliki hak suara. Saat hendak

melakukan voting, 31 orang keluar dari forum sidang. Dari hasil voting tersebut, 226

menerima dan 62 menolak. Dengan demikian maka, hasil KMB sudah diterima dan

KNPI pun mengesahkannya.

Setelah disahkannya hasil KMB tersebut, selanjutnya pada tanggal 27 Desember

1949 penyerahan kedaulatan pun dilaksanakan. Penyerahan kedaulatan ini dilakukan

di dua tempat yang berbeda yaitu, di Istana Gambir, Jakarta dan Di Istana Dam,

Amsterdam, Belanda. RI akhirnya berhasil mendapatkan pengakuan kedaulatan dari

Belanda meskipun dalam bentuk negara federal. Dengan demikian, secara resmi

Republik Indonesia Serikat (RIS) telah terbentuk.

RIS beranggotakan negara-negara bagian yang beberapa diantaranya merupakan

negara boneka bentukan Belanda yaitu Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan,

Negara Sumatera Timur, Negara Sumatera Selatan dan lain-lain. Republik Indonesia

sendiri merupakan salah satu negara bagian dalam RIS. Wilayah RI meliputi Jawa
Tengah, sebagian kecil Jawa Barat, Jawa Timur dan sebagian wilayah Sumatera dan

Yogyakarta sebagai pusat pemerintahan RI.

Sejak terbentuknya RIS, para pejabat pemerintahan RI banyak diangkat sebagai

pejabat RIS termasuk Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta yang pada saat itu menjabat

sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI. Ir. Soekarno diangkat menjadi Presiden RIS

dan Mohammad Hatta sebagai Perdana Menterinya. Hal tersebut mengakibatkan

terjadinya kekosongan pada kursi pemerintahan negara bagian RI. Presiden Soekarno

kemudian menunjuk ketua BPKNIP saat itu, yaitu Mr Assaat sebagai Pemangku

Jabatan Presiden Republik Indonesia yang berkedudukan di Yogyakarta. Mr. Assaat

selama menjabat sebagai pemangku jabatan presiden Republik Indonesia menjadi

penting untuk dikaji.

Berbicara mengenai sosok Mr. Assaat, banyak orang yang tidak mengenal salah

satu tokoh pejuang Indonesia ini. Perjalanan sejarah bangsa Indonesia mencatat bahwa

tokoh ini mempunyai peranan besar untuk Indonesia. Ternyata, peranannya yang besar

terhadap bangsanya, lantas tidak membuat tokoh ini dikenal luas oleh masyarakat

seperti halnya tokoh pejuang lainnya. Buku-buku sejarah jarang membicarakan

tentangnya, atau sekedar mencatat namanya. Literatur mengenai Mr. Assaat sangat

sulit ditemui

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang dan identifikasi dan Pembatasan Masalah di atas,

penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana latar belakang terbentuknya Republik Indonesia Serikat.

2. Bagaimana latar belakang kehidupan Mr Assaat ?


3. Bagaimana peran Mr. Assaat terhadap RI pada masa RIS

C. Ruang Lingkup Penelitian

Untuk menghindari meluasnya ruang lingkup dan agar pembahasan dalam

penelitian ini lebih terarah, maka perlunya dilakukan pembatasan masalah. Sebagai

suatu kajian ilmiah, sejarah memiliki tiga ruang lingkup penelitian yakni ruang

lingkup spasial, ruang lingkup temporal dan ruang lingkup tematik.

Dari ruang lingkup spasial, penelitian ini mencakup beberapa wilayah di

antaranya, kota Yogyakarta dan kota Jakarta. Alasan mengapa kota Yogyakarta dan

kota Jakarta dipilih sebagai lingkup spasial adalah karena kedua kota tersebut

merupakan Ibukota kota RIS dan RI. Dari ruang lingkup temporal dalam penelitian ini

dibatasi pada tahun 1949-1950. Pembatasan pada tahun 1948 didasarkan pada

pertimbangan bahwa tahun tersebut merupakan awal terbentuknya RIS dan tahun

1950 merupakan tahun dimana Mr. Assaat berperan sebagai Pemangku Jabatan

Presiden RI. Sedangkan dari ruang lingkup tematik dalam penelitian ini dibatasi pada

perjuangan RI pasca proklamasi kemerdekaan tahun 1949-1950.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

1) Meningkatkan kemampuan berpikir kritis, analisis, sistematis, dan

objektif sesuai dengan metodologi penulisan sejarah.

2) Memperkaya karya-karya sejarah, khususnya sejarah kemerdekaan

Indonesia.
b. Tujuan Khusus

1) Mengetahui dan mengenali tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan Republik

Indonesia.

2) Mengetahui peran Mr. Assaat dalam perjuangan kemerdekaan Republik

Indonesia.

2. Manfaat Penulisan

a. Bagi pembaca

1) Memperoleh pengetahuan tentang sejarah kemerdekaan Republik

Indonesia.

2) Memperoleh pengetahuan mengenai latar belakang kehidupan Mr. Assaat

Datu Mudo.

3) Memperoleh pengetahuan tentang peran Mr. Assaat dalam perjuangan

kemerdekaan Republik Indonesia.

b. Bagi penulis

1) Sebagai tolak ukur kemampuan penulis dalam menerapkan metode

penelitian sejarah.

2) Sebagai upaya melatih kemampuan berpikir kritis, analitis, sistematis dan

objektif sesuai dengan metodologi penelitian sejarah.

3) Menambah wawasan mengenai kondisi Republik Indonesia pasca

kemerdekaan.
E. Metode Sejarah

1. Heuristik

Heuristik secara harfiah berasal dari bahasa Yunani "heurishein" yang artinya

memperoleh atau mendapat. Heuristik merupakan tahap pengumpulan sumber atau

data sejarah yang relevan dengan topik penelitian tersebut. Sumber sangat

diperlukan untuk menemukan jawaban dari rumusan masalah yang telah

ditentukan.

Sumber yang digunakan dalam proposal yang berjudul "Peran Mr. Assaat Dalam

Pembentukan Republik Indonesia Serikat (1949-1950)" diperoleh dari

perpustakaan, gramedia, google play book, tokoh buku, artikel, jurnal dan lain-

lain. Sumber-sumber yang diperoleh kemudian dibedakan menjadi sumber tertulis

dan tidak tertulis. Penulis dalam mengerjakan penelitian historis ini menggunakan

sumber tertulis. Sumber tertulis terdiri dari sumber primer dan sumber sekunder.

a. Sumber Primer

Sumber primer atau sumber asli adalah evidensi atau bukti yang kontemporer

atau zaman dengan suatu peristiwa yang terjadi. Adapun sumber primer yang

telah penulis temukan antara lain:

A. Dahlan. (1950) RIS LAHIR. Medan; Saiful.

G. McT. Kahin. (1995) Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. Jakarta;

Pustaka Sinar Harapan.

b. Sumber Sekunder
Sumber sekunder adalah apa yang telah ditulis oleh sejarawan sekarang atau

sebelumnya berdasarkan sumber-sumber pertama. Sumber sekunder yang telah

penulis temukan antara lain,

M.C Ricklefs. (2008) Sejarah Indonesia Modern. Jakarta; Palgrave.

Marwati Djoened Poesponegoro. (2008) Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta;

Balai Pustaka.

Pramoedya Anara Toer, Koesalah Soebagyo Toer, Ediati Kamil. (2014) Kronik

Revolusi Indonesia jilid V (1949). Jakarta; Kepustakaan Popular Gramedia.

Nur Fajar Absor. (2020) Memoar Mr. Assaat Datuk Mudo. Jakarta; Guepedia

The First On-Publisher in Indonesia.

Batara R. Hutagalung. (2010) SERANGAN UMUM 1 MARET 1949.

Yogyakarta; LKiS Printing Cemerlang.

2. Verifikasi

Verifikasi disebut sebut sebagai kritik sumber. Pada tahap ini, peneliti

menguji keabsahan sumber, yang dilihat dari dua jenis kritik yakni, kritik ekstern

dan kritik intern.

a. Kritik Ekstern

Kritik Ekstern merupakan kegiatan untuk menguji autetisitas (keaslian)

sumber. Kritik Ekstern cenderung menguji keaslian sumber sejarah dari

bentuk fisiknya.

b. Kritik Intern
Kritik Intern adalah tahap dalam penelitian sejarah yang bertujuan untuk

menguji kredibilitas dan realibilitas dari sumber sejarah. Dalam tahap ini,

peneliti melakukan kritik secara kritis terhadap konten dan substansi isi dari

sumber sejarah.

Tujuan dari verifikasi ini adalah setelah penulis berhasil mengumpulkan

sumber-sumber dalam penelitian, penulis tidak serta merta menerima begitu saja

apa yang tertulis dalam sumber-sumber yang telah diperoleh. Setelah verifikasi,

barulah sumber-sumber sejarah tersebut bisa digunakan untuk penelitian.

3. Interpretasi

Interpretasi adalah penafsiran dari sumber-sumber yang digunakan. Penulis

menganalisis sumber-sumber sejarah yang telah diperoleh dan kemudian

menyusunnya dalam bentuk hasil penelitian. Unsur subjektivitas penulisan harus

dihilangkan agar hasil penulisannya tidak subjektif. Interpretasi dilakukan melalui

dua cara yaitu analisis dan sintesis. Analisis berarti menguraikan, sementara

sintesis adalah menyatukan data-data yang telah diperoleh melalui analisis

sehingga dapat menghasilkan sebuah tulisan.

Dengan tahapan interpretasi ini, penulis menafsirkan bahwa sudah menjadi

kewajiban untuk kita dalam memahami dan mengetahui terkait sejarah perjuangan

kemerdekaan Republik Indonesia dan tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan. Penulis

juga menafsirkan bahwa Mr. Assaat peran yang begitu penting dalam sejarah

perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Mr. Assaat pernah menjabat sebagai

Pemangku Jabatan Presiden RI pada masa RIS. Mr. Assaat merupakan tokoh

pejuang kemerdekaan Republik Indonesia yang tidak terlalu dikenal oleh

masyarakat Indonesia sendiri.


4. Historiografi

Historiografi adalah suatu sintesis dari seluruh hasil penelitian atau penemuan

dalam satuan penulisan yang utuh. Penulis perlu menyerahkan seluruh daya

pikirannya, keterampilan teknis, penggunaan kutipan dan catatan, serta

penggunaan pikiran-pikiran kritis dan analisisnya. Aspek kronologi sangat penting

dalam penulisan sejarah. Berbeda dengan ilmu sosial lain, sejarah bersifat

diakronis atau memanjang dalam waktu. Pembahasan perlu dibedakan dalam

periode waktu tertentu.

Historiografi merupakan tahap akhir dari penelitian sejarah dan kemudian hasilnya

disajikan dalam sebuah bentuk tulisan. Penyajian tulisan hasil penelitian ini

digunakan untuk mengetahui peran Mr. Assaat dalam pembentukan Republik

Indonesia Serikat pada periode (1949-1950)

F. Kajian Pustaka dan Pendekatan Penelitian

1. Kajian Pustaka

Pustaka sangat diperlukan dalam penulisan sebuah karya ilmiah, terutama sejarah.

Kajian pustaka diperlukan untuk memperoleh informasi dari berbagai sumber

terkait masalah yang akan dikaji. Kajian pustaka merupakan telaah terhadap

pustaka atau literatur yang menjadi landasan pemikiran dalam penelitian.

Republik Indonesia Serikat merupakan negara federal yang dibentuk pada tanggal

27 Desember 1949. Republik Indonesia Serikat dibentuk sebagai wujud

kesepakatan antara RI, Belanda dan BFO. Pembahasan mengenai terbentuknya

Negara Republik Indonesia, menggunakan ulasan dalam buku Kronik Revolusi

Indonesia jilid V (1949) yang diterbitkan oleh Kepustakaan Popular Gramedia

tahun 2014. Penulis juga menggukan buku Memoar Mr. Assaat Datuk Mudo yang
diterbitkan oleh Guepedia The First On-Publisher in Indonesia tahun 2020. Buku

Memoar Mr. Assaat Datuk Mudo juga menjelaskan tentang latar belakang

terbentuknya Republik Indonesia Serikat sampai kembali pada bentuk negara

kesatuan dan latar belakang kehidupan Mr. Assaat mulai dari latar belakang

keluarga, pendidikan, maupun organisasinya setelah terjun ke dunia politik.

Penulis juga menggunakan buku yang berjudul Sejarah Kebangkitan Nasional

Daerah Sumatera Barat yang ditulis oleh Tim Penyusun Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan yang membahas mengenai berbagai organisasi yang diikuti oleh

Mr. Assaat pada masa pergerakan nasional Indonesia.

2. Pendekatan Penelitian

Seorang peneliti membutuhkan ilmu-ilmu lain untuk membantu dalam melakukan

sebuah penelitian sejarah. penelitian sejarah memerlukan pendekatan

multidimensional untuk dapat merekonstruksi suatu peristiwa sejarah. Sejarah

yang mengkaji aktivitas manusia dalam dimensi waktu, tentu tidak terlepas dari

manusia sebagai makhluk sosial.

Pendekatan Penelitian adalah suatu proses yang dilakukan oleh peneliti dalam

memandang masalah yang sedang ditelitinya. Penggambaran suatu peristiwa

sejarah sangat tergantung dari bagaimana kita memandangnya, aspek mana yang

menjadi perhatian kita. Dalam hal ini, penulis menggunakan pendekatan politik,

pendekatan ilmu hukum tata negara dan pendekatan sosiologis dalam penelitian

ini.

a. Pendekatan sosiologis
Sosiologi merupakan salah satu cabang dari ilmu-ilmu sosial yang objek

kajiannya adalah masyarakat. Pendekatan sosiologi sangat berguna dalam

penelitian historis, terutama jika mengkaji tentang peranan seorang tokoh.

Pendekatan sosiologi digunakan untuk memahami unsur-unsur sosial yang ada

disekitar Mr. Assaat, seperti lingkungan keluarga pendidikan organisasi

maupun masyarakat Sumatera Barat di mana Mr Assaat dilahirkan.

b. Pendekatan politik

Politik adalah usaha untuk menentukan peraturan-peraturan yang dapat

diterima baik oleh sebagian besar warga, untuk membawa masyarakat ke arah

kehidupan yang harmonis. Pendekatan politik adalah pendekatan yang

menyangkut kegiatan yang berhubungan dengan negara dan pemerintahan.

Pendekatan politik digunakan untuk menganalisis kondis politik dalam upaya

pembentukan Negara Republik Indonesia Serikat. Pada saat itu, Indonesia

merupakan negara kesatuan berubah bentuk menjadi negara federal dengan

nama Republik Indonesia Serikat sebagai akibat dari disahkannya hasil sidang

KMB. Akibatnya Republik Indonesia hanya menjadi bagian dari negara

sejarah tersebut. Ketika Republik Indonesia Serikat terbentuk, Soekarno yang

pada saat itu menjabat sebagai presiden RI diangkat menjadi presiden

Republik Indonesia Serikat. Maka diangkatlah Mr. Assaat sebagai Pemangku

Jabatan presiden Republik Indonesia yang berkedudukan di Jakarta.

Pendekatan politik juga digunakan untuk menganalisis kondisi politik pada

saat Mr. Assaat menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia.

c. Pendekatan ilmu hukum tata negara


Ilmu hukum tata negara adalah cabang ilmu hukum yang mempelajari prinsip-

prinsip dan norma-norma hukum yang tertuang secara tertulis ataupun yang

hidup dalam kenyataan praktik kenegaraan.

Pendekatan ilmu hukum tata negara digunakan untuk menganalisis

perkembangan dan perubahan institusi-institusi Negara Republik Indonesi.

Perubahan bentuk negara dari negara kesatuan menjadi negara serikat

mengharuskan adanya pergantian konstitusi negara. Oleh karena itu, sejak 27

Desember 1949-1950 mulai berlaku konstitusi Republik Indonesia Serikat.

G. Hitoriografi Yang Relevan

Historiografi adalah suatu sintesis dari seluruh hasil penelitian atau penemuan dalam

suatu penulisan yang utuh. Pada tahap ini penulis perlu mengerahkan seluruh daya

pikirannya nya keterampilan teknis, penggunaan kutipan dan catatan, serta

penggunaan pikiran-pikiran kritis dan analisisnya. Sebuah penulisan historis

memerlukan adanya historiografi yang relevan.

Historiografi yang relevan yaitu sebuah tulisan historiografi yang mempunyai topik

yang sama. Hal ini berguna sebagai pembanding, pembeda maupun pelengkap untuk

penulisan yang akan dibuat. Penulis telah menemukan historiografi yang relevan

dengan judul yang penulis pilih.

Historiografi yang relevan tersebut adalah skripsi karya Maya Azmi Sundari yang

berjudul "Perjuangan Diplomasi Mempertahankan Negara Kesatuan Republik

Indonesia (1945-1950) dari Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan, Universitas Jember, tahun 2013. Skripsi ini membahas mengenai

dinamika politik Indonesia pasca proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada


tanggal 17 Agustus 1945. Dibahas pula terkait upaya-upaya diplomasi politik Republik

Indonesia dalam rangka penyelesaian konflik dengan Belanda.

Skripsi tersebut memiliki kaitan dengan skripsi yang akan penulis buat. Bersamaan

dengan skripsi yang akan penulis buat adalah pembahasan mengenai pelaksanaan

perundingan-perundingan seperti perundingan Linggarjati, Renville, Roem-Roijen dan

KMB. Perbedaannya, skripsi yang akan penulis buat mengkonsentrasikan pokok

pembahasan pada upaya (diplomasi) pembentukan Negara Republik Indonesia

Serikat secara keseluruhan serta peran Mr. Assaat dalam upaya pembentukan

tersebut

H. Sistematika Penulisan.

Karya penulisan sejarah yang berjudul "Peran Mr. Assaat Dalam Pembentukan

Republik Indonesia Serikat (1949-1950)" akan disusun dalam tiga bab, yaitu sebagai

berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab pertama dalam penulisan ini yaitu bab pendahuluan yang berisi mengenai

latar belakang masalah, rumusan mssalah, ruang lingkup penelitian, tujuan dan

manfaat menelitian, metode sejarah, kajian pustaka dan pendekatan penelitian,

historiografi yang relevan, dan sistematika pembahasan.

BAB II PEMBENTUKAN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT (1949-1950)

Bab kedua ini akan membahas mengenai latar belakang terbentuknya Republik

Indonesia Serikat.
BAB III PERANAN MR ASSAAT DALAM PEMBENTUKAN REPUBLIK

INDONESIA SERIKAT (1949-1950).

Bab ini akan membahas secara singkat mengenai latar belakang kehidupan Mr.

Assaat, mulai dari latar belakang keluarga, latar belakang pendidikan dan latar

belakang organisasi. Dalam bab ini juga akan bahas secara mengenai peran Mr

Anda mungkin juga menyukai