Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

SENI BUDAYA
(SENI RUPA 2 DIMENSI DAN TIGA
DIMENSI )

Oleh :

1. A.MIFTA NUR AZHARI


2. MELDA PURNAMASARI
3. HUMAIRA NAJWA AZ'ZAHRA
4. SELVI SRI WULANDARI
5. FADIL PERDANA
6. DIMAS ADRIYAN

SMAN 2 SOPPENG
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya


sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa
kami mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang
telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya.

Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap
lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam
kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan


dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.
DAFTAR ISI

Kata Pengantgar…………………………………………………. i
Daftar Isi………………………………………………………..…ii

BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………... 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………..…..2
1.3 Tujuan Penulisan……………………………….…….…3

BAB II : PEMBAHASAN
2.1 Peran van mook ……………………………………..…..4
2.2 Hasil dari perundingan Linggajati………..……..…….....4
2.3 Latarbelakang Perundingan Linggajati……………….....5
2.4 Tujuan diselenggarakan Perundingan Linggajati..........…5
2.5 Tindakan Belanda mengadakan genjatan senjata…….....6
2.6 Alasan diadakan Perundingan Malino………………......6
2.7 Isi dari Perundingan Malino………………………..…....7
2.8 Tujuan dari penyelenggaraan Konferensi Malino…........7
2.9 Bagaimana Konferensi Malino terjadi……………..……8
2.10 Bijeenkomst Voon Federal Overleg (BFO )……………9

BAB III : PENUTUP


3.1 Kesimpulan…………………………………………….10
3.2 Saran……………………………………………….…..10
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perjanjian Linggajati merupakan langkah-langkah yang diambil oleh


pemerintah Republik Indonesia untuk memperoleh pengakuan kedaulatan dari
pemerintah Belanda dengan jalan diplomatik. Perjanjian itu melibatkan pihak
Indonesia dan Belanda, serta Inggris sebagai penengah. Tokoh-tokoh dalam
perundingan itu adalah Letnan Jenderal Sir Philip Christison dari Inggris, seorang
diplomat senior serta mantan duta besar Inggris di Uni Soviet, yang kemudian
diangkat sebagai duta istimewa Inggris untuk Indonesia. Wakil dari Belanda adalah
Dr. H.J. Van Mook. Indonesia diwakili Perdana Menteri Republik Indonesia Sutan
Sjahrir. Sebelum perundingan Linggarjati, sudah dilakukan beberapa kali
perundingan baik di Jakarta maupun di Belanda. Namun, usaha-usaha untuk
mencapai kesepakatan belum memenuhi harapan baik bagi pihak Indonesia
maupun bagi pihak Belanda. Usaha itu mengalami kegagalan karena masing-
masing pihak mempunyai pendapat yang berbeda.
Van Mook adalah orang Belanda yang lahir di Indonesia, yaitu di Semarang.
Ia juga seorang penganjur persekutuan sejak tahun 1930-an. Ia termasuk kelompok
pendorong gerakan orang Belanda di tanah jajahan Hindia Belanda. Mereka
bertujuan untuk menjadikan Hindia Belanda sebagai tanah air mereka dalam
bentuk persemakmuran. Atas pandangan itu suatu saat nanti Indonesia menjadi
bagiannya sesuai dengan makna politik dan sosialnya sendiri. Atas dasar
pemikirannya itu Van Mook berkeinginan keras untuk kembali ke Indonesia.
Sebagai seorang Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Van Mook lebih siap
menghadapi perubahan situasi daripada pemerintahan yang ada di Negeri Belanda.
Namun, ia mendapatkan situasi yang jauh dari perkiraannya. Proklamasi
kemerdekaan Indonesia dengan segala konsekuensinya itu tidak mungkin untuk
ditarik kembali. Belanda hanya dapat menolak dan tidak mengakui negeri
jajahannya sebagai negara yang berdaulat.
Pasca-kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, perang kemerdekaan antara
Indonesia dan Belanda pecah.  Belanda masih berupaya untuk mendapatkan
kembali kendali atas koloni mereka. Kemudian, setelah Jepang menyerah dan
pendudukan Jepand berakhir di Indonesia, bagian Timur Indonesia diduduki oleh
Australia.  Namun, pada 15 Juli 1946, Australia kembali menyerahkan wilayah
Indonesia Timur kepada Belanda. Dengan demikian, pemerintah Belanda
mendapat kembali wilayah Indonesia Timur secara de jure dan de facto.  Setelah
penyerahan ini berlangsung, pemerintah Belanda, Gubernur Jenderal Hindia
Belanda Hubertus van Mook menyimpulkan bahwa tidak mungkin untuk kembali
ke status quo. Van Mook pun mengusulkan pembentukan persemakmuran
Indonesia yang terkait dengan mahkota Belanda. Usulannya ini disetujui oleh
Menteri Urusan Kolonial Belanda Johann Logemann dan diumumkan pada 10
Februari. Bulan Maret, terjadi negosiasi antara van Mook dengan Perdana Menteri
Indonesia Sutan Sjahrir yang menghasilkan pengakuan kontrol de facto atas Jawa,
Madura dan Sumatera, serta kedaulatan Belanda atas seluruh Indonesia. Van Mook
kemudian menjalin hubungan dengan para pemimpin Indonesia di luar Jawa,
khususnya di Jawa Barat dan Indonesia Timur. Setelah itu, ia memutuskan untuk
melanjutkan upaya mendirikan Indonesia federal dengan mengadakan konferensi
di Malino yang kemudian disebut Konferensi Malino.

1.2 Rumusan Masalah

Kami sudah menyusun sebagian permasalahan yang hendak dibahas dalam


makalah ini. Ada pula sebagian permasalahan yang hendak dibahas dalam
makalah ini,antara lain :

1. Apakah peran van mook dalam peristiwa Linggajati ?


2. Apakah hasil dari perundingan Linggajati menguntungkan bangsa
Indonesia. Jelaskan !
3. Apa yang melatarbelakangi perundingan Linggajati ?
4. Apa tujuan diselenggarakan perundingan Linggajati ?
5. Jelaskan tindakan Belanda mengadakan genjatan senjata di Jawa dan
Sumatera pada 21 Juli 1947 ?
6. Mengapa diadakan perundingan Malino ?
7. Jelaskan isi dari konferensi malino dan apakah hal tersebut
mengutungkan bagi bangsa Indonesia
8. Apa tujuan dari penyelenggaran konferensi malino ?
9. Bagaimana konferensi malino terjadi ?
10.Jelaskan mengapa rapat pada konverensi malino diberi nama
Bijeenkomst voor federal overleg ( BFO )?
1.3 Tujuan Masalah

Tujuan dalam penyusunan makalah ini merupakan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui latarbelakang terjadinya perundingan Linggarjati


dan Konferensi Malino.
2. Untuk mengetahui hasil dan keuntungan bagi bangsa Indonesia pada
perundingan Linggarjati dan Konferensi Malino.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Peran Van Mook dalam peristiwa Linggarjati

Disingkat H.J.Van Mook, ia salah satu delegasi Belanda pada perjanjian


Linggarjati. Beliau merupakan pria Belanda kelahiran Semarang pada tanggal 30
Mei 1894. Pernah mendapat gelar Letnan Gubernur Jenderal di Hindia Belanda.

2.2 Hasil perundingan linggarjati menguntungkan bagi bangsa Indonesia

Hasil perundingan Linggajati tentu memiliki dampak positif dan negatif. Hal
positif, bagi Indonesia, adalah untuk menancap eksistensi Indonesia dalam dunia
internasional, sekaligus kedaulatan negara yang utuh. Sementara, dampak negatif
bagi Belanda, Belanda ingin kembali menguasai Indonesia seperti dahulu.

2.3 Latar belakang perundingan Linggarjati

Perjanjian Linggarjati berawal sejak Jepang menetapkan “status quo” di


Indonesia sehingga menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dan Belanda
yang ditandai dengan peristiwa 10 November 1945. Pada tanggal 7 Oktober 1946,
Indonesia melakukan perundingan di Kantor Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta.
Perundingan ini pun menghasilkan kesepakatan gencatan senjata pada tanggal 14
Oktober dan dilanjutkan perundingan di Linggarjati pada tanggal 11 November
1946. Dalam perundingan tersebut terdapat beberapa tokoh yang hadir untuk
mewakili pihak masing-masing. Wakil indonesia dalam Perundingan Linggarjati
adalah Sutan Syahrir, Susanto Tirtoprodjo, Mohammad Roem, dan AK
Gani.Sementara itu, di pihak Belanda diwakili oleh Wim Schermerhorn, F de Boer,
Max Van Poll, dan HJ Van Mook. Lord Killearn yang berasal dari Inggris pun
bertindak sebagai mediator dalam perundingan ini.

2.4 Tujuan diselenggarakan perundingan Linggarjati


1. Belanda Mengakui Kemerdekaan Indonesia

Tujuan pertama dari perjanjian linggarjati ini adalah untuk mendapatkan sebuah
pengakuan dari Belanda terkait kemerdakaan Indonesia. Hanya saja, Belanda tetap
tidak mau untuk melepaskan negara Indonesia sehingga tetap menuntut untuk
memiliki beberapa daerah Indonesia.

2. Dunia Internasional Mengakui Kemerdekaan Indonesia

Pengakuan dunia internasional atas kemerdekaan Indonesia juga sangat penting


bagi Indonesia. Karena dengan pengakuannya, secara otomatis Indonesia akan
mendapatkan suatu dukungan dari dunia dalam hal melawan penjajahan yang
melingkupi Hak Asasi Manusia.

2.5 Tindakan Belanda mengadakan genjatan senjata di Jawa dan


Sumatera

Belanda kemudian mengadakan genjatan senjata di Jawa dan Sumatera pada


21 Juli 1947. Belanda menyebut tindakan itu sebagai “ actie politionel “ ( tindakan
kepolisian ). Istilah itu berarti pengamanan dalam negeri atau yang dimaksud disini
adalah Indonesia. Artinya , Belanda tidak mengakui kedaulatan Repunlik
Indonesia, seperti yang sudah dinyatakan dalam dokumen Linggarjati. Belanda
member sandi pada serangan umum itu “ Operasi Produk “ yaitu operasi yang
ditujukan untuk wilayah – wilayah yang dianggap penting secara ekonomi bagi
Belanda.
2.6 Alasan diadakan perundingan Malino

Pasca-kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, perang kemerdekaan antara


Indonesia dan Belanda pecah.  Belanda masih berupaya untuk mendapatkan
kembali kendali atas koloni mereka. Kemudian, setelah Jepang menyerah dan
pendudukan Jepand berakhir di Indonesia, bagian Timur Indonesia diduduki oleh
Australia.  Namun, pada 15 Juli 1946, Australia kembali menyerahkan wilayah
Indonesia Timur kepada Belanda. Dengan demikian, pemerintah Belanda
mendapat kembali wilayah Indonesia Timur secara de jure dan de facto.  Setelah
penyerahan ini berlangsung, pemerintah Belanda, Gubernur Jenderal Hindia
Belanda Hubertus van Mook menyimpulkan bahwa tidak mungkin untuk kembali
ke status quo. Van Mook pun mengusulkan pembentukan persemakmuran
Indonesia yang terkait dengan mahkota Belanda. Usulannya ini disetujui oleh
Menteri Urusan Kolonial Belanda Johann Logemann dan diumumkan pada 10
Februari. Bulan Maret, terjadi negosiasi antara van Mook dengan Perdana Menteri
Indonesia Sutan Sjahrir yang menghasilkan pengakuan kontrol de facto atas Jawa,
Madura dan Sumatera, serta kedaulatan Belanda atas seluruh Indonesia. Van Mook
kemudian menjalin hubungan dengan para pemimpin Indonesia di luar Jawa,
khususnya di Jawa Barat dan Indonesia Timur. Setelah itu, ia memutuskan untuk
melanjutkan upaya mendirikan Indonesia federal dengan mengadakan konferensi
di Malino yang kemudian disebut Konferensi Malino.

2.7 Isi dan keuntungan konferensi malino

Isi dari Konferensi Malino adalah menyetujui usulan Belanda yang ingin
membentuk negara-negara bagian yang menyusun sebuah federasi (negara serikat)
di Indonesia

Tiga bulan setelah konferensi, delegasi dari kelompok minoritas bertemu di


sebuah konferensi di Pangkal Pinang, Bangka. Dalam konferensi tersebut, mereka
menyatakan dukungan atas usulan di Malino. Karena ketidakstabilan politik di
Kalimantan, diputuskan untuk fokus mendirikan negara federal di wilayah Timur
Besar. Bulan November, Belanda mencapai kesepakatan pertama dengan pihak
republik dan mengakui otoritas republik atas Jawa, Madura, dan Sumatera. 
Sementara itu, peraturan mengenai pembentukan pemerintahan diputuskan dalam
konferensi berikutnya di Denpasar, Bali, bulan Desember 1946.

Dengan menyetujui 10 poin tersebut, dua komisi kemudian dibentuk, yaitu


Komisi Keamanan dan Penegakan Hukum, serta Komisi Sosio-Ekonomi.  Komisi
Keamanan memiliki tua tanggung jawab, yaitu: Harus difokuskan kepada
pelucutan senjata dan pemulangan para pengungsi Dalam bidang penegakan
hukum Komisi Sosio-Ekonomi bertanggung jawab untuk: Upaya Rekonsiliasi
Rehabilitasi Sosial Pemulangan Pengungsi  Asuransi Keyakinan Hidup
Rehabilitasi Fisik Normalisasi Aktivitas Ekonomi Warga Dukungan Sosial
Mengembangkan program Induk Evaluasi dan Pemantauan Berkala Perkembangan
Program Terkait untuk Semua Ini Selain itu, pemerintah pusat juga
mengalokasikan dana untuk memulihkan kondisi Kabupaten Poso yang mencapai
hingga 54 juta rupiah. 

2.8 Tujuan dari penyelenggaran Konferensi Malino

Tujuan Konferensi Malino adalah untuk membahas rencana pembentukan


negara-negara bagian yang berbentuk federasi di Indonesia, serta rencana
pembentukan negara yang meliputi darerah Indonesia bagian Timur. Konferensi ini
dihadiri oleh 39 orang dari 15 daerah dari Kalimantan dan Timur Besar.

2.9 Terjadinya Konferensi Malino

Pada April 1946, van Mook mulai mendekati beberapa calon delegasi.
Mereka diminta untuk turut hadir dan berpartisipasi dalam konferensi guna
membahas struktur pemerintahan di Indonesia bagian Timur. Total ada 53 delegasi
dan penasehat dari seluruh Indonesia bagian Timur, termasuk Kalimantan dan
Papua Barat, serta Bangka Belitung.  Dalam konferensi yang dipimpin Gubernur
Jenderal Hindia Belanda Van Mook dibentuk Komisariat Umum Pemerintah untuk
Kalimantan dan Timur Besar. Selain itu, diangkat pula Dewan Kepala-Kepala
Departemen untuk urusan kenegaraan. Dewan tersebut adalah: Sukawati (Bali)
Najamuddin (Sulawesi Selatan) Dengah (Minahasa) Tahya (Maluku Selatan) Liem
Tjae Le (Bangka, Belitung, Riau) Ibrahim Sedar (Kalimantan Selatan) Oeray Saleh
(Kalimantan Barat) Konferensi Malino dilaksanakan tanggal 15 Juli - 25 Juli 1946
dengan dihadiri 39 orang dari 15 daerah dari Kalimantan dan Timur Besar. Mereka
membahas mengenai rencana pembentukan negara-negara bagian yang berbentuk
federasi di Indonesia. Kemudian, mereka juga mendiskusikan mengenai rencana
pembentukan negara yang meliputi daerah-daerah di Indonesia bagian Timur. 
Selama 10 hari konferensi dilaksanakan, para peserta konferensi terpecah menjadi
dua kubu, kubu pro-Republik dan pro-Federal. Tanggal 16 Juli 1946, van Mook
menyampaikan pidatonya yang berisikan bahwa penting jika negara-negara dalam
federasi Indoensia ditempatkan dalam posisi untuk memerintah wilayahnya sendiri.
Awalnya, para delegasi setuju bahwa kolonialisme tidak boleh kembali ke
Indonesia. Akan tetapi, seiring konferensi berjalan, rasa ragu atas usulan
pembentukan Negara Indonesia Timur muncul. Gagasan ini tidak boleh diteruskan
sebelum mendengar pendapat dari rakyat di Jawa dan Sumatera. 

2.10 Alasan rapat Konverensi Malino diberi nama BFO

Berdirinya BFO atau Majelis Permusyawaratan Federal ini didasari oleh


adanya pembentukan negeri federasi di Indonesia. Pejabat Gubernur Jenderal
Hindia Belanda, Van Mook, berencana  membentuk negara federasi di Indonesia
yang mengharuskan dirinya mengubah ketatanegaraan di Indonesia. Namun
rencana untuk mengubah ketatanegaraan ini mengalami kendala karena di
Indonesia telah berdiri Republik Indonesia. Van Mook kemudian mengawali
rencana pembentukan negara federal melalui sebuah konferensi yang digunakan
untuk menyebarluaskan federalisme di Indonesia. Tetapi rencana Van Mook
kembali gagal karena hal tersebut bertentangan dengan keinginan Belanda yang
juga ingin RI masuk dalam persemakmuran di bawah Belanda. Van Mook
menggelar konferensi di Malino pada 15 Juli sampai 25 Juli 1946 dan
menghasilkan keputusan bahwa peserta konferensi menyetujui pengubahan
ketatanegaraan di Indonesia menjadi federasi. Setelah Konferensi Malino, Van
Mook juga mengadakan konferensi Pangkal Pinang dan Denpasar. Konferensi
tersebut menjadi pemicu awal pembentukan negara federal di Indonesia, yaitu
Negara Indonesia Timur, sebagai negara bagian yang pertama berdiri.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Perundingan Linggarjati merupakan perundingan yang membahas


kemerdekaan Indonesia di mana melibatkan dua negara, yakni Indonesia dan
Belanda. Perundingan Linggarjati diselenggarakan di Kota Linggarjati, Jawa Barat,
Indonesia.
Perjanjian ini ditandatangani pada tanggal 15 November 1946 dan
perundingannya berlangsung sejak tanggal 11 November 1945. Namun, Perjanjian
Linggarjati baru sah ditandatangani oleh kedua pihak pada 25 Maret 1947.
Konferensi Malino adalah sebuah konferensi yang berlangsung pada
tanggal 15 Juli - 25 Juli 1946 di Kota Malino, Sulawesi Selatan dengan tujuan
membahas rencana pembentukan negara-negara bagian yang
berbentuk federasi di Indonesia serta rencana pembentukan negara yang meliputi
daerah-daerah di Indonesia bagian Timur. Konferensi ini dihadiri oleh 39 orang
dari 15 daerah dari Kalimantan (Borneo) dan Timur Besar (De Groote Oost).

3.2 Saran

Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam


penyusunan makalah di atas masih banyak ada kesalahan serta jauh
dari kata sempurna.

Adapun nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan


susunan makalah itu dengan menggunakan pedoman dari beberapa
sumber dan kritik yang bisa membangun dari para pembaca

Anda mungkin juga menyukai