Anda di halaman 1dari 8

B.

Upaya Mempertahankan Kemerdekaan dan Menegakkan Kedaulatan

Berbagai pertempuran yang terjadi di wilayah Indonesia pada masa awal kemerdekaan menunjukkan
kedaulatan tekad bangsa Indonesia untuk merdeka dan enggan dijajah kembali oleh bangsa asing
Perjuangan mempertahankan kedaulatan dilakukan dengan upaya diplomasi.

1. Perjuangan Diplomasi
Perjuangan diplomasi ini ditujukan untuk menegakkan kedaulatan dan untuk menjunjung tinggi
sikap cinta damai. Salah satu upaya diplomasi yang ditempuh oleh para pemimpin bangsa pada
masa itu dilakukan melalui perundingan dengan Belanda salah satu diantaranya adalah
perundingan Linggarjati.

a. Perundingan Linggarjati
Perundingan Linggarjati dilaksanakan pada tanggal 10 hingga 15 November 1945 di daerah
Linggarjati perundingan ini dipimpin oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir dan dan beberapa
anggota lainnya perundingan ini diantaranya adalah perundingan di:
1) Jakarta yang dilakukan pada tanggal 23 Oktober 1945 dan belum menghasilkan
kesepakatan yang menguntungkan Indonesia.
2) Perundingan Hoge Veluwe di Belanda pada April 1946 dalam perundingan ini Indonesia
diusulkan oleh Mr. W. Suwandi Soedarsono dan A.K Pringgodigdo sedangkan pihak
Belanda diwakilkan oleh Van Mook J.H Van Royen, J.H Logeman dan beberapa lainnya.

Perundingan Ini akhirnya berlangsung hingga pada 25 Maret 1945 dan mencapai titik
kesepakatan yang terdiri atas 17 pasal

1) Belanda mengakui kekuasaan Republik Indonesia meliputi wilayah Jawa Madura dan
Sumatera
2) Republik Indonesia dan Belanda bekerja sama menyelenggarakan berdirinya Republik
Indonesia Serikat atau Ris
3) RIS dan Belanda akan membentuk Uni indonesia-belanda dengan ratu Belanda sebagai
ketua

b. Perundingan Renville
Agresi Militer Belanda I pada 20 Juli 1947 menyebabkan situasi Indonesia memanas.
Amerika menyusulkan kepada DK PBB agar konflik Indonesia-Belanda segera diselesaikan.
Kemudian ditindak lanjuti dengan pembentukan Komisi Tiga Negara (KTN). KTN melakukan
perundingan.
Hasil kesepakatan KTN, Indonesia dan Belanda dipertemukan dalam meja perundingan.
Indonesia-Belanda berpendapat bahwa lokasi perundingan harus berada di tempat netral.
Amerika menawarkan kapal Renville miliknya yang sedang berlabuh di Tanjung Priok,
Jakarta sebagai tempat perundingan, dan disetujui oleh pihak Indonesia dan Belanda.
8 Desember 1947 perundingan resmi digelar. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Amir
Syarifuddin, Belanda dipimpin oleh R. Abdulkadir Wijoyoatmono. Dalam perundingan terjadi
perdebatan, Belanda ingin Indonesia menjadi negara federasi bagian dari Beland, sedangkan
Indonesia menginginkan pengakuan kedaulatan secara penuh.
Perundingan ini menghasilkan beberapa keputusan yang dianggap merugikan pihak
Indonesia, antara lain:
1) Menetapkan garis demarkasi van Mook sebagai acuan pemisah wilayah kekuasaan
Indonesia dan Belanda
2) Penarikan pasukan Indonesia yang berada di wilayah kekuasaan Belanda
3) Akan diadakan plebisit(pemungutan suara) bagi rakyat di wilayah pendudukan Belanda.

Hasil perundingan ini menyebabkan wilayah Indonesia makin sempit. Hasil perundingan
Renville mendapat tentangan dari sejumlah pihak, beberapa pihak menganggap Amir
Sjarifuddin terlalu memberikan konsensus kepada Belanda. PNI dan Masyumi mencabut
menterinya dari kabinet. Parlemen juga mengajukan mosi tidak percaya kepada kabinet
Amir Sjarifuddin. Akhirnya pada 23 Januari 1948 Amir Sjarifuddin mengembalikan
mandatnya kepada Presiden Soekarno.

c. Perundingan Roem-Royen
Pada Desember 1948 Belanda kembali melancarkan Agresi Militer atas wilayah Republik
Indonesia. Menanggapi aksi Belanda tersebut, Dewan Keamaan PBB membentuk United
Nation Commicions for Indonesia (UNCI). Atas dorongan UNCI dan Amerika Serikat, Pada 14
April 1949 perundingan antara Indonesia dan Belanda kembali dilaksanakan di Jakarta.
Pihak Indonesia diwakili oleb Mohammad Roem dan Belanda oleh J.H Van Royen.
Pelaksaan perundingan ini dipimpin oleh Merle Cochran, anggota komisi dari Amerika
Serikat. Dalam perundingan ini pihak Indonesia berpendapat pengembalian pemerintahan
Republik Indonesia ke Yogyakarta. Sebaliknya, Belanda menghendaki kesepakatan
penghentian perang gerilya.
Pada 22 Juni 1949 perundingan ini menyepakati beberapa keputusan, keputusan ini
diawali oleh PBB yang dipimpin Thomas Chritchley. Beberapa keputusan yaitu:
1) Penghentian tembak-menembak
2) Pengembalian pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta
3) Pembebasan para pemimpin Republik Indonesia yang ditahan di Belanda
4) Segera diadakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag.

d. Konferensi Inter-Indonesia
Pemerintah RI melakukan pendekatan dan konsolidasi, dengan Bijeenkomst voor Federal
Overleg (BFO) atau negara-negara boneka bentukan Belanda di Indonesia. Selain itu
koordinasi dilakukan untuk menciptakan satu front guna menghadapi Belanda. Oleh karena
itu Indonesia dan BFO mengadakan Konferensi Inter-Indonesia.
Konferensi Inter-Indonesia diselenggarakan dalam dua tahap. Konferensi tahap pertama
diadakan pada 19-22 Juli 1949 di Yogyakarta. Konferensi ini mengahsilkan beberapa
keputusan salahbsatunya yaitu Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama Republik
Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan demokrasi dan federalism.
Konferensi tahap kedua diselenggarakan di Jakarta pada 30 Juli – 2 Agustus 1949. Pihak
Republik Indonesia dan BFO menyetujui pembentukan Panitia Persiapan Nasional yang
bertugas menyelenggarakan ketertiban sebelum dan sesudah pelaksanaan Konferensi Meja
Bundar (KMB).

e. Konferensi Meja Bundar


Konferensi Meja Bundar (KMB), KMB di laksanakan di gedung Ridderzaal di Den Haag
Belanda pada 21 Agustus hingga 2 November 1949. KMB resmi di buka oleh perdana
menteri sekaligus ketua KMB, Willem Drees.
Dalam konferensi ini delegasi Indonesia diwakili oleh Mohammad Hatta, Mohammad
Roem, Mr. Soepomo, Dr. J. Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo, Dr. Sukiman, Ir.Juanda, Dr.
Sumitro Joyohadikusumo, Mr. Suyono Hadinoto, Mr. AK. Pringgodigdo, T.B. Simatupang, dan
Mr. Sumardi. Sultan Hamid II dari Pontianak hadir sebagai perwakilan BFO. Pihak Belanda
diwakili oleh Mr. van Maarseveen. PBB mengirimkan perwakilan melalui UNCI dan UNCI
mengirimkan Thomas Chritchley.
KBM diwarnai perdebatan sengit antara Indonesia dan Belanda. Beberapa topik yang
menjadi perdebatan:
1) Pembentukan Uni Indonesia-Belanda. Bangsa Indonesia tidak setuju dengan konsep
yang diajuka oleh Belanda. Konsep uni tersebut bersifat mengikat dan terorganisasi.
Adapun Indonesia lebih menghendaki dibentuk kerja sama yang bebas dan bersifat
fleksibel.
2) Masalah utang piutang. Belanda mengahruskan Indonesia menanggung biaya utang dan
kekayaan selama masa kolonial Belanda sampai pengakuan kedaulatan. Akan tetapi,
Indonesia hanya bersedia menanggung segala bentuk utang piutang sampai Belanda
nyerah kepada Jepang (1942)

Perdebatan-perdebatan yang muncul pun mencapai kesepakatan pada 2 November 1949.


Secara garis beras hasil kesepakatan sebagai berikut.

1. Belanda mengakui kemerdekaan dan kedaulatan RIS


2. Permasalahan Irian Barat akan dibicarakan kembali satu tahun kemudian
3. Corak pemerintah RIS akan diatur melalui konstitusi yang dibuat oleh delegasi
Republik Indonesia dan BFO selama KMB berlangsung
4. Akan dibentuk Uni Indonesia-Belanda yang bersifat lebih longgar berdasarkan kerja
sama secara sukarela dan sederajat
5. Indonesia akan membayar utang kepada Belanda sejak masa Hindia Belanda hingga
pengakuan kedaulatan.

Terdapat beberapa keputusan yang menjadi masalah baru bagi Indonesia, seperti
tanggungan utang dan masalah Irian Barat.

2. Perjuangan Menghadapi Agresi Militer Belanda


Status kemerdekaan RI belum sepenuhnya diakui oleh Belanda. Belanda juga berusaha merebut
kembali wilayah jajahannya dahulu. Tindakan tersebut, mengakibatkan rakyat Indonesia harus
berjuang menghadapi agresi militer yang dilancarkan Belanda.

1. Agresi Militer Belanda


Belanda memiliki tafsir berbeda mengenai status kemerdekaan RI dalam perundingan
linggarjati. Belanda melakukan agresi militer yang dimulai pada 21 juli 1947. Rakyat
Indonesia tidak tinggal diam menghadapi agresi militer belanda tersebut perjuangan bangsa
Indonesia dalam menghadapi rangkaian agresi militer tersebut sebagai berikut;

a. Agresi Militer Belanda I


Agresi militer belanda I dimulai pada 20 Juli 1947 dalam agresi ini , Belanda
menggunakan kode operatie product. Dengan kode tersebut Belanda berhasil
menerobos daerah-daerah yang dikuasai RI. Tujuan Belanda menyerang daerah-daerah
tersebut adalah merebut daerah-daerah perkebunan dan sumber daya alam terutama
minyak. Belanda pun berhasil merebut dari daerah-daerah tersebut.
Dalam agresi militer 1 belanda mengerahkan Korps Speciaale Troepen (KST) di
bawah pimpinan Westarling dan pasukan para 1 (le para compagnie) di bawah pimpinan
Kapten C. Sisselaar. Kedua pasukan tersebut ditugaskan di wilayah yang sudah
direncanakan. Belanda melakukan serangan secara masif dengan teknologi perang
terbaik untuk megempur kekuatan TNI.
Pasukan TNI membalas serangan Belanda dengan menggunakan strategi baru yang
disebut wehrkreise. Strategi tersebut terbukti efektif dan menyulitkan posisi Belanda.
Dalam Perkembangannya, agresi dilancarkan Belanda mendapat kecaman dunia
internasional. India dan Australia menyaran kan agar konflik Indonesia-Belanda
dibicarakan dalam agenda Dewan Keamanan PBB (DK PBB). Berkat saran tersebut
pertikaian antara indonesia dan Belanda masuk agenda pembahasan DK PBB.
Selanjutnya, DK PBB mengeluarkan resolusi nomor 27 pada 1 Agustus 1947 mengenai
penghentian konflik bersenjata indonesia belanda.
b. Agresi Militer Belanda II
Pasca perundingan Renville, Belanda kembali menggempar Indonesia melalui aksi
militer pada 19 Desember 1948. Aksi ini dimulai dengan penerjunan tentara-tentara
Belanda di lapangan terbang Maguwo Yogyakarta. Serangan yang begitu cepat
berakibat kota Yogyakarta sebagai ibukota RI jatuh ke tangan Belanda.
Melalui aksi militer ini Belanda juga berhasil menangkap Presiden Soekarno, Wakil
Presiden Moh. Hatta dan beberapa menteri. Keberhasilan Belanda menangkap para
pemimpin RI diyakini Belanda bahwa RI telah hancur.
Menghadapi agresi ini, cara Jenderal Sudirman merencanakan konsep pertahanan
rakyat semesta. Dengan menerapkan konsep tersebut. pertahanan RI tidak hanya
menjadi tanggung jawab Tentara Nasional Indonesia (TNI) tetapi segenap rakyat
Indonesia. Meskipun dengan keterbatasan persenjataan, upaya pada perjuang tersebut
mampu merepotkan pasukan Belanda.
Agresi militer belanda ll kembali memancing kecaman dunia internasional. Dewan
Keamanan PBB menyerukan kepada Belanda agar Soekarno dan Mohammad Hatta
segera dibebaskan dan dikembalikan ke Yogjakarta. Berbagai kecaman tersebut
menempatkanBbelanda pada posisi yang sulit. Sementara itu, kedudukan indonesia di
hadapan dunia internasional menguat.

2. Pembentukan Pemerintahan Darurat RI


Agresi militer Belanda ll menyebabkan ibukota RI di Yogyakarta dikuasai oleh Belanda
dan presiden beserta jajarannya diasingkan ke pulau Bangka. Meskipun demikian sebelum
diasingkan Presiden Soekarno sempat memberikan instruksi kepada Sjafruddin
Prawiranegara untuk membentuk Pemerintahan Darurat RI (PDRI) di Bukit tinggi.
Pada waktu yang sama menteri luar negeri Agus Salim juga mengirim telegram kepada
Sudarsono, L.N. Palar, dan AA. Maramis di India. Isi telegram tersebut menduga si ketiga
tokoh bangsa tersebut segera membentuk pemerintahan RI di pengasingan (government in
exile) di India jika beliau tidak berhasil.
Atas dasar instruksi Presiden Soekarno tersebut , Sjafruddin Prawiranegara segera
menjalankan mandat yang diserahkan kepadanya. Pada 19 desember 1948 PDRI resmi
dibentuk sebagai mandataris kekuasaan pemerintahan RI.
Dalam perkembangannya, Sjafruddin Prawiranegara mengirim radiogram mengenai
eksistensi RI kepada Pandit Jawaharlal selaku ketua Konferensi Asia melalui radio rimba raya
yang berada di Aceh tengah pada 23 Januari 1949. Dengan demikian , pembentukan PDRI
menunjukkan RI masih ada dan belum menyerah. Selain itu, PDRI menjadi pengatur serta
penyalur komunikasi pihak RI dengan daerah-daerah dan negara-negara sahabat.
PDRI berjalan dengan lancar. setelah presiden beserta jajarannya dibebaskan,
Syarifuddin Prawiranegara mengembalikan mandat kepada Presiden Soekarno dan Wakil
Presiden Muhammad Hatta sebagai pemimpin pemerintahan RI.
3. Perang Gerilya
Perang gerilya adalah perang kecil. Perang gerilya adalah perang yang dilakukan secara
sembunyi sembunyi, penuh kecepatan, sabotase dan biasanya dalam kelompok yang kecil
tapi sangat fokus dan efektif. Ketika kepala negara dan beberapa menteri ditangkap, Jendral
Sudirman memimpin pasukannya untuk berjuang secara gerilya. Dalam keadaan sakit
Jenderal Sudirman harus ditandu atau diapapah oleh pengawal untuk memimpin pasukan
serta memberikan motivasi dan komando kepada para pejuang.

4. Serangan Umum 1 Maret 1949


Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah serangan yang terjadi pada tanggal 1 Maret 1949
di Yogyakarta. Serangan Umum 1 Maret 1949 dilatarbelakangi dari Agresi Militer Belanda II.
Pasuka TNI dan beberapa kalangan rakyat turut serta menyusun strategi untuk melancarkan
serangan balik kepada Belanda. Sri Sultan Hamengku Buwono IX melakukan koordinasi
dengan Letkol Soeharto, berkat akses dan informasi dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX,
pasukan TNI di bawah pimpinan Letkol Soeharto berhasil menyelinap dan menyerang ke
jantung Yogyakarta. Dari arah utara dipimpin oleh Mayor Kusno, dari Barat dipimpin oleh
Letkol Ventje Sumual, Selatan dan Timur dipimpin oleh Mayor Sarjono, serta kota dipimpin
oleh Letnan Amir.

5. Peristiwa Yogya Kembali


Yogya Kembali adalah peristiwa bebasnya Yogyakarta yang saat itu ibukota Republik
Indonesia pada 1949 dari tentara pendudukan Belanda. Peristiwa tersebut bukan hanya
menandakan kembalinya Yogya namun adalah kembalinya kedaulatan Republik Indonesia.
Kembalinya para pemimpin bangsa ke Yogyakarta disambut dengan upacara pada 10 Juli
1949. Kemudian pada 13 Juli 1949 dilaksanakan siding kabinet yang dipimpin oleh Moh.
Hatta. Dalam siding itu, secara resmi Sjarifuddin mengembalikan mandat sebagai pemimpin
PDRI ke Soekarno, penyerahan mandate tersebut menandai berakhirnya PDRI.

3. Penegakan Kedaulatan NKRI


Konferensi Meja Bundar atau (KMB) yang diadakan pada akhir 1949 menandai pengakuan
kedaulatan indonesia oleh Belanda.

1) Pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS)


Pembentukan(RIS) dilakukan berdasarkan hasil kesepakatan KMB. Adapun negara-negara
bagian yang tergabung dalam BFO yaitu negara Pasundan (Jawa Barat), negara Jawa Timur,
negara Madura, negara Sumatra Timur, negara Sumatera Selatan, dan negara Indonesia
Timur. Dalam struktur pemerintahannya, RIS dipimpin oleh Presiden yang di bantu Perdana
Menteri.
Pembentukan RIS menjadikan Soekarno menduduki jabatan sebagai Presiden RIS. Pelantikan
Soekarno sebagai Presiden RIS dilakukan pada 17 Desember 1949. RI yang merupakan
bagian dari RIS mengalami kekosongan kepemimpinan. Penyerahan wewenang tersebut
dilakukan agar eksistensi RI sebagai negara tetap bertahan apabila sewaktu-waktu RIS
dibubarkan. Pelantikan Mr.Assat sebagai pejabat presiden RI dilaksanakan pada 27
desember 1949.

2) Penyerahan dan Pengakuan Kedaulatan


Penyerahan dan pengakuan kedaulatan Indonesia dalam bentuk RIS dilakukan pada 22
Desember 1949. Peristiwa tersebut terjadi pada dua tempat yaitu Indonesia dan Belanda.
Sementara itu, di Belanda, perwakilan pihak Indonesia dipimpin Mohammad Hatta
sedangkan pihak Belanda diwakili oleh ratu Juliana, perdana menteri Williem Drees, dan
menteri seberang Lautan, sasseu.

3) Kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia


Setelah penyerahan dan pengakuan kedaulatan RIS pada 27 Desember 1949, muncul
wacana untuk kembali kepada negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Selain itu,
pembentukan negara federal dianggap sebagai upaya Belanda untuk mengawasi pergerakan
Republik Indonesia. Negara yang telah berdaulat berhak mengatur atau mengurangi
undang-undang dasar apabila diperlukan. Atas dasar tersebut pemerintah RIS semua bukan
upaya untuk mengubah susunan ketatanegaraan. Upaya tersebut ditunjukkan melalui
penerbitan undang-undang darurat Nomor 11 Tahun 1950 tentang tata cara perubahan
susunan kenegaraan RIS. Penerbitan undang-undang tersebut disebut juga oleh DPR dan
Senat RIS pada 8 Maret 1950.

RIS bersama negara-negara bagian, termasuk negara Indonesia timur dan negara Sumatera
Timur menyelenggarakan konferensi. Melalui konferensi tersebut, pada 19 Mei 1950
tercipta kesepakatan dalam bentuk piagam persetujuan yang isinya sebagai berikut.

a. Membentuk negara kesatuan sebagai perwujudan negara RI yang di proklamasi kan


pada 17 Agustus 1945.
b. Menyempurnakan konstitusi RIS melalui pemasukan bagian-bagian yang dianggap
penting dari undang-undang dasar Republik Indonesia 1945.

Sebagai pemantapan atas langkah langkah menuju NKRI, DPR dan Senat RIS menggelar
rapat gabungan pada 15 Agustus 1950. Pada hari yang sama Presiden Soekarno menuju
Yogyakarta untuk menerima jabatan Presiden NKRI. Akhirnya, pada 17 Agustus 1950
NKRI resmi terbentuk dan RIS dibubarkan.
UPAYA MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN DAN
MENEGAKKAN KEDAULATAN

DISUSUN OLEH:

1. ASTI NUR AULIA SWANDARI


2. ALIEF AZZUHUDIYAH AZZULFA
3. DINDA CARMEL J. SANGKEK
4. I KOMANG BAGUS JANUARTA
5. MIFTAKHUL ZANNAH
6. MUTIA HUMAIRA
7. NABILLA PRIAMESTA JATI
8. RIZQA INDIYANI CUCUNS
9. VIDI JOSEPH F.P KONDA

PELAJARAN : SEJARAH INDONESIA

SMA NEGERI 2 KABUPATEN SORONG

TAHUN AJARAN 2022/2023

Anda mungkin juga menyukai