Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pada bulan-bulan Oktober 1946 telah dilaksanakan perundingan-perundingan hingga
disepakati suatu gencatan senjata di Jawa dan Sumatera. Pada bulan November 1946, di
Linggajati (didekat Cirebon)dilaksanakan persetujuan yaitu “persetujuan Linggajati”. Namun
persetujuan perdamaian ini hanya berlangsung singkat. Kedua belah pihak saling tidak
mempercayai dan mengesahkan persetujuan itu sehingga menimpulkan pertikaian-pertikaian
politik yang sengit mengenai konsesi-konsesi yang telah dibuat. Setelah selesai perundingan
di Linggajati bulan November 1946, di samping terus memperkuat angkatan perangnya di
seluruh Indonesia terutama di Jawa dan Sumatera, untuk mengukuhkan kekuasaan mereka di
wilayah Indonesia Timur, sebagai kelanjutan “Konferensi Malino” 15–25 Juli 1946, van
Mook menyelenggarakan pertemuan lanjutan di Pangkal Pinang pada 1 Oktober 1946.
Kemudian Belanda menggelar “Konferensi Besar” di Denpasar tanggal 18–24 Desember
1946, dimana kemudian dibentuk negara Indonesia Timur.  Tindakan Van Mook
membenarkan keragu-raguan pemerintah dan rakyat Indonesia tentang kesetiaan Belanda
dalam melaksanakan persetujuan Linggajati. Perundingan Linggarjati bagi Belanda hanya
dijadikan alat untuk mendatangkan pasukan yang lebih banyak dari negerinya.

1.2  Rumusan Masalah


1.2.1        Bagaimana kronologis terjadinya agresi militer Belanda 2 ?
1.2.2        Apa tujunan Belanda melakukan agresi militer 2 ?
1.2.3        Apa dampak yang ditimbulkan dengan adanya agresi militer Belanda 2 bagi Indonesia ?
1.2.4        Bagaimana perjuangan bangsa Indonesia terhadap agresi militer Belanda 2 ?

1.3  Tujuan Pembuatan Makalah


1.3.1        Untuk mengetahui kronologis ataupun awal mula terjadinya agresi militer Belanda 2 di
Indonesia
1.3.2        Untuk menambah wawasan siswa tentang terjadinya agresi militer Belanda 2 yang di alami
bangsa Indonesia.

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Kronologis terjadinya agresi militer Belanda 2
Pelaksanaan hasil Perundingan Renville mengalami kemacetan. Upaya jalan keluar
yang ditawarkan oleh KTN selalu mentah kembali karena tidak adanya kesepakatan antara
Indonesia dan Belanda. Indonesia melalui Hatta (wakil presiden merangkap perdana menteri)
tetap tegas mempertahankan kedaulatan Indonesia, sementara Belanda terus berupaya mecari
cara menjatuhkan wibawa Indonesia. Saar ketegangan semakin memuncak Indonesia dan
Belanda mengirimkan nota kepada KTN. Nota itu sama-sama berisi tuduhan terhadap pihak
lawan yang tidak menghormati hasil Perundingan Renville. Akhirnya, menjelang tengah
malam pada tanggal 18 Desember 1948, Wali Tinggi Kota Mahkota Belanda Dr.
Beel mengumumkan bahwa Belanda tidak terikat lagi pada hasil Perundingan Renville.
Sementara itu keadaan dalam negeri sudah sangat tegang berhubung dengan oposisi yang
dilakukan oleh Front Demokrasi Rakyat (PKI dan sekutunya) terhadap politik yang
dijalankan oleh Kabinet Hatta. Oposisi ini meningkat setelah seorang tokoh komunis
kawakan, Muso, yang memimpin pemberontakan PKI tahun 1926, kembali ke Indonesia dari
Uni Soviet. Muso sejak mudanya memang selalu bersikap radikal dan ia yang mendorong
PKI untuk memberontak pada tahun 1926. Oposisi terhadap kabinet Hatta mencapai
pucaknya ketika Sumarsono, pemimpin Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia) mengumumkan
pembentukan pemerintahan Soviet di Madiun tanggal 18 September 1948. Pemberontakan ini
segera ditumpas pemerintah Republik. Belanda hendak mempergunakan pemberontakan PKI
itu sebagai alasan yang sangat baik untuk menyerang Republik dengan dalih membantu
Republik melawan komunisme.

Sebelum pasukan-pasukan Republik dapat beristirahat setelah beroperasi terus-


menerus melawan PKI, Belanda menyerang lagi. Dini hari tanggal 19 Desember, pesawat
terbang Belanda memborbardir Maguwo (sekarang Bandara Adisucipto) dan sejumlah
bangunan penting di Yogyakarta. Peristiwa itu mengawali agresi militer Belanda 2.
Pemboman dilanjutkan dengan penerjunan pasukan udara. Dalam waktu singkat, Yogyakarta
ibu kota RI ketika itu, dapat dikuasai.Dalam suasana genting, pemerintah RI mengadakan
rapat kilat dan menghasilkan keputusan darurat seperti berikut:
1         Melalui radiogram, pemerintah RI memberikan mandat kepada Syafruddin Prawiranegara
untuk membentuk Pemerintah Darurat RI (PDRI) di Sumatera.
2         Presiden dan wakil presiden RI tetap tinggal dalam kota dengan resiko ditangkap Belanda,
agar dekat dengan KTN (yang sekarang berada di Kaliurang).
3         Pimpinan TNI menyingkir keluar kota dan melancarkan perang gerilya dengan
membentuk wilayah pertahanan (sistem wehkreise) di Jawa dan Sumatera. Setelah menguasai
Yogyakarta, pasukan Belanda menawan presiden, dan sejumlah pejabat. Soekarno diasingkan
ke Prapat, Hatta ke Bangka, tetapi kemudian Soekarno dipindahkan keBangka. Sementara itu,
Jenderal Soedirman memimpin TNI melancarkan perang gerilya di kawasan luar kota.
Seperti kejadian sebelumnya dalam Perundingan Linggarjati, pelaksanaan hasil
Perundingan Renville mengalami kemacetan. Upaya jalan keluar yang ditawarkan oleh KTN
selalu mentah kembali karena tidak adanya kesepakatan antara Indonesia dan Belanda.
Indonesia melalui Hatta (wakil presiden merangkap perdana menteri) tetap tegas
mempertahankan kedaulatan Indonesia, sementara Belanda terus berupaya mecari cara
menjatuhkan wibawa Indonesia. Saar ketegangan semakin memuncak Indonesia dan Belanda
mengirimkan nota kepada KTN. Nota itu sama-sama berisi tuduhan terhadap pihak lawan
yang tidak menghormati hasil Perundingan Renville. Akhirnya, menjelang tengah malam
pada tanggal 18 Desember 1948, Wali Tinggi Kota Mahkota Belanda Dr.
Beel mengumumkan bahwa Belanda tidak terikat lagi pada hasil Perundingan Renville. Dini
hari tanggal 19 Desember 1948, pesawat terbang Belanda membombardir Maguwo (sekarang
Bandara Adisucipto) dan sejumlah bangunan penting di Yogyakarta. Peristiwa itu mengawali
agresi militer Belanda II. Pemboman dilanjutkan dengan penerjunan pasukan udara. Dalam
waktu singkat, Yogyakarta, ibu kota RI ketika itu, dapat dikuasai.
(wiki/agresi_militer_belanda_II/2014/)

2.2 Tujuan Belanda Mengadakan Agresi Militer 2


            
Adapun tujuan Belanda mengadakan Agresi Militer yang kedua ialah ingin
menghancurkan kedaulatan Indonesia dan mengusai kembali wilayah Indonesia dengan
melakukan serangan militer terhadap beberapa daerah penting di Yogyakarta sebagai ibu kota
Indonesia pada saat itu. Pihak Belanda sengaja membuat kondisi pusat wilayah Indonesia
tidak aman sehingga akhirnya diharapkan dengan kondisi seperti itu bangsa Indonesia
menyerah dan bersedia menuruti ultimatum yang diajukan oleh pihak Belanda. Selain itu
bangsa Indonesia juga ingin menunjukkan kepada dunia bahwa RI dan TNI-nya secara de
facto tidak ada lagi
2.3 . Dampak Agresi Militer Belanda 2 bagi Bangsa Indonesia
            Adanya Agresi Militer kedua yang dilakukan Belanda terhadap Indonesia yaitu
mengakibatkan dihancurkannya beberapa bangunan penting di Yogyakarta, bahkan
Yogyakarta yang pada saat itu sebagai ibu kota Indonesia juga mampu dikuasai oleh
Belanda. Selain itu presiden dan wakil presiden beserta sejumalh pejabat pemerintah
Indonesia berhasil ditawan kemudian diasingkan oleh pihak Belanda.
(sayyidanchiam./2012/)

2.4 Perjuangan Bangsa Indonesia Terhadap Agresi Militer Belanda 2

2.4.1 Keampuhan Strategi Diplomasi


            Dengan melancarkan agresi militernya yang kedua, Belanda ingin menunjukkan
kepada dunia bahwa RI beserta TNI-nya secara de facto tidak ada lagi. Tujuan Belanda itu
dapat digagalkan oleh perjuangan diplomasi. Para pejuang diplomasi antara lain Palar,
Sujatmoko, Sumitro, dan Sudarpo yang berkeliling di luar negeri. Tindakan yang dilakukan
dalam perjuangan diplomasi antara lain sebagai berikut.
         Menunjukkan pada dunia internasional bahwa agresi militer Belanda merupakan bentuk
tindakan melanggar perjanjian damai (hasil Perundingan Renville).
         Meyakinkan dunia bahwa RI cinta damai, terbukti dari sikap, mentaati hasil Perundingan
Renville dan penghargaan terhadap KTN.
         Membuktikan bahwa RI masih berdaulat dengan fakta masih berlangsungnya
pemerintahan melalui PDRI dan keberhasilan TNI menguasau Yogyakarta selama 6 jam
(Serangan Oemoem 1 Maret).
Kerja keras perjuangan diplomasi mampu mengundang simapti internasional terhadap
Indonesia. Amerika Serikat mendesak Belanda untuk menarik mundur pasukannya dari
wilayah RI (dengan ancaman menghentikan bantuannya). Dewan Keamanan PBB mendesak
Belanda untuk menghentikan operasi militer dan membebaskan para pemimpin Indonesia.
Desakan yang gencar dari dunia internasional akhirnya dapat membuat Belanda mengakhiri
militernya kedua.

2.4.2 Pemerintahan Darurat Republik Indonesia

            Sebelum pasukan Belanda memasuki istana kepresidenan, Presiden Soekarno


mengintruksikan kepada Menteri Kemakmuran Syafruddin Prawiranegara (yang kebetulan
berada di Sumatera) untuk membentuk pemerintahan darurat, jika pemerintah RI Yogyakarta
tidak dapat berfungsi lagi. Sesuai dengan instruksi itu, Syafruddin Prawiranegara membentuk
Pemerintah Darurat Republik Indonesia. PDRI berkedudukan di Bukittinggi, Sumatera Barat.
Kabinet PDRI
         Ketua perdana menteri merangkap menteri pertahanan dan penerangan: Syafruddin
Prawiranegara.
         Menteri luar negeri: A. A. Maramis
         Menteri pendidikan dan kebudayaan merangkap menteri dalam negeri dan agam: Teuku
Moh. Hasan.
         Menteri keuangan merangkap menteri kehakiman: Lukman Hakim.
         Menteri sosial dan perburuhan, pembangunan, organisasi pemuda dan keamanan: Sutan
Rasyid.
         Menteri pekerjaan umum merangkap menteri kesehatan: Ir. Sitompul.
         Menteri perhubungan merangkap menteri kemakmuran: Ir. Inderacaya.
Selama agresi militer 2, Belanda terus menerus memprogandakan bahwa pemerintahan di
Indonesia sudah tidak ada lagi. Propaganda dapat digagalkan oleh PDRI. PDRI berhasil
menunjukkan kepada dunia internasional bahwa pemerintahan dalam tubuh RI masih
berlangsung. Bahkan, pada tanggal 23 Desember 1948, PDRI mampu memberikan instruksi
lewat radio kepada wakil RI di PBB. Isinya, pihak Indonesia sekaligus mengundang simapti
internasional.
            Atas dasar keberhasilan itu, para pemimpin PDRI sempat kecewa dengan tindakan
para pemimpin RI di Bangka yang mengadakan perundingan dengan Belanda tanpa
sepengetahuan mereka. Mereka juga tidak menyetujui hasil Perundingan Roem-Roijen yang
cenderung melemahkan wibawa Indonesia. Para pemimpin PDRI yakin bahwa kedudukan
Indonesia telah kuat sehingga mampu lebih banyak kepada Belanda.
            Untuk menyelesaikan perbedaan pandangan, berlangsung pertemuan antara para
pemimpin PDRI dan pemimpin RI yang pernah ditawan di Bangka. Pertemuan itu
berlangsung pada tanggal 13 Juli 1949 di Jakarta. Hasil pertemuan itu adalah sebagai berikut.
        PDRI menyerahkan keputusan mengenai hasil Perundingan Roem Roijen kepada kabinet,
Badan Pekerja KNIP, dan pimpinan TNI.
        Pada hari itu juga, Syafruddin Prawiranegara menyerahkan mandat secara resmi kepada
Wakil Presiden Hatta.
(sayyidanchiam./2012/)

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Agresi militer merupakan bentuk rill bahwa Belanda melanggar perjanjian
Internasional. Dalam agresi ini Belanda mencoba menguasai kota-kota, pelabuhan, dan
perkebunan yang dianggap penting bagi Indonesia. Penculikan terhadap pemimpin-pemimpin
termasuk presiden Sukarno menjadi salah satu modus Belanda selain menguasai daerah-
daerah penting. Pelanggaran yang dilakukan Belanda ini mendapat simpati dari luar negeri
termasuk PBB yang akhirnya mengeluarkan resolusi-resolusi. Perjuangan dari para pahlawan
serta dukungan internasional yang mampu melepaskan Indonesia dari agresi Belanda tersebut

3.2 Saran
            Kami berharap makalah ini bermanfaat bagi semua orang. Dalam tugas-tugas
berikutnya kami berharap sekali ada panduan dari bapak atau ibu guru pembimbing agar
kami tidak kesulitan memperoleh data. Kami berharap juga adanya saran bagi para pembaca
untuk kami kedepannya.

BAB I PENDAHULUAN
A.   LATAR BELAKANG

Agresi militer belanda II adalah salah satu peristiwa bersejarah yang


pernah dialami oleh bangsa indonesia. Agresi Militer Belanda II atau
Operasi Gagak (bahasa Belanda: Operatie Kraai) terjadi pada 19
Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu
kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta,
Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini
menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di
Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.
Sangat penting bagi kita untuk mengetahui sejarah mengenai Agresi
Militer Belanda II.

B.   RUMUSAN MASALAH

1.      apa latar belakang Agresi Militer Belanda II?;


2.      apa tujuan dari Agresi Militer Belanda II? Dan ;
3.      bagaimana kronologi peristiwa Agresi Militer Belanda II.

C.   TUJUAN PENULISAN


1.      Untuk mengetahui latar belakang Agresi Militer Belanda II;
2.      Untuk mengetahui  tujuan dari Agresi Militer Belanda II Dan ;
3.      Untuk mengetahui bagaimana kronologi peristiwa Agresi Militer Belanda
II.
BAB II PEMBAHASAN
A.   LATAR BELAKANG AGRESI MILITER BELANDA II

Serangan bermula pada 19 Desember 1948, Belanda melancarkan


serangan menggunakan taktik perang kilat (blitkrieg) disegala sisi wilayah
Republik Indonesia. Dimulai dari merebut pangkalan udara Maguwo (saat
ini bernama Adi Sucipto) dengan menerjunkan pasukan payung dan
dengan gerak cepat mampu mengambil alih kendali kota Yogyakarta yang
merupakan ibukota Republik Indonesia saat itu.  Dan menangkap
pemimpin Republik Indonesia yakni Soekarno dan Mohammad Hatta.

B.   TUJUAN AGRESI MILITER BELANDA II

Agresi militer yang dilancarkan oleh Belanda terhadap bangsa


Indonesia memiliki tujuan untuk memperlihatkan pada dunia Internasional
bahwa Republik Indonesia dan tentaranya TKR itu sesungguhnya sudah
tidak ada. Dengan begitu Belanda memiliki hak untuk berbuat semaunya
terhadap bangsa Indonesia. Menurut Ide Anak Agung Gde Agung (1983,
183), Ada dua alasan utama mengapa Beel melancarkan agresi militer
tersebut, yakni sebagai berikut:
1.      Menghancurkan Republik yang merupakan suatu kesatuan sistem
ketatanegaraan,
2.      Membentuk Pemerintah Interim Federal yang didasarkan atas Peraturan
Pemerintahan dalam Peralihan,
3.      Wakil-wakil dari daerah-daerah federal dan unsur-unsur yang kooperatif
dan moderat dari bekas Republik harus ikut ambil bagian dalam PIF tanpa
mewakili bekas Republik.

C.   KRONOLOGI PERISTIWA AGRESI MILITER BELANDA II

18 Desember 1948
Terjadinya pemberontakan PKI Madiun

19 Desember 1948
Melihat situasi yang kacau, Belanda secara sepihak membatalkan
persetujuan gencatan senjata dan mengebom lapangan terbang Maguwo
serta diikuti oleh  penerjunan pasukan baret hijau Belanda. Operasi ini
dinamakan operasi gagak dan dipimpin langsung oleh Jenderal Spoor.
Dikarenakan serangan yang mendadak sehingga Belanda memperoleh
kemenangan yang gemilang dan seluruh Yogyakarta jatuh pada pukul
16.00 WIB
22 Desember 1948
Para pejabat sipil yang telah tertangkap diasingkan dari Yogyakarta,
antara lain  Presiden Soekarno,Haji Agus Salim dan Sutan Syahrir
diasingkan ke Berastagi, Sumatera Utara. Moh.Hatta, Moh Roem, Mr. A.G
Pringgodigdo, Mr.Assaat dan Komodor S. Suryadarma diasingkan ke
Montok di Pulau Bangka. Pada hari ini pula, KTN mengawatkan kepada
dewan keamanan laporan yang isinya menyalahkan Belanda sebagai
aggressor dan yang melanggar perjanjian gencatan senjata.

23 Desember 1948
Rusia mengajukan resolusi kepada Dewan Keamanan PBB dan mengecam
Belanda sebagai aggressor. Akan tetapi, Belanda tetap tidak bergeming
dan melanjutkan agresinya.

24 Desember 1948
Dewan Keamanan PBB menerima Resolusi Amerika Serikat yang
memerintahkan dengan segera kepada Belanda dan Indonesia untuk
menghentikan tembak-menembak dan membebaskan pimpinan-pimpinan
republik yang ditawan

29 Desember 1948
Pasukan gerilya menyerang pasukan Belanda di seluruh kota Yogyakarta
(serangan pertama). Pada saat ini taktik gerilya mulai digunakan secara
efektif

31 Desember 1948
Presiden Sukarno, Syahrir, dan H. Agus Salim oleh Belanda dipindahkan
pengasingannya ke Prapat

20 – 23 Januari 1949
 berlangsung konferensi Asia yang dihadiri oleh 21 Negara Asia dan
Australia. Resolusi konferensi Asia tersebut tentang sengketa antara
Indonesia-Belanda , berpengaruh besar kepada resolusi Dewan Keamanan
PBB berikutnya.

24 Januari 1949
Resolusi konferensi New Delhi dikirim kepada Dewan Keamanan PBB,
yang menuntut antara lain :
Pembebasan para pemimpin (pembesar) Republik Indonesia
Penarikan mundur Belanda dari Yogyakarta dan penarikan berangsur -
¬angsur tentara Belanda dari daerah-daerah yang diduduki sejak 19
Desember 1948.

26 Januari 1949
Mr. Sjafrudin Prawiranegara memberi instruksi kepada Mr. Maramis,
supaya mengusahakan dewan keamanan untuk mengirimkan peninjau
militer KTN ke daerah-daerah yang masih dikuasai oleh Republik Sumatra.

31 Januari 1949
Perlawanan terhadap Belanda makin hari makin meluas dan menghebat,
terutama di seluruh pulau Jawa dan Sumatra.

Februari 1949
Berlanjutnya perang gerilya dan kembalinya pejuang republik ke kantong
– kantong perlawanan mereka yang semula (daerah asal).

BAB III KESIMPULAN

Aresi Militer Belanda II berawal dari Serangan bermula pada 19


Desember 1948, Belanda melancarkan serangan menggunakan taktik
perang kilat (blitkrieg) disegala sisi wilayah Republik Indonesia. Dimulai
dari merebut pangkalan udara Maguwo (saat ini bernama Adi Sucipto)
dengan menerjunkan pasukan payung dan dengan gerak cepat mampu
mengambil alih kendali kota Yogyakarta yang merupakan ibukota
Republik Indonesia saat itu.  Dan menangkap pemimpin Republik
Indonesia yakni Soekarno dan Mohammad Hatta.
Tujuan nya adalah Menghancurkan Republik yang merupakan suatu
kesatuan sistem ketatanegaraan,             Membentuk Pemerintah Interim
Federal yang didasarkan atas Peraturan Pemerintahan dalam Peralihan,
Wakil-wakil dari daerah-daerah federal dan unsur-unsur yang kooperatif
dan moderat dari bekas Republik harus ikut ambil bagian dalam PIF tanpa
mewakili bekas Republik.
,Belanda secara sepihak membatalkan persetujuan gencatan
senjata dan mengebom lapangan terbang Maguwo serta diikuti oleh 
penerjunan pasukan baret hijau Belanda. Operasi ini dinamakan operasi
gagak dan dipimpin langsung oleh Jenderal Spoor. Para pejabat sipil yang
telah tertangkap diasingkan dari Yogyakarta, antara lain  Presiden
Soekarno,Haji Agus Salim dan Sutan Syahrir diasingkan ke Berastagi,
Sumatera Utara. Moh.Hatta, Moh Roem, Mr. A.G Pringgodigdo, Mr.Assaat
dan Komodor S. Suryadarma diasingkan ke Montok di Pulau Bangka.
berlangsung konferensi Asia yang dihadiri oleh 21 Negara Asia dan
Australia. Resolusi konferensi Asia tersebut tentang sengketa antara
Indonesia-Belanda , berpengaruh besar kepada resolusi Dewan Keamanan
PBB berikutnya. Mr. Sjafrudin Prawiranegara memberi instruksi kepada Mr.
Maramis, supaya mengusahakan dewan keamanan untuk mengirimkan
peninjau militer KTN ke daerah-daerah yang masih dikuasai oleh Republik
Sumatra. Berlanjutnya perang gerilya dan kembalinya pejuang republik ke
kantong – kantong perlawanan mereka yang semula (daerah asal).

DAFTAR PUSTAKA

http://sejarahlengkap.com/indonesia/kemerdekaan/pasca-
kemerdekaan/agresi-militer-belanda-2
http://www.hariansejarah.id/2016/11/kronologi-agresi-militer-belanda-
ii.html

Anda mungkin juga menyukai