Anda di halaman 1dari 29

DISUSUN

Sucipto, SPd.
MTs Miftahul Huda Kaliori
KOMPETENSI DASAR
Mengidentifikasi usaha perjuangan mempertahankan
kemerdekaan Indonesia
TUJUAN PEMBELAJARAN

Dengan mempelajari bab ini, kamu


diharapkan mampu:
 mengidentifikasi konflik antara
Indonesia dan Belanda;
 mendeskripsikan diplomasi
Indonesia di dunia internasional;
 mendeskripsikan perjuangan
rakyat dan pemerintah di berbagai
daerah;
 mengidentifikasi faktor-faktor
yang memaksa Belanda keluar dari
Indonesia.
PETA KONSEP
ALASAN KONFLIK ANTARA
INDONESIA DAN BELANDA
 Pelaksanaan perebutan kekuasaan tetap berlangsung ketika
Pasukan Sekutu datang dengan nama AFNEI (Allied Forces
Netherlands East Indies).
 Awalnya, pasukan Sekutu disambut dengan sikap netral oleh
pihak Indonesia.
 Akan tetapi, karena pasukan Sekutu membawa orang-orang
NICA (Netherlands Indies Civil Administration), bangsa
Indonesia mencurigai bahkan memusuhi pasukan ini.
 Sikap ini timbul karena orang NICA terang-terangan hendak
menegakkan kembali kekuasaan Hindia Belanda.
 Mereka juga berusaha memancing kerusuhan dengan
mengadakan provokasi-provokasi bersenjata di Jakarta,
Bandung dan kota-kota lain.
 Teror yang ditimbulkan oleh pihak NICA menimbulkan
ketidaknyamanan dan ketidaktertiban.
 Akibatnya timbul konflik antara Belanda dan Indonesia.
PERAN DUNIA INTERNASIONAL DALAM
KONFLIK INDONESIA DAN BELANDA
 Diplomat Inggris, Sir Archibald Clark Kerr mengundang pihak
Indonesia dan Belanda untuk berunding di Hooge Veluwe,
Belanda. Akan tetapi, perundingan ini mengalami jalan buntu.
 Perundingan selanjutnya diselenggarakan di Linggarjati (ada
yang menyebut Linggarjati). Perundingan ini gagal setelah
Belanda melakukan Agresi Militer I.
 Dewan Keamanan PBB kemudian membentuk Komisi Jasa Baik
yang dikenal dengan nama Komisi Tiga Negara (KTN).
 Berkat usaha KTN, pemerintah RI dan Belanda mengadakan
Perundingan Renville. Perundingan gagal setelah Belanda
melancarkan Agresi Militer II.
 Dewan Keamanan PBB kemudian memerintahkan Indonesia
dan Belanda, pada 14 April 1949 diadakan Perundingan Roem-
Roijen.
 Selanjutnya dilaksanakannya Konferensi Meja Bundar (KMB)
di Den Haag, di mana Belanda menyerahkan kedaulatan atas
Hindia Belanda kepada RIS sebagai negara merdeka dan
berdaulat secara penuh dan tanpa syarat.
PENGARUH KONFLIK INDONESIA DAN
BELANDA TERHADAP REPUBLIK INDONESIA

 Konflik antara Indonesia dan Belanda


mempengaruhi keberadaan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
 Politik devide et impera kembali dilakukan oleh
Belanda.
 Pada Maret 1948, Van Mook mengumumkan
pembentukan suatu pemerintahan federal. Pada
bulan Juli Belanda membentuk Majelis
Permusyawaratan Federal (BFO - Bijeenkomst voor
Federale Overleg)
 Usaha Belanda untuk menguasai kembali
Indonesia juga dilakukan secara militer.
 Secara militer Belanda melancarkan Agresi Militer
I dan II.
PENGARUH KONFLIK INDONESIA DAN
BELANDA TERHADAP REPUBLIK INDONESIA

 Selain secara politis dan militer,


Belanda juga mengepung Republik
Indonesia secara ekonomis.
 Belanda melakukan blokade
ekonomi dengan menutup pintu
keluar masuk perdagangan RI.
 Belanda memperhitungkan bahwa
RI secara ekonomis akan segera
ambruk.
DIPLOMASI INDONESIA
DI DUNIA INTERNASIONAL
Perjuangan diplomasi bangsa
Indonesia terlihat dalam beberapa
perundingan.
1. Perundingan Hooge Veluwe.
2. Perundingan Linggarjati.
3. Perundingan Renville.
4. Perundingan Roem-Roijen.
5. Konferensi Inter-Indonesia.
6. Konferensi Meja Bundar.
PERUNDINGAN
HOOGE VELUWE
 Delegasi Indonesia terdiri dari Mr. Soewandi, dr.
Soedarsono, dan Mr. Abdoel Karim Pringgodigdo.
 Delegasi Belanda terdiri dari Dr. Van Mook, Prof. Van
Arbeck, Dr.Van Royen, Prof. Logemann, Sultan Hamid
II, dan Soerjo Santoso.
 Salah satu tuntutan RI adalah adanya pengakuan dari
pihak Belanda atas kekuasaan de facto di wilayah RI,
yaitu Jawa, Madura dan Sumatra.
 Namun, Belanda hanya mau mengakui kekuasaan RI
atas Jawa dan Madura.
 Akibat saling mempertahankan prinsip, perundingan
di Hooge Veluwe akhirnya gagal.
PERUNDINGAN
LINGGARJATI
 Dalam perundingan ini RI diwakili Perdana
Menteri Sutan Sjahrir, dengan anggotanya Moh.
Roem, Susanto Tirtoprodjo, dan A.K. Gani.
 Belanda diwakili oleh Prof. Schermerhorn, dengan
anggota Max Van Poll, F. de Boer, dan H.J. Van
Mook.
 Kesepakatan Linggarjati akhirnya ditandatangani
pada 25 Maret 1947.
 Perundingan Linggarjati ini kemudian gagal,
setelah Belanda melancarkan Agresi Militer I pada
21 Juli 1947.
PENANDATANGANAN
PERJANJIAN LINGGARJATI
PERUNDINGAN
RENVILLE
 Reaksi keras dunia internasional terhadap Agresi Militer
Belanda I mendorong pelaksanaan Perundingan Renville
yang diprakarsai oleh Komisi Tiga Negara (KTN).
 Dalam perundingan ini Pemerintah Republik Indonesia
diwakili oleh Perdana Menteri Amir Sjarifoeddin.
 Pihak Belanda diwakili oleh Abdulkadir Widjojoatmodjo.
 Setelah hampir satu setengah bulan berunding, kedua
delegasi menyetujui Perundingan Renville pada tanggal
17 Januari 1948.
 Perundingan ini pun kembali gagal setelah Belanda
melancarkan Agresi Militer II pada 19 Desember 1949.
 Belanda memanfaatkan keadaan Indonesia yang sedang
terjadi pemberontakan PKI di Madiun pimpinan Musso.
PERUNDINGAN
RENVILLE
Ada tiga pokok kesepakatan Renville:
1. Kesepakatan genjatan senjata dan penghentian
tembak-menembak antara tentara RI dan Belanda
serta penetapan garis batas antara daerah RI yang
bebas dari Agresi I dan daerah RI yang diduduki
Belanda. Garis batas ini disebut Garis Demarkasi
van Mook, dan setelah Perundingan Renville
disebut Garis Status Quo Renville.
2. Akan ditempuh penyelesaian secara damai bila
terjadi pertikaian antara RI dan Belanda.
3. Belanda masih berkuasa di Indonesia, sebelum
Negara Indonesia Serikat (NIS) terbentuk.
PENANDATANGANAN
PERJANJIAN RENVILLE
AGRESI MILITER
BELANDA II
PEMERINTAHAN DARURAT
REPUBLIK INDONESIA (PDRI)
 Ketika Yogyakarta diduduki oleh Belanda pada saat Agresi
Militer Kedua Presiden dan Wakil Presiden Kemakmuran
Sjafruddin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintahan
Darurat Republik Indonesia (PDRI).
 Pada tanggal 22 Desember 1948, Sjafruddin Prawiranegara
berhasil membentuk Pemerintahan Darurat Republik
Indonesia (PDRI) di Bukittinggi.
 Hal ini meyakinkan pada dunia bahwa RI masih ada, selain
itu diplomasi luar negeri yang dilakukan membawa hasil
keluarnya resolusi PBB agar Indonesia dan Belanda kembali
berunding.
 Pada 13 Juli 1949, Pemerintahan Darurat Republik
Indonesia di Sumatra mengembalikan mandat kepada
pemerintah pusat di Yogyakarta Peristiwa ini terjadi setelah
TNI kembali menguasai Yogyakarta.
PARA PEJABAT DAN
PENDUKUNG PDRI
PERUNDINGAN
ROEM-ROIJEN
 Sebagai tindak lanjut dari resolusi Dewan
Keamanan PBB, pada 14 April 1949 diadakan
perundingan di Hotel Des Indes, Jakarta.
 Sebagai wakil dari PBB adalah Merle Cochran.
 Delegasi Republik Indonesia dipimpin Moh. Roem
dengan anggota Mr. Ali Sastroamidjojo, dr.
Leimena, Ir. Djoeanda, Prof. Soepomo, dan Mr.
Latuharhary.
 Delegasi Belanda dipimpin oleh Van Roijen dan
didampingi Mr. N. Blom, Mr. A. Jacob, dan Dr. J.
J. van der Velde.
 Hasil perundingan ini terkenal dengan nama
Persetujuan Roem-Roijen.
PERUNDINGAN
ROEM-ROIJEN
Isi persetujuan ini, antara lain:
1. Pemerintah RI dan Belanda sepakat untuk
menghentikan tembak-menembak dan bekerja
sama menciptakan keamanan.
2. Selain itu, pemerintah Belanda akan segera
mengembalikan pemerintah Republik Indonesia
ke Yogyakarta.
3. Kedua belah pihak sepakat untuk
menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar
(KMB) di Den Haag.
PERUNDINGAN ROEM-ROIJEN DI
HOTEL DES INDES
KONFERENSI
INTER-INDONESIA
 Menghadapi Konferensi Meja Bundar, pemerintah RI
mengadakan persiapan. Persiapan dilakukan dengan
melakukan perundingan dengan organisasi negara-
negara bagian (BFO).
 Perundingan berlangsung dua kali. Pertama, 19-22 Juli
1949 di Yogyakarta dan yang kedua antara 30 Juli-2
Agustus 1949 di Jakarta.
 Konferensi ini bertujuan untuk mengadakan
rekonsiliasi (kerukunan kembali) antara Republik
Indonesia dan BFO yang dianggap boneka Belanda.
 Dalam konferensi pertama Negara Indonesia Serikat
disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat
(RIS) berdasarkan demokrasi dan federalisme.
KONFERENSI
INTER-INDONESIA
 Konferensi kedua di Jakarta diarahkan untuk
menindaklanjuti Konferensi Inter-Indonesia pertama di
Yogyakarta.
 Konferensi kedua ini memutuskan bahwa kedua pihak
(RI dan BFO) sepakat membentuk Panitia Persiapan
Nasional yang bertugas untuk menjaga suasana tertib
sebelum dan setelah KMB.
 Disepakati pula bahwa delegasi Republik Indonesia
terdiri dari Moh. Hatta, Moh. Roem, Prof. Soepomo, dr.
J. Leimena, Mr. Ali Satroamidjojo,Ir.Djoeanda,
Dr.SoemitroDjojohadikoesoemo, dr. Soekiman, Mr.
Soejono Hadinoto, Kol. TB. Simatupang, dan Soemardi.
Sementara delegasi BFO dipimpin oleh Sultan Hamid
II dari Pontianak.
KONFERENSI
MEJA BUNDAR
 Konferensi Meja Bundar (KMB) berlangsung di Den Haag
antara 23 Agustus sampai 2 November 1949.
 Dalam konferensi, ini delegasi pemerintah Belanda dipimpin
oleh Maarseveen, delegasi pemerintah RI dipimpin Moh.
Hatta, dan delegasi wakil BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II.
 Untuk menindaklanjuti KMB, maka akan diadakan pemilihan
Presiden RIS pada 16 Desember 1949.
 Sementara, untuk menerima penyerahan kedaulatan
disepakati diadakan di di Den Haag dan di Jakarta.
 Tanggal 27 Desember 1949, Perdana Menteri Moh. Hatta
menerima penyerahan kedaulatan dari Perdana Menteri
Willem Drees di Den Haag. Ikut menandatangani naskah
penyerahan kedaulatan ini adalah Ratu Juliana dan Menteri
 Di Jakarta penyerahan kedaulatan dilakukan oleh Wakil
Tinggi Mahkota Kerajaan Belanda A.H.J. Lovink kepada Sri
Sultan Hamengkubuwono IX.
KONFERENSI
MEJA BUNDAR
Isi selengkapnya keputusan Konferensi Meja Bundar adalah
sebagai berikut:
1. Belanda menyerahkan sepenuhnya kedaulatan atas Hindia
Belanda kepada Republik Indonesia Serikat dan tidak dapat
dicabut kembali.
2. Penyerahan kedaulatan itu akan dilakukan selambat-
lambatnya pada 30 Desember 1949.
3. Untuk masalah Irian Barat akan dibicarakan setelah satu
tahun penyerahan kedaulatan.
4. Antara RIS dan Kerajaan Belanda akan diadakan hubungan
Uni Indonesia-Belanda yang dikepalai oleh Ratu Belanda.
5. Selain itu, diputuskan juga bahwa kapal-kapal perang
Belanda akan ditarik kembali dari Indonesia dengan catatan
bahwa beberapa korvet (kapal perang kecil) akan
diserahkan kepada RIS
KONFERENSI
MEJA BUNDAR
WILAYAH INDONESIA
PADA TAHIN 1948-1949
PERJUANGAN RAKYAT DAN
PEMERINTAH DI BERBAGAI DAERAH
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMAKSA
BELANDA KELUAR DARI INDONESIA
Ada beberapa faktor yang memaksa Belanda keluar dari
Indonesia. Di antaranya sebagai berikut.
1. Dalam menghadapi aksi militer Belanda, rakyat
Indonesia telah siap menghadapinya..
2. Pemerintah Republik Indonesia tetap ada sewaktu
Belanda menyerbu ibu kota RI, Yogyakarta dalam Agresi
Militer Belanda II.
3. Sewaktu Belanda menduduki Yogyakarta dalam Agresi
Militer Belanda II, TNI tidak hancur. Pada tanggal 1
Maret 1949 TNI melancarkan serangan umum atas
tentara Belanda yang menduduki Yogyakarta. Serangan
tersebut juga bertujuan untuk menunjukkan kepada
dunia internasional bahwa pemerintah RI dan TNI masih
mampu melakukan perlawanan terhadap Belanda.

Anda mungkin juga menyukai