SENI BUDAYA
(SENI RUPA 2 DIMENSI DAN TIGA
DIMENSI )
Oleh :
SMAN 2 SOPPENG
KATA PENGANTAR
Kata Pengantgar…………………………………………………. i
Daftar Isi………………………………………………………..…ii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………... 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………..…..2
1.3 Tujuan Penulisan……………………………….…….…3
BAB II : PEMBAHASAN
2.1 Peran van mook ……………………………………..…..4
2.2 Hasil dari perundingan Linggajati………..……..…….....4
2.3 Latarbelakang Perundingan Linggajati……………….....5
2.4 Tujuan diselenggarakan Perundingan Linggajati..........…5
2.5 Tindakan Belanda mengadakan genjatan senjata…….....6
2.6 Alasan diadakan Perundingan Malino………………......6
2.7 Isi dari Perundingan Malino………………………..…....7
2.8 Tujuan dari penyelenggaraan Konferensi Malino…........7
2.9 Bagaimana Konferensi Malino terjadi……………..……8
2.10 Bijeenkomst Voon Federal Overleg (BFO )……………9
Hasil perundingan Linggajati tentu memiliki dampak positif dan negatif. Hal
positif, bagi Indonesia, adalah untuk menancap eksistensi Indonesia dalam dunia
internasional, sekaligus kedaulatan negara yang utuh. Sementara, dampak negatif
bagi Belanda, Belanda ingin kembali menguasai Indonesia seperti dahulu.
Tujuan pertama dari perjanjian linggarjati ini adalah untuk mendapatkan sebuah
pengakuan dari Belanda terkait kemerdakaan Indonesia. Hanya saja, Belanda tetap
tidak mau untuk melepaskan negara Indonesia sehingga tetap menuntut untuk
memiliki beberapa daerah Indonesia.
Isi dari Konferensi Malino adalah menyetujui usulan Belanda yang ingin
membentuk negara-negara bagian yang menyusun sebuah federasi (negara serikat)
di Indonesia
Pada April 1946, van Mook mulai mendekati beberapa calon delegasi.
Mereka diminta untuk turut hadir dan berpartisipasi dalam konferensi guna
membahas struktur pemerintahan di Indonesia bagian Timur. Total ada 53 delegasi
dan penasehat dari seluruh Indonesia bagian Timur, termasuk Kalimantan dan
Papua Barat, serta Bangka Belitung. Dalam konferensi yang dipimpin Gubernur
Jenderal Hindia Belanda Van Mook dibentuk Komisariat Umum Pemerintah untuk
Kalimantan dan Timur Besar. Selain itu, diangkat pula Dewan Kepala-Kepala
Departemen untuk urusan kenegaraan. Dewan tersebut adalah: Sukawati (Bali)
Najamuddin (Sulawesi Selatan) Dengah (Minahasa) Tahya (Maluku Selatan) Liem
Tjae Le (Bangka, Belitung, Riau) Ibrahim Sedar (Kalimantan Selatan) Oeray Saleh
(Kalimantan Barat) Konferensi Malino dilaksanakan tanggal 15 Juli - 25 Juli 1946
dengan dihadiri 39 orang dari 15 daerah dari Kalimantan dan Timur Besar. Mereka
membahas mengenai rencana pembentukan negara-negara bagian yang berbentuk
federasi di Indonesia. Kemudian, mereka juga mendiskusikan mengenai rencana
pembentukan negara yang meliputi daerah-daerah di Indonesia bagian Timur.
Selama 10 hari konferensi dilaksanakan, para peserta konferensi terpecah menjadi
dua kubu, kubu pro-Republik dan pro-Federal. Tanggal 16 Juli 1946, van Mook
menyampaikan pidatonya yang berisikan bahwa penting jika negara-negara dalam
federasi Indoensia ditempatkan dalam posisi untuk memerintah wilayahnya sendiri.
Awalnya, para delegasi setuju bahwa kolonialisme tidak boleh kembali ke
Indonesia. Akan tetapi, seiring konferensi berjalan, rasa ragu atas usulan
pembentukan Negara Indonesia Timur muncul. Gagasan ini tidak boleh diteruskan
sebelum mendengar pendapat dari rakyat di Jawa dan Sumatera.
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran