Anda di halaman 1dari 28

AGRESI MILITER BELANDA I & II

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pergerakan Nasional II

Dosen Pengampu : Dr. Djodjo Soekardjo Sudana, M.

Disusun Oleh :

Affan Hidayat (1165010003)

Andri Firman Jaelani (1165010016)

Anisa BeLla (1165010021)

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

TAHUN 2019
Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, shalawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, teriring keluarga para sahabat dan
mudah-mudahan kita sebagai penerus perjuangan beliau hingga akhir zaman.

Selanjutnya dengan iringan rahmat inayah dan hidayah dari Allah Swt kami telah
diberikan kesempatan untuk membuat makalah yang berjudul “Agresi Militer I & II“ di UIN
Sunan Gunung Djati Bandung. Harapan kami mudah – mudahan apa yang terurai dalam
makalah ini dapat memberi nilaiguna bagi para pembaca.

Demikian kiranya, semoga dengan adanya makalah ini akan membawa manfaat bagi
semua pihak. “ tak ada gading yang tak retak”, kami sadar bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan. Karena manusia tak terlepas dari kekurangan dan kekhilafan, maka dengan
segala kerendahan hati kami mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun untuk
menyempurnakan makalah ini.

Wassalam

Penyusun

i
Daftar Isi

Kata Pengantar............................................................................................................................i
Daftar Isi....................................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
Pendahuluan...............................................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN........................................................................................................................3
A. Agresi Militer 1...............................................................................................................3
1. Latar Belakang Agresi Militer Belanda 1....................................................................5
2. Pelaksanaan Agresi......................................................................................................6
3. Lokasi dan Tujuan Agresi...........................................................................................7
4. Akibat dan Reaksi........................................................................................................8
5. Menghadapi Agresi Militer Belanda I.........................................................................9
B. Agresi Militer Belanda II..............................................................................................10
1. Pasca Agresi Militer I................................................................................................10
2. Jalannya Agresi Militer Belanda II............................................................................14
3. Upaya Indonesia menghadapi Agresi Militer II........................................................20
BAB III.....................................................................................................................................21
PENUTUP................................................................................................................................21
A. Kesimpulan...................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................22

ii
BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang
Perjanjian Linggarjati merupakan perjanjian antara pihak indonesia dan
pihak Belanda dan Inggris sebagai mediatornya. Perjanjian Linggarjati ini
dilaksanakan di Linggarjati, Cirebon pada tanggal 11 – 13 November 1946.
Namun penandatanganan disahkannya perjanjian ini baru pada tanggal 25 Maret
1947.1 Dalam perjanjian ini di pihak Indoensia diwakili oleh Sutan Syahrir, A. K.
Gani, Susanto Tirtoprojo dan Moehaman Roem. Sementara di pihak Belanda
diwakili oleh Wim Schermerhon, H. J. Van Mook, Max van Pool dan F. De Boer.
Dan inggris sebagai mediator diwakili oleh Lord Killearn.

Isi dari perjanjian tersebut adalah sebagai berikut:

1. Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu


Jawa, Sumatera dan Madura
2. Belanda harus meninggalkan wilayah Republik Indonesia paling lambat
tanggal 1 Januari 1949
3. Pihak Belanda dan Indonesia sepakat membentuk negara Republik
Indonesia Serikat (RIS) yang terdiri dari wilayah Indonesia, Kalimantan
dan Timur Besar sebelum tanggal 1 Januari 1949
4. Dalam bentuk Republik Indonesia Serikat, pemerintah Indonesia harus
tergabung dalam Commonwealth atau Persemakmuran Indonesia-
Belanda dengan Ratu Belanda sebagai kepalanya.

Namun, pada beberaoakali militer Belanda berulah dan membuat kegaduhan


di beberapa daerah. Hingga pada akhirnya van Mook mengeluarkan ultimatum
pada tanggal 15 Juli 1947 agar pemerintah RI menarik mundur pasukan sejauh 10
KM dari garis demakrasi yang disepakati. Namun kehendak belanda tersebut
ditolak oleh pemerintah RI. Lalu pada tanggal 20 Juli 1947 melalui siaran radio,
van Mook menyatakan sudah tidak terikat lagi dengan perjanjian Linggarjati.
Setelah itu pada dinihari tanggal 21 Juli 1947 agresi militer Belanda 1 dimulai.
1
Pranadaipa Mahawira, Cinta Pahlawan Nasional Indonesia, Mengenal dan meneladani. Jakarta :
PT. Wahyu Media, 2013. Hlm 305

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar belakang terjadinya agresi militer 1?
2. Bagaimana kronologis agresi militer 1?
3. Bagaimana latar belakang terjadinya agresi militer 2?
4. Bagaimana kronologis agresi militer 2?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya agresi militer 1?
2. Untuk mengetahui kronologis agresi militer 1?
3. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya agresi militer 2?
4. Untuk mengetahui kronologis agresi militer 2?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Agresi Militer 1
"Operatie Product" (bahasa Indonesia: Operasi Produk) atau yang di kenal
di Indonesia dengan nama Agresi Militer Belanda I adalah operasi militer Belanda
di Jawa dan Sumatera terhadap Republik Indonesia yang dilaksanakan dari 21 Juli
1947 sampai 5 Agustus 1947. Operasi militer ini merupakan bagian dari Aksi
Polisionil yang diberlakukan Belanda dalam rangka mempertahankan penafsiran
Belanda atas Perundingan Linggarjati. Dari sudut pandang Republik Indonesia,
operasi ini dianggap merupakan pelanggaran dari hasil Perundingan Linggarjati2.
Sejak Bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal
17 Agustus 1945, Belanda dengan berbagai cara ingin kembali menguasai
Republik Indonesia (RI). Belanda tidak bersedia mengakui Republik Indonesia
dan berusaha menegakkan kekuasaannya kembali. Berbagai jalan ditempuh
Belanda untuk memojokkan RI baik dengan diplomasi maupun militer. Diplomasi
pertama yang dilakukan antara RI dan Belanda adalah Perjanjian Linggarjati.
Ketua delegasi RI adalah Sutan Sjahrir dan delegasi Belanda adalah Prof.
Schermerhorn. Penandatangan perjanjian oleh Pemerintah Belanda yang lama
membuat pihak RI ragu bahwa perjanjian tersebut akan dijalankan Pemerintah
Belanda. Setelah melalui perdebatan yang lama akhirnya Perjanjian Linggarjati
ditandatangani dengan khidmat di istana Rijswijk (Sekarang Istana Negara) pada
tanggal 25 Maret 1947 dengan pokok-pokok sebagai berikut.3
1. Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu
Jawa, Sumatera dan Madura
2. Belanda harus meninggalkan wilayah Republik Indonesia paling lambat
tanggal 1 Januari 1949
3. Pihak Belanda dan Indonesia sepakat membentuk negara Republik
Indonesia Serikat (RIS) yang terdiri dari wilayah Indonesia, Kalimantan
dan Timur Besar sebelum tanggal 1 Januari 1949
2
Purniyawati, Agresi Militer Belanda I, Procedia - Social and Behavioral Sciences, 2006,
https://doi.org/10.1590/S1413-81232013001200017.
3
Ide Anak Agung Gde Agung, ‘Renville’ – als keerpunt in de Nederlands-Indonesische
onderhandelingen, a.b. Hanny Rungkat, dkk, Renville. Jakarta: Sinar Harapan, 1983, hlm. 37-38.

3
4. Dalam bentuk Republik Indonesia Serikat, pemerintah Indonesia harus
tergabung dalam Commonwealth atau Persemakmuran Indonesia-Belanda
dengan Ratu Belanda sebagai kepalanya.
Sayap kiri yang dipimpin oleh Amir Sjarifuddin (Amir Sjarifuddin dan
Sjahrir semula ada dalam satu partai) menolak hasil perjanjian tersebut. Partai
Sosialis Indonesia yang merupakan partai Sjahrir malah menjatuhkannya.
Presiden Soekarno menunjuk Amir Sjarifuddin, A.K. Gani, dan Setiadji untuk
membentuk Kabinet Nasional. Setelah Sjahrir turun dari jabatan Perdana Menteri,
ia kemudian diangkat sebagai penasehat presiden.4
Pada tanggal 14 dan 15 Juli 1947 diadakanlah pertemuan antara Amir
Syarifuddin dan Van Mook. Pertemuan tersebut membicarakan soal penjagaan di
pos-pos perbatasan, yang telah ditetapkan untuk dijaga oleh polisi campuran
Belanda-Indonesia yang disebut Gendarmerie.
Pihak Belanda juga mendesak antara lain agar pihak RI segera
menghentikan propaganda anti Belanda, pengunduran wilayah yang dikuasai RI
sampai 10 Kilometer (Km) dari batas daerah pendudukan Belanda, dan
pengunduran tentara harus selesai tanggal 21 Juli 1947.5
Pada tanggal 20 Juli 1947 Wakil Perdana Menteri A.K. Gani menemui Prof.
Schermerhorn dengan membawa usul yaitu supaya Delegasi RI dan Komisi
Jenderal Belanda untuk mengadakan perundingan. Jika perundingan menemui
jalan buntu, maka pihak Belanda dan RI mencari penengah dari negara netral. Jika
usaha tersebut gagal maka Mahkamah Internasional diminta untuk menunjuk
negara yang akan bertindak sebagai penengah.
Usaha terakhir yang dilakukan RI ternyata sia -sia karena pada tanggal 21
Juli 1947 Perdana Menteri Belanda Dr. Louis Beel telah mengucapkan pidatonya
yang isinya memberi kuasa penuh kepada van Mook untuk melakukan aksi
Militer. Alasannya pihak RI tidak menepati hasil Perjanjian Linggarjati dan
menolak usul Belanda tanggal 27 Mei 1947.6 Akibatnya pidato PM Beel itu,
4
Tjokropranolo, Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman, Pemimpin Pendobrak Terakhir
Penjajahan di Indonesia . Jakarta: Surya Persindo, 1992, hlm. 91
5
Tjokropranolo, Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman, Pemimpin Pendobrak Terakhir
Penjajahan di Indonesia . Jakarta: Surya Persindo, 1992, hlm. 92
6
Pada tanggal 27 Mei 1947 Pemerintah Belanda mengirimkan memorandum kepada RI yang
isinya antara lain berupa usul membentuk pemerintahan bersama, mengeluarkan uang bersama,

4
hubungan telepon antara Jakarta dan Yogyakarta sejak tanggal 20 Juli 1947 telah
diblokir oleh pihak Belanda.7

1. Latar Belakang Agresi Militer Belanda 1


Agresi militer Belanda pertama dilancarkan secara mendadak dibawah
komando Jenderal S.Spoor baik melalui darat, laut, maupun udara. Belanda
mulai melakukan penyerangan, pertempuran secara besar-besaran dan bebas
terdiri dari serbuan ke arah pertahanan RI, pendaratan terutama di sepanjang
pantai Jawa Timur serta serangan udara atas semua lapangan terbang RI di
Jawa dan Sumatera.8
Diplomasi antara Belanda dan Indonesia mengalami jalan buntu karena
kedua belah pihak saling menuduh telah melakukan pelanggaran-pelanggaran,
dan masing-masing pihak bersihkukuh atas interpretasi isi perjanjian
Linggarjati dan saling tidak mempercayai satu sama lain tentang pelaksanaan
perjanjian tersebut. Berbagai aksi kekerasan dan pelanggaran segala perjanjian
yang dilakukan oleh pihak Belanda ditenggarai oleh pihak Republik sering
terjadi diberbagai tempat, sehingga membuat suasana semakin tidak kondusif.
Pihak Belanda secara terang-terangan terus mengirim tentara ke Indonesia
dengan dalih untuk menjaga keamanan (police action) dan berupaya
meyakinkan pihak Internasional bahwa apa yang mereka lakukan adalah
urusan dalam negeri, bukan agresi terhadap negara yang berdaulat. Apapun
alasannya, pengiriman tentara dalam jumlah banyak dengan perlengkapan
militer yang modern merupakan persiapan Aksi Militer yang sangat
bertentangan dengan jiwa perjanjian Linggarjati yang telah disepakati oleh ke
dua belah pihak.9

menyelenggarakan impor-ekspor bersama, mengirimkan ber as ke daerah di luar Jawa -Madura,


dan penyelenggaraan ketertiban serta keamanan dengan bantuan pihak Belanda di seluruh wilayah
RI. Tjokropranolo, Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman, Pemimpin Pendobrak Terakhir
Penjajahan di Indonesia . Jakarta: Surya Persindo, 1992, hlm. 93.
7
Tjokropranolo, Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman, Pemimpin Pendobrak Terakhir
Penjajahan di Indonesia . Jakarta: Surya Persindo, 1992, hlm. 93.
8
A.H Nasution, 1979, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia Jilid 5 Agresi Belanda Pertama,
Angkasa, Bandung, hlm.127.
9
Purniyawati, Agresi Militer Belanda I, Procedia - Social and Behavioral Sciences, 2006,
https://doi.org/10.1590/S1413-81232013001200017.

5
Walaupun pihak Indonesia masih memegang teguh spirit Linggarjati,
pihak Belanda terus mengobarkan sentimen anti Linggarjati dan menekan
pihak Indonesia melalui diplomasi setengah hati dan ancaman Agresi Militer,
serta mengacaukan perekonomian yang antara lain dilakukan dengan
pemalsuan mata uang secara besar-besaran. Belanda juga terus melakukan
upaya untuk memecah belah Republik dengan membentuk daerah otonomi
baru secara sepihak diluar Jawa (Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah,
Bangka Belitung dan Riau).10
Agresi Militer Belanda berlangsung sejak 21 Juli sampai 4 Agustus 1947.
Untuk mengelabuhi dunia luar Belanda menamakan sebagai sebuah aksi
polisionil untuk mengamankan wilayah Indonesia. Tujuan -tujuan militer
Belanda adalah menduduki seluruh Jawa Barat, perluasan daerah -daerah yang
telah diduduki di sekitar kota-kota besar di Jawa, seperti Semarang dan
Surabaya serta pendudukan daerah-daerah perkebunan dan minyak di Sumatra,
seperti Deli, Palembang, dan sekitarnya.11
Belanda juga berencana melakukan plebisit di daerah Jawa Barat yang
nota bene menurut perjanjian Linggarjati merupakan wilayah Indonesia. Pihak
Indonesia dengan tegas menolak plebisit secara sepihak, dan menuntut jika ada
plebisit maka pelaksanaannya harus diawasi oleh pihak internasional. Tidak
adanya kemajuan dalam perundingan Linggarjati membuat dunia internasional
menjadi kesal dan mendesak kedua belah pihak tersebut untuk melaksanakan
perjanjian secara konsekuen. Australia dengan tegas mendukung upaya
dimulainya perdagangan dengan pihak Indonesia. India juga mengirim delegasi
ke Yogyakarta untuk melakukan pembicaraan tidak resmi dengan pihak
Republik untuk membuka hubungan diplomatik dan dagang dengan Indonesia.
Suasana semakin memanas karena Belanda memprotes kegiatan-kegiatan
Indonesia di luar negeri (Mesir, Libanon, dan Siria) yang berhasil memperoleh
pengakuan atas Indonesia dan mengadakan perjanjian persahabatan.12

10
 Irna Hanny Nastoeti Hadi Soewito, dkk. Awal Kedirgantaraan di Indonesia. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. 2008. hlm 82
11
Ide Anak Agung Gde Agung, ‘Renville’ – als keerpunt in de Nederlands-Indonesische
onderhandelingen, a.b. Hanny Rungkat, dkk, Renville. Jakarta: Sinar Harapan, 1983, hlm. 45
12
Ibid.,

6
2. Pelaksanaan Agresi
Sekitar bulan Mei 1947 pihak Belanda sudah memutuskan bahwa mereka
harus menyerang Republik secara langsung. Pada tanggal 20 Juli 1947 tengah
malam pihak Belanda melancarkan aksi Polisional mereka yang pertama.
Pasukan-pasukan bergerak dari Jakarta dan Bandung untuk untuk menduduki
Jawa Barat (tidak termasuk Banten), dan dari Surabaya untuk menduduki
Madura dan Ujung timur. Gerakan-gerakan pasukan yang lebih kecil
mengamankan wilayah Semarang.
Dengan demikian, Belanda menguasai semua pelabuhan perairan dalam
di Jawa. Di Sumatera, perkebunan-perkebunan disekitar Medan, instalasi-
instalasi minyak dan batubara di sekitar Palembang, dan daerah Padang
diamankan pasukan Republik bergerak mundur dalam dan menghancurkan apa
yang dapat mereka hancurkan. Dibeberapa daerah terjadi aksi-aksi pembalasan
detik terakhir: orang orang Cina di Jawa Barat dan kaum bangsawan
dipenjarakan di Sumatera timur dibunuh. Beberapa orang Belanda, termasuk
Van Mook, ingin melanjutkan merebutkan Yogyakarta dan membentuk suatu
pemerintahan Republik yang lebih lunak, tetapi pihak Amerika dan Inggris
yang tidak menyukai ‘aksi polisionil’ tersebut mengiring Belanda untuk segera
menghentikan penaklukan sepenuhnya terhadap Republik.

3. Lokasi dan Tujuan Agresi


Serangan di beberapa daerah, seperti di Jawa Timur, bahkan telah
dilancarkan tentara Belanda sejak tanggal 21 Juli malam, sehingga dalam
bukunya, J. A. Moor menulis agresi militer Belanda I dimulai tanggal 20
Juli1947. Belanda berhasil menerobos ke daerah-daerah yang dikuasai oleh
Republik Indonesia di Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Fokus serangan tentara Belanda di tiga tempat, yaitu Sumatera Timur, Jawa
Tengah dan Jawa Timur. DiSumatera Timur, sasaran mereka adalah daerah
perkebunan tembakau, di Jawa Tengah mereka menguasai seluruh pantai utara,
dan di Jawa Timur, sasaran utamanya adalah wilayah di mana terdapat
perkebunan tebu dan pabrik-pabrik gula. Pada agresi militer pertama ini,
Belanda juga mengerahkan kedua pasukan khusus, yaitu Korps Speciaale
Troepen (KST) di bawah Westerlling yang kini berpangkat Kapten, dan

7
Pasukan Para I (1e para compagnie) di bawah Kapten C. Sisselaar. Pasukan
KST (pengembangan dari DST) yang sejak kembali dari pembantaian di
Sulawesi Selatan belum pernah beraksi lagi, kini ditugaskan tidak hanya di
Jawa, melainkan dikirim juga ke Sumatera.
Tujuan utama Agresi Belanda adalah merebut daerah-daerah perkebunan
yang kaya dan daerah yang memiliki sumber daya alam, terutama minyak.
Namun sebagai kedok untuk dunia Internasional, Belanda menamakan agresi
militer ini sebagai Aksi Polisionil, dan menyatakan tindakan ini sebagai urusan
dalam negeri. Letnan Gubernur Jenderal Belanda, Dr. H.J. van Mook
menyampaikan pidato radio di mana dia menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi
terikat dengan Persetujuan Linggajati. Pada saat itu jumlah tentara Belanda
telah mencapai lebih dari 100.000 orang, dengan persenjataan yang modern,
termasuk persenjataan berat yang dihibahkan oleh tentara Inggris dan
tentaraAustralia.
Agresi tentara Belanda berhasil merebut daerah-daerah di wilayah
Republik Indonesia yang sangat penting dan kaya seperti kota pelabuhan,
perkebunan dan pertambangan. Pada 29 Juli 1947, pesawat Dakota Republik
dengan simbol Palang Merah di badan pesawat yang membawa obat-obatan
dari Singapura, sumbangan Palang Merah Malaya ditembak jatuh oleh Belanda
dan mengakibatkan tewasnya Komodor Muda Udara Mas Agustinus
Adisutjipto, Komodor Muda Udara dr. Abdulrahman Saleh dan Perwira Muda
Udara I Adisumarmo Wiryokusumo. Pada 9 Desember 1947, terjadi
Pembantaian Rawagede dimana tentara Belanda membantai 431 penduduk
desa Rawagede, yang terletak di antara Karawang dan Bekasi, Jawa Barat.
Pihak Belanda menamakan agresi ini aksi polisionil 1. Beberapa buku
sejarah Indonesia menyebutnya perang kemerdekaan 1. Walaupun serangan
tentara itu dilakukan mendadak, pihak republik sudah menduganya. Adanya
serangan ini justru merugikan Belanda di mata Internasional.

4. Akibat dan Reaksi


Pada tanggal 21 Juli 1947 Jam 19.00 WIB setelah diketahui Belanda
menyerang dan menerobos garis-garis demarkasi, maka Panglima Besar
Sudirman menyampaikan amanat radio antara lain sebagai berikut.

8
“Sekarang tiba saatnya bagi segenap lapisan rakyat Indonesia untuk
menunaikan sumpahnya terhadap Tuhan dan Ibu Pertiwi,
menjalankan dengan sesungguh-sungguhnya semboyan-semboyan
cinta kemerdekaan. Kemerdekaan yang telah kita proklamirkan dan
kita pertahanan sampai titik darah yang penghabisan. Insyaf dan
ingatlah! korban telah banyak, penderitaan tidak sedikit, maka
jangan sekali-kali kemerdekaan negara dan bangsa Indonesia yang
telah kita miliki dan kita per tahankan itu, dilepaskan dan kita
serahkan kepada siapapun juga.”13
Sebagai reaksi, Pemerintah India dan Australia pada tanggal 30 juli 1947
mendesak dewan keamanan PBB untuk membicarakan serangan belanda itu.
Pada tanggal 1 agustus 1947, dewan keamanan PBB menyerukan agar sejak
tanggal 4 Agustus kedua pihak menghentikan tembak menembak. Atas usul
Amerika Serikat, dewan keamanan PBB juga membentuk komisi jasa baik
yang terdiri dari 3 negara. Tugas komisi itu adalah mengawasi gencatan senjata
antara Indonesia dan belanda. Indonesia memilih Australia yang diwakili oleh
Richard Kirby, sedangkan Belanda memilih Belgia yang diwakili oleh Paul
Van Zeeland. Kedua pihak tersebut kemudian memilih amerika serikat yang
diwakili oleh Dr. Frank Porter Graham. Komisi yang baru mulai bekerja pada
bulan Oktober 1947 ini lebih dikenal di Indonesia dengan sebutan komisi tiga
Negara. (Ensiklopedi Nasional Indonesia 1 : 1988).

5. Menghadapi Agresi Militer Belanda I


Agresi terbuka Belanda pada tanggal 21 Juli 1947 menimbulkan reaksi
yang hebat dari dunia. Pada tangggal 30 juli 1947 pemerintah India dan
Australia mengajukan permintaan resmi agar masalah Indonesia segera
dimasukan dalam daftar acara dewan keamanan. Permintaan itu diterima baik
dan pada tanggl 31 Juli dimasukan sebagai acara pembicaraan dewan
keamanan. Tanggal 1 Agustus 1947 dewan Keamanan memerintahkan
penghentian permusuhan kedua belah pihak, yang dimulai pada tanggal 4
Agustus 1947. Sementara itu untuk mengawasi gencatan senjata dibentuk
komisi konsuler, yang anggota-anggotanya terdiri daripada konsul jenderal
13
Tjokropranolo, Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman, Pemimpin Pendobrak Terakhir
Penjajahan di Indonesia . Jakarta: Surya Persindo, 1992, hlm. 93.

9
yang ada di Indonesia. Komisi konsuler diketuai oleh Amerika Dr. Walter
Foote dan beranggotakan konsul Jenderal Cina, konsul jenderal Belgia, Konsul
Jenderal Perancis, konsul Jenderal Inggris, dan Konsul Jenderal Perancis.
Dalam laporanya kepada dewan keamanan, komisi konsuler menyatakan
bahwa sejak tanggal 30 Juli samapai 4 Agustus pasukan Belanda masih
mengadakan gerakan militer. Pemerintah Indonesia menolak garis demarkasi
yang dituntut oleh pihak Belanda berdasarkan kemajuan-kemajuan pasukanya
setelah perintah gencatan senjata. Perintah penghentian tembak menembak
tidak memuaskan. Belum ada tindakan yang praktis untuk meneyelesaikan
masalah penghentian tembak-menembak untuk mengurangijumlah korban yang
jatuh.
Pemimpin aksi militer Belanda yaitu Van Mook dan Jenderal Spoor
beberapa kali mengirim telegram kepada Menteri Urusan Daerah Seberang
LautanJonkman. Mereka memohon supaya boleh melanjutkan aksi militer
sampai ke Yogyakarta dan menduduki ibukota RI dengan segala
konsekuensinya. Akan tetapi, Menteri Jonkman menolak hal tersebut karena
pasukan Belanda tidak cukup kuat terhadap aksi yang sedemikian besarnya dan
juga mengingat perdebatan-perdebatan di Dewan Keamanan PBB akan
merugikan bagi pihak Belanda sendiri.14
Jika Belanda sampai menduduki Yogyakarta maka posisi Belanda akan
dikucilkan oleh dunia Internasional. Aksi Militer Belanda atau lebih dikenal
dengan Agresi Militer Belanda I ini membuat PBB terlibat langsung. Amerika
Serikat dan Inggris yang tidak menyukai “aksi polisionil” tersebut , menggiring
Belanda untuk segera menghentikan penaklukan sepenuhnya terhadap RI.
India, Australia, dan Uni Soviet juga sangat aktif mendukung RI di dalam
PBB. Sekutu-sekutu utama Belanda terutama Inggris, Australia , dan Amerika
Serikat yang paling diandalkan Belanda untuk memberi dukungan ternyata ,
malah tidak menyukai Agresi Militer tersebut.15

14
Ide Anak Agung Gde Agung, ‘Renville’ – als keerpunt in de Nederlands-Indonesische
onderhandelingen, a.b. Hanny Rungkat, dkk, Renville. Jakarta: Sinar Harapan, 1983, hlm. 45
15
M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200 -2008. Jakarta: Serambi, 2009, hlm. 474.

10
B. Agresi Militer Belanda II
1. Pasca Agresi Militer I
Pada akhir bulan Juli 1947, pihak Belanda menyadari bahwa mereka
harus menerima imbauan PBB untuk melakukan gencatan senjata (cease fire).
PBB selanjutnya memperkenankan Sjahrir untuk berbicara atas nama
Republik, tetapi tidak bersedia menerima para wakil dari daerah -daerah yang
dikuasai Belanda karena bukan dari kemauan rakyat yang bebas dan netral.
Dalam pidatonya Sjahrir mengatakan memuji keputusan Dewan Keamanan
PBB untuk menghentikan permusuhan antara RI dan Belanda. Sjahrir juga
mengatakan siap menerima arbitrasi yang tidak berpihak atau netral.16
Selanjutnya, pada bulan Oktober 1947 dibentuklah Komite Jasa -Jasa
Baik PBB atau lebih dikenal dengan sebutan Komisi T iga Negara (KTN). 17
Komisi ini bertujuan untuk membantu perundingan RI dan Belanda dalam
mencapai gencatan senjata yang baru. Karena sejak dimulainya Agresi Militer,
Belanda telah melanjutkan operasi pembersihan di belakang garis terdepan
mereka, dimana banyak kaum pejuang RI tinggal. Khususnya, Divisi Siliwangi
tetap berada di belakang garis-garis Belanda di Jawa Barat.18
KTN menginginkan perselisihan antara RI dan Belanda diselesaikan
dengan jalan damai. Upaya melakukan gencatan senjata harus dilakukan oleh
kedua belah pihak dan segera menempuh jalur perundingan. Masalah yang sulit
dipecahkan adalah adanya garis Van Mook. Pihak RI tidak mau begitu saja
mengakui “Garis Van Mook”19 yang tentu saja semakin memojokkan pihak RI
karena wilayahnya semakin sempit. Di dalam Garis Van Mook ini juga masih
16
Tjokropranolo, Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman, Pemimpin Pendobrak Terakhir
Penjajahan di Indonesia . Jakarta: Surya Persindo, 1992, hlm. 96
17
Komisi Tiga Negara atau disingkat KTN terdiri dari negara Australia, Belgia, dan Amerika
Serikat. Pemerintah RI menunjuk Australia sebagai anggota KTN karena Australia yang
mengajukan persoalan RI dan Belanda ke Dewan Keamanan PBB. Belanda menunjuk Belgia
sebagai wakilnya karena kedua negara ini anggota Benelux atau Persekutuan Belgia, Belanda, dan
Luxemburg. Kemudian Australia dan Belgia menunjuk Amerika Serikat, karena negara ini yang
menggagas usul resolusi tanggal 25 Agustus 1947 tentang gencatan senjata antara RI dan Belanda.
Setelah itu, negara Australia mengangkat hakim Richard C. Kirby, negara Belgia mengangkat Paul
van Zeeland, dan negara Amerika Serikat mengangkat Prof. Frank Porter Graham sebagai wakil
masing-masing negara. Dalam Ide Anak Agung Gde Agung, op.cit., hlm. 56.
18
M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200 -2008. Jakarta: Serambi, 2009, hlm. 474.
19
Garis Van Mook adalah garis demarkasi yang digagas Van Mook pada tanggal 29 Agustus 1947
dan diumumkan secara sepihak dan menunjukkan wilayah-wilayah mana yang diduduki pasukan
-pasukan Belanda pasca Agresi Militer Belanda. Dalam Ide Anak Agung Gde Agung, op.cit., hlm.
54

11
ada tentara RI yang masih aktif beroperasi melak ukan serangan-serangan
kepada Belanda.
Setelah KTN tiba di Jakarta, usulan pertama yang diajukan untuk
menyepakati adanya gencatan senjata adalah mengadakan tempat perundingan.
KTN mengusulkan mengadakan perundingan di sebuah kapal laut yang
berlabuh di luar zona tiga mil atau tempat yang netral. Pemerintah Amerika
Serikat diminta supaya menyediakan kapal laut. Amerika Serikat kemudian
menyediakan sebuah kapal pengangkut pasukan USS Renville. Kapal ini tiba
dan berlabuh di teluk Jakarta pada tanggal 2 Desember 1947.20
Salah satu pokok yang menjadi agenda dari perjanjian tersebut adalah
menghentikan permusuhan atau gencatan senjata. Negara Belanda selalu
berpegang teguh dengan Garis Van Mook sedangkan pihak RI tidak mengakui
adanya Garis Van Mook. Akhirnya setelah melakukan pendekatan-pendekatan
yang lama dari kedua belah pihak, pe rjanjian Renville dapat ditandatangani
pada tanggal 19 Januari 1948. Bagi pihak RI perjanjian Renville bisa dikatakan
merugikan karena wilayahnya semakin sempit, tetapi bagi pihak Belanda
perjanjian tersebut sangat menguntungkan.
Perjanjian Renville tidak menghilangkan pertentangan-pertentangan
yangtelah menimbulkan peperangan kemerdekaan pertama. Malah sebaliknya,
menambah beberapa pertentangan yang baru yakni mengenai cara menetapkan
nasib dari bagian RI yang dianggap daerah pendudukan Belanda menurut
Renville. RI bersedia untuk memberikan beberapa konsesi yang berat waktu
penandatanganan Renville, dalam penghargaan bahwa ke lanjutan campur
tangan yang langsung dari Dewan Keamanan akan membuka jalan untuk
mencapai persetujuan yang memuaskan dan campur tangan tersebut dapat
menghindarkan pecahnya peperangan lagi.21
Kekecewaan atas hasil-hasil perjanjian Renville yang mengharuskan TNI
hijrah telah memicu perpecahan di Jawa Barat. Pada bulan Februari 1948
dalam kongres Islam di Cisayong, Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo
memutuskan untuk memisahkan diri dari kelompok moderat yang menyetujui
20
Ibid., hlm. 56.

21
T.B. Simatupang, Laporan dari Banaran. Jakarta: Sinar Harapan, 1980, hlm. 133.

12
hijrah. Kartosoewirjo mendapat dukungan dari pejuang Hizbullah kemudian
membentuk Darul Islam atau Kerajaan Islam di Jawa dengan tentaranya
bernama TII (Tentara Islam Indonesia).22
Keharusan TNI untuk hijrah sebagai konsekuensi dari perjanjian
Renville, lebih menimbulkan ketidakpuasan bagi kalangan militer.
Keterpojokan RI menyebabkan PM Amir Sjarifuddin terpaksa menerima
syarat-syarat yang memberatkan tersebut. Akhirnya Amir Sjarifuddin
mengundurkan diri dari posisinya sebagai Perdana Menteri kemudian Presiden
Soekarno menunjuk Hatta sebagai Perdana Menteri.23
Selama pemerintahan Hatta golongan kiri (komunis) kurang
mendapatkan perhatian sehingga memunculkan kekecewaan. Kekecewaan itu
diluapkan dalam bentuk pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948 dengan
tokohnya Muso. RI tentu saja menjadi bertambah pekerjaannya karena selain
harus menghadapi politik Belanda yang licik dan juga harus menumpas
pemberontakan PKI Madiun. TNI berhasil menumpas pasukan pemberontak
dan menangkap kurang lebih 350.000 tawanan dari kaum pemberontak.24
Keberhasilan TNI dalam menumpas pemberontakan PKI dengan
kekuatan sendiri mendapatkan simpati dari dunia Internasional. Amerika
Serikat juga semakin lebih berpihak kepada RI karena keberhasilan menumpas
pemberontakan komunis tersebut. Secara politis kedudu kan Belanda semakin
terdesak karena berangsur-angsur RI mendapat dukungan di PBB. Kemudian
Dr. Beel pengganti Van Mook bersama Jenderal Spoor secara diam-diam
mempersiapkan armadanya untuk menyerang Yogyakarta sebagai ibukota RI.25
Pihak tentara RI sebenarnya sudah mengetahui bahwa Agresi Militer
Belanda II suatu saat akan terjadi lagi. Akan tetapi, pendapat tersebut dibantah
oleh para pemimpin pemerintahan karena KTN pada saat itu pindah di
Kaliurang Ibukota RI. KTN pindah ke Kaliurang dengan menggunakan
pesawat terbang dengan anggotanya Critchley wakil dari Australia, Seon
22
Tim Lembaga Analisis Informasi, Kontroversi Serangan Umum 1 Maret 1949. Yogyakarta:
Media Pressindo, 2000, hlm.15.
23
17 Ibid., hlm. 13
24
Ibid., hlm. 17.
25
Tjokropranolo, op.cit., hlm. 116.

13
sebagai penasehat Cochran wakil dari Amerika Serikat, dan Konsul India Dr.
Allagappan.26
Setelah kepindahan KTN di Kaliurang membuat posisi Belanda semakin
sulit untuk melakukan Agresi Militer ke Ibukota RI di Yogyakarta. Belanda
berusaha memperpanas situasi dengan berbagai cara termasuk menghentikan
perundingan dan melakukan tuduhan terhadap RI. Belanda menuduh RI
melakukan cara-cara yang radikal dalam melaksanakan gencatan senjata dan
menuduh RI tidak menerima hasil perjanjian Renville. Situasi yang demikian
memaksa KTN untuk melaporkannya ke Dewan Keamanan PBB.27
Perkiraan akan adanya perang antara RI dan Belanda sudah mulai
berkembang. Sejak Belanda memutuskan untuk menghentikan perundingan
dengan RI maka pikiran semua orang tertuju pada pikiran akan adanya
peperangan. Kalangan politisi di London , Inggris merasa heran dengan
pendirian Belanda karena telah memutuskan perundingan dengan RI karena
jika Belanda melancarkan Agresi Militer di Yogyakarta maka akan membuat
posisinya semakin sulit.28
Pada tanggal 17 Desember 1948 Dr. Beel menyuruh Elink Schuurman
mengawatkan nota kepada Cochran yang harus dijawab Hatta paling lambat
hari Sabtu tanggal 18 Desember 1948. Batas waktu menjawab yang singkat
membuat seolah-olah nota tersebut seperti ultimatum. Nota dari Belanda
tersebut tidak memberi pandangan-pandangan yang baru untuk memulai lagi
perundingan-perundingan. Pemerintah Belanda mau mengadakan perundingan
dengan RI dengan syarat sebagai berikut.29
1. Menerima tanpa syarat pokok -pokok yang terutama dari Peraturan
Pemerintahan dalam Peralihan, yang dalam waktu yang singkat akan
diumumkan.

26
Kedaulatan Rakyat, Rabu, 8 Desember 1949, Tahun IV No. 59, hlm. 1.
27
Kedaulatan Rakyat, Senin, 13 Desember 1949, Tahun IV No. 63, hlm. 1.

28
Kedaulatan Rakyat, Rabu, 15 Desember 1948, Tahun IV No. 65, hlm. 1
29
Ide Anak Agung Gde Agung, op.cit., hlm. 191.

14
2. Turut-sertanya Republik Indonesia dalam Pemerintahan Interim Federal
atas dasar Peraturan Pemerintahan dalam Peralihan sama s eperti
negaranegara bagian dan daerah-daerah bagian lainnya.
3. Menerima apa yang diatur dalam Peraturan Pemerintahan dalam
Peralihan, yang ada hubungannya dengan wewenang Wakil Tinggi
Kerajaan, angkatan perang, pimpinan tertinggi angkatan perang,
pengumuman keadaan dalam bahaya perang dan keadaan yang tidak
aman.
Nota Belanda tersebut membuat KTN sangat marah, ditambah lagi
adanya tekanan yang ditujukan kepada RI tentang batas waktu jawaban nota
yang kurang dari dua puluh empat jam tersebut. Cochran atas nama semua
anggota KTN meminta dengan tandas pada Pemerintah Belanda untuk
memulai lagi perundingan-perundingan. Pada hari Jum’at malam tanggal 17
Desember Kabinet Belanda bersidang untuk menunggu jawaban dari pihak RI
akan tetapi jawaban yang ditungu tidak kunjung datang. Setelah tidak
menerima jawaban dari pihak RI maka Pemerintah Belanda mengambil
keputusan untuk memul ai aksi militer tersebut. Beel segera mengambil
tindakan-tindakan yang diperlukan untuk konsolidasi aksi tersebut.
Untuk mencegah agar aksi tersebut tidak bocor maka persetujuan
gencatan senjata dibatalkan pada tanggal 18 Desember 1948 sekitar pukul
23.30.30 Hal tersebut semakin menambah KTN tidak begitu senang dengan
Pemerintahan Belanda. Sekitar tengah malam atau tanggal 19 Desember 1948
semua hubungan telegram dengan Jakarta diputuskan oleh Belanda berarti
hubungan antara Yogyakarta dengan Jakarta telah terputus. Pemutusan
hubungan telegram tersebut membuat Cochran yang pada saat itu ada di
Jakarta tidak dapat di berhubungan dengan anggota KTN di Kaliurang.
Karena tidak mungkin memberikan kabar ke Yogyakarta akhirnya
Cochran mengirimkan telegram ke Dewan Keamanan PBB tentang dimulainya
peperangan antara pihak RI dan Belanda, kemudian mengakhiri laporan
tersebut.31
30
Ibid., hlm. 192
31
Telegram Delegasi Belanda di Jakarta kepada Menteri Urusan Wilayah Seberang Lautan.
Delegasi 324, ref. No.10751, 19 Desember 1948. Arsip Kementerian Dalam Negeri. Bundel
telegram No.11. Dalam Ibid., hlm. 193-194.

15
2. Jalannya Agresi Militer Belanda II
Pada awal kehidupan RI banyak didirikan laskar rakyat yang
dimaksudkan untuk membantu TNI dalam menanggulangi serangan musuh.
Yogyakarta termasuk daerah yang banyak didirikan laskar -laskar rakyat yang
merupakan gabungan dari semua unsur. Panglimanya adalah Sultan Hamengku
Buwono IX sendiri dan kepala stafnya adalah Selo Soemardjan. Untuk kesiap
-siagaan laskar tersebut Jenderal Soedirman pada tanggal 15 Desember 1948
mengumumkan berencana mengadakan latihan umum perang -perangan yang
diselenggarakan pada tanggal 19 Desember 1949.32
Pihak Belanda sendiri masih berambisi untuk menghancurkan RI beserta
TNI dengan operasi militer merupakan impian yang harus segera dilakukan.
Syarat utama yang diperlukan bagi berhasilnya operasi itu adalah kecepatan
bergerak dan sebanyak mungkin menawan pegawai-pegawai RI agar tulang
punggung perlawanan RI dapat dipatahkan. Tujuan itu hanya dapat dicapai
dengan penerjunan pasukan di Maguwo atau pendaratan melalui laut.
Kedua cara operasi tersebut mengandung resiko tersendiri. Pimpinan
tentara Belanda memperkirakan bahwa AURI memiliki beberapa pesawat yang
siap pakai di Maguwo. Pesawat tersebut dengan mudah akan mampu
menghantam gerakan pasukan Belanda yang ada di Pacitan. Penerjunan
pasukan dari udara juga merupakan hal yang beresiko karena hal tersebut
belum pernah dilakukan oleh Belanda. Setelah mempertimbangkan berbagai
hal, akhirnya pimpinan Belanda mengambil keputusan bahwa cara bertindak
dengan penerjunan dari udara lebih memungkinkan daripada pendaratan dari
laut.33
Bersamaan dengan penerjunan pasukan di Maguwo yang selanjutnya
menduduki Yogyakarta, operasi di Jawa Tengah juga akan dilakukan lewat
jalur darat. Pergerakan pasukan Belanda lewat jalur darat adalah untuk
menghancurkan sasaran pokok pusat kekuatan TNI di sekitar Jawa Tengah.
Rencana pembagian operasi milter lewat jalur darat adalah sebagai berikut.34
32
Mohamad Roem, dkk, Tahta Untuk Rakyat, Celah-Celah Kehidupan Sultan HB IX. Jakarta:
Gramedia, 1982, hlm. 69
33
Seskoad. Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta Latar Belakang dan Pengaruhnya.
Jakarta: Citra Lamtoro Gung Persada, 1993, hlm. 85
34
Ibid., hlm. 86.

16
1. Kolone I di bawah pimpinan Kolonel Van Langen bertugas menduduki
Maguwo dengan pasukan payung (Paratrops). Setelah lapangan terbang
ini dikuasai akan didaratkan pasukan te mpur “M”35 yang bertugas
menduduki Yogyakarta. Pasukan lain dari Kolone I ini bergerak ke
Surakarta melalui poros Boyolali dan Kartasura.
2. Kolone II di bawah pimpinan Kolo nel De Vries bertugas membersihkan
dan menguasai jalan raya Salatiga – Solo dan menguasai kota Solo.
3. Kolone III di bawah pimpinan Letnan Kolonel Schilperoord bergerak ke
Cepu melalui Kudus, Rembang, dan Blora untuk menguasai kota -kota
tersebut.
4. Kolone IV di bawah pimpinan Kolonel Van Zanten, bertugas pokok
bergerak dari Gombong melalui Kebum en ke Purworejo kemudian
melalui Salaman ke Magelang. Kolone ini bekerja sama dengan Kolone I
yang bergerak dari Yogya melalui 2 poros ke Magelang.
5. Kolone V di bawah pimpinan Letnan Kolonel Bastiaanse dengan tugas
melalui poros Banjarnegara – Wonosobo untuk menguasai kota ini.

Gerakan maju pasukan induk juga dibantu oleh pasukan -pasukan kecil
yang merupakan pecahan dari kolone -kolone bersangkutan. Gerakan
pembantu Kolone III ialah dari Demak melalui Purwodadi ke Gundih, sedang
Kolone V dari Paninggaran melalui pegunungan ke Karangkobar sebelah Barat
Banjarnegara. Pasukan yang diterjunkan adalah Pasukan Tempur “M” .
Pasukan untuk. menyerang di dekat garis demarkasi sebanyak 4 Kompi
pelindung Batalyon 5, masing-masing dari Sukorejo ke Parakan, dari Blora ke
Tema nggung, dari Sumowono ke Temanggung, dan Bedono ke Secang. Selain
itu masih ada Batalyon 411 dan 2 kompi Batalyon 402 yang menjaga garis
belakang. Pasukan tersebut ditunjang oleh angkatan udara dengan
mengumpulkan semua pesawat tempur dan pesawat angkut. Pesawat-pesawat
yang akan dipakai. adalah sebagai berikut.36
35
Pasukan Tempur “M” terdiri terdiri dari Batalyon I Resimen Infanteri 15, Resimen S-5 Para I,
dan Kompi Para KST (Korps Speciale Troepen). Dalam ibid., hlm. 87
36
Ibid., hlm. 87.

17
1. Pesawat dari Skadron ke-20 berjumlah 15 buah.
2. Pesawat terbang dari Angkatan Udara Belanda dan KLM ( Koninklijke
Luchtvaart Maatschappij) berjumlah 8 buah.
3. Pesawat terbang jenis Mustang P-51 dari Panglima Angkatan Udara
berjumlah 6 buah.
4. Skadron 121, Skadron 120, Skadron 322, dan Skadron 6 yang masing -
masing memiliki 6 buah Mustang P-51, 10 buah Kittyhawk, 8 buah
Spitfires, dan 2 buah Auster (Pesawat Pengintai).
5. Pesawat Pembom dari Skadron 18 berjumlah 5 buah.

Persiapan untuk merebut lapangan terbang Maguwo dilakukan di


lapangan terbang Andir pada tanggal 19 Desember 1948 pukul 02.00. Inspeksi
pasukan dilakukan oleh Letnan Jenderal S.H. Spoor dan Engels pukul 04.00
dan pada pukul 04.30 pesawat pertama meninggalkan landasan. Pesawat-
pesawat terbang Belanda terbang diatas Kota Yogyakarta sekitar pukul 05.15.
Pada mulanya tak ada yang mengira bahwa pesawat tersebut adalah pesawat
Belanda. Hal tersebut bisa terjadi karena sesuai dengan instruksi pim pinan
Jenderal Sudirman bahwa pada tanggal 19 Desember 1949 akan diadakan
latihan perang TNI. Ketika hari masih gelap sekitar pukul 05.45 terdengar
letusan bom yang pertama dari sebelah timur kota Yogyakarta tepatnya di
Wonocatur dan Maguwo.37

Kota Yogyakarta bagian timur terdengar banyak sekali suara tembakan


dan banyak pasukan payung diterjunkan di sekitar Maguwo. Rakyat RI yang
ada di Kota Yogyakarta panik karena tidak mengetahui bahwa tentara Belanda
mulai melakukan aksi militernya. Pengungsi yang berasa l dari Jawa Barat,
Banyumas, Pekalongan, Semarang, Surabaya, dll kebingungan mencari tempat
perlindungan. Mereka kemudian memutuskan untuk menuju ke luar Kota
Yogyakarta mencari tempat perlindungan.38

Gerakan Belanda dari Maguwo menuju ke kota dimulai dari pagi dan
dapat berhasil ke Kota Yogyakarta pada pukul 14.45. Pasukan Belanda

37
Gerilya Wehrkreise III. Yogyakarta: Percetakan Keluarga, tt, hlm. 9.
38
Ibid., hlm. 10.

18
kemudian menduduki tempat-tempat yang penting dan strategis guna
mengisolir kota Yogyakarta dari pasukan-pasukan TNI. Sementara di dalam
kota Yogyakarta sejak terdengar berita bahwa Belanda melakukan Agresi
Militer II Presiden Soekarno segera memanggil menteri-menterinya untuk
segera mengadakan sidang kabinet.

Bung Hatta sebagai Perdana Menteri waktu itu masih berada di


Kaliurang setelah mengadakan perundingan dengan pihak Belanda dan KTN.
Sri Sultan HB IX yang pada waktu itu menjabat sebagai Menteri Negara segera
menuju Istana Negara dan menemui Presiden. Bung Karno meminta Sri Sultan
HB IX untuk menjemput wakil presiden masih berada di Kaliurang. 39 Di
bagian gedung, Sri Sultan HB IX bertemu dengan Sutan Sjahrir yang
menyatakan ingin ikut ke Kaliurang.

Sri Sultan HB IX dan Sutan Sjahrir berangkat mengendarai mobil


menuju ke Kaliurang. Perjalanan ke Kaliurang ini penuh resiko besar karena
pada waktu itu pesawat terbang Belanda masih berada di atas Kota Yogyakarta.
Di tengah tengah perjalanan, Sri Sultan HB IX dan Sutan Sjahrir bertemu
dengan Bung Hatta yang hendak pulang ke Kota Yogyakarta. Sri Sultan HB IX
segera memberitahukan kepada Bung Hatta bahwa keadaan sedang gawat dan
sudah ditunggu oleh Presiden di Istana Presiden.

Pada saat Sri Sultan HB IX memutar kembali mobil untuk kembali ke


kota, pesawat terbang Belanda “bercocor merah” menjatuhkan granat, sehingga
terpaksa mengambil jalan di tengah -tengah pedesaan.40 Setelah Bung Hatta
dan Sri Sultan HB IX sampai di Istana Negara sidang darurat segera dimulai.
Sidang kabinet tersebut menghasilkan keputusan sebagai berikut.41

1. Pemerintah RI (Presiden dan para menteri) tidak akan meninggalkan


Yogyakarta dan tetap akan mempertahankan kedudukannya di

39
A.Eryono, Reuni Keluarga Bekas Resimen 22 -WK.III. Pada Tanggal 1 Maret 1980 di
Yogyakarta. Jawa Tengah: Keris-22-WK.III, 1982, hlm. 86
40
Mohamad Roem, dkk, op.cit., hlm. 71.
41
Ibid., hlm. 87-88.

19
Yogyakarta untuk mempermudah mengadakan perhubungan dengan
pihak KTN.
2. Bila Presiden dengan anggota kabinetnya di Yogyakarta sampai
tertangkap Belanda, Menteri Kemakmuran Sjafruddin Prawiranegara
yang berada di Sumatra diserahi tugas untuk membentuk dan memimpin
Kabinet Darurat atau kalau perlu suatu Pemer intahan RI di Luar Negeri
dengan mandat kepada Mr. Maramis (Menteri Keuangan) yang sedang
berada di India.
3. Kepada seluruh rakyat RI, Presiden memberi amanat sebagai berikut.
“Bahwa RI yang telah kita proklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945
harus kita pertahankan mati-matian. Bila kemerdekaan kita telah
meresap pada jiwa seluruh rakyat RI mustahil bila dapat ditindas
dengan kekerasan. Demikianlah amanat presiden.”
Pada saat penyerbuan Belanda ke Yogyakarta, ditandai dengan berita
mengenai pencabutan pihak Belanda atas perjanjian Gencatan Senjata Renville
diterima di Yogyakarta pada jam 5.30 sore berupa serangan pesawat-pesawat
udara pembom Belanda di lapangan udara terdekat. Kemudian para pembom
Belanda dan penembakan roket P.51 dan Spitfires mulai melemahkan
Yogyakarta yang kekuatannya dibangun di Bandar udara daerah itu. Brigade
Marinir Belanda dibantu tentara KNIL berhasil mencapai pusat kota hingga
istana Presiden. Hingga dapat menangkap Soekarno, Hatta dan anggota cabinet
Republik, termasuk Agus Salim.
Dalam pertempuran ini melibatkan TNI, yang pada waktu itu masih
tercerai berai diberbagai wilayah diluar Yogyakarta. Jenderal Soedirman pun
meninggalkan Yogyakarta ke Ambarawa dan melakukan startegi gerilya.
Yogyakarta sudah diduduki Belanda. Yang kemudian para panglima TNI
membuat pertemuan di luar kota untuk membuat taktik gerilya dalam
perebutan kembali Ibukota Negara Yogyakarta. A.H Nasution dan Jenderal
Soeharto memimpin pasukan perebutan kembali Ibukota, dengan taktik gerilya,
wilayah Yogya dan sebagian Jawa Tengah mengalami pertempuran gerilya.
Yang pada akhirnya membuat Presiden Soekarno yang diasingkan ke Bangka
membuat keputusan untuk menyelamatkan NKRI dengan membentuk

20
Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Bukittinngi dengan menunjuk
Sjafrudin Prawiranegara untuk memimpin sebagi pejabat Presiden untuk
menjalankan pemerintahan Indonesia. Pasukan TNI tidak mampu menahan
pasukan Belanda karena memiliki kekuatan yang tidak seimbang. Siang
harinya Yogyakarta sudah dapat dikuasai. Para pemimpin Negara tetap tinggal
di kota dan menjadi tawanan Belanda. Sedangkan pemimpin militer mengungsi
ke luar kota untuk menyusun kekuatan dan melakukan perang gerilya.
Panglima besar Jenderal Sudirman sebelum meninggalkan Yogyakarta
mengeluarkan perintah kilat yang ditunjukan kepada semua pasukan TNI yang
disampaikan oleh Kapten Suparjo melalui RRI yang berbunyi:

PERINTAH KILAT
No.I/PB/D/48
Kita diserang Belanda pada tanggal 19 Desember 1948 angkatan perang
Belanda menyerang kotaYogyakarta dan lapangan terbang Maguwo
pemerintah Belanda telah membatalkan persetujuan gencatan senjata .
semua angkatan perang menjalankan rencanan yang telah ditetapkan
untuk menghadapi serangan belanda
Dikeluarkan di: tempat
Tanggal : 19 Desember 1948 pukul : 08.00
Panglima Besar Angkatan Perang Republik
Indonesia
Letnan Jenderal Sudirman

21
Dengan adanya perintah kilat tersebut, perjuangan rakyat Indonesia
terutama TNI kembali kepada ketentuan-ketentuan yang sudah digariskan oleh
pimpinan TNI melalui perintah siasat No.I tersebut yang dikeluarkan tanggal 9
November 1948.
Pokok-pokok perintah siasat No.I
a. TNI tidak melakukan pertahanan yang bersifat linier
b. Memperlambat setiap majunya serbuan musuh dan pengungsian total
serta bumi hangus
c. Membentuk kantong-kantong di setiap onder distrik yang
mempunyai kompleks di beberapa pegunungan
d. Pasukan yang berasal dari daerah federal menyusup kepada garis
musuh Wingate dan membentuk katong-kantong gerilya
Kemudian diperkuat dalam PP No. 30/1948 yang bunyinya: “semua alat
kekuasaan Negara dibawah pemerintahan militer dan semua badan serta
jawaban penting dimiliterisasikan” (Lemhannas, 1996) Adanya kedua perintah
tersebut menjadi pegangan bagi pasukan TNI dalam melaksanakan tugasnya
membela dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari serbuan Belanda
pada masa Agresi Militer Belanda II.

3. Upaya Indonesia menghadapi Agresi Militer II


Indonesia melakukan beberapa cara dalam menghadapi serangan Agresi
Belanda. Pemimpin RI membiarkan dirinya ditangkap tentara Belanda dengan
harapan bahwa opini dunia akan begitu tersinggung sehingga kemenangan
militer Belanda akan berbalik menjadi kemenangan diplomasi Indonesia.
Namun, tindakan tersebut disalahartikan oleh tentara. Para tentara merasa telah
mengorbankan diri mereka untuk Indonesia, sedangkan para pemimpinnya
dengan mudah menyerahkan dirinya kepada Belanda. Tentara Indonesia
merasa bahwa hanya tinggal merekalah satu-satunya penyelamat negeri. Akan
tetapi, hal tersebut dapat diatasi. Mereka segera melakukan perang gerilya
untuk mengusir tentara Belanda dari Indonesia. Taktik para pemimpin kita
akhirnya berhasil. Dewan Keamanan PBB tersinggung, karena Belanda telah
memperlakukan mereka secara tidak pantas atau tidak dihargai. Sewaktu

22
Belanda melancarkan agresinya, Komite Jasa-jasa baik sedang berada di
Kaliurang, tempat yang dekat dengan terjadinya serangan oleh Belanda.
Presiden Sukarno, sesaat sebelum ditangkap oleh tentara belanda telah
mengadakan rapat dan menunjuk Syafrudin Prawiranegara yang ketika itu
sedang berada di Sumatera untuk segera menbentuk pemerintahan darurat jika
pemerintah RI Yogyakarta tidak berfungsi lagi. Selain itu, Presiden Suakrno
juga mengirim perintah kepada Sudarsono yang waktu itu sedang di New
Delhi, India, untuk membentuk pemerintahan darurat jika pemerintahan di
Sumatera (Syafrudin Prawiranegara) tidak berhasil.
Pada akhirnya, PBB membentuk UNCI (United Nations commission for
Indonesia) yang biasa dikenal dengan Komisi PBB untuk Indonesia. Atas
usaha UNCI inilah akhirnya berahsil diselenggarakan perjanjian Roem-Roijen
yang dimulai pada pertengahan April 1949. Namun, perundingan mengalami
kesulitan titik temu antara kedua belah pihak, sehingga baru berhasil disepakati
pada awal Mei 1949.
Sejak bulan Juni 1949, berlangsung persiapan pemulihan pemerintahan
RI di Yogyakarta. Persiapan itu berlangsung di bawah pengawasan UNCI.
Sejak tanggal 24 sampai 29 Juni 1949, tentara Belanda ditarik dari kota
Yogyakarta. Setelah itu, TNI memasuki kota Yogyakarta. Pada tanggal 6 Juni
1949, presiden dan wakil presiden serta para pemimpin lainnya kembali ke
Yogyakarta.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Agresi militer Belanda I yang dimulai pada 21 Juni 1947 merupakan bentuk
pengingkaran dari hasil perjanjian Linggarjati. Pengingkaran ini secara umum
dideklarasika oleh van Mook pada 20 Juni 1947. Dan Agresi militer I dimulai
pada 21 Juni pada dini hari. Karena agresi militer I maka respon dari PBB adalah
dengan membuat kembali perjanjian yang baru, yaitu perjanjian Renville.
Sementara itu, kembali lagi dengan perjanjian renville, Belanda tetap ingkar
terhadap perjanjian ini yang akhirnya meletus pula Agresi Militer II yang
dipusatkan di ibukota negara pada saat itu di Yogyakarta.

23
Pada agresi militer II ibukota negara berhasil dikuasai oleh Belanda,
sehingga pala kepalanegara pula di tahan lalu diasingkan. Soekarno, S. Syahrir,
Hatta, serta beberapa pemuka negara juga ikut diasingkan. Akibatnya dengan ini
Letnan Jendral Sudirman melakukan perang geriliya selama 8 bulan sampai
ibukota kembali dikuasai oleh Republik Indonesia.

24
DAFTAR PUSTAKA

Pranadaipa Mahawira, Cinta Pahlawan Nasional Indonesia, Mengenal dan


meneladani. Jakarta : PT. Wahyu Media, 2013
Purniyawati, Agresi Militer Belanda I, Procedia - Social and Behavioral Sciences,
2006, https://doi.org/10.1590/S1413-81232013001200017.
Ide Anak Agung Gde Agung, ‘Renville’ – als keerpunt in de Nederlands-
Indonesische onderhandelingen, a.b. Hanny Rungkat, dkk, Renville. Jakarta:
Sinar Harapan, 1983
Tjokropranolo, Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman, Pemimpin Pendobrak
Terakhir Penjajahan di Indonesia . Jakarta: Surya Persindo, 1992,
A.H Nasution, 1979, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia Jilid 5 Agresi
Belanda Pertama, Angkasa, Bandung,
Irna Hanny Nastoeti Hadi Soewito, dkk. Awal Kedirgantaraan di Indonesia.
Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. 2008.
Ide Anak Agung Gde Agung, ‘Renville’ – als keerpunt in de Nederlands-
Indonesische onderhandelingen, a.b. Hanny Rungkat, dkk, Renville. Jakarta:
Sinar Harapan, 1983,
M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200 -2008. Jakarta: Serambi, 2009
T.B. Simatupang, Laporan dari Banaran. Jakarta: Sinar Harapan, 1980
Tim Lembaga Analisis Informasi, Kontroversi Serangan Umum 1 Maret 1949.
Yogyakarta: Media Pressindo, 2000,
Kedaulatan Rakyat, Rabu, 8 Desember 1949, Tahun IV No. 59
Mohamad Roem, dkk, Tahta Untuk Rakyat, Celah-Celah Kehidupan Sultan HB
IX. Jakarta: Gramedia, 1982
Seskoad. Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta Latar Belakang dan
Pengaruhnya. Jakarta: Citra Lamtoro Gung Persada, 1993,
A.Eryono, Reuni Keluarga Bekas Resimen 22 -WK.III. Pada Tanggal 1 Maret
1980 di Yogyakarta. Jawa Tengah: Keris-22-WK.III, 1982

25

Anda mungkin juga menyukai