Anda di halaman 1dari 19

Perjuangan Bangsa Indonesia Untuk

Mempertahankan Kemerdekaan

Disusun oleh: Aditya Wibowo


Ahmad Habibulloh
M.Hafidz Adi P
Ruhul Hazuma Satya Q
Perjuangan Diplomasi

A. Mencari dukungan internasional


Perjuangan mencari dukungan internasional lewat PBB dilakukan
baik secara langsung maupun tidak langsung. Tindakan langsung
dilakukan dengan mengemukakan masalah Indonesia di hadapan
sidang Dewan Keamanan PBB.

B. Perundingan dengan Belanda


Indonesia juga mengadakan perundingan langsung dengan Belanda.
Berbagai perundingan yang pernah dilakukan untuk menyelesaikan
konflik Indonesia- Belanda
Perundingan Dengan Belanda

a. Permulaan perundingan-perundingan dengan Belanda (10 Februari 1946)


Panglima AFNEI (Letnan Jenderal Christison) memprakarsai pertemuan
Pemerintah RI dengan Belanda untuk menyelesaikan pertikaian Belanda dan
RI. Serangkaian perundingan pendahuluan di lakukan. Archibald Clark Kerr
dan Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai penengah. Perundingan
dimulai pada tanggal 10 Februari 1946. Pada awal perundingan, H.J. van
Mook menyampaikan pernyataan politik pemerintah Belanda. Kemudian pada
tanggal 12 Maret 1946, pemerintah Republik Indonesia menyampaikan
pernyataan balasan.
b. Perundingan di Hooge Veluwe (14–25 April 1946)
Setelah beberapa kali diadakan pertemuan pendahuluan, diselenggarakanlah
perundingan resmi antara pemerintah Belanda dengan Pemerintah RI untuk
menyelesaikan konflik. Perundingan dilakukan di Hooge Veluwe negeri Belanda pada
tanggal 14 – 25 April 1946. Perundingan mengalami kegagalan.

c. Perundingan gencatan senjata (20–30 September 1946)


Banyaknya insiden pertempuran antara pejuang Indonesia dengan pasukan Sekutu
dan Belanda mendorong diadakannya perundingan gencatan senjata. Perundingan
diikuti wakil dari Indonesia,Sekutu, dan Belanda. Perundingan dilaksanakan dari
tanggal 20 – 30 September 1946. Perundingan tidak mencapai hasil yang diinginkan.
d. Perundingan RI dan Belanda (7 Oktober 1946)
Lord Killearn berhasil membawa wakil-wakil Pemerintah Indonesia dan Belanda ke meja
perundingan. Perundingan berlangsung di rumah Konsul Jenderal Inggris di Jakarta pada
tanggal 7 Oktober 1946. Delegasi Indonesia diketuai Perdana Menteri Sutan Syahrir. Delegasi
Belanda diketuai oleh Prof. Schermerhorn. Dalam perundingan tersebut, masalah gencatan
senjata yang gagal perundingan tanggal 30 September 1946 disetujui untuk dibicarakan lagi
dalam tingkat panitia yang diketuai Lord Killearn.
Perundingan tingkat panitia menghasilkan persetujuan gencatan senjata sebagai berikut.
• Gencatan senjata diadakan atas dasar kedudukan militer pada waktu itu dan atas dasar
kekuatan militer Sekutu serta Indonesia.
• Dibentuk sebuah Komisi Bersama Gencatan Senjata untuk masalah-masalah teknis
pelaksanaan gencatan senjata.
• Di bidang politik, delegasi Pemerintah Indonesia dan komisi umum Belanda sepakat untuk
• menyelenggarakan perundingan politik “secepat mungkin”.
e. Perundingan Linggarjati (10 November 1946)
Sebagai kelanjutan perundingan-perundingan sebelumnya, sejak tanggal 10 November 1946 di
Linggarjati di Cirebon, dilangsungkan perundingan antara Pemerintah RI dan komisi umum Belanda.
Perundingan di Linggarjati dihadiri oleh beberapa tokoh juru runding, antara lain sebagai
berikut:Inggris, sebagai pihak penengah diwakili olehLord Killearn.
• Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir (Ketua), Mohammad Roem (anggota), Mr. Susanto Tirtoprojo,
S.H. (anggota), Dr. A.K Gani (anggota).
• Belanda, diwakili Prof. Schermerhorn (Ketua), De Boer (anggota), dan Van Pool (anggota).
• Perundingan di Linggarjati tersebut menghasilkan keputusan yang disebut perjanjian Linggarjati.
Berikut ini adalah isi Perjanjian Linggarjati.
• Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan meliputi
Sumatera, Jawa, dan Madura. Belanda sudah harusmeninggalkan daerah de facto paling lambat
pada tanggal 1 Januari 1949.
• Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk negara Serikat
dengan nama RIS. Negara Indonesia Serikat akan terdiri dari RI, Kalimantan dan Timur
Besar. Pembentukan RIS akan diadakan sebelum tanggal 1 Januari 1949.
• RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia- Belanda dengan Ratu Belanda
sebagai ketua. Perjanjian Linggarjati ditandatangani oleh Belanda dan Indonesia pada
tanggal 25 Maret 1947 dalam suatu upacara kenegaraan di Istana Negara Jakarta.
• Perjanjian Linggarjati bagi Indonesia ada segi positif dan negatifnya.
• Segi positifnya ialah adanya pengakuan de facto atas RI yang meliputi Jawa, Madura,
dan Sumatera.
• Segi negatifnya ialah bahwa wilayah RI dari Sabang sampai Merauke, yang seluas
Hindia Belanda dulu tidak tercapai.
F. Melibatkan Komisi Tiga Negara
Pada tanggal 18 september 1947, dewan keamanan PBB membentuk sebuah
komisi jasa baik. Komisi ini kemudian terkenal dengan sebutan komisi tiga negara.
Anggota KTN terdiri dari richard kirby (wakil australia), paul van zeeland (wakil
belgia), dan frank graham (wakil amerika serikat). Dalam pertemuannya pada
tanggal 20 oktober 1947, KTN memutuskan bahwa tugas KTN di indonesia adalah
untuk membantu menyelesaikan sengketa antara RI dan belanda dengan cara
damai. Pada tanggal 27 oktober 1947, KTN tiba di jakarta untuk memulai
pekerjaannya.
G. Perjanjian Renville (8 Desember 1947 – 17 Januari 1948)
KTN berusaha mendekatkan RI dan belanda untuk berunding. Atas usul KTN, perundingan dilakukandi
tempat yang netral, yaitu di atas kapal pengangkut pasukan angkatan laut amerika serikat “USS renville”.
Oleh karena itu, perundingan tersebut dinamakan perjanjian renville.
Perjanjian renville dimulai pada tanggal 8 desember 1947. Hasil perundingan renville disepakati dan
ditandatangani pada tanggal 17 januari 1948. Yang hadir pada perundingan di atas kapal renville ialah
sebagai berikut.
• Frank graham (ketua), paul van zeeland (anggota), dan richard kirby (anggota) sebagai mediator dari pbb.
• Delegasi indonesia republik indonesia diwakili oleh amir syarifuddin (ketua), ali sastroamidjojo (anggota),
haji agus salim (anggota), dr. J. Leimena (anggota), dr. Coa tik ien (anggota), dan nasrun (anggota).
• Delegasi belanda belanda diwakili oleh r. Abdulkadir wijoyoatmojo (ketua), mr. H.A.L. Van vredenburgh
(anggota), dr. P. J. Koets (anggota), dan mr. Dr. Chr. Soumokil (anggota).
Perjanjian Renville menghasilkan beberapa keputusan sebagai berikut.
 Penghentian tembak-menembak.
 Daerah-daerah di belakang garis van Mook harus dikosongkan dari pasukan RI.
 Belanda bebas membentuk negara-negara federal di daerah-daerah yang didudukinya
dengan melalui plebisit terlebih dahulu.
 Membentuk Uni Indonesia-Belanda. Negara Indonesia Serikat yang ada di dalamnya
sederajat dengan Kerajaan Belanda. Persetujuan Renville ditandatangani oleh Amir
Syarifuddin (Indonesia) dan Abdulkadir Wijoyoatmojo (Belanda).
 Perjanjian ini semakin mempersulit posisi Indonesia karena wilayah RI semakin
sempit. Kesulitan itu bertambah setelah Belanda melakukan blockade ekonomi
terhadap Indonesia.
h. Resolusi DK PBB (28 Januari 1949)
Berkaitan dengan agresi militer Belanda II, pada tanggal 28 Januari 1949, Dewan
Keamanan PBB mengeluarkan sebuah resolusi. Isi dari resolusi itu ialah sebagai
berikut.
 Belanda harus menghentikan semua operasi militer dan pihak Republik
Indonesia diminta untuk menghentikan aktivitas gerilya. Kedua pihak harus
bekerja sama untuk mengadakan perdamaian kembali.
 Pembebasan dengan segera dan tidak bersyarat semua tahanan politik dalam
daerah RI oleh Belanda sejak 19 Desember 1948.
 Belanda harus memberikan kesempatan kepada pemimpin RI untuk kembali ke Yogyakarta
dengan segera. Kekuasaan RI di daerah-daerah RI menurut batas-batas Persetujuan Renville
dikembalikan kepada RI.
 Perundingan-perundingan akan dilakukan dalam waktu yang secepat-cepatnya dengan dasar
Persetujuan Linggarjati, Persetujuan Renville, dan berdasarkan pembentukan suatu Pemerintah
Interim Federal paling lambat tanggal 15 Maret 1949. Pemilihan Dewan Pembuat Undang
Undang Dasar Negara Indonesia Serikat selambat-lambatnya pada tanggal 1 Juli 1949.
 Komisi Jasa-jasa Baik (KTN) berganti nama menjadi Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk
Indonesia (United Nation for Indonesia atau UNCI). UNCI bertugas untuk: membantu
melancarkan perundinganperundingan untuk mengurus pengembalian kekuasaan pemerintah
RI, mengamati pemilihan, mengajukan usul mengenai berbagai hal yang dapat membantu
tercapainya penyelesaian.
i. Perjanjian Roem-Royen (17 April – 7 Mei 1949)
Sejalan dengan perlawanan gerilya di Jawa dan Sumatra yang semakin
meluas, usaha-usaha di bidang diplomasi berjalan terus. UNCI mengadakan
perundingan dengan pemimpin-pemimpin RI di Bangka. Sementara itu,
Dewan Keamanan PBB pada tanggal 23 Maret 1949 memerintahkan UNCI
untuk membantu pelaksanaan resolusi DK PBB pada tanggal 28 Januari
1949. UNCI berhasil membawa Indonesia dan Belanda ke meja
perundingan. Pada tanggal 17 April 1949 dimulailah perundingan
pendahuluan di Jakarta. Delegasi Indonesia dipimpin Mr. Mohammad Roem.
Delegasi Belanda dipimpin Dr. van Royen. Pertemuan dipimpin Merle Cohran
dari UNCI yang berasal dari Amerika Serikat. Akhirnya pada tanggal 7 Mei
1949 tercapai persetujuan. Persetujuan itu dikenal dengan nama “Roem-
Royen Statement”.
Dalam perundingan ini, setiap delegasi mengeluarkan pernyataan sendiri-sendiri.
Pernyataan delegasi Indonesia antara lain sebagai berikut.
• Soekarno dan Hatta dikembalikan ke Yogyakarta.
• Kesediaan mengadakan penghentian tembakmenembak.
• Kesediaan mengikuti Konferensi Meja Bundar setelah pengembalian Pemerintah RI ke
Yogyakarta.
• Bersedia bekerja sama dalam memulihkan perdamaian dan tertib hukum.
• Sedangkan pernyataan dari pihak Belanda adalah sebagai berikut.
• Menghentikan gerakan militer dan membebaskan tahanan politik.
• Menyetujui kembalinya Pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta.
• Menyetujui Republik Indonesia sebagai bagian dari negara Indonesia Serikat.
• Berusaha menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar.
j. Konferensi Inter-Indonesia (19 -22 Juli 1949 dan 31 Juli – 2 Agustus 1949)
Sebelum Konferensi Meja Bundar berlangsung, dilakukan pendekatan dan
koordinasi dengan negara- negara bagian (BFO) terutama berkaitan dengan
pembentukan Republik Indonesia Serikat. Konferensi Inter-Indonesia ini
penting untuk menciptakan kesamaan pandangan menghadapi Belanda
dalam KMB. Konferensi diadakan setelah para pemimpin RI kembali ke
Yogyakarta. Konferensi Inter-Indonesia I diadakan di Yogyakarta pada
tanggal 19 – 22 Juli 1949. Konferensi Inter-Indonesia I dipimpin Mohammad
Hatta. Konferensi Inter-Indonesia II diadakan di Jakarta pada tanggal 30 Juli
– 2 Agustus 1949. Konferensi Inter-Indonesia II dipimpin oleh Sultan Hamid
(Ketua BFO).
k. Konferensi Meja Bundar (23 Agustus 1949 – 2 November
1949)
Konferensi Meja Bundar (KMB) diadakan di Ridderzaal, Den
Haag, Belanda. Konferensi dibuka pada tanggal 23 Agustus
1949 dan dihadiri oleh:
 Delegasi Republik Indonesia dipimpin Mohammad Hatta,
 Delegasi BFO dipimpin Sultan Hamid,
 Delegasi Kerajaan Belanda dipimpin J. H. van Maarseveen,
dan
 UNCI diketuai oleh Chritchley.
 Konferensi Meja Bundar dipimpin oleh Perdana Menteri Belanda, W. Drees.
Konferensi berlangsung dari tanggal 23 Agustus sampai dengan 2
November 1949. Dalam konferensi dibentuk tiga komisi, yaitu: Komisi
Ketatanegaraan, Komisi Keuangan, dan Komisi Militer. Kesulitan-kesulitan
yang muncul dalam perundingan adalah:
 dari Komisi Ketatanegaraan menyangkut pembahasan mengenai Irian Jaya,
 dari Komisi Keuangan menyangkut pembicaraan mengenai masalah utang.
 Belanda menuntut agar Indonesia mengakui utang terhadap Belanda yang
dilakukan sampai tahun 1949. Dalam bidang militer, tanpa ada kesulitan
siding menyepakati inti angkatan perang dalam bentuk Indonesia Serikat
adalah Tentara Nasional Indonesia (TNI). Setelah penyerahan kedaulatan
kepada Republik Indonesia Serikat, KNIL (tentara Belanda di Indonesia)
akan dilebur ke dalam TNI. KMB dapat menghasilkan beberapa persetujuan.
Berikut ini adalah beberapa hasil dari KMB di Den Haag:
 Belanda menyerahkan kedaulatan atas Indonesia sepenuhnya dan tanpa
syarat kepada RIS.
 Republik Indonesia Serikat (RIS) terdiri atas Republik Indonesia dan 15
negara federal. Corak pemerintahan RIS diatus menurut konstitusi yang
dibuat oleh delegasi RI dan BFO selama Konferensi Meja Bundar
berlangsung.
 Melaksanakan penyerahan kedaulatan selambat- lambatnya tanggal 30
Desember 1949.
 Masalah Irian Jaya akan diselesaikan dalam waktu setahun sesudah
pengakuan kedaulatan.
 Kerajaan Belanda dan RIS akan membentuk Uni Indonesia-Belanda. Uni
ini merupakan badan konstitusi bersama untuk menyelesaikan kepentingan
umum.
 Menarik mundur pasukan Belanda dari Indonesia dan membubarkan KNIL.
Anggota KNIL boleh masuk ke dalam APRIS.
 RIS harus membayar segala utang Belanda yang diperbuatnya semenjak
tahun 1942.
C. Pengakuan Kedaulatan
Upacara penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan
dilakukan pada waktu yang bersamaan di Indonesia dan di negeri
Belanda, yaitu pada tanggal 27 Desember 1949. Di negeri
Belanda, penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan
dilaksanakan di ruang takhta Istana Kerajaan Belanda. Ratu
Juliana, P.M. Dr. Willem Drees, Menteri Seberang Lautan Mr.
A.M.J.A. Sassen, dan Mohammad Hatta membubuhkan tanda
tangan pada naskah pengakuan kedaulatan. Sementara itu, di
Jakarta, Sultan Hamengkubuwono IX dan A.H.J. Lovink (Wakil
Tinggi Mahkota) membubuhkan tanda tangan pada naskah
pengakuan kedaulatan. Pada tanggal yang sama, di Yogyakarta
dilakukan penyerahan kedaulatan dari Republik Indonesia kepada
Republik Indonesia Serikat.

Anda mungkin juga menyukai