Anda di halaman 1dari 11

TUGAS SEJARAH INDONESIA

“PERJUANGAN BANGSA : ANTARA PERANG DAN


DIPLOMASI”

OLEH :
AURIEL KEMBAU
11 IPA 1
1. Latar Belakang dan Isi Perjanjian Linggarjati

Selepas Indonesia memproklamirkan diri sebagai negara Merdeka pada 17 Agustus 1945
dan terlepas dari jajahan Jepang. Belanda yang sebelumnya telah menjajajah Indonesia
selama 350 tahun ingin kembali menjajah Indonesia.

Awalnya, 29 September 1945 pasukan sekutu dan AFNEI datang ke Indonesia (salah


satunya) untuk melucuti tentara Jepang setelah kekalahan negara tersebut di perang dunia
ke II. Namun kedatangan mereka ternyata diboncengi oleh NICA (Netherlands-Indies Civil
Administration). Hal tersebut menimbulkan kecurigaan pemerintah dan rakyat Indonesia,
mereka menilai Belanda ingin kembali mencoba berkuasa di Indonesia. hingga akhirnya
pertempuran- pertempuran pun terjadi, seperti di pertempuran 10 November di Surabaya,
Pertempuran di Ambarawa, Medan area, Pertempuran Merah putih di Manado dll.

Karena sering terjadinya pertempuran-pertempuran yang merugikan kedua belah pihak dan
beberapa alasan lainnya. Maka pihak kerajaan Belanda dan Indonesia pun sepakat untuk
melakukan kontak diplomasi pertama dalam sejarah kedua negara.
Latar belakang terjadinya perjanjian Linggarjati adalah karena banyaknya konflik dan insiden
pertempuran antara pejuang Indonesia dan pasukan Sekutu-Belanda. Sehingga kedua belah
pihak menginginkan berakhirnya konflik dan selesainya persengketaan wilayah kekuasaan
serta kedaulatan Republik Indonesia.

Perundingan linggarjati menghasilkan keputusan yang kemudian disebut perjanjian


linggarjati yang memiliki 17 Pasal, dari 17 pasal tersebut terdapat 3 pasal pokok,
diantaranya adalah:

 Belanda mengakui Republik Indonesia secara de facto dengan wilayah kekuasan


meliputi Sumatera, Jawa, Madura dan Belanda akan meninggalkan Indonesia
selambat-lambatnya 1 Januari 1949
 Menyepakati pembentukan negara serikat dengan nama Negara Indonesia Serikat
(RIS) yang terdiri dari RI, Kalimantan dan Timur besar sebelum 1 Januari 1949.
 RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan ratu Belanda
sebagai ketua.
2. Peristiwa Agresi Militer 1
Agresi Militer 1 direncanakan oleh Van Mook, dia merencanakan negara-negara boneka dan
ingin mengembalikan kekuasaan Belanda atas Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut
pihak Belanda melanggar perundingan linggarjati yang telah disepakati sebelumnya, bahkan
mereka menyobek kertas perjanjian tersebut. Kemudian pada tanggal 21 Juli 1947, Belanda
melancarkan aksi militer pertama dengan target utama kota-kota besar di pulau Jawa dan
Sumatra.

Pasukan TNI yang tidak pernah menyangka akan terjadinya agresi militer Belanda itu, tidak
siap untuk menghadang serangan yang datangnya secara tiba-tiba. Serangan tersebut
mengakibatkan pasukan TNI tercerai-berai. Dalam keadaan seperti itu, pasukan TNI
berusaha untuk menjalin koordinasi antar satuan dan membangun daerah pertahanan baru.
Pasukan TNI melancarkan taktik gerilya untuk menghadapi pasukan Belanda. Dengan taktik
gerilya, ruang gerak pasukan Belanda berhasil dibatasi. Gerakan pasukan Belanda hanya
berada pada kota-kota besar dan jalan-jalan raya, sedangkan di luar kota, kekuasaan berada
di tangan pasukan TNI.

Agresi Militer Belanda 1 ternyata menimbulkan reaksi yang hebat dari dunia internasional.
Pada tanggal 30 Juli 1947, pemerintah India dan Australia mengajukan permintaan resmi
agar masalah Indonesia segera dimasukkan dalam daftar acara Dewan Keamanan PBB. Pada
tanggal 1 Agustus 1947, Dewan Keamanan PBB memerintahkan penghentian dari kedua
belah pihak yang mulai berlaku tanggal 4 Agustus 1947. Untuk mengawasi pelaksanaan
perjanjian gencatan senjata tersebut, maka dibentuk suatu Komisi Konsuler yang
anggotanya adalah konsul jenderal yang berada di Indonesia.

Pasca Terjadinya Agresi Militer Belanda 1

Komisi Konsuler diketuai oleh Konsul Jenderal Amerika Serikat Dr. Walter Foote dengan
anggotanya Konsul Jenderal Cina, Belgia, Prancis, Inggris, dan Australia. Komisi Konsuler itu
diperkuat dengan perwira militer Amerika Serikat dan Prancis, yaitu sebagai peninjau
militer. Dalam laporannya kepada Dewan Keamanan, Komisi Konsuler menyatakan bahwa
tanggal 30 Juli 1947 sampai dengan tanggal 4 Agustus 1947 pasukan Belanda masih
mengadakan gerakan militer. Namun demikian, pemerintah dari pihak Belanda menolak
dengan keras garis demarkasi yang dituntut oleh pemerintah Indonesia.

Meskipun Agresi Militer Belanda 1 telah berakhir, genjatan senjata telah dimusyawarahkan,


namun di lapangan masih sering terjadi tembak-menembak. Hal ini disebabkan karena
kurangnya sosialisasi terhadap pasukan yang berada di lapangan.
3. Perundingan Renville Sebagai Sebuah Bencana
Pada akhirnya, Dewan PBB dan KTN (Komisi Tiga Negara) mengusulkan agar Indonesia dan
Belanda melakukan perundingan. Usulan itu disepakati dan perundingan pun dilaksanakan
di atas kapal pasukan Angkatan Laut Amerika Serikat yang bernama USS Renville, pada 8
Desember 1947. Dalam perundingan itu, Indonesia diwakili oleh Mr. Amir Syarifuddin dan
Belanda diwakili oleh R. Abdulkadir Widjojoatmodjo, seorang Indonesia yang memihak
Belanda.

1. Isi Perjanjian Renville

 Belanda akan tetap berdaulat hingga terbentuknya RIS atau Republik Indonesia
Serikat.
 RIS atau Republik Indonesia Serikat memiliki kedudukan sejajar dengan Uni
Indonesia Belanda.
 Belanda dapat menyerahkan kekuasaannya ke pemerintah federal sementara,
sebelum RIS terbentuk.
 Negara Republik Indonesia akan menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat.
 Enam bulan sampai satu tahun, akan diadakan pemilihan umum dalam
pembentukan Konstituante RIS.
 Setiap tentara Indonesia yang berada di daerah pendudukan Belanda harus
berpindah ke daerah Republik Indonesia.

2. Dampak Perjanjian

 Semakin menyempitnya wilayah Republik Indonesia karena sebagian wilayah


Republik Indonesia telah dikuasai pihak Belanda.
 Dengan timbulnya reaksi kekerasan sehingga mengakibatkan Kabinet Amir
Syarifuddin berakhir karena dianggap menjual Negara terhadap Belanda.
 Diblokadenya perekonomian Indonesia secara ketata oleh Belanda
 Republik Indonesia harus memakasa menarik mundur tentara militernya di daerah
gerilya untuk untuk ke wilayah Republik Indonesia.
 Untuk memecah belah republik Indonesia, Belanda membuat negara Boneka, antara
lain negara Borneo Barat, Negara Madura, Negara Sumatera Timur, dan Negara jawa
Timut.
4. Agresi Militer 2 vs Perang Gerilya
Kota Yogyakarta menjadi sasaran utama penyerangan yang dilakukan oleh Belanda. Pada
waktu itu Yagyakarta menjadi ibu kota Indonesia setelah Jakarta dikuasai Belanda. Belanda
kembali masuk ke Indonesia terutama di Pulau Jawa pada 14 Desember 1948. Kedatangan
Belanda untuk melumpuhkan dan menghancurkan semangat militer Indonesia. Berbagai
serangan dilakukan oleh pasukan Belanda. Di Yogyakarta dilancarkan di Pangkalan Udara
Maguwo, kemudian berlanjut lewat serangan darat. Pada 19 Desember 1948, Yogyakarta
mampu dilumpuhkan dan dikuasai pasukan Belanda. Presiden Soekarno, Wakil Presiden
Moh. Hatta dan beberapa pejabat Indonesia ditangkap Belanda. Presiden Soekarno
diterbangkan ke Prapat sebelum akhirnya kemudian dipindahkan ke Bangka. Sementara
Wakil Presiden Moh. Hatta juga turut diterbangkan ke Bangka. Pada 22 Desember 1948,
Jenderal Soedirman meninggalkan Yogyakarta untuk gerilya.

Selama gerilya Jenderal Soedirman dan pasukan berjalan untuk berpindah-pindah tempat.
Mereka berjalan cukup jauh dengan menyeberangi sungai, gunung, lembah, dan hutan. Para
pejuang juga melakukan penyerangan ke pos-pos yang dijaga Belanda atau saat konvoi.
Gerilya yang dilakukan pasukan Indonesia merupakan strategi perang untuk memecah
konsentrasi pasukan Belanda. Kondisi itu membuat pasukan Belanda kewalahan. Apalagi
penyerangan dilakukan secara tiba-tiba dan secara cepat. Pasukan Indonesia juga berani
masuk ke kota untuk menyerang dan menguasai kembali Yogyakarta dari penguasaan
Belanda. Adanya taktik ini membuat TNI dan rakyat yang bersatu dan kemudian berhasil
menguasai keadaan dan medan pertempuran.

Peristiwa Agresi Militer Belanda II membuat situasi Yogyakarta sangat tidak kondusif.
Apalagi adanya propaganda Belanda di dunia luar bahwa tentara Indonesia sudah tidak ada.
Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai raja Keraton Yogyakarta Hadiningrat mengirimkan
surat kepada Jenderal Sudirman untuk meminta izin diadakan serangan. Baca juga: Dari
Gunungkidul Serangan Umum 1 Maret 1949 Mendunia Setelah perancanaan yang matang, 1
Maret 1949 pagi hari, serangan besar-besaran yang serentak dilakukan di seluruh wilayah
Indonesia. Fokus utama penyerangan di ibu kota Indonesia, Yogyakarta. Pagi hari sekitar
pukul 06.00 WIB, sewaktu sirine dibunyikan serangan dilakukan di segala penjuru kota. Dari
sektor sebelah barat sampai batas Malioboro dipimpin Letkol Soeharto. Di sektor timur
dipimpin Ventje Sumual, sektor selatan dan timur oleh Mayor Sardjono. Di sektor utara
dipimpin Mayor Kusno. Sementara di sektor kota dipimpin Letnan Amir Murtopo dan Letnan
Masduki. Pasukan Indonesia berhasil menguasai Kota Yogyakarta selama 6 jam. Peristiwa
tersebut dikenal dengan Serangan Umum 1 Maret.
5. Keberadaan dan Peran PDRI
Tidak lama setelah ibu kota RI di Yogyakarta dikuasai Belanda dalam Agresi Militer Belanda
II, mereka berulangkali menyiarkan berita bahwa RI sudah bubar. Karena para
pemimpinnya, seperti Soekarno, Hatta dan Syahrir sudah menyerah dan ditahan.
Mendengar berita bahwa tentara Belanda telah menduduki ibu kota Yogyakarta dan
menangkap sebagian besar pimpinan Pemerintahan Republik Indonesia, tanggal 19
Desember sore hari, Mr. Syafruddin Prawiranegara bersama Kol. Hidayat, Panglima Tentara
dan Teritorium Sumatra, mengunjungi Mr. Teuku Mohammad Hasan,
Gubernur Sumatra/Ketua Komisaris Pemerintah Pusat di kediamannya, untuk mengadakan
perundingan. Malam itu juga mereka meninggalkan Bukittinggi menuju Halaban, daerah
perkebunan teh, 15 Km di selatan kota Payakumbuh.
Sejumlah tokoh pimpinan republik yang berada di Sumatra Barat dapat berkumpul di
Halaban, dan pada 22 Desember 1948 mereka mengadakan rapat yang dihadiri antara lain
oleh Mr. Syafruddin Prawiranegara, Mr. T. M. Hassan, Mr. Sutan Mohammad Rasjid, Kolonel
Hidayat, Mr. Lukman Hakim, Ir. Indracahya, Ir. Mananti Sitompul, Maryono Danubroto,
Direktur BNI Mr. A. Karim, Rusli Rahim dan Mr. Latif. Walaupun secara resmi kawat
Presiden Soekarno belum diterima, tanggal 22 Desember 1948, sesuai dengan konsep yang
telah disiapkan, maka dalam rapat tersebut diputuskan untuk membentuk Pemerintah
Darurat Republik Indonesia (PDRI), dengan susunan sebagai berikut:

 Mr. Syafruddin Prawiranegara, Ketua PDRI/Menteri Pertahanan/ Menteri


Penerangan/Menteri Luar Negeri ad interim
 Mr. T. M. Hassan, Wakil Ketua PDRI/Menteri Dalam Negeri/Menteri PPK/Menteri
Agama,
 Mr. Sutan Mohammad Rasjid, Menteri Keamanan/Menteri Sosial, Pembangunan,
Pemuda,
 Mr. Lukman Hakim, Menteri Keuangan/Menteri Kehakiman,
 Ir. Mananti Sitompul, Menteri Pekerjaan Umum/Menteri Kesehatan,
 Ir. Indracaya, Menteri Perhubungan/Menteri Kemakmuran.
Keesokan harinya, 23 Desember 1948, Sjafruddin berpidato:
"... Belanda menyerang pada hari Minggu, hari yang biasa dipergunakan oleh kaum
Nasrani untuk memuja Tuhan. Mereka menyerang pada saat tidak lama lagi akan
merayakan hari Natal Isa AS, hari suci dan perdamaian bagi umat Nasrani. Justru
karena itu semuanya, maka lebih-lebih perbuatan Belanda yang mengakui dirinya
beragama Kristen, menunjukkan lebih jelas dan nyata sifat dan tabiat bangsa
Belanda: Liciknya, curangnya, dan kejamnya.
Karena serangan tiba-tiba itu mereka telah berhasil menawan Presiden, Wakil
Presiden, Perdana Menteri, dan beberapa pembesar lain. Dengan demikian, mereka
menduga menghadapi suatu keadaan negara republik Indonesia yang dapat
disamakan dengan Belanda sendiri pada suatu saat negaranya diduduki Jerman
dalam Perang Dunia II, ketika rakyatnya kehilangan akal, pemimpinnya putus asa
dan negaranya tidak dapat ditolong lagi.
Tetapi kita membuktikan bahwa perhitungan Belanda itu sama sekali meleset.
Belanda mengira bahwa dengan ditawannya pemimpin-pemimpin kita yang
tertinggi, pemimpin-pemimpin lain akan putus asa. Negara RI tidak tergantung
kepada Sukarno-Hatta, sekalipun kedua pemimpin itu sangat berharga bagi kita.
Patah tumbuh hilang berganti.
Kepada seluruh Angkatan Perang Negara RI kami serukan: Bertempurlah,
gempurlah Belanda di mana saja dan dengan apa saja mereka dapat dibasmi.
Jangan letakkan senjata, menghentikan tembak-menembak kalau belum ada
perintah dari pemerintah yang kami pimpin. Camkanlah hal ini untuk
menghindarkan tipuan-tipuan musuh."
Sejak itu PDRI menjadi musuh nomor satu Belanda. Tokoh-tokoh PDRI harus bergerak terus
sambil menyamar untuk menghindari kejaran dan serangan Belanda.
Mr. T.M Hasan yang menjabat sebagai Wakil Ketua PDRI, merangkap Menteri Dalam Negeri,
Agama, Pendidikan dan Kebudayaan, menuturkannya bahwa rombongan mereka kerap
tidur di hutan belukar, di pinggir sungai Batanghari, dan sangat kekurangan bahan makanan.
Mereka pun harus menggotong radio dan berbagai perlengkapan lain. Kondisi PDRI yang
selalu bergerilya keluar masuk hutan itu diejek radio Belanda sebagai Pemerintah Dalam
Rimba Indonesia.
Sjafruddin membalas,
Kami meskipun dalam rimba, masih tetap di wilayah RI, karena itu kami pemerintah
yang sah. Tapi, Belanda waktu negerinya diduduki Jerman, pemerintahnya
mengungsi ke Inggris. Padahal menurut UUD-nya sendiri menyatakan bahwa
kedudukan pemerintah haruslah di wilayah kekuasaannya. Apakah Inggris jadi
wilayah kekuasaan Belanda? Yang jelas pemerintah Belanda tidak sah.
6. Makna Serangan Umum 1 Maret 1949
Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah serangan yang dilaksanakan pada tanggal 1
Maret 1949 terhadap kota Yogyakartasecara besar-besaran yang direncanakan dan
dipersiapkan oleh jajaran tertinggi militer di wilayah Divisi III/GM III dengan
mengikutsertakan beberapa pucuk pimpinan pemerintah sipil setempat berdasarkan
instruksi dari Panglima Divisi III, Kol.Bambang Sugeng,[butuh rujukan] untuk membuktikan
kepada dunia internasional bahwa TNI - berarti juga Republik Indonesia - masih ada dan
cukup kuat, sehingga dengan demikian dapat memperkuat posisi Indonesia dalam
perundingan yang sedang berlangsung di Dewan Keamanan PBB dengan tujuan utama
untuk mematahkan moral pasukan Belanda serta membuktikan pada
dunia internasional bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih mempunyai kekuatan
untuk mengadakan perlawanan. Soeharto pada waktu itu sebagai komandan brigade
X/Wehrkreis III turut serta sebagai pelaksana lapangan di wilayah Yogyakarta.

Maknanya :

1.      Meningkatkan semangat rakyat dan TNI yang sedang bergerilya.

2.      Mendukung perjuangan diplomasi.

3.      Menunjukkan kepada dunia bahwa TNI masih kuat

4.      Mematahkan semangat pasukan Belanda.


7. Perjanjian Roem Royen dan Maknanya

Perjanjian Roem Royen merupakan perjanjian yang mengakhiri sengketa penyelesaian


konflik antara Indonesia dan Belanda. Perjanjian tersebut pertama kali dimulai pada tanggal
14 April 1949 – 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Dikatakan perjanjian Roem Royem
karena mengambil nama dari kedua pemimpin delegasi perjanjian yaitu dari Mohammad
Roem dan Herman Van Roijen.  Perundingan Roem Roijen diawasi oleh Komisi PBB untuk
indonesia atau UNCL. Maksud perjanjian roem royen adalah menyelesaikan beberapa
masalah dalam kemerdekaan Indonesia sebelum KMB (Komisi Meja Bundar) di Den Haag di
tahun yang sama.

Perjanjian Roem Royen diadakan 14 April -7 mei 1948 dimana delegasi Indonesia dari Moh.
Roem dengan anggota Ali Sastro Amijoyo, Dr. Leimena, Ir. Juanda, Prof. Supomo, dan
Latuharhary. Sedangkan dari belanda adalah Dr.J.H. Van Roijen yang beranggotakan Blom,
Jacob, dr.Van, dr. Gede, Dr.P.J.Koets, Van Hoogstratendan, dan Dr. Gieben. Dalam
Perundingan tersebut berjalan alot, Namun perundingan tersebut diperkuat dari hadirnya
Drs. Moh. Hatta dari pengasingan bangka dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dari
Yogyakarta. dimana Sri Sultan Hamengkubuwono IX mempertegas bahwa “Jogjakarta is de
Republiek Indonesie” (Yogyakarta adalah Republik Indonesia).

Isi Pernyataan Moh. Roem dalam Perjanjian Roem Royen

 Pemerintah RI akan mengeluarkan perintah Penghentian perang gerilya 


 Bekerja sama untuk mengembalikan perdamaian dan menjaga keamanan serta
ketertiban 
 Belanda turut serta ikut dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) untuk mempercepat
kedaulatan dan tidak bersyarat kepada RIS

Isi Pernyataan Dr. J.H. Van Royen  dalam Perjanjian Roem Royen

 Pemerintah Belanda setuju bahwa RI harus bebas dan mengembalikan Yogyakarta


 Pemerintah Belanda membebaskan secara tidak bersyarat kepada pemimin RI dan
tahanan politik yang ditawan dari 19 Desember 1948. 
 Pemerintah Belanda menyutuji bahwa RI menjadi bagian Republik Indonesia Serikat
(RIS)
 KMB akan secepatnya diadakan di Den Haag setelah pemerintah RI kembali ke
Yogyakarta.

Makna Perjanjian Room-Royen

Makna pertemuan ini adalah untuk menyelesaikan beberapa masalah mengenai


kemerdekaan Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tahun yang
sama.
8. Peristiwa Yogya Kembali
Pasca disetujuinya Perjanjian Roem Royen pada tanggal 29 Juni 1949, pasukan Belanda
ditarik mundur ke luar Yogyakarta. Setelah itu TNI masuk ke Yogyakarta. Peristiwa keluarnya
tentara Belanda dan masuknya TNI ke Yogyakarta dikenal dengan Peristiwa Yogya Kembali.
Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta ke Yogyakarta pada tanggal 6 Juli 1949.
Sejak awal 1949, ada tiga kelompok pimpinan RI yang ditunggu untuk kembali ke
Yogyakarta. kelompok pertama adalah Kelompok Bangka. Kedua adalah kelompok PDRI
dibawah pimpinan Mr. Syafruddin Prawiranegara. Kelompok ketiga adalah angkatan perang
dibawah pimpinan Panglima Besar Jenderal Sudirman. Sultan Hamengkubuwono IX
bertindak sebagai wakil Republik Indonesia, karena Keraton Yogyakarta bebas dari
intervensi Belanda, maka mempermudah untuk mengatasi masalah-masalah yang terkait
dengan kembalinya Yogya ke Republik Indonesia. Kelompok Bangka yang terdiri dari
Sukarno, Hatta, dan rombongan kembali ke Yogyakarta pada tanggal 6 Juli 1949, kecuali Mr.
Roem yang harus menyelesaikan urusannya sebagai ketua delegasi di UNCI, masih tetap
tinggal di Jakarta.

Rombongan PDRI mendarat di Maguwo pada 10 Juli 1949. Mereka disambut oleh Sultan
Hamangkubuwono IX, Moh. Hatta, Mr.Roem, Ki Hajar Dewantara, Mr. Tadjuddin serta
pembesar RI lainnya. Pada tanggal itu pula rombongan Panglima Besar Jenderal Sudirman
memasuki Desa Wonosari. Rombongan Jenderal Sudirman disambut kedatangannya oleh
Sultan Hamengkubuwono IX dibawah pimpinan Letkol Soeharto, Panglima Yogya, dan dua
orang wartawan, yaitu Rosihan Anwar dari Pedoman dan Frans Sumardjo dari Ipphos. Saat
menerima rombongan penjemput itu Panglima Besar Jenderal Sudirman berada di rumah
lurah Wonosari. Saat itu beliau sedang mengenakan pakaian gerilya dengan ikat kepala
hitam. Pada esok harinya rombongan Pangeran Besar Jenderal Sudirman dibawa kembali ke
Yogyakarta. Saat itu beliau sedang menderita sakit dengan ditandu dan diiringi oleh utusan
dan pasukan beliau dibawa kembali ke Yogyakarta. Dalam kondisi letih dan sakit beliau
mengikuti upacara penyambutan resmi dengan mengenakan baju khasnya yaitu pakaian
gerilya.

Upacara penyambutan resmi para pemimpin RI di Ibukota dilaksanakan dengan penuh


khidmat pada 10 Juli. Sebagai pimpinan inspektur upacara adalah Syafruddin Prawiranegara,
didampingi oleh  Panglima Besar Jenderal Sudirman dan para pimpin RI yang baru saja
kembali dari pengasingan Belanda. Pada 15 Juli 1949, untuk pertama kalinya diadakan
sidang kabinet pertama yang dipimpin oleh Moh. Hatta. Pada kesempatan itu Syafruddin
Prawiranegara menyampaikan kepada Presiden Sukarno tentang tindakan-tindakan yang
dilakukan oleh PDRI selama delapan bulan di Sumatera Barat. Pada kesempatan itu pula
Syafruddin Prawiranegara secara resmi menyerahkan kembali mandatnya kepada Presiden
RI Sukarno. Dengan demikian maka berakhirlah PDRI yang selama delapan bulan
memperjuangkan dan mempertahankan eksistensi RI.

Anda mungkin juga menyukai