Anda di halaman 1dari 13

Makalah Sejarah Indonesia Masa Kemerdekaan

AGRESI MILITER BELANDA II

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4

Fajar Ramadhana : 1606101020044


Intan Zuhra : 1606101020046
Nisaul Faiza : 1606101020045

DOSEN PENGAMPUH :
Muhammad Haikal, S.Pd., M.Pd

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA DARUSSALAM
BANDA ACEH
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Karena berkat limpahan
rahmat dan karunnia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah mata kuliah Sejarah
Indonesia Masa Kemerdekaan dengan judul “Agresi Militer Belanda II” dan selesai tepat
pada waktunya.
    Dalam proses penyusunan makalah ini, penyusun berupaya informasi dari berbagai
referensi seperti buku, jurnal, internet dan lain-lain agar dapat merumuskan pokok-pokok
bahasan dari judul yang telah disebutkan diatas. Tentunya rampungnya makalah ini tidak
terlepas dari bimbingan dan motivasi dosen pengampuh mata kuliah Sejarah Indonesia Masa
Kemerdekaan bapak Muhammad Haikal, S.Pd., M.Pd. dan juga dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.

       Kami sudah berupaya semaksimal mungkin untuk menyajikan hasil


terbaik, namun kritik dan saran akan kami terima untuk perbaikan makalah kami
kedpannya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Banda aceh, 24 Maret 2019

Tim penyusun
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Sebab atau latar belakang dari Agresi Militer Belanda II adalah karena Belanda masih
ingin menguasai Indonesia dan mengingkari janji yang sudah disepakati antara kedua belah
pihak pada Perjanjian Renville. Agresi kedua yang dilakukan oleh Belanda benar-benar
membuat Indonesia kewalahan menghadapinya. Pihak militer Belanda melakukan
penangkapan terhadap tokoh-tokoh penting Indonesia, seperti Bung Karno, Bung Hatta,
Syahrir dan beberapa tokoh lain. Agresi Militer Belanda II atau yang dikenal dengan Operasi
Gagak merupakan peristiwa penyerbuan secara militer yang dilakukan oleh pasukan militer
Kerajaan Belanda pada tanggal 19 Desember 1948 terhadap wilayah Republik Indonesia dan
ibu kota Yogyakarta.
Pada bulan-bulan Oktober 1946 telah dilaksanakan perundingan-perundingan hingga
disepakati suatu gencatan senjata di Jawa dan Sumatera. Pada bulan November 1946, di
Linggajati (didekat Cirebon) dilaksanakan persetujuan yaitu “persetujuan Linggajati”. Namun
persetujuan perdamaian ini hanya berlangsung singkat. Kedua belah pihak saling tidak
mempercayai dan mengesahkan persetujuan itu sehingga menimpulkan pertikaian-pertikaian
politik yang sengit mengenai konsesi-konsesi yang telah dibuat. Setelah selesai perundingan
di Linggajati bulan November 1946, di samping terus memperkuat angkatan perangnya di
seluruh Indonesia terutama di Jawa dan Sumatera, untuk mengukuhkan kekuasaan mereka di
wilayah Indonesia Timur, sebagai kelanjutan “Konferensi Malino” 15–25 Juli 1946, van
Mook menyelenggarakan pertemuan lanjutan di Pangkal Pinang pada 1 Oktober 1946.
Kemudian Belanda menggelar “Konferensi Besar” di Denpasar tanggal 18–24 Desember
1946, dimana kemudian dibentuk negara Indonesia Timur.  Tindakan Van Mook
membenarkan keragu-raguan pemerintah dan rakyat Indonesia tentang kesetiaan Belanda
dalam melaksanakan persetujuan Linggajati. Perundingan Linggarjati bagi Belanda hanya
dijadikan alat untuk mendatangkan pasukan yang lebih banyak dari negerinya.

1.2. RUMUSAN MASALAH


Dengan adanya latar belakang diatas maka kami tertarik mengkaji pembahasan tersebut
dengan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kronologis terjadinya agresi militer Belanda II ?
2. Bagaimana upaya penyelesaian dari agresi militer Belanda II ?
3. Bagaimana dampak yang ditimbulkan dengan adanya agresi militer Belanda II ?

1.3. TUJUAN
Dengan rumusan masalah diatas kita dapat mengetahui beberapa tujuan dari pembehasan
tersebut antara lain:
1. Untuk mengetahui kronologis terjadinya agresi militer Belanda II
2. Untuk mengetahui upaya penyelesaian dari agresi militer Belanda II
3. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dengan adanya agresi militer Belanda II
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Kronologis Terjadinya Agresi Militer Belanda II

Pelaksanaan hasil Perundingan Renville mengalami kemacetan. Upaya jalan keluar


yang ditawarkan oleh KTN selalu mentah kembali karena tidak adanya kesepakatan antara
Indonesia dan Belanda. Indonesia melalui Hatta (wakil presiden merangkap perdana menteri)
tetap tegas mempertahankan kedaulatan Indonesia, sementara Belanda terus berupaya mecari
cara menjatuhkan wibawa Indonesia. Saat ketegangan semakin memuncak Indonesia dan
Belanda mengirimkan nota kepada KTN. Nota itu sama-sama berisi tuduhan terhadap pihak
lawan yang tidak menghormati hasil Perundingan Renville.

Akhirnya, menjelang tengah malam pada tanggal 18 Desember 1948, Wali Tinggi
Kota Mahkota Belanda Dr.Beel mengumumkan bahwa Belanda tidak terikat lagi pada hasil
Perundingan Renville. Sementara itu keadaan dalam negeri sudah sangat tegang berhubung
dengan oposisi yang dilakukan oleh Front Demokrasi Rakyat (PKI dan sekutunya) terhadap
politik yang dijalankan oleh Kabinet Hatta. Oposisi ini meningkat setelah seorang tokoh
komunis kawakan, Muso, yang memimpin pemberontakan PKI tahun 1926, kembali ke
Indonesia dari Uni Soviet. Muso sejak mudanya memang selalu bersikap radikal dan ia yang
mendorong PKI untuk memberontak pada tahun 1926. Oposisi terhadap kabinet Hatta
mencapai pucaknya ketika Sumarsono, pemimpin Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia)
mengumumkan pembentukan pemerintahan Soviet di Madiun tanggal 18 September 1948.
Pemberontakan ini segera ditumpas pemerintah Republik. Belanda hendak mempergunakan
pemberontakan PKI itu sebagai alasan yang sangat baik untuk menyerang Republik dengan
dalih membantu Republik melawan komunisme.

Sebelum pasukan-pasukan Republik dapat beristirahat setelah beroperasi terus-


menerus melawan PKI, Belanda menyerang lagi. Dini hari tanggal 19 Desember, pesawat
terbang Belanda memborbardir Maguwo (sekarang Bandara Adisucipto) dan sejumlah
bangunan penting di Yogyakarta. Peristiwa itu mengawali agresi militer Belanda 2.
Pemboman dilanjutkan dengan penerjunan pasukan udara. Dalam waktu singkat, Yogyakarta
ibu kota RI ketika itu, dapat dikuasai. Dalam suasana genting, pemerintah RI mengadakan
rapat kilat dan menghasilkan keputusan darurat seperti berikut:

1. Melalui radiogram, pemerintah RI memberikan mandat kepada Syafruddin Prawiranegara


untuk membentuk Pemerintah Darurat RI (PDRI) di Sumatera.
2. Presiden dan wakil presiden RI tetap tinggal dalam kota dengan resiko ditangkap Belanda,
agar dekat dengan KTN (yang sekarang berada di Kaliurang).
3. Pimpinan TNI menyingkir keluar kota dan melancarkan perang gerilya dengan
membentuk wilayah pertahanan (sistem wehkreise) di Jawa dan Sumatera. Setelah
menguasai Yogyakarta, pasukan Belanda menawan presiden, dan sejumlah pejabat.
Soekarno diasingkan ke Prapat, Hatta ke Bangka, tetapi kemudian Soekarno dipindahkan
keBangka. Sementara itu, Jenderal Soedirman memimpin TNI melancarkan perang gerilya
di kawasan luar kota.

Serangan terjadinya agresi militer Belanda II bermula pada tanggal 19 Desember 1948 di
Yogyakarta. Belanda melancarkan serangan menggunakan taktik perang kilat (blitzkrieg) di
segala sisi wilayah Republik Indonesia. Dimulai dari merebut pangkalan udara Maguwo (saat
ini bernama Adi Sucipto) dengan menerjunkan pasukan payung dan dengan gerak cepat
mampu mengambil alih kendali kota Yogyakarta yang merupakan ibukota Republik
Indonesia saat itu. Dan menangkap pemimpin Republik Indonesia yaitu Soekarno dan
Mohammad Hatta.

Selain itu tentara Belanda dalam serangannya juga menawan Syahrir, Agus Salim,
Mohammad Roem serta A.G. Pringgodigdo. Yang oleh Belanda Lekas diberangkatkan ke
pengasingan di Parapat Sumatera dan pulau Bangka. Namun sebelum diasingkan Presiden
Soekarno memberikan surat kuasa kepada Syafrudin Prawiranegara yang berada di
Bukittinggi untuk mendirikan pemerintahan darurat. Menteri lainnya yang berada di Jawa
namun sedang berada di luar Yogyakarta sehingga tidak ikut tertangkap ialah sebagai berikut.

1. Menteri Dalam Negeri, dr. Sukiman,


2. Menteri Persediaan Makanan,Mr. I.J. Kasimo,
3. Menteri Pembangunan dan Pemuda, Supeno, dan
4. Menteri Kehakiman, Mr. Susanto.

2.2. Upaya Penyelesaian Dari Agresi Militer Belanda II

Pada tanggal 20 Desember 1948 pagi, Belanda meminta agar Soekarno memerintahkan
pasukan Republik menghentikan perlawanan. Soekarno menolak dan pada tanggal 22
Desember ia, Hatta, Sjahrir, Mr. Assaat, Mr Abdul Gafar Pringgodigdo, H Agoes Salim, Mr
Ali Sastroamodjojo, dan Komodor Udara Suriadarma diterbangkan Belanda ke Pulau
Bangka. Di sana, Soekarno, Sjahrir, dan Salim dipisahkan dengan yang lainnya dan
diterbangkan ke Berastagi, kemudian ke Prapat dan Danau Toba.
Jatuhnya Yogyakarta ke tangan Belanda dan tertangkapnya pemimpin negara yang
kemudian di asingkan membuat Penglima Besar Soedirman Berangkat ke luar kota untuk
memimpin perang gerilya. Sesuai dengan rencana, Angakatan Perang mengundurkan diri ke
luar kota untuk melakukan perang gerilya. Perjalanan bergerilya selama delapan bulan
ditempuh kurang lebih 1000 km di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tidak jarang
Soedirman harus ditandu atau digendong karena dalam keadaan sakit keras. Setelah
berpindah-pindah dari beberapa desa rombongan Soedirman kembali ke Yogyakarta pada
tanggal 10 Juli 1949.
Kolonel A.H. Nasution, selaku Panglima Tentara dan Teritorium Jawa menyusun
rencana pertahanan rakyat Totaliter yang kemudian dikenal sebagai Perintah Siasat No 1
Salah satu pokok isinya ialah: Tugas pasukan-pasukan yang berasal dari daerah-daerah
federal adalah ber wingate (menyusup ke belakang garis musuh) dan membentuk kantong-
kantong gerilya sehingga seluruh Pulau Jawa akan menjadi medan gerilya yang luas.Pasukan
yang tadinya dipindahkan akibat persetujuan Renville melakukan wingate ke daerah asal
mereka. Pasukan Siliwangi melakukan long march dari Jawa Tengah ke Jawa Barat. TNI
membentuk daerah-daerah pertahanan (wehrkreise) di luar kota. Setelah berhasil melakukan
konsolidasi, TNI mulai melakukan pukulan-pukulan terhadap Belanda. Pukulan yang pertama
adalah garis-garis komunikasi pasukan Belanda. Mereka merusak jaringan telepon, jaringan
rel kereta api, dan konvoi-konvoi Belanda di hadang dan dihancurkan.
Situasi perang mulai berbalik. TNI yang pada awalnya bertahan mulai beralih dengan
taktik menyerang. Mereka tidak lagi hanya mencegat dan menyerang konvoi-konvoi Belanda
serta menyerang pos-pos terpencil, tetapi mereka juga menyerang kota-kota yang diduduki
oleh Belanda. Serangan terhadap kota Yogyakarta tanggal 1 Maret 1949 dibawah pimpinan
Letkol Soeharto berhasil dilakukan selama enam jam. Hal ini membuktikan kepada dunia luar
bahwa TNI dan Republik Indonesia masih eksis.
Adanya Agresi Militer Belanda II ini tentunya dilihat oleh mata dunia Internasional.
Setelah pada Agresi Militer Belanda 1, Belanda mendapat kecaman, sekarang Belanda pun
dikutuk. Dunia bahkan mendukung perjuangan Bangsa Indonesia untuk mempertahankan
kemerdakaannya. Negara Indonesia Timur dan Negara Pasundan “Negara boneka” karya
Belanda ikut mengutuk tindakan Agresi Militer Belanda II tersebut. Pada tanggal 20 hingga
23 Januari 1949, atas usulan Burma (sekarang Mnyanmar) dan India, digelarlah Konferensi
Asia di New Delhi, India. Kenferensi itu sendiri dihadiri oleh beberapa negara di Asia, Afrika
dan Australia. Hasilnya berupa resolusi tentang permasalahan Indonesia yang lalu
disampaikan kepada Dewan Keamanan PBB.
PBB juga mengutuk Agresi Militer Belanda II, sebab menurut pandanga PBB, Belanda
sudah secara terang-terangan menginjak-injak kesepakatan dalam Perjanjian Renville yang
ketika itu ditandatangani oleh Komisi Tiga Negara (KTN), wakil dari PBB. Pada tanggal 4
Januari 1949, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi supaya Indonesia dan Belanda
segera menghentikan permusuhan dan kembali ke meja perundingan.

2.3. Dampak Yang Ditimbulkan Dengan Adanya Agresi Militer Belanda II

Adanya Agresi Militer II yang dilakukan Belanda terhadap Indonesia yaitu


mengakibatkan dihancurkannya beberapa bangunan penting di Yogyakarta, bahkan
Yogyakarta yang pada saat itu sebagai ibu kota Indonesia juga mampu dikuasai oleh
Belanda. Selain itu presiden dan wakil presiden beserta sejumalh pejabat pemerintah
Indonesia berhasil ditawan kemudian diasingkan oleh pihak Belanda. Berikut dampak
Negatif Agresi Militer Belanda II Bagi Indonesia antara lain:

1. Bandara (lapangan terbang Maguwo) berhasil dikuasai pasukan Belanda melalui


serangan udara menggunakan 14 pesawat (terdiri dari Mustang dan Kittyhwak).
2. Korban tewas di pihak TNI sebanyak 128 pasukan saat terjadi serangan di bandara
Maguwo.
3. Pembentukan PDRI (pemerintahan darurat republik Indonesia) di Bukittinggi.
4. Beberapa pemimpin Republik Indonesia diasingkan, meliputi : Presiden Ir.Soekarno,
Wakil Presiden Mohammad Hatta, Menlu Haji Agus Salim, Sutan Syahrir, Mr.
Assaat, dan Mr. AG. Pringgodigdo.
5. Pengasingan menggunakan pesawat bomber B 25 dengan tujuan tidak jelas, ada yang
diasingkan ke Parapat, Berastagi, dan Pangkalpinang.
6. Kota Yogyakarta (Ibukota RI) berhasil dikuasai oleh Belanda.
7. Beberapa bangunan penting di kota DIY hancur akibat serangan pasukan Belanda.
Dampak Agresi Militer Belanda II Bagi Belanda juga perlu dipaparkan dalam hal ini
diantaranya:

1. Berhasilnya Belanda menguasai Ibukota Republik Indonesia ternyata tidak membuat


semangat juang para pejuang tanah air runtuh begitu saja, masih ada perlawanan yang
dilakukan oleh TNI. Mereka melakukan serangan secara mendadak terhadap pasukan
Belanda.
2. Perlawanan dari pihak bangsa Indonesia dilakukan pada tanggal 1 Maret 1949, lebih
kita kenal dengan nama Serangan Umum 1 Maret Yogyakarta.
3. Perlawanan tersebut membuat pasukan Belanda kewalahan, dan berhasil
dilumpuhkan.
4. Selain itu, perlawanan juga dilakukan dengan strategi gerilya di wilayah luar kota
Yogyakarta, meliputi Jawa Tengah dan Jawa Timur, dipimpin langsung oleh
Soedirman.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Agresi militer merupakan bentuk rill bahwa Belanda melanggar perjanjian
Internasional. Dalam agresi ini Belanda mencoba menguasai kota-kota, pelabuhan,
dan perkebunan yang dianggap penting bagi Indonesia. Penculikan terhadap
pemimpin-pemimpin termasuk presiden Sukarno menjadi salah satu modus Belanda
selain menguasai daerah-daerah penting. Pelanggaran yang dilakukan Belanda ini
mendapat simpati dari luar negeri termasuk PBB yang akhirnya mengeluarkan
resolusi-resolusi. Perjuangan dari para pahlawan serta dukungan internasional yang
mampu melepaskan Indonesia dari agresi Belanda tersebut.
Adapun tujuan Belanda mengadakan Agresi Militer yang kedua ialah ingin
menghancurkan kedaulatan Indonesia dan mengusai kembali wilayah Indonesia
dengan melakukan serangan militer terhadap beberapa daerah penting di Yogyakarta
sebagai ibu kota Indonesia pada saat itu. Pihak Belanda sengaja membuat kondisi
pusat wilayah Indonesia tidak aman sehingga akhirnya diharapkan dengan kondisi
seperti itu bangsa Indonesia menyerah dan bersedia menuruti ultimatum yang
diajukan oleh pihak Belanda. Selain itu bangsa Indonesia juga ingin menunjukkan
kepada dunia bahwa RI dan TNI-nya secara de facto tidak ada lagi.

3.2. Saran
Kami berharap makalah ini bermanfaat bagi semua orang. Dalam tugas-tugas
berikutnya kami berharap sekali ada panduan dari bapak atau ibu guru pembimbing
agar kami tidak kesulitan memperoleh data. Kami berharap juga adanya saran bagi
para pembaca untuk kami kedepannya. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

Hasan, Yunani. 2004. Sejarah Nasional Indonesia V. Palembang: FKIP


Jakarta: Balai Pustaka.
Lestari, S.S. 2006. Sejarah. Karanganyar: PT Pratama Mitra Aksara

Poesponegoro. Marwati Dj. 1884. Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI.


Universitas Sriwijaya.
Tim Catha Edukatif. 2006. Sejarah. Kartasura: CV Sindunata

Website:

http://id.wikipedia.org/wiki/Agresi_Militer_Belanda_II

http://id.wikipedia.org/wiki/Agresi_Militer_Belanda_I

Anda mungkin juga menyukai