PENDAHULUAN
1
dalam menghadapi keinginan Belanda untuk menjajah kembali bangsa Indonesia,
RI menerapkan dua strategi perjuangan yaitu perjuangan bersenjata dan
perjuangan diplomasi/perundingan.
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
contoh konflik yang muncul pasca proklamasi, di antaranya Pertempuran 10
November di Surabaya, Pertempuran di Ambarawa, Pertempuran Medan Area,
Pertempuran Merah Putih di Manado, dan lain sebagainya. Beberapa peristiwa
tersebut cukup membuktikan bahwa proklamasi kemerdekaan bukanlah akhri dari
perjuangan rakyat Indonesia memperjuangkan kedaulatan. Kondisi Indonesia pada
masa itu masih belum dapat dikatakan aman karena masih banyak pertikaian yang
terjadi di berbagai tempat.
4
2.2 Isi Konferensi Meja Bundar (KMB)
5
menteri cabinet Drs. Willem Drees, ketua faksi dalam dewan perwakilan Belanda,
anggota-anggota senat Belanda, dan wakil-wakil diplomatik. Dalam siding
terakhir KMB menghasilkan kesepakatan pemerintahan baru berdasarkan
Pancasila yang diakui oleh dunia Internasional, adapun hasil kesepakatan KMB
antara lain:
Politik luar negeri yang dijalankan Indonesia pada periode 1946 sampai
1949 difokuskan pada penyelesaiaan sengketa dengan Belanda. Sejak
kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, Republik Indonesia mendambakan
pengkuan dari dunia Internasional terhadap negaranya yang baru lahir. Pada
6
kenyataannya cita-cita tersebut barudapat diwujudkan dalam perundingan akhir
Indonesia-Belanda, yaitu pada Konverensi Meja Bundar (KMB). Hasil dari
pencapaian KMB sudah jelas membuktikan dapat membawa manfaat yang nyata,
menjiwai hubungan bangsa-bangsa yang terlibat dalam kerjasama Uni Belanda-
Indonesia (Tobing, 1986: 82).
7
Di waktu yang sama di Jakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan wakil
Tertinggi Mahkota AH. J. Lovink menandatangani naskah pengakuan kedaulatan.
Dengan diakuinya kedaulatan RI oleh Belanda ini maka Indonesia berubah bentuk
negaranya menjadi negara serikat yakni Republik Indonesia Serikat (RIS).
penyerahan kedaulatan menandai pengakuan Belanda atas berdirinya Republik
Indonesia Serikat dan wilayahnya mencakup semua bekas wilayah jajahan
Hindia-Belanda secara formal kecuali wilayah Irian Barat. Irian Barat diserahkan
oleh Belanda setahun kemudian.
1. Perwakilan Indonesia
8
dapat dipisahkan dengan dalil perbedaan etnisitas ataupun kebudayaan. Secara
politis, Irian Barat terintegrasi ke dalam koloni Hindia Belanda. Sementara pokok
penyerahan kedaulatan Belanda kepada RIS didasarkan atas semua wilayah yang
dahulu merupakan kekuasaan pemerintah Hindia Belanda ().
2. Perwakilan Belanda
JH Maarseveen yang juga dipanggil Menteri Seberang Laut adalah
perwakilan Belanda untuk KMB. Sementara itu, Perdana Menteri Belanda Dr
Dress juga menjadi pemimpin pertemuan KMB (Sitompul,2019).
3. Perwakilan BFO
BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg) mewakili negara-negara yang
dibuat Belanda di Kepulauan Indonesia. Perwakilan BFO dipimpin oleh Sultan
Hamid II dari Pontianak. Sebelum berangkat ke negeri Belanda untuk berunding,
delegasi Republik dan BFO (Majelis Permusyawaratan Federal) telah sepakat soal
Irian Barat. Keduanya sama-sama berpendirian bahwa Irian Barat harus
dimasukan ke dalam Republik Indonesia Serikat (RIS). Terlebih bagi BFO yang
mewakili Negara Indonesia Timur (NIT) karena memiliki ikatan sejarah dan
politik yang kuat dengan wilayah itu (Aditya, 2017).
Pada penghujung perundingan, Menteri Maarseveen menyingung isu
sensitif. Dia mengecualikan wilayah Irian Barat dalam klausul penyerahan
kedaulatan. Alasannya, Irian Barat bukan bagian dari Indonesia secara etnis dan
kultural.
Perwakilan BFO untuk NIT ikut menyampaikan pendapatnya melalui Ide
Anak Agung Gede Agung. Perdana Menteri NIT tersebut menjelaskan bahwa
sebelum menjadi salah satu keresidenan Hindia Belanda, wilayah Irian Barat
merupakan vassal dari Kesultanan Tidore Maluku yang kini (pada perundingan)
termasuk dalam lingkup NIT.
Menurut Agung, anggapan delegasi Belanda jika Irian Barat bukanlah
lingkungan dari Indonesia tak dapat diterima dan sangat disesalkan. Tanpa
mampu membantah apa yang dikatakan Hatta, Roem dan Agung, Menteri
Maarseveen justru tetap pada pendiriannya. “Bahwa dengan sangat menyesal
9
pemerintah Kerajaan Belanda tidak dapat memenuhi keinginan delegasi
Indonesia,” demikian kata Maarseveen sebagaimana dikutip Agung dalam Dari
Negara Indonesia Timur ke Republik Indonesia Serikat.
4. Perwakilan UNCI
Peran UNCI (United Nations Comissioner for Indonesia) adalah sebagai
penengah kelancaran konferensi antara Indonesia dan Belanda. UNCI diwakili
Chritchley dari Australia. Pada tanggal 31 Oktober, Merle Cochran dari UNCI
membentuk suatu panitia kecil. Anggotanya terdiri dari Prof. Dr. Supomo
(mewakili Republik), Mr. S. Blom (mewakili Belanda), dan Ide Anak Agung
Gede Agung (wakil BFO). Panitia ini bertugas merancang formula untuk
memecahkan masalah Irian Barat (Sitompul,2019).
Pada pukul 2 dini hari tanggal 1 November 1949, tercapailah kompromi
mengenai status Irian Barat yang dapat diterima semua pihak. Isinya: Irian Barat
berada dalam status quo dibawah penguasaan Belanda dan perundingan akan
dilanjutkan kembali setahun kemudian. Keesokan harinya, naskah piagam
penyerahan kedaulatan telah dirampungkan.
Dengan status quo nya, pemerintah Belanda secara aktif melakukan
perluasan wilayah eksplorasi di Irian Barat dengan membangun berbagai pos-pos
pemerintahan. Kenyataan yang mesti di terima ini bertentangan dengan cita-cita
Indonesia Raya dari Sabang sampai Merauke. Maka setelah itu, dimulailah
perjuangan mengintegrasikan Irian Barat ke dalam Republik Indonesia.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Konferensi Meja Bundar merupakan sebuah pertemuan pada tanggal 23
Agustus hingga 2 November 1949 di Den Haag yang merupakan tindak lanjut dari
perundingan Roem-rojen yang secara eksplisit hasilnya menandakan bahwa
Belanda mulai mengakui kedaulatan Indonesia. Sidang KMB ini antara lain
membahas mengenai pembentukan panitia pusat yang anggotanya dari pihak
Indonesia terdiri dari Mohammad Hatta, Moh Roem, A.K Pringgodigdo, Sultan
Hamid II, Ide Anak Agung, dan Soeparmo sementara dari pihak Belanda sendiri
anggotanya ialah Van Maarseven, D.U Stikker, Van Rojen dan Van der Vlak.
Di dalam konferensi ini juga banyak terjadi perdebatan, terutama yang
menyangkut masalah Irian Barat sebab pihak Belanda keberatan untuk
menyerahkan Irian Barat kepada Republik Indonesia Serikat. Hasil nyata dari
adanya konferensi ini ialah adanya penyerahan kedaulatan dari Belanda ke
Indonesia yang secara resmi diserahkan oleh Ratu Juliana pada tanggal 27
Desember 1949. Hasil ini cukup memuaskan bagi pihak Indonesia meskipun di
sisi lain perihal Irian Barat masih terombang-ambing karena keputusan mengenai
Irian Barat akan diputuskan maksimal setahun dari perundingan tersebut dengan
pengertian bahwa dalam jangka setahun dari penyerahan kedaulatan, soal-soal
mengenai Irian Barat akan ditentukan dengan jalan perundingan antara RIS dan
Belanda.
Dalam Konferensi Meja Bundar, Indonesia diwakili oleh 12 orang yang
dipimin Drs. Hatta sebagai ketua, Nir. Moh. Roem, Kolonel T.B sebgai wakil
ketua. Simatupang, dan sepuluh anggota lain yaitu Mr. Muwardi, Ir. Djuanda, Dr.
Sukiman, Mr. Suyono Hadinoto, Prof Dr. Mr. Supomo, Dr. J. Leitnena, Mr. Ali
Sastroamicijojo, Dr. Sumitro Djojohadikusumo, Mr. Abdul Karim Pringgodigdo.
Dari pihak Belanda terdapat JH Maarseveen dan Perdana Menteri Belanda Dr
Dress juga menjadi pemimpin pertemuan KMB. Dari pihak BFO dipimpin oleh
Sultan Hamid II dan Peran UNCI (United Nations Comissioner for Indonesia)
11
adalah sebagai penengah kelancaran konferensi antara Indonesia dan Belanda.
UNCI diwakili Chritchley dari Australia.
3.2 Saran
Bahasan mengenai Konferensi Meja Mundar ini seharusnya bisa membuat
kita lebih tersadar akan betapa pentingnya perjuangan yang dilakukan oleh para
pahlawan kita dalam mencapai kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan.
Seharusnya ini bisa menjadikan suatu refleksi bagi kita semua bahwa tidak ada
perjuangan yang sia-sia baik perjuangan fisik maupun diplomasi semua usaha
yang dilakukan mendatangkan hasil positif yakni bagi kemerdekaan Indonesia.
12
DAFTAR RUJUKAN
Aditya, Ivan. 2017. Hatta Dan Konferensi Meja Bundar. Krogja, (Online),
(Krjogja.com) diakses 8 Oktober 2019. Tobing, K.M.L. 1986. Perjuangan
Politik Bangsa Indonesia Renville. Jakarta: Gunung Agung.
Nasution, A.H. 1996. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia Jilid II: Periode
KMB. Bandung: Angkasa
Seputarilmu. 2019. Konferensi Meja Bundar (KMB): Sejarah, Tujuan, Isi dan
Dampaknya Terlengkap. Online.
https://seputarilmu.com/2019/01/konferensi-meja-bundar-kmb-sejarah-
tujuan-isi-terlengkap.html Diakses pada 7 Oktober 2019.
Zakky. 2018. Konferensi Meja Bundar (KMB): Sejarah, Tujuan, Isi dan
Dampaknya. Online. https://www.zonareferensi.com/konferensi-meja-
bundar/ Diakses pada 8 Oktober 2019.
13