Anda di halaman 1dari 32

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Karya sastra banyak diartikan sebagai hasil kerja kreatif dan perkumpulan reflektif seseorang dengan realitas kesehariannya yang diwujudkan lewat medium bahasa. Lewat bahasa, sastrawan mengekspresikan penjelajahannya atas seluruh realitas. Dalam wilayah ini terjadi proses dialektis antara pandangan-dunia seorang sastrawan dengan realitas sosial yang menjadi lingkungannya. Dengan ungkapan lain, sebuah karya (mestinya) muncul sebagai akibat ketegangan atau tarik-menarik antara dunia ideal seorang sastrawan dengan kondisi obyektif di lingkungannya. Sehingga, tidak mustahil, lewat karya sastra bisa muncul ide-ide tentang pembangunan atau perubahan masyarakat. Hal ini sangat mungkin terjadi, karena sastra berkemampuan menjelaskan gagasan abstrak sekalipun secara lebih komunikatif, segar, dan hidup. Barangkali, karena inilah, Sutan Takdir Alisjahbana, misalnya, menerbitkan Grotta Azzura roman yang dikritik Teeuw sebagai terlalu dikuasai perfilsafatan kebudayaan pada 1970. Untuk itu, perlu diupayakan terciptanya suatu masyarakat sastra yang memungkinkan terjadinya keintiman dalam proses pertukaran gagasan lewat karya sastra. Dengan cara ini, sastrawan dan publiknya ditempatkan dalam suatu pola hubungan interaktif: sastrawan dan publiknya melakukan tawar-menawar tentang konstruk tertentu bentuk transformasi sosial. Diharapkan, dari situ bisa muncul suatu dialektika yang, secara evolutif atau pun revolutif, membangun ruang bagi tumbuh-suburnya dinamika sastra dalam suatu kontek tradisi, sosial, dan budaya. Oleh sebab itu, peran sastrawan dan masyarakat bagi munculnya gagasan tersebut perlu ditegaskan kembali.

1.2 KELEBIHAN NOVEL NAYLA Dalam novel ini pengarang ingin menyampaikan pesan moral kepada pembaca bahwa pentingnya peran orang tua dalam memberikan pendidikan yang baik kepada anak dan juga mendidik anak secara wajar. Buktinya: 1) Kamu tak akan pernah tahu, anakku, seberapa dalam ayahmu menyakiti hatiku. Ia menyakiti kita dengan tidak mengakui janin yang kukandung adalah keturunannya. Ia meninggalkan kita begitu saja tanpa mengurus ataupun mendiskusikan terlebih dulu masalah perceraian. Aku yang merawatmu dengan penuh ketegaran sejak kamu berada di dalam kandungan. Aku yang membesarkanmu dengan penuh ketabahan. Aku menafkahimu. Aku memberimu tempat berteduh yang nyaman. Aku menyediakanmu segala kebutuhan sandang dan pangan. Akan kubuktikan kepadanya, anakku, bahwa aku bisa berdiri sendiri tanpa perlu ia mengulurkan tangan. Kamu milikku, bukan milik ayahmu.(Ayu, 2005:6) 2) Aku jadi merasa serba salah. Segala kebutuhan dicukupi, malah keenakan. Tapi jika tak dicukupi, untuk apa aku susah-susah mencari nafkah? Aku benarbenar sudah kehabisan akal, anakku. Kuhukum kamu, tapi kamu malah menantang. Kamu tak menangis, tak takut, kamu pun tak berubah. Aku ini ibumu. Satu-satunya orang yang bisa kamu andalkan. Kenapa kamu tega menyakitiku seperti ayhmu? Kenapa begitu banyak sifatnya menurun kepadamu? Kenapa tak ada sedikit saja sifat dan sikapmu yang setiap hari kucoba contohkan kepadamu ini kamu jadikan panutan?( Ayu, 2005:7) 3) Percayalah kepadaku, anakku. Tak ada seorang ibu yang tidak mencintai anaknya. Jika aku harus menghukummu itu karena terpaksa. Aku yakin, Tuhan akan memaklumi semua tindakanku sejauh ia tahu bahwa tak ada sedikit pun niatanku untuk menyiksa. Semua yang kulakukan adalah untuk kebaikanmu. Begitu pula dengan sikapku dengan tidak mengijinkanmu mengenalnya. Aku yakin Tuhan tak akan membiarkanmu membenciku. (Ayu, 2005:8)

1.3 KELEMAHAN NOVEL NAYLA Sebaiknya novel ini tidak dipergunakan untuk pembaca kalangan anak kecil. Karena dalam isi novel tersebut ada beberapa hal yang membahas tentang (sex) yang seharusnya bagi kalangan anak kecil itu tidak diperbolehkan untuk membacanya.

Buktinya : 1) Saya takut mengatakan apa yang pernah dilakukan Om Indra kepada saya. Padahal saya ingin mengatakan kalau Om Indra sering meremas-remas penisnya di depan saya hingga cairan putih muncrat dari sana. bahkan ketika kami sedang sama-sama nonton televise dan ibu pergi sebentr ke kamar mandi, Om Indra mengeluarkan penis dari dalam celananya hanya untuk sekejap menunjukkannya kepada saya. Om Indra juga sering dating ke kamar ketika saya belajar dan menggesek-gesekkan penisnya ke tengkuk saya. Begitu ia mendengar langkah ibu, langsung ia pura-pura mengajari saya hingga membuat memandang kami dengan terharu. Dan pada akhirnya, ketika ibu tidak ada di rumah, Om Indra tidak hanya mengeluarkan ataupun menggesekgesekkan penisnya ke tengkuk saya. Ia memasukkan penisnya itu ke vagina saya. Supaya tidak ngompol, katanya. Saya diam saja. Saya tak merasakan apa-apa. Vagina saya sudah terbiasa dengan tusukan peniti ibu. Yang walaupun lebih kecil, namun lebih tajam dan tidak dimaksukan pada tempatnya sehingga sakitnya melebihi penis Om Indra yang merasuk kuat ke dalam lubang vagina saya. Hati saya pun tidak terasa sesakit ketika ibu yang melakukannya. Saya diam dan menerimanya demi ibu. Karena ibu mencintainya. Karena sudah selayaknya seorang anak berbakti kepada ibunya. (Ayu, 2005: 113-114). 2) Sebenarnya, alat kelamin perempuan pun mengalami tanda-tanda yang sangat signifikan seperti halnya alat kelamin laki-laki. Ketika terangsang, alat kelamin perempuan mengeluarkan cairan. Ketika mencapai puncak kenikmatan, otot vagina mengalami kontraksi dan mengecang. Tapi kenapa mayoritas perempuan, bahkan perempuan menikah sekali pun tak bisa menjawab dengan pasti apakah mereka benar-benar pernah mengalami orgasme? (Ayu, 2005 : 78). 3) Bagaimana perempuan bisa menikmati hubungan seksual jika sejak awal mereka sudah ditakut-takuti oleh mitos keperawanan? Sejak awal mereka sudah dibodohi secara massal bahwa hubungan seksual di hari pertama sakitnya tak terkira akibat robeknya selaput dara. Jika selaput dara robek, vagina mengeluarkan darah. Itulah bukti kesucian yang harus dijaga sampai tiba saatnya malam pertama. Padahal kenyataannya, banyak sekali perempuan yang vaginanya tidak mengeluarkan darah ketika pertama kali melakukan hubungan seksual. Bahkan banyak yang tidak merasakan sakit seperti informasi yang mereka terima. Selain itu, selaput dara tidak hanya robek akibat hubungan seksual. Hal-hal kecil seperti mengendarai sepeda atau menari ballet sekali pun bisa mengakibatkan selaput dara pecah. Tak heran masih banyak orang tua yang tidak setuju putrinya les tari ballet, karen takut putrinya tak lagi suci di dalam pengantin. (Ayu, 2005 : 78-79). 4) Bagaimana perempuan bisa menikmati ketika sedang melakukan hubungan seksual mereka tak nyaman dengan reaksi tubuhnya sendiri ? Mereka begitu ketakutan pasangannya tidak nikmat kalau otot vagina mereka tidak kencang,

atau kelebihan cairan. Padahal perempuan mutlak mengeluarkan cairan. Mereka mutlak terangsang supaya bisa menikmati hubungan seksual, ketika vagina tidak cukup mengeluarkan cairan, bisa berakibat iritasi kulit vagina. Jika kulit vagina mengalami iritasi, akan lebih mudah terjangkit penyakit kelamin. Dan yang terpenting, perempuan tidak akan pernah merasa nikmat dalam kondisi vagina kurang cairan seperti itu. Mereka pasti mengalami kesakitan. Dan rasa sakit bukanlah bentuk kenikmatan yang selayaknya diterima perempuan. (Ayu, 2005 : 80). 5) Tidak hanya sampai di situ pembodohan massal yang terpaksa, mau tak mau, harus diterima oleh perempuan sebagai kebenaran absolute, yaitu, mitos tentang enak atau tidaknya alat kelamin perempuan ditentukan oleh kekencangan otot vagina dan tidak banyaknya cairan. Banyak mitos-mitos berkembang tentang etnis-etnis tertentu yang alat kelaminnya sudah tebukti mewakili atau tidak mewakili standar ideal yang diciptakan oleh laki-laki. Biasanya perempuan berkulit putih kelebihan cairan. Tidak enak becek. Yang berkulit hitam, selain tidak kelebihan cairan, otot vaginanya pun lebih alot. Akhirnya perempuan berusaha keras mengatasi kelebihan cairan dan kelenturan otot vagina. Mereka minum jamu. Mereka ikut senam seks dan body languange. Mereka memasukkan tongkat madura ke dalam vagina sebelum melakukan hubungan seksual selama lima menit. Mereka merendam vagina ke dalam daun sirih. Dan paling parah dari semua itu, perempuan takut terangsang. Perempuan menahan rangsangan supaya bisa mengelabui reaksi tubuh agar vagina tak terlalu mengeluarkan banyak cairan. Alhasil, perempuan melakukan apa pun hanya untuk dinikmati tanpa diberi kesempatan untuk menikmati. (Ayu, 2005 : 79). 6) Mitos ini juga mengakibatkan perempuan tak kuasa mempertahankan kesehatann alat kelaminnya sendiri. Laki-laki banyak yang menghindari pemakaian kondom dengan alasan, tidak enak karena terlalu licin. Akhirnya, tak hanya risiko terkena penyakit kelamin saja, tapi juga risiko kehamilan. Sementara, yang menanggung akibat kehamilan ini hanyalah perempuan. Bukan laki-laki.

7) Nayla manggut-manggut sambil mengacungkan jempolnya tanda setuju. Lantas tawa perempuan bertubuh aduhai itu meledak sehingga semua orang yang sedang antri di depan masing-masing kamar mandi sepanjang lorong, mau tak mau tertawa juga. Bahkan ketika perempuan bertubuh aduhai itu sudah keluar, suara tawanya terdengar sampai ke dalam.(Ayu,2005 : 59-60)

BAB II

LANDASAN TEORI
A. Pengertian Sastra. Sastra adalah perwujudan pikiran dalam bentuk tulisan. Tulisan adalah media pemikiran yang tercurah melalui bahasa, bahasa yang bisa direpresentasikan dalam bentuk tulisan, media lain bisa saja berbentuk gambar, melody musik, lukisan ataupun karya lingkungan binaan (arsitektur). Dr. Abdullah Dahana Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia berkesimpulan bahwa istilah Sastra telah mengalami penyempitan arti, Kebanyakan kaum awam menganggap sastra hanyalah ilmu yang mengurusi kesusastraan saja. Padahal arti sastra sesungguhnya itu sendiri adalah ilmu yang mempelajari kebudayaan secara luas. Itulah salah satu penyebab Fakultas Sastra berganti baju menjadi Fakultas Ilmu Budaya. Secara etimologis kata sastra berasal dari bahasa sansekerta, dibentuk dari akar kata sas- yang berarti mengarahkan, mengajar dan memberi petunjuk. Akhiran tra yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk. Secara harfiah kata sastra berarti huruf, tulisan atau karangan. Kata sastra ini kemudian diberi imbuhan su- (dari bahasa Jawa) yang berarti baik atau indah, yakni baik isinya dan indah bahasanya. Selanjutnya, kata susastra diberi imbuhan gabungan ke-an sehingga menjadi kesusastraan yang berarti nilai hal atau tentang buku-buku yang baik isinya dan indah bahasanya. Selain pengertian istilah atau kata sastra di atas, dapat juga dikemukakan batasan / defenisi dalam berbagai konteks pernyataan yang berbeda satu sama lain. Kenyataan ini mengisyaratkan bahwa sastra itu bukan hanya sekedar istilah yang menyebut fenomena yang sederhana dan gampang. Sastra merupakan istilah yang mempunyai arti luas, meliputi sejumlah kegiatan yang berbeda-beda. Kita dapat berbicara secara umum, misalnya berdasarkan aktivitas manusia yang tanpa mempertimbangkan budaya suku maupun bangsa. Sastra dipandang sebagai suatu yang dihasilkan dan dinikmati. Orang-orang tertentu di masyarakat dapat menghasilkan sastra. Sedang orang lain dalam jumlah yang besar menikmati sastra itu dengan cara mendengar atau membacanya.

Batasan sastra menurut Plato, adalah hasil peniruan atau gambaran dari kenyataan (mimesis). Sebuah karya sastra harus merupakan peneladanan alam semesta dan sekaligus merupakan model kenyataan. Oleh karena itu, nilai sastra semakin rendah dan jauh dari dunia ide. Suatu hasil karya baru dapat dikatakan memiliki nilai sastra apabila di dalamnya terdapat kesepadanan antara bentuk dan isinya. Bentuk bahasanya baik dan indah, dan susunannya beserta isinya dapat menimbulkan perasaan haru dan kagum di hati pembacanya. Bentuk dan isi sastra harus saling mengisi, yaitu dapat menimbulkan kesan yang mendalam di hati para pembacanya sebagai prwujudan nilai-nilai karya seni. Apabila isi tulisan cukup baik tetapi cara pengungkapan bahasanya buruk, karya tersebut tidak dapat disebut sebagai cipta sastra, begitu juga sebaliknya. Sastra (Sansekerta , shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta stra, yang berarti "teks yang mengandung instruksi" atau "pedoman", dari kata dasar s- yang berarti "instruksi" atau "ajaran". Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada "kesusastraan" atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Tetapi kata "sastra" bisa pula merujuk kepada semua jenis tulisan, apakah ini indah atau tidak. Selain itu dalam arti kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis atau sastra lisan (sastra oral). Di sini sastra tidak banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu. Sastra Dalam Pengertian Umum Sastra (Sanskerta: shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta Sastra, yang berarti teks yang mengandung instruksi atau pedoman, dari kata dasar Sas yang berarti instruksi atau ajaran dan Tra yang berarti alat atau sarana. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada kesusastraan atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. 6

Yang agak bias adalah pemakaian istilah sastra dan sastrawi. Segmentasi sastra lebih mengacu sesuai defenisinya sebagai sekedar teks. Sedang sastrawi lebih mengarah pada sastra yang kental nuansa puitis atau abstraknya. Istilah sastrawan adalah salah satu contohnya, diartikan sebagai orang yang menggeluti sastrawi, bukan sastra. Selain itu dalam arti kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis atau sastra lisan (sastra oral). Di sini sastra tidak banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu. Sastra dibagi menjadi 2 yaitu Prosa dan Puisi, Prosa adalah karya sastra yang tidak terikat sedangkan Puisi adalah karya sastra yang terikat dengan kaidah dan aturan tertentu. Contoh karya Sastra Puisi yaitu Puisi, Pantun, dan Syair sedangkan contoh karya sastra Prosa yaitu Novel, Cerita/Cerpen, dan Drama Pengertian Sastra Menurut Para Ahli 1. Mursal pengungkapan Esten, dari menyatakan fakta artistik sastra dan atau imajinatif kesusastraan adalah sebagai manifestasi

kehidupan manusia (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai medium dan punya efek yang positif terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan). 2. Menurut Engleton, sastra yang disebutnya "karya tulisan yang halus" (belle dalam letters) berbagai adalah cara karya yang mencatatkan bentuk bahasa. harian dengan bahasa yang dipadatkan, didalamkan,

dibelitkan, dipanjangtipiskan dan diterbalikkan, dijadikan ganjil.

3. Menurut Semi, kreatif

sastra adalah adalah

suatu bentuk dan

dan hasil

pekerjaan seni

yang objeknya

manusia

kehidupannya menggunakan

bahasa sebagai mediumnya.

4. Panuti Sudjiman, mendefinisikan sastra sebagai karya lisan atau tulisan yang memiliki 5.Plato Sastra adalah hasil peniruan atau gambaran dari kenyataan (mimesis). Sebuah karya sastra harus merupakan peneladanan alam semesta dan sekaligus merupakan model kenyataan. Oleh karena itu, nilai sastra semakin rendah dan jauh dari dunia ide. 6.Sapardi (1979: 1) Memaparkan bahwa sastra itu adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium. Bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. A Jenis Sastra Sastra memiliki beberapa jenis:

berbagai

ciri

keunggulan

seperti keorisinalan,

keartistikan,

keindahan dalam isi, dan ungkapannya.

Sastra daerah, yaitu karya sastra yang berkembang di daerah dan diungkapkan dengan menggunakan bahasa daerah. Sastra dunia, yaitu karya sastra milik dunia yang bersifat universal. Sastra kontemporer, yaitu sastra masa kini yang telah meninggalkan ciri-ciri khas pada masa sebelumnya. Sastra modern, yaitu sastra yang telah terpengaruh oleh sastra asing(sastra barat).

Secara

umum,

yang

dimaksud

teori

adalah

suatu

sistem

ilmu

atau

pengetahuan sistematik yang menetapkan pola pengaturan hubungan antara gejalagejala yang diamati.teori berisi konsep/uraian tentang hukum-hukum untuk suatu objek ilmu pengetahuan dari suatu titik pandang tertentu. Suatu teori dapat dideduksi secara logis dan dicek kebenarannya dan diverifikasi atau dibantah kesahihannya (diversifikasi) pada objek atau gejala-gejala yang diamati tersebut.

Pertama-tama yang diperlukan adalah bahwa istilah yang tepat untuk menyebut teorisastra, baik bahasa Indonesia atau Inggris, belum ditemukan. Akibatnya definisi mengenai hakikat, fungsi dan teori sastra tidak mudah dirumuskan. Bahkan istilah-istilah yang digunakan untuk menyebutkan konsep-konsep yang paling mendasar pun berbeda beda. Antara teori dan ilmu sastra belum ada pembatasan yang jelas. Demikianlah pergelutan sastra menjadi ilmu menjadi hambatanhambatan yang cukup banyak. Juga dalam hal konsep-konsep keilmuannya (Kuntara Wiryamartana, 1992). Luxemburg, et.al (1986) menggunakan istilah ilmu sastra dengan pengertian yang mirip dengan teori sastra Wellek dan Warren. Ilmu sastra adalah ilmu yang mempelajari teks-teks sastra secara sistematis sesuai dengan fungsinya di dalam masyarakat. Tugas ilmu sastra adalah meneliti dan merumuskan sastra (sifat-sifat atau ciri-ciri khas kesastraan daan fungsi sastra dalam masyarakat) secara umum dan sistematis. Teori sastra merumuskan kaidah-kaidah atau konvensi-konvensi kesusastraan umum.

B. Pengertian Novel Dari sekian banyak bentuk sastra seperti esei, puisi, novel, cerita pendek, drama, bentuk novel, cerita pendeklah yang paling banyak dibaca oleh para pembaca. Karya-karya modern klasik dalam kesusasteraan, kebanyakan juga berisi karya-karya novel. Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling popular di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar, lantaran daya komunikasinya yang luas pada masyarakat. Sebagai bahan bacaan, novel dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu karya serius dan karya hiburan. Pendapat demikian memang benar tapi juga ada kelanjutannya. Yakni bahwa tidak semua yang mampu memberikan hiburan bisa disebut sebagai karya sastra serius. Sebuah novel serius bukan saja dituntut agar dia merupakan karya yang indah, menarik dan dengan demikian juga memberikan hiburan pada kita. Tetapi ia juga dituntut lebih dari itu. Novel adalah novel syarat utamanya adalah bawa ia mesti menarik, menghibur dan mendatangkan rasa puas setelah orang habis membacanya.

Novel adalah sebuah eksplorasi atau kronik kehidupan yang merenungkan dan melukiskan dalam bentuk tertentu. Berpengaruh, ikatan hasil kehancuran atau tercapainya gerak-gerik manusia (The American Wolf, dalam Tarigan, 1986 64). Menurut Henry Guntur Tarigan (1986:64) mengatakan novel adalah cerita prosa fiksi dalam panjang tertentu yang yang melukiskan para tokoh. Gerak serta adegan kehidupan nyata yang representatif dalam suatu keadaan yang kacau dan kusut. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa novel adalah suatu cerita rekaan yang melukiskan suatu tokoh dan keadaan tertentu sebagai representatif kehidupan nyata. Dalam hal ini pengertian novel tidak berbeda dengan roman mengingat esensi sama hanya berbeda pada panjang pendeknya cerita. Novel mengungkapkan suatu konsentrasi kehidupan pada suatu saat yang tegang dan pemusatan kehidupan yang lebih luas dan biasanya melukiskan peristiwa dari masa kanak-kanak sampai dewasa dan meninggal dunia. Sedangkan Cerpen merupakan karakter yang dijabarkan lewat rentetan kejadian dari pada kejadian itu sendiri satu persatu (Semi, 1988: 34). Sebagai suatu karya sastra novel dibangun oleh sejumlah unsur yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur pembangun karya sastra dari dalam dan mempunyai hubungan struktur yang bersifat otonom (cahyono, 1988:44). Keotonoman ini sifatnya mutlak diperlukan kehadiranya dalam setiap karya sastra. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar karya sastra yang amat berpengaruh terhadap karya sastra. Unsur ekstrinsik berperan sebagai pemberi warna serta mempunyai kaitan erat dengan pesan yang hendak disampaikan oleh pengarang kepada pembaca. C. Psikologi sastra. 1. Sejarah Kelahiran Psikologi Sastra. Pada Awalnya, penelitian sastra hanya bertumpu pada dua pendekatan saja, yaitu pendekatan formal dan pendekatan moral, tetapi dalam pengembangan berikutnya, teori psikologi juga digunakan dalam penelitian sastra, khususnya sehubungan dengan pendekatan psikologi sastra. Pengikutsertaan psikologi dalam sastra ini, karena jiwa manusia sumber dari segala ilmu pengetahuan dan kesenian (Sukada, 1985: 140)

10

Munculnya penelitian sastra dengan menggunakan pendekatan psikologi ini bermula dari semakin meluasnya pengaruh psikoanalisisnya Freud yang muncul mulai tahun 19005. tetapi dengan semakin berkembangannya psikologi sebagai disiplin ilmu, maka penelitian sastra dengan pendekatan psikologi pun tidak hanya bertumpu pada psikoanalisisnya Freud. Pada masa sekarang ini teori-teori psikologi yang lain juga telah banyak yang digunakan. (Roekhan dalam Nurhadi, 1987:134). Masalah psikologi sastra bukan masalah baru dalam dunia sastra, tetapi di Indonesia masalah tersebut relative baru, psikologi sastra ini baru muncul di Indonesia pada tahun 1955, yaitu setelah diadakan Simposium Sastra di Yogyakarta. Dalam Simposium tersebut Wanarno Surahmad membacakan kertas kerjanya yang berjudul Pengaruh Psikologi dalam Kesusastraan. Tetapi setelah itumandeg lagi, dan baru tahun 1960-an muncul lagi. Seterusnya sampai saat ini masalah psikologi masih banyak mendapat perhatian dari pengamat sastra (Roechan dalam Nurhadi, 1987:143) 2. Pengertian Psikologi Sastra.

Kalau kita ingin mengetahui definisi psikologi sastra secara jelas atau pasti, kita akan mendapat kekecewaan, sebab tokoh-tokoh psikologisastra pendahulu pun belum pernah ada yang memberikan definisi secara jelas, (Wellek,1989:90) hanya mengatakan bahwa istilah psikologi sastra mempunyai empat pengertian yang pertama adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau pribadi. Kedua adalah studi proses kreatif. Ketiga adalah studi tipedan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. Dan yang keempat mempelajari dampak sastra pada pembaca (psikologi pembaca) yang paling berkaitan denganbidang sastra adalah pengertian yang ketiga. Psikologi secara sempit dapat diartikan sebagai ilmu tentang jiwa. Selanjutnya kalaulah kita perhatikan definisi-definisi yang dikemukakan oleh para ahli psikologi, ternyata psikologi mendasarkan suatu pendapat tentang adanya hubungan perbuatan dengan jiwa manusia. Jadi, psikologi itu merupakan suatu ilmu yang menyelidiki dan mempelajari tingkah laku manusia itu sebagai manifestasi hidup kejiwaan seseorang. Untuk memahami kehidupan manusia itu diperlukan suatu pemahaman khusus tentang eksistensi manusia tersebut, berarti mengetahui pula aspirasi, perasaan, cita-cita dan gejolak-gejolak jiwa manusia. 11

Psikologi

berdasarkan

objeknya

masih

terbagi

lagi

menjadi

psikologi

perkembangan, psikologi kepribadian, dan psikologi umum, atau psikologi sosial. `Pendekatan psikoanalisis dalam sastra sebenarnya tidak hanya sekedar melihat narasi dalam substansi karakter pelakunya, melainkan harus ditarik pada satu generalisasi apakah antara yang fiksi itu berkaitan dengan realis, apakah fenomena psikologis yang terdapat dalam teks cerita tersebut menggambarkan kebenaran dalam realitas. Menurut Segers adalah Penelitian psikologis sastra, merupakan penelitian atau pendekatan yang lebih menitik beratkan pada aspek functioning humand min pikiran manusia (Segers, 2000:13). Sedangkan men urut Hardjana adalah Pendekatan Psikologisastra, merupakan pendekatan yang memiliki 4 tipe yakni mencakup psikologi seni, proses kreatif yang melibatkan proses kejiwaan, teori psikologi, dan dampak psikologis teks sastra kepada pembaca (Hardjana, 1985:60-61). Psikologi sastra mempunyai kemungkinan pengertian. Yang pertama, adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Kedua, adalah studi proses kreatif. Ketiga studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. Keempat, mempelajari dampak sastra pada pembaca (psikologi pembaca). Pengertian yang keempat berkaitan dengan sastra dan masyarakat. Yang berkaitan dengan bidang sastra adalah pengertian ketiga. Sedangkan dua pengertian lainnya merupakan bagian dari psikologi seni. Psikologi pengarang dan proses kreatif sering di pakai dalam pengajaran sastra, tetapi sebaiknya asal-usul adan proses penciptaan sastra tidak dijadikan pegangan untuk memberikan penilaian Sesuai dengan pendapat Semi (2004: 79), pendekatan psikologis

menekankan analisis terhadap karya sastra dari segi intrinsik, khususnya pada penokohan atau perwatakannya. Penekanan ini dipentingkan, sebab tokoh ceritalah yang banyak mengalami gejala kejiwaan. Secara kategori, sastra berbeda dengan psikologi sebab sebagaimana sudah kita pahami sastra berhubungan dengan dunia fiksi,drama, dan esai yang diklasifikasikan ke dalam seni (art). Psikologi adalah suatu seni yang biasanya menyajikan situasi yang terkadang tidak masuk akal dan suatu kejadian-kejadian yang fantastik. Psikologi dapat mengklasifikasikan pengarang berdasarkan tipe psikologi dan fisiologinya. Mereka bisa menguraikan kelainan jiwanya, bahkan meneliti alam sadarnya. 12

Bukti-bukti itu diambil dari dokumen diluar sastra atau dari karya sastra itu sendiri. Banyak karya besar yang menyimpang dari standar psikologi, karena kesesuaian hasil karya dengan kebenaran psikologis belum tentu bernilai artistik. Pemikiran psikologi dalam karya sastra tidak hanya dicapai melalui pengetahuan psikologi saja. Namun pada kenyataannya atau pada kasus-kasus tertentu pemikiran psikologi dapat menambah nilai estetik atau keindahan karena dapat menunjang koherensi dan kompleksitas suatu karya. Psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan. (1) Studi psikologi pengarang sebagai tipe atau studi pribadi. (2) Studi proses kreatif. (3) Studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. (4) Mempelajari dampak sastra pada pembaca. Kemungkinan (1) & (2) bagian dari psikologi seni. Kemungkinan (3) berkaitan pada bidang sastra. Kemungkinan (4) pada bab sastra dan masyarakat. Proses kreatif meliputi seluruh tahapan, mulai dari dorongan bawah sadar yang melahirkan karya sastra pada perbaikan terakhir yang dilakukan pengarang, yang mana pada bagian akhir ini menurut mereka merupakan tahapan yang paling kreatif. Sedangkan menurut Rene Wellek dan Austin Warren (1962: 8182) menunjuk-kan empat model: (1).pendekatan psikologis, yang dikaitkan dengan pengarang, proses kreatif, karya sastra, dan pembaca. Meskipun demikian, pendekatan psikologis pada dasarnya berhubungan dengan tiga gejala utama, yaitu: pengarang, karya sastra, dan pembaca, dengan pertimbangan bahwa pendekatan psikologis lebih banyak berhubungan derigan pengarang dan karya sastra. Pendekatan psikologi awal lebih dekat dengan pendekatan biografis dibandingkan dengan pendekatan sosiologis sebab analisis yang dilakukan cenderung memanfaatkan data-data personal. Proses kreatif merupakan salah satu model yang banyak dibicarakan dalam rangka pendekatan psiko-logis. Karya sastra dianggap sebagai hasil aktivitas penulis, yang sering dikaitkan dengan gejalagejala kejiwaan, seperti: obsesi, kontemplasi, kompensasi, sublimasi, bahkan sebagai neurosis. Oleh karena itulah, karya sastra disebut sebagai salah satu gejala (penyakit) kejiwaan. Pendekatan psikologis - kontemporer, sebagaimana dilakukan oleh Mead, Cooley, Le-win, dan Skinner (Schellenberg, 1997), mulai memberikan per-hatian pada interaksi antarindividu, sebagai interaksi simbolis, sehingga disebutkan sebagai analisis psikologi sosial.

13

Dalam sebuah karya sastra pasti terkandung nilai-nilai kehidupan yang berlaku pada masyarakat di mana karya sastra tersebut diciptakan. Nilai-nilai tersebut menggambarkan norma, tradisi, aturan, dan kepercayaan yang dianut/dilakukan pada suatu masyarakat. Nilai-nilai tersebut antara lain : Nilai moral Nilai social Nilai budaya/tradisi Nilai religi/agama 1. Nilai Moral Nilai yang berkaitan dengan akhlak atau budi pekerti (baik dan buruk). Misalnya : Berbakti kepada orang tua Jujur Sabar ikhlas, dll. 2. Nilai Sosial Nilai-nilai yang terkait dengan norma/aturan dalam kehidupan bermasyarakat dan berhubungan dengan orang lain Contoh : Saling memberi Tenggang rasa Saling menghormati pendapat 3. Nilai Budaya/Tradisi Nilai-nilai yang terkait dengan kebiasaan/ tradisi yang berlaku dalam masyarakat. Contoh : Adat istiadat : perkawinan, kematian, dll. Cara berpakaian Kesenian Upacara adat, dll. 4. Nilai Religi/Agama 14

Nilai-nilai yang berkaitan dengan kehidupan beragama. Contoh : Cara beribadah kepada Tuhan Sistem kepercayaan/agama Penggunaan pendekatan psikologi sastra ini hanya cocok apabila digunakan pada peneliti sastra yang objeknya adalah karya sastra yang membahas masalah psikologi. Sedangkan pengertian karya sastra psikologi menurut Jung adalah karya sastra yang berkaitan dengan cerita tentang dunia kesadaran manusia, misalnya tentang pelajaran mengenai kehidupan manusia secara sadar, dan khususnya kehidupan perasaannya (Sukada, 1985:144). D. Psikologi kejiwaan Kejiwaan adalah sebagai keadaan dimana seseorang sedang kalut, terlalu banyaknya masalah, tekanan ataupun lainnya, sehingga tidak dapat menyelesaikannya, yang hamper sama dengan stress, akan tetapi tidak bias disamakan oleh pengertian putus asa. Akan tetapi dapat juga diartikan sebagai suatu keadaan yang dialami seseorang, ketika keinginanya tidak dapat tercapai atau terganjal untuk dapat terealisasikan atau bisa juga cita-cita atau keinginanya terhalang sehingga tidak dapat terwujud. Dalam hal ini halangan tersebut berasal dari berbagai factor, seperti dari keterbatasan fisik atau psikis. Defense Mechanism (Reaksi mekanistis). Seseorang yang mengalami kejiwaan akan bereaksi secara tidak sadar untuk mengurangi tekanan batin yang menimbulkan rasa sakit atau stress. Reaksi itu disebut defense mechanism. Dengan reaksi, ia sebenarnya berusaha mempertahankan harga dirinya dari realita yang ia hadapi. Menurut Siswantoro (2005:26) mengelompokkan kejiwaan ke dalam empat kategori, yaitu: reaksi agresi/menyerang (agressive reaction), reaksi menghindar (withrawal reaction), reaksi kompromistis (compromise reaction).

15

1. Aggressive Reaction (Reaksi menyerang/menyakiti) Seseorang yang frustasi bisa melakukan tindak menyerang, baik terhadap objek penghalang penyebab frustasi atau terhadap objek pengganti. Dalam hal ini jika tindakan menyerang berlangsung dalam jangka waktu lama, maka akan mendapat respon yang tidak baik. 2. Withdrawal reaction (reaksi menghindar) Reaksi menghindar dibagi menjadi tiga, yaitu: 1. Repression Represi adalah proses peminggiran dari kesadaran, pikiran maupun perasaan yang menimbulkan kepedihan, rasa malu, atau bersalah. 2. Fantasy Ketika hasrat terganjal oleh realita, orang itu boleh jadi lari ke dunia khayal yang bisa memuaskan keinginanya yang terhalang. 3. Regression Di dalam regresi seseorang melarikan diri dari realita yang menyakitkan dan dari tanggung jawab yang diembannya menuju kearah keberadaan masa kanak-kanaknya yang terlindungi. Orang itu kembali ke kebiaan lamanya dalam upaya penyesuaian diri agar terlepas dari kepenatan batinnya seperti ; menangis, mencibirkan bibir seperti yang biasa anak-anak lakukan, atau perilaku yang minta diperhatikan, dan lain-lain yang dulu pernah dikerjakn pada masa kanak-kanak. 3. Compromise Reactions (Reaksi kompromistis) Di sini individu harus menyerah kepada suasana yang mengancam atau tidak megenakkan sebagai akibat frustasi, tetapi tanpa harus menyerah total sehingga tujuan yang diimpikan tetap bisa terealisasi.

16

BAB III ANALISIS

Analisis psikologis novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu belum ada yang menelitinya. Akan tetapi, untuk melakukan analisis psikologis terhadap karya sastra penulis berpedoman dari hasil kajian Iswantoro (2005:62) dengan judul: A Study on Frustration on Relfelcted in Harry, the Major Character of The Snows of Kilimanjaro, a Fiction by Ernest Heningway: Psychological Approach. Dalam analisisnya peneliti mengungkapkan penyebab frustasi tokoh Harry dengan disertai contoh-contohnya. Dari hasil kajian di atas, penulis mencoba melakukan hal yang sama terhadap novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu. Pengarang Djenar Maesa Ayu adalah salah seorang pengarang yang sangat produktif dalam karya sastranya. Ia dilahirkan di Jakarta 14 Januari 1973. Hasil karyanya kebanyakan berupa cerpen yang tersebar di berbagai media massa dalam negeri. Karya pertama Djenar berjudu: Mereka Bilang, Saya Monyet telah dicetak ulang 8 kali dan masuk dalam nominasi 1o besar terbaik Khatulistiwa Literary Award 2003, selain itu juga diterbitkan dalam Bahasa Inggris. masih banyak lagi karya cerpen Djenar yang masuk dalam kategori cerpen terbaik 2003 yang semuanya itu dapat disejajarkan dengan pengarang sastra lainnya. Nayla adalah novel pertama Djenar yang sekarang ini sedang diangkat dalam pembuatan layar lebar. A. Analisis Penyesuaian Diri Dalam Novel Nayla. Menurut Sarwono (2000:59), suatu keadaan dalam diri individu yang disebabkan oleh tidak tercapainya kepuasan atau suatu tujuan akibat adanya halangan atau rintangan dalam usaha mencapai kepuasan atau tujuan tersebut. Selanjutnya, penyesuaian diri ialah proses penerima individu terhadap suatu lingkungan (Ahmadi, 2003:195). Penyesuaian diri disebabkan antara lain oleh frustrasi yang dimulai sejak taman kanak-kanak yang berlanjut terus sejalan dengan makin kompleksnya persoalan hidup (Siswantoro, 2005:116).

17

Di dalam frustasi ini terdapat kategori-kategori, antara lain : Menurut Siswantoro (2005:26) mengelompokkan frustrasi ke dalam empat kategori, yaitu: reaksi agresi/menyerang (agressive reaction), reaksi menghindar (withrawal reaction), reaksi kompromistis (compromise reaction).

1. Reaksi Agresif/menyerang
Dalam kutipan novel di atas menjelaskan bahwa betapa kejamnya ibu dari Nayla tersebut melakukan perbuatan yang setidaknya tidak pantas untuk mendidik anaknya. Akan tetapi pengarang ini ingin memberitahu kepada pembaca kalau untuk mendidik anak itu seharusnya sewajarnya saja. Jangan melampauhi batas kewajaran. Karena dapat membuat anaknya menjadi frustasi dalam kehidupannya sendiri. Nayla menerkam Ben. Menghajar mukanya. Menjambak rambutnya. Ben mempertahankan diri dnegan memegangi tangan Nayla. Nayla semakin brutal. Digigitnya tangan Ben, berusaha melepaskan pegangan tangannya. Pegangan tangan Ben terlepas. Nayla meraih botol bir dan memecahkannya, lalu mengacungkan ke depan muka Ben, (Ayu, 2005:89).

Dalam kutipan di atas menjelaskan bahwa pengarang menggunakan perilaku agresif dalam tokoh nayla tersebut. Pengarang ingin membuat tokoh Nayla tersebut kelihatan hidup. Pengarang juga beranggapan bahwa didalam novel tersebut terdapat konflik dari tokoh Nayla. Lihat dirimu, anakku. Amat menyedihkan. Kamu datang dengan mabuk di hari ulang tahunmu bersama gembel-gembel yang kamu akui sebagai teman. Tak ada bau minuman di mulutmu. Jadi pastilah kamu menenggak obat. Walaupun kamu tak mengaku, tapi aku tahu. Selama dua belas tahun aku membesarkanmu. Aku hafal benar setiap gerakgerikmu (Ayu, 2005:16) Penggalan kata-kata sang ibu diatas membuktikan bahwa kematian sang ayah membuat Nayla terpukul dan ia mengambil jalan untuk melawan semua nilai-nilai yang sebelumnya ditanam oleh sang ibu yaitu dengan jalan mabuk

18

dan memakai obat-obatan hingga akhirnya ia mendapat hukuman atas perbuatannya dan dijebloskan ke rumah perawatan anak-anak nakal. kerja apaan sampe jam dua pagi! Jual diri? Iya gak, mbak! (Ayu, 2005: 59) Pada kutipan diatas menjelaskan bahwa pengarang ingin memunculkan tokoh baru dalam karyanya itu. Pengarang juga memberikan psikologi pada tokohnya itu sebagai seorang mbak-mbak penjaga toilet yang tidak sengaja mendengar pembicaraan perempuan bertubuh aduhai waktu berbicara di ponsel. Dasar keparat, anjing kurap. Monyet. Setan. Kontil! (Ayu, 2005: 66) Berdasarkan kutipan diatas menjelaskan bahwa tokoh juli sedang menyaksikan Nayla marah dan kutipan di atas termasuk suatu tindakan yang berupa penyerangan verbal. Yayangku, saya bukan pecinta perempuan. Saya bukan lesbian. Tapi saya pencinta kehidupan dan saya akan setiap pada kehidupan (Ayu, 2005:68) Berdasarkan kutipan di atas menjelaskan bahwa pengarang memberikan suatu unsur psikologi pada tokohnya berupa suatu jawaban yang keluar dari mulutnya tidak sesuai dengan harapan dari tokoh Juli. Kecil-kecil sok mau jadi preman kamu, ya! ngapain jalan-jalan bawa senjata tajam?! Bukan punya saya, pak! Eh, perek kecil teman-teman kamu udah ngaku kalo itu senjata tajuamnya dia. Jadi kamu jangan bohong! (Ayu, 2005: 73) Berdasarkan kutipan di atas menjelaskan pengarang memberikan suatu konflik terhadap tokoh Nayla tersebut pada percakapan / dialog polisi yang sedang menginterogasi Nayla dan Luna Anak-anak, pagi ini Nayla melantai. . . . . . . . .

19

Anak anak Bina lain tertawa cekikikan. Mereka sudah kesal akan aksi tutup mulut Nayla yang bagi mereka terkesan arogan (Ayu, 2005: 16) Dalam kutipan di atas menjelaskan bahwa pengarang ingin membbuat tokoh Nayla ini lebih frustasi lagi dengan jalan dipermalukan oleh temannya sendiri. Mau apa kamu?! Mau pecahin botol bir lagi dan tusuk aku? Mau selesain masalah ala premanmu?! Mau gamparin aku?! Mau tambahin baret-baret di badanku! (Ayu, 2005:51) Dalam kutipan diatas menjelaskan bahwa pengarang memberikan suatu tindakan penyerang secara verbal yang akan dilakukan Ben (teman laiki-laki Nayla). Karena pengarang menginginkan tokoh Nayla ini mendapatkan suatu keadaan yang dalam merusak psikologi Nayla (Frustasi). Oleh karena itu tokoh Nayla ini banyak mengalami kekerasaan secara verbal.

2. Withdrawal reaction (reaksi menghindar) Reaksi menghindar dibagi menjadi repression, dan regression. Repression Represi adalah proses peminggiran dari kesadaran, pikiran maupun perasaan yang menimbulkan kepedihan, rasa malu, atau bersalah. Hal ini terlihat dalam penggalan kata-kata Nayla : Rasa sakit di hatinya pun masih kerap menusuk setiap kali melihat sosok ibu tak ubahnya monster. Padahal ia ingin melihat ibu seperti ibu-ibu lain yang biasa dilihatnya di sekolah atau pun di ruang tunggu dokter. Ia ingin ibu seperti ibu-ibu lain yang terkejut ketika anak kandungnya jatuh hingga terluka dan mengeluarkan darah, bukan sebaliknya membuat berdarah. Nayla ingin punya ibu, tapi bukan ibunya sendiri. Nayla ingin memilih tak punya ibu, ketimbang punya ibu yang mengharuskan memilih peniti.( Ayu, 2005:2) Dalam kutipan kata-kata Nayla di atas menjelaskan bahwa Nayla mengalami frustasi terhadap ibunya yang sudah tega menyakiti alat kelaminnya sendiri dengan menggunakan peniti. Dalam hal ini pengarang 20

telah memberikan sedikit perasaan frustasi dalam tokoh Nayla tersebut. Agar tokoh dalam novelnya bisa merasa tegar mengalami semua cobaan yang datang dalam dirinya Kamu tak akan pernah tahu, anakku, seberapa dalam ayahmu menyakiti hatiku. Ia menyakiti kita dengan tidak mengakui janin yang kukandung adalah keturunannya. Ia meninggalkan kita begitu saja tanpa mengurus ataupun mendiskusikan terlebih dulu masalah perceraian. Aku yang merawatmu dengan penuh ketegaran sejak kamu berada di dalam kandungan. Aku yang membesarkanmu dengan penuh ketabahan. Aku menafkahimu. Aku memberimu tempat berteduh yang nyaman. Aku menyediakanmu segala kebutuhan sandang dan pangan. Akan kubuktikan kepadanya, anakku, bahwa aku bisa berdiri sendiri tanpa perlu ia mengulurkan tangan. Kamu milikku, bukan milik ayahmu.(Ayu, 2005:6) Dalam hal ini seorang ibu merasa sedih ketika mengingat-ingat penderitaannya pada waktu dia mengandung Nayla dan menbesarkannya sendiri tanpa bantuan dari Ayahnya. Dalam hal ini pengarang juga menjelaskan kepada pembaca bahwa seorang wanita bisa menafkahi anakanak mereka tanpa bantuan seorang laki-laki (suaminya). Pengarang juga memberikan pesan moral pada semua wanita agar teguh dalam pendiriannya. Aku jadi merasa serba salah. Segala kebutuhan dicukupi, malah keenakan. Tapi jika tak dicukupi, untuk apa aku susah-susah mencari nafkah? Aku benar-benar sudah kehabisan akal, anakku. Kuhukum kamu, tapi kamu malah menantang. Kamu tak menangis, tak takut, kamu pun tak berubah. Aku ini ibumu. Satu-satunya orang yang bisa kamu andalkan. Kenapa kamu tega menyakitiku seperti ayhmu? Kenapa begitu banyak sifatnya menurun kepadamu? Kenapa tak ada sedikit saja sifatdan sikapmu yang setiap hari kucoba contohkan kepadamu ini kamu jadikan panutan?( Ayu, 2005:7) Dalam kutipan diatas menjelaskan bahwa pengarang novel ini memberikan perasaan frustasi dalam hati ibu Nayla tersebut. Dan pengarang menjelaskan bahwa semua ibu didunia ini ingin mengajarkan kepada anaknya yang berkaitan dengan ketegaran hidup dan pengarang menjelaskan kepada para pembaca bahwa semua ibu didunia ini juga sama mengalami seperti ibu Nayla tersebut yang mempunyai anak tidak berbakti kepada orang tuanya, khususnya seorang ibu yang telah melahirkan kita didunia ini dan merawat kita dari sejak kecil sampai kita dewasa. 21

Percayalah kepadaku, anakku. Tak ada seorang ibu yang tidak mencintai anaknya. Jika aku harus menghukummu itu karena terpaksa. Aku yakin, Tuhan akan memaklumi semua tindakanku sejauh ia tahu bahwa tak ada sedikit pun niatanku untuk menyiksa. Semua yang kulakukan adalah untuk kebaikanmu. Begitu pula dengan sikapku dengan tidak mengijinkanmu mengenalnya. Aku yakin Tuhan tak akan membiarkanmu membenciku. Kelak kamu akan mengerti betapa besar cintaku kepadamu. Kamu akan sadar, bahwa ayahmu sama sekali tak mencintaimu. Dan dengan memilih kamu tak akan sudi mencarinya. Kamu akan memilih lebih baik hanya punya aku, ibumu, ketimbang punya ayah yang tega meninggalkan anaknya. (Ayu, 2005:8) Dalam kutipan diatas menjelaskan bahwa pengarang ingin memberikan pesan moral kepada para ibu semuanya agar selalu menjaga anaknya dan mendidik anaknya dengan baik. Bukan hanya untuk ibu saja tetapi untuk semua anak agar tidak membantah perintah dari orang tuanya sendiri. Hatiku perih, Tapi tak ada jalan lain. Aku tak boleh lemah, hanya itu aku bisa bertahan hidup. Aku tak boleh takluk. Kamu sudah kuberi kesempatan, tapi kamu sendiri yang mengacaukan. Tak ada yang tersisa. Hanya ada doa. Hanya Tuhan yang tahu, sebagai ibu tak ada satu niatku mencelakakan anaknya. Aku hanya ingin kamu belajar menghadapi pilihan dengan segala konsekuensinya. (Ayu, 2005:17) Dalam kutipan diatas menjelaskan bahwa pengarang memberikan pesan moral kepada anak-anak bahwasannya seorang ibu yang marah itu sebenarnya tidak disengaja lantaran semua itu bertujuan untuk mendidik anaknya tersebut agar lebih dewasa dan dapat menghadapi resiko di dunia ini. Jadi kita sebagai anak janganlah membantah nasihat dari orang tua, khususnya ibu. Aku sedih, sekaligus lega. Minggu ini aku akan berpisah dengan Nayla. Tapi aku pun bahagia, karena Nayla sebentar lagi akan hidup selayaknya anak-anak sebayanya. Aku berharap, semoga ia betah dan cocok tinggal di rumah keluarga barunya. Aku juga berharap, satu saat nanti, ahti ibunya mencair dan mereka berkumpul kembali bersama.(Ayu, 2005:20) Dalam kutipan diatas menjelaskan bahwa suatu harapan seorang ibu agar anaknya bahagia dengan keluarga baru Nayla. Pengarang juga menjelaskan bahwa seorang ibu akan sedih kalau ditinggal oleh anaknya sendiri. Oleh karena itu kita sebagai anak harusnya memikirkan semua tindakan yang akan kita perbuat itu.

22

Setiap pertemuan akan ada perpisahan, say tak mau menerima yang pertama. Saya harus siap dengan kemungkinan yang kedua. Saya akan membuka hati hanya untuk terluka saja. (Ayu, 2005: 58) Dalam penggalan kata-kata Nayla di atas menggambarkan bahwa tokoh Nayla siap menghadapi semua kenyataan yang terjadi meskipun harus terluka. Lalu, apakah yang selama ini saya lakukan? Apakah saya sudah melakukan kesalahan besar? Apakah sebaiknya saya berteriak ketika ia sedang menggesekkan penisnya ke tengkuk saya. Apakah seharusnya saya melawan ketika penisnya menghunus lubang vagina saya? Apa yang harus saya lakukan? Mengatakan semuanya kepada ibu? Apa reaksi ibu? Apakah ia akan menusuki vagina saya tidak hanya dengan peniti namun dengan linggis. Apakah ia akan tidak sekadar menempel tahi ke mulut saya dengan plester, tapi malah memaksa saya menelannya. Atau apakah kulit kaki saya tidak akan dikelupas ibu di atas seng namun di atas oven? Saya tidak tahu. Saya terlalu takut dan ibu semakin kuat. Saya tidak mampu lagi menanggulangi ketakutan dan penyesalan ini.(Ayu, 2005:114). Dalam kutipan diatas menjelaskan bahwa dalam tokoh Nayla mengalami sebuah ketakutan yang sangat terhadap teman laki-laki ibunya dan terhadap ibunya sendiri. Pengarang juga memberikan sebuah pesan moral yang ditujuhkan kepada pembaca kalangan remaja maupun orang tua agar mereka tidak melampau batas untuk mendidik anak-anaknya tersebut. Saya takut, saya sangat takut. Tapi saya lega. Sangat lega. Saya setengah terlepas dari kemelut. Tapi setengah kemelut yang terlepas itu kini sudah terisi. Terisi pentanyaan apakah Ben adalah orang yang tepat untuk berbagi. (Ayu, 2005:148). Dalam kutipan diatas menjelaskan bahwa kehidupan Nayla banyak sekali masalah yang dihadapi Nayla. Pengarang menjelaskan bahwa setiap manusia tidak lepas dari suatu masalah yang dihadapinya. Bahwasannya setiap maslah yang satu sudah selesai maka akan datang lagi sebuah masalah.

23

Regression Di dalam regresi seseorang melarikan diri dari realita yang menyakitkan dan dari tanggung jawab yang diembannya menuju kearah keberadaan masa kanak-kanaknya yang terlindungi. Orang itu kembali ke kebiaan lamanya dalam upaya penyesuaian diri agar terlepas dari kepenatan batinnya seperti ; menangis, mencibirkan bibir seperti yang biasa anak-anak lakukan, atau perilaku yang minta diperhatikan, dan lain-lain yang dulu pernah dikerjakan pada masa kanak-kanak. Keadaan seperti itu dialami Nayla saat berada di dalam rumah perawatan anak nakal. Sudah seminggu ia disini. Di kala senggang kerjanya hanya tertawa-tawa sendiri, memilin-milin ujung rambut, dan menggigit ujung jari. (Ayu, 2005: 18) Dalam penggalan kata-kata Nayla di atas menunjukkan bahwa sifat Nayla selama di dalam rumah perawatan anak nakal menunjukkan ke arah yang tidak wajar Melatih binatang itu susah-susah gampang. Harus pandai-pandai tarik ulur seperti main laying-layang. Tapi tak bisa sekadar tarik ulur. Harus pandai-pandai mengikuti arah angin. Untuk itu butuh pengalaman. Butuh kepintaran. Butuh kepekaan. Nah, kamu itu semua-semuanya masih kurang. Ngurus satu binatang saja gak gableg. Apalagi kalau banyak? (Ayu, 2005:39) Dalam kutipan diatas pengarang ingin menjelaskan bahwa seorang manusia harus mempunyai pengalaman, kepintaran untuk menghadapi suatu masalah yang datang di hadapannya tersebut. Ya, setelah saya sering tertawa-tawa sendiri. Saya tersadar ternyata Tuhan punya selera humor yang tinggi. Begitu mudahnya ia memberi dan dalam sekejap menariknya kembali. Jadi apa yang lebih tepat saya lakukan selain tertawa, Ayah? Kita semua Cuma boneka yang diikat tali. Tak berdaya mengikuti gerakan jarinya. Karena itu saya tertawa,karena saya yakin, ia ingin saya

24

menikmati leluconnya. Saya tak berani sedih atau marah. Saya takut ia murka. (Ayu, 2005:57) Dalam kutipan diatas menjelaskan bahwa pengarang memberikan sifat seperti anak kecil yang masih seirng tertawa-tawa sendiri tanpa sebab. Tapi pengarang juga menjelaskan juga bahwa seorang manusia nya sedang mengalami frustasi akan melakukan tindakan seperti orang yang tidak waras/ gila.

Selain itu, regresi juga terjadi pada diri Nayla saat dia diperkosa oleh laki-laki teman kencan ibunya sendiri Saya tak merasakan apa-apa. Vagina saya sudah terbiasa dengan tusukan peniti ibu dulu. Yang walaupun lebih kecil namun lebih tajam dan tidak dmaksudkan pada tempatnya sehingga sakitnya melebihi penis Om Indra yang merasuk kuat ke dalam lubang vagina saya.(Ayu, 2005: 113) Dalam penggalan kata-kata Nayla di atas menunjukkan bahwa apa yang telah dilakukan oleh laki-laki teman kencan ibunya tersebut hati Nayla tidak merasa sesakit ketika ibunya sendiri yang melakukannya. Nayla akan traktir mereka minum sampai muntah-muntah. Nayla akan traktir mereka minum sampai kembung. Dan tiba-tiba saja ia melompat-lompat kegirangan. Waktu yang tadi berhenti seperti mulai mengalir lancar. Nayla menggigit-gigit meja. Nayla mencakar-cakar dinding. Nayla mencakar-cakar harapan. Dalam kutipan diatas menjelaskan bahwa kehidupan Nayla

tersebut suka dengan hal yang berbau-bau diskotik. Pengarang juga menjelaskan bahwa suatu kehidupan masyarakat kota tersebut tidak lepas dari kehidupan malam dan pengaruh minuman-minuman keras, diskotik

25

3. Compromise Reactions (Reaksi kompromistis) Di sini individu harus menyerah kepada suasana yang mengancam atau tidak megenakkan sebagai akibat frustasi, tetapi tanpa harus menyerah total sehingga tujuan yang diimpikan tetap bisa terealisasi. Berikut ini penulis berikan salah satu contoh reaksi kompromistis berbentuk proyeksi yang dilakukan oleh tokoh Nayla dalam novel Novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu. Padahal Nayla merasa ia yang harusnya kasihan kepada manusia-manusia goblog itu. Nayla tersinggung. Dihardiknya setiap orang yang memelototinya, juga orang-orang yang sekadar melirik. Diludahinya bahu orang-orang yang terlihat bergidik. Sampai satpan datang. Mengusirnya pulang. Terjadi seperti itu berulang-ulang (Ayu, 2005:143). Dalam penggalan kata-kata Nayla di atas menjelaskan bahwa tokoh Nayla dalam keadaan setengah mabuk sehingga ia telanjur bertemu dengan manusia-manusia goblog yang memenuhi ruang Selanjutnya dalam kutipan berikut pilihan. Tapi apa yang bisa ia pilih ketika ia sama sekali tak punya pilihan ? hanya untuk semua inikah ia dilahirkan ? Terlahir, terluka, dan disia-siakan ? sampai matikah ia akan seperti ini ? (Ayu, 2005: 76)
Nayla butuh

Mendadak ia seperti mendapat kekuatan. Pada saat itu Nayla sadar kalau ia pasti bisa bertahan selama punya akal dan mental. Selama ia masih bisa peka terhadap hal-hal yang diangap tak berarti oleh kebanyakan orang dan menjadikannya sebuah nilai. (Ayu, 2005: 76) Cuplikan tersebut cukup menerangkan reaksi kompromistis yang terjadi pada diri Nayla yang setengah bermimpi.

26

BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN Dari beberapa uraian diatas, maka dapat dibenarkan pendapat Erich Fromm yang dikutip oleh Zainuddin Fananie (2002 :178) bahwa kesadaran diri, penalaran dan imajinasi ternyata telah merobek keharmonisan hidup dan menyebabkan manusia menjadi menyimpang dan menjadi aneh. Padahal manusia sebenarnya adalah bagian dari alam, ia adalah perangkat dari being yang secara fisikal dan mekanistis tidak dapat diubah. Di sinilah psikoanalisis mengkaji apakah sistem berfikir bersifat ekspresif bagi perasaan yang ia tampilkan atau hanya merupakan sebuah rasionalisasi yang tersembunyi dibalik sikap-sikapnya (Erich From, 1988 : 57, dalam Zainudin Fanani, 2002 : 180) Setidaknya Manifestasi teori-teori psikologi dalam novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu ini dapat membuktikan adanya kaitan / hubungan teori psikologi sebagai salah satu pendekatan karya sastra. Selain itu juga semakin memperjelas bahwa Djenar dengan gejala slip of the tounge penganut aliran ilmu jiwa Freudian bahwa manusia tidak selalu mengerti apa yang disampaikan dan tidak selalu menyampaikan apa yang dia mengerti ada benarnya.
Dan tawa saya semakin mengeras lagi, perut saya semakin kram, ketika menyadari saya tetap tak dapat mengambil keputusan untuk mati walaupun kepala sudah dipenuhi berbagai teori, tentang kematian maupun cinta.(halaman 107)

Penggalan kata-kata yang terdapat dalam novel Nayla karya Djenar diatas juga dapat dijadikan bukti bahwa Djenar memang memiliki kedekatan dengan teori-teori kejiwaan Freud. Dari kalimat terakhir tentang kematian maupun cinta diatas ada hubungannya dengan salah satu teori Freud mengenai naluri kematian dan kehidupan.

27

B SINOPSIS Nayla karya Djenar Maesa Ayu Sejak Nayla berumur 2 tahun ayah dan ibunya bercerai. Kemudian, Nayla dibesarkan oleh ibu. Cara didikan ibu sangat keras dan kejam. Nayla dilarang untuk mencari siapa ayahnya. Namun, diam-diam Nayla menyelidiki dan mencari siapa ayahnya. Pada suatu saat ia bertemu dengan ayahnya yang ternyata telah beristri lagi. Sejak itu, Nayla sering ke tempat ayahnya. Perbuatan ini diketahui oleh ibu. Akibatnya, ibu marah besar kepada Nayla dan mengusirnya. Namun, pertemuan Nayla dengan ayah hanya sebentar. Ayahnya meninggal dunia. Sejak kematian ayahnya, Nayla sedikit mengalami perubahan. Ia frustrasi dan kecewa, seperti membolos dan suka tertawa-tawa sendiri. Keganjilan ini diketahui oleh ibu tirinya. Kemudian, Nayla dituduh pengguna Narkoba. Dengan akal licik ibu tirinya dan meminta izin dengan ibu kandungnya, Nayla dijebloskan ke rumah Perawatan Anak Nakal dan Narkotika. Nayla tak tahan dengan usaha keras ia bisa kabur dari tempat itu bersama-sama dengan temannya. Nayla tidak pulang ke rumah ia numpang ke tempat temannya. Ia mulai belajar hidup mandiri. Ia mulai pekerjaan apa saja, seperti merampok dan mencuri. Akhirnya, ia dan teman-temannya ditangkap polisi. Hidup Nayla tidak tentu arah. Ia tidur di terminal. Ia melamar pekerjaan dan diterima sebagai penata lampu di sebuah nite club atau diskotek. Ia mulai belajar hidup mandiri. Menyewa rumah sendiri dan memenuhi keperluan sehari-hari.

Di tempat itu (diskotek) ia mulai mengenal rokok dan minuman. Hidupnya semakin bebas, mulai dari cara berpakaian, berdandan, dan bergaul. Berbagai konflik mulai muncul pada dirinya, baik pertentangan terhadap dirinya sendiri maupun reaksi lingkungan sekitarnya. Misalnya, ia putus dengan pacarnya, berpisah dengan ibunya, teman wanitanya, sampai ia berubah profesi menjadi penulis. Di dalam diri tokoh kadang-kadang timbul persepsi negatif tentang makna kehidupan. Berkat kegigihannya, akhirnya Nayla sukses menjadi pengarang.

28

DAFTAR PUSTAKA Ayu, Maesa Djenar. 2005. Nayla. Jakarta: PT Ikrar Mandiri abadi. http://asemmanis.wordpress.com/2009/10/03/pengertian-sastra-secara-umum-danmenurut-para-ahli/ http://dedetaufik.blogspot.com/2009/12/pengertian-sastra.html Heru-Subekti, 2011. Bahan-bahan materi Perkulihan sosiopsikologi Sastra. STKIP PGRI JOMBANG. Jombang. http://kunthink.blogspot.com/2008/03/tinjauan-psikoanalisa-novel-nayla.html Nurhadi. 1987. Kapita Sleta Bahasa Sastra dan Pengajarannya. Malang : IKIP Malang. http://pine2.blogspot.com/2011/05/psikologis-sastra.html Sarwono Wirawan, Sarlita. 2003. Teori-Teori Psikologi Sosial.Jakarta : Grafindo persada http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17494/11/Chapter%20II.pdf.txt. Siswantoro. 2005. Metode Penelitian Sastra: Analisis Psikologis. Surakarta: Muhammadyah University Press. Sukada,made. 1985. Pembinaan Kritik Sastra Indonesia. Bandung : Angkasa.

29

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah hirobbil`alamin, segala puji syukur kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayahNya kepada kita semua, serta sholawat dan salam kita berikan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW sehingga terselesainya Makalah Sosiopsikologi sastra ini. Penulis sadar tanpa bantuan, dorongan dan petunjuk serta bimbingan juga do`a dari berbagai pihak maka tidak mungkin Makalah Sosiopsikologi sastra ini akan terselesaikan seperti sekarang ini. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan fasilitas selama perkuliahan hingga pada penulisan Makalah Sosiopsikologi sastra disini, khususnya yang terhormat : 1. Dosen pembimbing mata kuliah Sosio-psikologi Sastra. 2. Kedua Orang tua,serta seluruh keluarga yang telah memberikan dorongan dan doa untuk menyelesaikan Makalah Sosiopsikologi sastra ini. Khusus temanteman sekelompok Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Jombang yang telah bersusah payah meluangkan waktunya untuk sehingga bisa menyelesaikan Tugas ini. Penulis menyadari keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki. Oleh karena itu segala kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam Makalah Sosiopsikologi sastra ini dapatlah kiranya masukan berupa kritik dan saran-saran dari pembaca untuk demi sempurnanya penulisan Makalah Sosiopsikologi sastra ini diperbaiki dimasa yang akan datang. Akhir kata, Makalah Sosiopsikologi sastra yang berjudul `` Analisis Psikologi Berdasarkan Aspek Frustasi dan Penyesuaian Diri dalam novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi para pembaca, Amin Jombang,24 Juni 2011

ii 30

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... KATA PENGANTAR ......................................................................................... DAFTAR ISI ........................................................................................................ BAB I PENDAHULUAN 1.1..........................................................................................................LAT AR BELAKANG.................................................................................. EBIHAN NOVEL ............................................................................... EMAHAN NOVEL ............................................................................. BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Sastra.................................................................................... B. Pengertian Novel .................................................................................. ertian Psikologi Sastra........................................................................... logi kejiwaan......................................................................................... BAB III ANALISIS ............................................................................................. BAB IV PENUTUP A............................................................................................................Kesi mpulan ................................................................................................. sis ....................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA

i ii iii

1 3 4

1.2..........................................................................................................KEL 1.3..........................................................................................................KEL

8 16 18 23 26

B............................................................................................................Peng C............................................................................................................Psiko

37 38

B............................................................................................................Sinop

31 iii

TUGAS ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA DALAM NOVEL YANG BERJUDUL NAYLA KARYA : DJENAR MAESA AYU DOSEN PEMBIMBING :

Drs. Heru Subakti, MM

NAMA KELAS NIM PRODI

: SEPTIAN ABIDIN : 2009 D : 096165-D : BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

PRODI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA JOMBANG 2011

32

Anda mungkin juga menyukai