Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wataala, karena berkat
rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “KMB dan sikap Belanda
terhadap Proklamasi kemerdekaan RI”. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas
Sekolah.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan
demi sempurnanya makalah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Gringsing , Juli 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II PEMBAHASAN 3

BAB III PENUTUP 8

DAFTAR PUSTAKA

……………………………………9

i
ii
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Dalam sebuah negara berkembang sebuah konferensi atau perundingan sudah


sangat tidak asing lagi di dengar terlebih jika negara tersebut merupakan negara yang baru
saja mencapai kemerdekaannya, untuk menstabilisasikan keadaan banyak hal yang
ditempuh suatu negara salah satunya dengan perundingan itu sendiri, adapun
perundingan-perundingan ini dilakukan biasanya untuk mencapai suatu kemerdekaan
yang mutlak bagi negara yang baru merdeka namun jika untuk negara-negara yang telah
maju atau pun berkembang sebuah perundingan biasanya digunakan untuk melancarkan
sebuah kesepakatan antara beberapa pihak yang bertujuan untuk memecahkan suatu
permasalahan yang dihadapi negara-negara yang terlibat di dalamnya.
Sebagai contoh di Indonesia sendiri banyak konferensi-konferensi yang dilakukan
setelah hari kemerdekaan ditetapkan, masih banyak permasalahan yang dihadapi para
petinggi negeri ini dalam memperjuangkan kemerdekaan penuh atas tanah Pertiwi.
Belumlah cukup korban jiwa yang hilang untuk memperjuangkan negeri ini terlepas dari
cengkeraman tangan para penjajah, masih banyak usaha yang harus dilakukan dalam
mencapai cita-cita mulia, yakni merdeka penuh tanpa ada campur tangan asing.
Adapun salah satu konferensi yang terjadi di Indonesia ialah, Konferensi Meja
Bundar (KMB). Tepatnya pada tanggal 23 Agustus 1949, perundingan ini diadakan di Den
Haag. Tujuan dari konferensi ini antara lain untuk memperjuangkan kedaulatan penuh atas
Indonesia yang sebelumnya sangatlah ditentang pihak Belanda, selain itu juga untuk
menyelesaikan beberapa sengketa antara kedua belah pihak. Hasil dari konferensi tersebut
nyatanya sebagian besar berpihak pada Indonesia, hal ini merupakan hal yang sangat
menggembirakan, namun dalam hal ini masih ada beberapa poin yang dirasa Indonesia
sangat bertentangan dengan tujuan awalnya, yakni merdeka secara penuh. Karena dalam
butir-butir yang dihasilkan dari konferensi tersebut, terdapat butir yang menyatakan bahwa
Belanda mengakui RIS sebagai negara yang berdaulat, hal inilah yang dianggap
mengganjal karena dalam hal ini yang diinginkan bukanlah negara Indonsesia serikat,
begitu pula dengan tidak diakuinya Irian Barat sebagai wilayah NKRI

1
sehingga membuat Indonesia untuk mampu memperjuangkan kembali salah satu
wilayahnya tersebut.

Rumusan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah diatas, terdapat beberapa rumusan masalah, yakni:

1. Apa latar belakang terjadinya KMB?

2. Bagaimanakah hasil dari KMB?

3. Bagaimana dampak yang dihasilkan dari perundingan tersebut?

Tujuan Penulisan Makalah

Sejalan dengan rumusan masalah diatas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk
mengetahui dan memahami:
1. Latar belakang KMB

2. Jalannya KMB

3. Dampak yang dihasilkan dari KMB bagi kedua belah pihak.

4. Upaya yang dilakukan Indonesia terhadap hasil KMB

Manfaat Penulisan Makalah

Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun
secara praktis. Secara praktis dengan dibuatnya makalah ini diharapkan, baik penulis
maupun para pembaca dapat menambah pengetahuannya mengenai konferensi yang
terjadi di Indonesia, khususnya KMB. Adapun secara teoritis diharapkan makalah ini
dapat berguna dalam pengembangan mata kuliah Revolusi di Indonesia.

Prosedur Makalah

Makalah ini disusun dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan
adalah metode deskriktif. Melalui metode ini penulis akan menguraikan permasalahan yang
dibahas secara jelas dan konprehensif. Data teoritis dalam penulisan makalah ini
dikumpulkan dengan mengguakan teknik studi pustaka, artinya penulis mengambil data
melalui kegiatan membaca berbagai literatur yang relavan dengan tema makalah.

2
BAB II

PEMBAHASAN

Konferensi Meja Bundar Dan Sikap Belanda Terhadap Kemerdekaan Indonesia

Konferensi Meja Bundar atau Perjanjian KMB merupakan sebuah pertemuan (konferensi)
yang bertempat di Den Haag, Belanda, dari 23 Agustus sampai 2 November 1949 antara
perwakilan Republik Indonesia, Belanda, dan BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg),
yang mewakili beberapa negara yang diciptakan oleh Belanda di kepulauan Indonesia.

A. Pengertian

Konferensi Meja Bundar adalah konferensi yang dilakukan oleh Belanda dan Indonesia di
Den Haag Belanda pada tanggal 23 Agustus 1949 – 2 November 1949 yang terjadi di gedung
perlemen Belanda.

1. Latar Belakang KMB


2. Kegagalan dari usaha Belanda untuk meredam kemerdekaan Indonesia dengan
kekerasan
3. Tindak lanjut dari semua perundingan yang pernah dilakukan Indonesia dengan
Belanda

 Tujuan
 Untuk memperoleh pengakuan kedaulatan dari Belanda
 Untuk menyelesaikan sengketa antara Indonesia-Belanda
 Untuk menjadikan negara Indonesia yang benar-benar merdeka dan bebas dari
penjajah

 Pembentukan Perwakilan Indonesia dan Peserta yang Hadir pada KMB

1. Pembentukan Perwakilan Indonesia pada KMB

Pada tanggal 4 agustus 1949 pemerintahan RI menyusun delegasi untuk menghadiri KMB
yang terdiri dari :

 Ketua         : Moh. Hatta


 Anggota     : – Mr. Moh Roem
o Prof. Dr. Soepomo
o dr. J. Leimina
o Mr. Ali. S
o Mr. Suyono Hadinoto

3
o Dr. Sumitro Djojohadikusumo
o Mr. Abdul Karim
o Kolonel T.B. Simatupang
o Dr. Muwardi
 Peserta yang hadir dalam KMB
 Indonesia (Moh. Hatta, Mr. Moh. Roem, Prof. Dr. Soepomo)
 BFO (Sultan Hamid II)
 Belanda (Mr. Van Marseveen)
 UNCI (Chritcley)

J.H. van Maarseveen, Sultan Hamid Iidan Mohammad Hatta Menandatangani Perjanjian Meja
Bundar, 2 November 1949

 Hasil KMB
 Belanda mengakui RIS sebagai negara merdeka dan berdaulat
 Pengakuan kedaulatan selambat – lambatnya tanggal 30 Desember 1949
 Masalah Irian Barat diadakan pada perundingan lagi dalam waktu 1 tahun
 Antara RIS dan kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia Belanda
yang di kepalai Raja Belanda
 Kapal-kapal perang Belanda akan ditarik dan beberapa korvet akan di serahkan ke RIS
 Tentara Belanda ditarik mundur dan tentara KNIL dibubarkan dengan catatan para
anggota yang diperlukan dimasukkan dalam kesatuan TNI

 Dampak KMB
 Positif:
 Belanda mengakui Indonesia (Penyerahan Kedaulatan)
 Konflik Belanda dan Indonesia dapat segera diakhiri dan pembangunan dapat segera
dimulai
 Negatif:

Irian Barat belum menjadi bagian dari Indonesia (menjadi bagian Indonesia kembali pada
tahun 1969)

Alasan Belanda menunda penyerahan Irian Barat:

1. Irian Barat kaya akan bahan tambang


2. Irian Barat akan dijadikan sebagai basis penyebaran agama Kristen diwilayah Asia
Pasifik
3. Menjaga kehormatan Belanda di mata dunia
4. Irian Barat ingin dijadikan negara boneka Belanda

4
5. Penyera han Kedaulatan RI

Setelah KMB dilaksanakan dilakukan penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada Indonesia
di 2 tempat pada tanggal 27 Desember 1949. Pada tanggal 23 Desember 1949 wakil dari
Indonesia berangkat ke Belanda

Belanda

 Penyerahan kedaulatan di Belanda terjadi di ruang takhta Amsterdam Wakil dari


Indonesia: Moh. Hatta
 Wakil dari Belanda: Ratu Juliana, Perdana Menteri Dr. Willem Dress, dan Menteri
Seberang Lautan Mr. A.M.J. A. Sassen

Indonesia

 Wakil dari Indonesia: Sultan Hamengkubuwono IX


 Wakil dari Belanda: A.H.J Lovink

 Sikap Belanda Terhadap Kemerdekaan RI

Pasca Indonesia memproklamirkan sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat, Belanda
belum mau mengakui keberadaan Negara Indonesia secara de jure karena dianggap bentukan
Jepang yang berbau fasisme. Berbagai usaha dilakukan Belanda untuk meredam kemerdekaan
Indonesia, jalan kekerasan yang dilakukan semuanya berakhir dengan kegagalan dan
mendapat kecaman keras dari dunia internasional.

Perjuangan menuju Indonesia merdeka banyak disorot oleh masyarakat di Indonesia dan
dunia. Makna penting KMB menjadi titik tonggak kekuatan negara adalah sebagai berikut :

a. Politik

Duta Besar RI untuk Republik Chilli, Muhammad Anshor mengungkapkan, ada empat ciri
negara berdaulat. Yakni; memiliki wilayah, memiliki rakyat, memiliki pemerintahan, dan
memperoleh pengakuan dari negara berdaulat lain. Hal itu berdasarkan konvensi Montevideo
1933. Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, banyak negara memberi pengakuan
kepada Indonesia. Seperti; Mesir (tahun 1946), Vatikan (1947), Arab Saudi (1948), Suriah
(1949), dan Turki (1949).

Ia mengungkapkan, banyak entitas tidak mendapatkan pengakuan internasional sebagai


sebuah negara. Contohnya; Kosovo, Sahrawi (Western Sahara), Palestina, Taiwan (Republic
of China). Negara Kosovo, misalnya, merdeka pada tahun 2008. Negara ini belum mendapat
pengakuan dari banyak negara. Dengan demikian belum menjadi negara dan menjadi anggota

5
PBB. Banyak negara tercatat menolak kemerdekaan Kosovo,” ujar Anshor dalam Diskusi 70
Tahun Pengakuan Kedaulatan Indonesia di Museum Perumusan Naskah Proklamas pada 28
Februari 2019.

Bukan hanya aktivitas militer yang penting untuk menjadi negara merdeka yang diakui
internasional. Bukan pekik heroik dan angkat senjata saja. Tetapi perjuangan diplomasi ikut
berperan penting. Setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 23 Agustus – 2 November
1949, lanjut Anshor, hasil diplomasi Indonesia dibawa ke Dewan Keamanan (DK)
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Kemudian Resolusi DK PBB No,67 (S/RES/67) pada 28
Januari 1949 menyerukan dua hal yaitu:

a. Kelanjutan perundingan untuk menemukan penyelesaian damai antara dua pihak.


b. Agar penyerahan kedaulatan oleh Pemerintah Belanda kepada RIS dilakukan sebelum
1 Juli 1950. Anshor menjelaskan, Deklarasi Juanda, 13 Desember 1957, mengukuhkan
laut di antara pulau-pulau di wilayah Indonesia berada di bawah kedaulatan Indonesia
sebagai satu kesatuan wilayah NKRI. Setelah Deklarasi Juanda, luas wilayah Republik
Indonesia berganda 2,5 kali lipat dari 2.027.087 km2 menjadi 5.193.250 km2. Setelah
melalui perjuangan diplomasi yang panjang pada 1982, deklarasi Juanda dapat
diterima dan ditetapkan dalam Konvensi laut PBB ke III Tahun 1982 (United Nations
Convention on The Law of The Sea (UNCLOS 1982).

 Tantangan Ekonomi Global

Selanjutnya dilakukan diplomasi kewilayahan pada 1957 hingga 1969. Perjanjian New York
yang ditandatangani pada 5 Agustus 1962 dan disahkan pada 1 Mei 1963. Ada lima tahanan
dari perjanjian tersebut yaitu:

1. Tindak lanjut atas masalah Irian (Papua) bagian Barat yang sebelumnya telah diangkat
dalam KMB.
2. Pemindahan kekuasaan atas Irian (Papua) Barat dari Belanda ke Indonesia melalui
UNTEA.
3. Irian (Papua) bagian Barat kembali ke Indonesia pada 1 Mei 1963.
4. Indonesia wajib selenggarakan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di Irian Barat
sebelum akhir 1969.
5. Pada 19 November 1969, SU PBB menerima dan menyetujui hasil-hasil Pepera.

Sedangkan pasca-1969 hingga saat ini, menurut Anshor, dibagi dalam dua tahapan. Pertama
pada 1975-1999. Merupakan perjuangan untuk mempertahankan Timor Timur (Timtim)
melalui upaya diplomasi. Namun, Timor Timur memilih melepaskan diri dari Indonesia
melalui referendum 30 Agustus 1999.

6
Menurut Dirjen Amerika dan Eropa, Kementerian Luar Negeri ini bahwa yang harus dilawan
adalah aksi propaganda aktivis Papua Merdeka. Mengantisipasi dan menghadapi tantangan
keamanan non-tradisional, cyber threat, kejahatan lintas batas, perubahan iklim, pandemic
penyakit, energy security dan food security. Menurutnya, saat ini Indonesia sebagai kekuatan
global. Sebagai negara dengan demokrasi yang semakin kuat. Diharapkan ada penguatan
dalam diplomasi ekonomi. Pertumbuhan ekonomi nasional di tengah ketidakpastian ekonomi
global.

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Konferensi Meja Bundar merupakan sebuah pertemuan pada tanggal 23 Agustus


hingga 2 November 1949 di Den Haag yang merupakan tindak lanjut dari perundingan
Roem-rojen yang secara eksplisit hasilnya menandakan bahwa Belanda mulai mengakui
kedaulatan Indonesia.
Sidang KMB ini antara lain membahas mengenai pembentukan panitia pusat yang
anggotanya dari pihak Indonesia terdiri dari Mohammad Hatta, Moh Roem, A.K
Pringgodigdo, Sultan Hamid II, Ide Anak Agung, dan Soeparmo sementara dari pihak
Belanda sendiri anggotanya ialah Van Maarseven, D.U Stikker, Van Rojen dan Van der
Vlak.
Di dalam konferensi ini juga banyak terjadi perdebatan, terutama yang menyangkut
masalah Irian Barat sebab pihak Belanda keberatan untuk menyerahkan Irian Barat kepada
Republik Indonesia Serikat. Hasil nyata dari adanya konferensi ini ialah adanya penyerahan
kedaulatan dari Belanda ke Indonesia yang secara resmi diserahkan oleh Ratu Juliana pada
tanggal 27 Desember 1949. Hasil ini cukup memuaskan bagi pihak Indonesia meskipun di
sisi lain perihal Irian Barat masih terombang-ambing karena keputusan mengenai Irian
Barat akan diputuskan maksimal setahun dari perundingan tersebut dengan pengertian
bahwa dalam jangka setahun dari penyerahan kedaulatan, soal-soal mengenai Irian Barat
akan ditentukan dengan jalan perundingan antara RIS dan Belanda.

3.2. Saran

Bahasan mengenai Konferensi Meja Mundar ini seharusnya bisa membuat kita
lebih tersadar akan betapa pentingnya perjuangan yang dilakukan oleh para pahlawan
kita dalam mencapai kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan. Seharusnya ini
bisa menjadikan suatu refleksi bagi kita semua bahwa tidak ada perjuangan yang sia-
sia baik perjuangan fisik maupun diplomasi semua usaha yang dilakukan
mendatangkan hasil positif yakni bagi kemerdekaan Indonesia.

8
DAFTAR PUSTAKA

Algandri, Hamid. (1991). Suka Duka Masa Revolusi : Jakarta


: UIP Anonim. (2013) Konferensi Meja Bundar [Internet]
:Tersedia hehe
http://indonesiaindonesia.com/f/101663-sejarah-konferensi-meja-bundar-kmb/ [ 12 Juli
2013]. Dekker, N. (1989). Sejarah Revolusi Nasional. Jakarta: Balai Pustaka.
Dekker, N. (1997). Sejarah Pergerakan dan Revolusi Nasional. Malang: IKIP
Malang. Halim, A dan Yayah, L (1986). 30 Tahun Indonesia Merdeka. Jakarta :
Citra Lantoro.
Mansur, Ahmad Suryanegara (2010). Api Sejarah 2. Bandung: PT Salamadani Pustaka
Semesta Riclefs, MC. (2008). Sejarah Indonesia Modern. Jakarta: Sermabi Ilmu Semesta

Anda mungkin juga menyukai