Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

ANTARA PERANG DAN DIPLOMASI

(Logo sekolah)

Disusun oleh kelompok 4:

1. Muh. Zufar Fauzan

2. Moh. Agung Akbar

3. Nur Hikma Maulina

4. Moh. Andee Ibra Alexandri R.

5. Moh. Fikri Yusuf

6. Awalia Pakaya

Mata pelajaran : Sejarah Indonesia


SMA NEGERI 1 PARIGI

2023

Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami panjatkan puja dan
puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami,
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Antara Perang dan Diplomasi. Makalah ini
telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami siap menerima segala saran dan kritik
agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata saya berharap semoga makalah yang berjudul
Antara Perang dan Diplomasi ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Parigi, 29 Januari 2023


Daftar Isi

JUDUL…………………………………………………………………………………………………………………………………………………. 1

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………………………………………………………… 2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………………………………………………….. 3
BAB I PENDAHULUAN

A…Latar Belakang…………………………………………………………………………………………………………………………… 4

B…Rumusan Masalah……………………………………………………………………………………………………………………… 5

C…Tujuan Pembahasan………………………………………………………………………………………………………………….. 5

BAB II PEMBAHASAN

A…Rangkaian Perjanjian Linggarjati………………………………………………………………………………………………… 6

B…Agresi Militer I……………………………………………………………………………………………………………………………. 7

C…Peran Komisi Tiga Negara…………………………………………………………………………………………………………… 8

D…Perjanjian Renville……………………………………………………………………………………………………………………… 8

E…Agresi Militer II…………………………………………………………………………………………………………………………… 9

F…Peran PDRI…………………………………………………………………………………………………………………………………. 9

G…Perjuangan Jenderal Sudirman Dalam Memimpin Perang Gerilya……………………………….……………. 10

H…Serangan Umum 1 Maret 1949………………………………………………………………………………………………… 10

BAB III PENUTUP

A…Kesimpulan………………………………………………………………………………………………………………….……………. 11

B…Saran……………………………………………………………………………………………………………….………………………… 11

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perang merupakan suatu peristiwa yang memiliki umur yang sama tua nya dengan peradaban manusia
di muka bumi ini. Dimana perang itu lahir dari hubungan-hubungan yang ada di antara manusia itu
sendiri. Perang adalah suatu peristiwa yang akan mewarnai sejarah kehidupan dan peradaban manusia
di muka bumi ini. Peristiwa perang biasanya terjadi dengan alasan adanya perselisihan antara dua belah
pihak yang tidak mau mengalah terhadap suatu kepentingan. Baik itu kepentingan politik, ekonomi,
sosial dan lain-lain.

Perang merupakan suatu kejadian yang tidak diinginkan oleh siapapun. Namun, dalam keadaan tertentu
peperangan tentu saja dapat terjadi karena situasi politik maupun karena keegoisan pihak tertentu,
dimana masing-masing pihak berusaha untuk memaksakan kehendaknya, bahkan pada zaman sekarang
kita sering mendengar peperangan terjadi dengan dalih untuk membela keadilan bahkan dengan dalih
menciptakan kedamaian dalam kehidupan di dunia.

Diplomasi merupakan serangkaian metode atau cara yang digunakan oleh negara dalam upaya
menyampaikan pesan dan kepentingan nasionalnya. Pada masa sekarang ini, dengan semakin
kompleksnya isu hubungan internasional membuat pola diplomasi yang digunakan negara juga semakin
berkembang. Pola diplomasi konvensional yang berupa first track diplomacy kemudian berkembang
menjadi multitrack diplomacy.
Adapun salah satu bentuk dari multitrack diplomacy ini adalah diplomasi publik. Diplomasi publik
merupakan strategi dari suatu negara dalam upaya mencapai kepentingan nasionalnya dengan
menggunakan metode understanding, informing, dan influencing. Berbeda dengan diplomasi
konvensional, pola hubungan pada diplomasi publik lebih terfokus pada government to people dan juga
people to people.

Dengan demikian, publik dapat berperan dalam mendukung kebijakan pemerintah serta memahami
nilai-nilai yang dianut oleh suatu negara.
B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Rangkaian Perjanjian Linggarjati?

2. Apa saja yang dilakukan Belanda pada Agresi Militer I?

3. Apa saja Peran Komisi Tiga Negara?

4. Apa isi Perjanjian Renville?

5. Apa saja yang dilakukan Belanda pada agresi militer II?

6. Apa saja Peran PDRI?

7. Bagaimana perjuangan Jenderal Sudirman dalam memimpin perang gerilya?

8. Bagaimana Serangan Umum 1 Maret 1949 dilakukan?

C. TUJUAN

1. Menjelaskan Rangkaian Perjanjian Linggarjati.

2. Menjelaskan apa yang dilakukan Belanda pada Agresi Militer I.

3. Menjelaskan Peran Komisi Tiga Negara.

4. Menjelaskan isi Perjanjian Renville.

5. Menjelaskan apa yang dilakukan Belanda pada Agresi Militer II.

6. Menjelaskan Peran PDRI.

7. Menjelaskan perjuangan Jenderal Sudirman dalam memimpin perang gerilya.

8. Menjelaskan Bagaimana Serangan Umum 1 Maret 1949 dilakukan.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Rangkaian Perjanjian Linggarjati

Perjanjian Linggarjati merupakan langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah Republik


Indonesia untuk memperoleh pengakuan kedaulatan dari pemerintah Belanda dengan jalan diplomatik.
Perjanjian itu melibatkan pihak Indonesia dan Belanda, serta Inggris sebagai penengah Tokoh-tokoh
dalam perundingan itu adalah Letnan Jenderal Sir Philip Christison dari Inggris, seorang diplomat senior
serta mantan duta besar Inggris di Uni Soviet, yang kemudian diangkat sebagai duta istimewa Inggris
untuk Indonesia. Wakil dari Belanda adalah Dr. H.J. Van Mook. Indonesia diwakili Perdana Menteri
Republik Indonesia Sutan Sjahrir Sebelum perundingan Linggarjati, sudah dilakukan beberapa kali
perundingan baik di Jakarta maupun di Belanda. Namun, usaha-usaha untuk mencapai kesepakatan
belum memenuhi harapan baik bagi pihak Indonesia maupun bagi pihak Belanda.

Usaha itu mengalami kegagalan karena masing-masing pihak mempunyai pendapat yang berbeda Van
Mook adalah orang Belanda yang lahir di Indonesia, yaitu di Semarang la juga seorang penganjur
persekutuan sejak tahun 1930-an. la termasuk kelompok pendorong gerakan orang Belanda di tanah
jajahan Hindia Belanda Mereka bertujuan untuk menjadikan Hindia Belanda sebagai tanah air mereka
dalam bentuk persemakmuran Atas pandangan itu suatu saat nanti Indonesia menjadi bagiannya sesuai
dengan makna politik dan sosialnya sendiri Atas dasar pemikirannya itu Van Mook berkeinginan keras
untuk kembali ke Indonesia.

Sebagai seorang Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Pada awal kehadirannya di Jakarta, Van
Mook mendapat tekanan baik dari Sekutu maupun ancaman perlawanan dari pihak revolusioner
Indonesia Oleh karena itu, pada awal kehadirannya Van Mook bersedia untuk melakukan perundingan,
meskipun pemerintah Belanda melarangnya untuk bertemu dengan Sukarno.

1) Perundingan Awal di Jakarta

Pada tanggal | Oktober 1945, telah diadakan perundingan antara Christison (Inggris) dengan
pihak Republik Indonesia Dalam perundingan ini Christison mengakui secara de facto terhadap Republik
Indonesia. Hal ini pula yang memperlancar gerak masuk Sekutu ke wilayah Indonesia Kemudian, pihak
pemerintah RI pada tanggal 1 November 1945 mengeluarkan maklumat politik Isinya bahwa pemerintah
RI menginginkan pengakuan terhadap negara dan pemerintah RI, baik oleh Inggris maupun Belanda
sebagaimana yang dibuat sebelum PD II. Pemerintah RI juga berjanji akan mengembalikan semua milik
asing atau memberi ganti rugi atas milik yang telah dikuasai oleh pemerintah RI.

2) Perundingan Hooge Veluwe

Perundingan dilanjutkan di negeri Belanda, di kota Hooge Veluwe bulan April 1946. Pokok
pembicaraan dalam perundingan itu adalah memutus pembicaraan yang dilakukan di Jakarta oleh Van
Mook dan Syahrir Sebagai penengah dalam perundingan, Inggris mengirim Sir Archibald Clark Kerr Pada
kesempatan itu Syahrir mengirim tiga orang delegasi dari Jakarta, yaitu Mr. W. Suwandi, dr Sudarsono,
dan A.K. Pringgodigdo Mereka berangkat bersama Kerr pada 4 April 1946. Dari Belanda hadir lima orang
yaitu Van Mook, J.H. van Royen. JH. Logeman, Willem Drees, dan Dr. Schermerhorn Perundingan
tersebut untuk menyelesaikan perundingan yang tidak tuntas saat di Jakarta.

3) Pelaksanaan Perundingan Linggarjati

Kegagalan dalam perundingan Hooge Veluwe, pada April 1946, menjadikan pemerintah Indonesia
untuk beralih pada tindakan militer Pemerintah Indonesia berpendapat perlu melakukan serangan
umum di kedudukan Inggris dan Belanda yang berada di Jawa dan Sumatra Namun genjatan senjata
yang dilakukan dengan cara-cara lama dan gerilya tidak membawa perubahan yang berarti.
4) Konferensi Malino

Dalam situasi politik yang tidak menentu di Indonesia, Belanda melakukan tekanan politik dan
militer di Indonesia Tekanan politik dilakukan dengan menyelenggarakan Konferensi Malino.
Penyelenggaraan konferensi ini bertujuan untuk membentuk negara-negara rederal di daerah yang baru
diserahterimakan oleh Inggris dan Australia kepada Belanda.

B. Agresi Militer I

Di tengah-tengah upaya mencari kesepakatan dalam pelaksanaan isi Persetujuan Linggarjati,


ternyata Belanda terus melakukan tindakan yang justru bertentangan dengan isi Persetujuan Linggarjati.
Di samping mensponsori pembentukan pemerintahan boneka, Belanda juga terus memasukkan
kekuatan tentaranya Belanda pada tanggal 27 Mei 1947 mengirim nota ultimatum yang isinya antara
lain sebagai berikut.

a) Pembentukan Pemerintahan Federal Sementara (Pemerintahan Darurat) secara bersama

b) Pembentukan Dewan Urusan Luar Negeri

c) Dewan Urusan Luar Negeri, bertanggung jawab atas pelaksanaan ekspor, impor, dan devisa, dan

d) Pembentukan Pasukan Keamanan dan Ketertiban Bersama (gendarmerie), Pembentukan Pasukan


Gabungan ini termasuk juga di wilayah RI.

Pada prinsipnya Syahrir (yang kabinetnya jatuh Juni 1947) dapat menerima beberapa usulan, tetapi
menolak mengenai pembentukan Pasukan Keamanan Bersama di wilayah RI. Tanggal 3 Juli dibentuk
kabinet baru di bawah Amir Syarifuddin yang juga tetap menolak pembentukan Pasukan Keamanan
Bersama di wilayah RI.

Pada tanggal 21 Juli 1947 tengah malam, pihak Belanda melancarkan 'aksi polisional' mereka yang
pertama. Pasukan-pasukan bergerak dari Jakarta dan Bandung untuk menduduki Jawa Barat, dan dari
Surabaya untuk menduduki Madura dan Ujung Timur Gerakan-gerakan pasukan yang lebih kecil
mengamankan wilayah Semarang Dengan demikian, Belanda menguasai semua pelabuhan di Jawa Di
Sumatra, perkebunan-perkebunan di sekitar Medan, instalasi-instalasi minyak dan batu bara di sekitar
Palembang dan Padang diamankan.

Pasukan-pasukan Republik bergerak mundur dalam kebingungan dan menghancurkan apa saja yang
dapat mereka hancurkan. Di beberapa daerah terjadi aksi-aksi pembalasan Orang-orang Cina di bawa
Barat dan kaum bangsawan yang dipenjarakan di Sumatra Timur dibutio Beberapa orang Belanda,
termasuk Van Mook ingin melanjutkan merebil Yogyakarta dan membentuk suatu pemerintahan
Republik yang lebih luniak tetapi pihak Amerika dan Inggris yang tidak menyukai aksi polisional tersebut
menggiring Belanda untuk segera menghentikan peperangan terhadap Republik Indonesia.
C. Peran Komisi Tiga Negara

Masalah Indonesia-Belanda telah dibawa dalam sidang-sidang PBB. Hal ini menunjukkan bahwa
masalah Indonesia telah menjadi perhatian bangsa- bangsa dunia. Kekuatan Indonesia di forum
internasional pun semakin kuat dengan kecakapan para diplomator Indonesia yang meyakinkan negara-
negara lain bahwa kedaulatan Indonesia sudah sepantasnya dimiliki bangsa Indonesia.

PBB sebagai organisasi internasional berperan aktif menyelesaikan konflik antara RI dengan Belanda.
Berikut ini beberapa peran PBB dalam penyelesaian konflik Indonesia Belanda.

Atas usul Amerika Serikat DK PBB membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) yang beranggotakan Amerika
Serikat, Australia, dan Belgia KTN berperan aktif dalam penyelenggaraan Perjanjian Renville Serangan
Belanda pada Agresi Militer II dilancarkan di depan mata KTN sebagai wakil DK PBB di Indonesia. KTN
membuat laporan yang disampaikan kepada DK PBB, bahwa Belanda banyak melakukan pelanggaran.
Hal ini telah menempatkan Indonesia lebih banyak didukung negara-negara lain.

D. Perjanjian Renville

Komisi Tiga Negara tiba di Indonesia pada tanggal 27 Oktober 1947 dan segera melakukan kontak
dengan Indonesia maupun Belanda Indonesia dan Belanda tidak mau mengadakan pertemuan di wilayah
yang dikuasai oleh salah satu pihak Oleh karena itu, Amerika Serikat menawarkan untuk mengadakan
pertemuan di geladak Kapal Renville milik Amerika Serikat. Indonesia dan Belanda kemudian menerima
tawaran Amerika Serikat.

Perundingan Renville secara resmi dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 di kapal Renville yang sudah
berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok Delegasi Indonesia dipimpin oleh Amir Syarifuddin, sedangkan
delegasi Belanda dipimpin oleh R Abdulkadir Wijoyoatmojo, orang Indonesia yang memihak Belanda.

Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya Indonesia menyetujui isi Perundingan Renville yang terdiri atas
tiga hal sebagai berikut.

a) Persetujuan tentang gencatan senjata yang antara lain diterimanya garis demarkası Van Mook (10
pasal).

b) Dasar-dasar politik Renville, yang berisi tentang kesediaan kedua pihak untuk menyelesaikan
pertikaiannya dengan cara damai (12 pasal).

c) Enam pasal tambahan dari KTN yang berisi, antara lain tentang kedaulatan Indonesia yang berada di
tangan Belanda selama masa peralihan sampai penyerahan kedaulatan (6 pasal)

Sebagai konsekuensi ditandatanganinya Perjanjian Renville, wilayah Ri semakin sempit dikarenakan


diterimanya garis demarkası Van Mook Berdasarkan garis demarkasi Van Mook itu wilayah Republik
Indonesia tinggal meliputi Yogyakarta dan sebagian Jawa Timur.
E. Agresi Militer II

Sebelum macetnya perundingan Renville sudah ada tanda-tanda bahwa Belanda akan melanggar
persetujuan Renville Oleh karena itu, pemerintah RI dan TNI sudah memperhitungkan bahwa sewaktu-
waktu Belanda akan melakukan aksi militernya untuk menghancurkan RI dengan kekuatan senjata Untuk
menghadapi kekuatan Belanda, maka dibentuk Markas Besar Komando Djawa (MBKD) yang dipimpin
oleh AH Nasution dan Hidayat.

Seperti yang telah diduga sebelumnya, pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda melancarkan agresinya
yang kedua Sebelum pasukan Belanda bergerak lebih jauh, Van Langen (Wakil Jenderal Spoor) berbisik
kepada Van Beek (komandan lapangan agresi II): "overste tangkap Sukarno, Hatta, dan Sudirman,
mereka bertiga masih ada di istana", demikian perintah pimpinan Belanda terhadap Van Beek untuk
menangkap dan membunuh ketiga pimpinan nasional kita.

Dengan taktik perang kilat, Belanda melancarkan serangan di semua front RI Serangan diawali dengan
penerjunan pasukan-pasukan payung di Pangkalan Udara Maguwo dan dengan cepat berhasil
menduduki ibu kota Yogyakarta Residen Sukarno dan Wakil Presiden Hatta memutuskan untuk tetap
tinggal a ibukota, meskipun mereka tahu akan ditawan musuh Alasannya, agar mereka dengan mudah
ditemui oleh TNI, sehingga kegiatan diplomasi dapat berjalan terus.

Sebagai akibat dari keputusan untuk tetap tinggal di ibu kota, Presiden Sukarno dan Wakil Presiden
Hatta beserta sejumlah Menteri, Kepala Staf Angkatan Udara Komodor Suryadarma dan lainnya juga ikut
ditawan tentara Belanda. Namun, kelangsungan pemerintahan RI dapat dilanjutkan dengan baik, karena
sebelum pihak Belanda sampai di Istana, Presiden Sukarno telah berhasil mengirimkan radiogram yang
berisi mandat kepada Menteri Kemakmuran Syafruddin Prawiranegara yang sedang melakukan
kunjungan ke Sumatra untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Perintah
sejenis juga diberikan kepada Mr. A.A. Maramis yang sedang di India. Apabila Syafruddin Prawiranegara
ternyata gagal melaksanakan kewajiban pemerintah pusat, maka Maramis diberi wewenang untuk
membentuk pemerintah pelarian (Exile Goverment) di luar negeri.

F. Peran PDRI

Pada saat terjadi agresi militer Belanda II, Presiden Sukarno telah membuat mandat kepada
Syafruddin Prawiranegara yang ketika itu berada di Bukittinggi untuk membentuk pemerintah darurat.
Sukarno mengirimkan mandat serupa kepada Mr. Maramis dan Dr. Sudarsono yang sedang berada di
New Delhi, India apabila pembentukan PDRI di Sumatra mengalami kegagalan. Namun, Syafruddin
berhasil mendeklarasi berdirinya Pemerintah Darurat Republik Indonesia ini dilakukan di Kabupaten
Lima Puluh Kota pada tanggal 19 Desember 1948.

PDRI yang dipimpin oleh Syafruddin Prawiranegara ternyata berhasil memainkan peranan yang penting
dalam mempertahankan dan menegakkan pemerintah RI. Peranan PDRI itu antara lain sebagai berikut.

PDRI dapat berfungsi sebagai mandataris kekuasaan pemerintah RI dan berperan sebagai pemerintah
pusat PDRI juga berperan sebagai kunci dalam mengatur arus informasi, sehingga mata rantai
komunikasi tidak terputus dari daerah yang satu ke daerah yang lain. Radiogram mengenal masih
berdirinya PDRI dikirimkan kepada Ketua Konferensi Asia, Pandit Jawaharlal Nehru oleh Radio Rimba
Raya yang berada di Aceh Tengah pada tanggal 23 Januari 1948. PDRI juga berhasil menjalin hubungan
dan berbagi tugas dengan perwakilan RI di India. Dari India informasi-informasi tentang keberadaan dan
perjuangan bangsa dan negara RI dapat disebarluaskan ke berbagai penjuru dunia. Terbukalah mata
dunia mengenai keadaan RI yang sesungguhnya.
G. Perjuangan Jenderal Sudirman Dalam Memimpin Perang Gerilya

Panglima Besar Sudirman yang dalam kondisi sakit hanya dengan satu paru-paru justru tetap teguh
untuk memimpin perang gerilya la dan rombongan melakukan perjalanan dan pergerakan dari
Yogyakarta menuju Gunungkidul dengan melewati beberapa kecamatan, menuju Pracimantoro,
Wonogiri, Ponorogo, Trenggalek dan Kediri. Dalam gerakan gerilya dengan satu paru-paru itu Sudirman
kadang harus ditandu atau dipapah oleh pengawal masuk hutan, naik gunung, turun jurang harus
memimpin pasukan, memberikan motivasi dan komando kepada TNI dan para pejuang untuk terus
mempertahankan tegaknya panji-panji NKRI. Dari Kediri lalu memutar kembali melewati Trenggalek,
terus melakukan perjalanan sampai akhirnya di Sobo. Di tempat ini telah dijadikan markas gerilya
sampai saat Presiden dan Wakil Presiden dengan beberapa menteri kembali ke Yogyakarta.

Sungguh heroik perjalanan Sudirman la telah menempuh perjalanan kurang lebih 1000 km. Waktu
gerilya mencapai enam bulan dengan penuh derita, lapar dan dahaga Sudirman tidak lagi memikirkan
harta, jiwa dan raganya semua dikorbankan demi tegaknya kedaulatan bangsa dan negara. Sekalipun
dalam keadaan sakit, Sudirman terus memberi semangat anak buahnya untuk berjuang melawan
kelicikan Belanda.

H. Serangan Umum 1 Maret 1949

Pihak Belanda ternyata tidak mau segera menerima resolusi DK PBB, tanggal 28 Januari 1949.
Belanda masih mengakui bahwa Ri sebenarnya tinggal nama. Ri sudah tidak ada, yang ada hanyalah para
pengacau. Sementara itu, Sri Sultan Hamengkubuwana IX lewat radio menangkap benta luar negeri
tentang rencana DK PBB yang akan mengadakan sidang lagi pada bulan Maret 1949, untuk membahas
perkembangan di Indonesia.Sri Sultan berkirim surat kepada Jenderal Sudirman tentang perlunya
tindakan penyerangan terhadap Belanda. Sudirman minta agar Sri Sultan membahasnya dengan
komandan TNI setempat, yakni Letkol Soeharto Segera penyerangan terhadap Belanda di Yogyakarta
dijadwalkan tanggal 1 Maret 1949 dini hari.

Pada tanggal 1 Maret 1949 dini hari sekitar pukul 06.00 sewaktu sirine berbunyi sebagai tanda
berakhirnya jam malam, serangan umum dilancarkan dari segala penjuru Letkol Soeharto langsung
memegang komando menyerang ke pusat kota Serangan umum ini ternyata sukses, Selama enam jam
(dari jam 06.00- jam 12 00 siang) Yogyakarta dapat diduduki oleh TNI Setelah Belanda mendatangkan
bala bantuan dari Gombong dan Magelang, dapat memukul mundur para pejuang kita.

Walaupun hanya sekitar enam jam pasukan Indonesia berhasil menduduki kota Yogyakarta, namun
serangan ini sangat berarti bagi bangsa Indonesia. Terutama ke dunia internasional untuk membuktikan
bahwa RI masih ada, tidak seperti yang diberikan oleh Belanda Selain mengobarkan semangat rakyat
kembali juga menunjukkan kepada dunia bahwa negara Indonesia masih mempunyai kekuatan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perang merupakan suatu peristiwa yang akan mewarnai sejarah kehidupan dan peradaban
manusia di muka bumi ini. Peristiwa perang biasanya terjadi dengan alasan adanya perselisihan antara
dua belah pihak yang tidak mau mengalah terhadap suatu kepentingan. Baik itu kepentingan politik,
ekonomi, sosial dan lain-lain.Perang merupakan suatu kejadian yang tidak diinginkan oleh siapapun.
Namun, dalam keadaan tertentu peperangan tentu saja dapat terjadi karena situasi politik maupun
karena keegoisan pihak tertentu, dimana masing-masing pihak berusaha untuk memaksakan
kehendaknya.

Diplomasi merupakan serangkaian metode atau cara yang digunakan oleh negara dalam upaya
menyampaikan pesan dan kepentingan nasionalnya. Diplomasi publik merupakan strategi dari suatu
negara dalam upaya mencapai kepentingan nasionalnya dengan menggunakan metode understanding,
informing, dan influencing. Berbeda dengan diplomasi konvensional, pola hubungan pada diplomasi
publik lebih terfokus pada government to people dan juga people to people.

Dengan demikian, publik dapat berperan dalam mendukung kebijakan pemerintah serta memahami
nilai-nilai yang dianut oleh suatu negara.

B. Saran

Sebaiknya perang dihindari atau dihilangkan karena dapat menimbulkan banyak korban.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.gramedia.com/cara-membuat-makalah

Anda mungkin juga menyukai